Anda di halaman 1dari 8

AVES

Oleh :
Nama : Rahma Adilah
NIM : B1A015074
Rombongan :V
Kelompok :5
Asisten : Elly Wulandari

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEMATIKA HEWAN II

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara keempat di dunia yang memiliki keanekaragaman


jenis burung setelah Columba dan Peru. Menurut penelitian jenis-jenis burung di
Indonesia ini sangat luar biasa, terdapat 1531 jenis burung, 381 jenis diantaranya adalah
endemik. Sumatra merupakan salah satu pulau yang sangat kaya dengan jenis burung
setelah Irian Jaya. Daerah Sumatra terdapat 464 jenis burung, 138 jenis diantaranya juga
dijumpai di kawasan Sunda, 16 jenis burung hanya ditemui di Pulau Jawa dan Sumatra,
dan 11 jenis di Kalimantan dan Sumatra. Burung memiliki kekayaan jenis yang tinggi,
untuk itu penting bagi kita mempelajari cara mengamati dan mengidentifikasi burung
(Iskandar, 1989).
Aves merupakan vertebrata yang hidup di darat, memiliki bulu hampir di seluruh
tubuhnya dan sayap yang berasal dari elemen-elemen tubuh tengah dan distal sehingga
dapat digunakan untuk terbang. Aves tidak begitu banyak berbeda dengan reptilian yang
menjadi nenek moyangnya. Bulu merupakan struktur khusus yang penting untuk burung
sebagai penerbang dan kelas inilah dalam subphylum vertebrata yang mencapai
keberhasilan menggabungkan sifat bipedal dengan terbang (Hildebrand, 1984). Burung
merupakan tentrapoda yang cepat dikenal, karena anggota kelas ini karakter-
karakternya paling homogeny dibanding kelas- kelas lain. Tak ada satupun binatang
yang memiliki bulu, selain golongan Aves. Oleh sebab itu, tak dapat di pungkiri dengan
adanya tubuh yang ditutupi oleh bulu dan memiliki kemampuan terbang, burung bisa
menempati berbagai habitat bahkan melakukan migrasi dari satu tempat ke tempat yang
sangat jauh. Keindahan bulu burung, suaranya yang merdu, perilaku- perilaku menarik
lainnya, bahkan dagingnya yang banyak di konsumsi merupakan alasan lain golongan
burung mudah dikenal dalam kehidupan manusia. (Adeng, 2007).
Burung memiliki kepentingan ekonomi. Sebagian dari mereka dapat dijadikan
sebagai hewan peliharaan dan hewan ternak yang mana dapat diperdagangkan, burung
ini juga dapat dijadikan sumber bahan makanan karena mengandung protein yang tinggi.
Selain bernilai ekonomi burung juga bernilai ilmiah seperti burung dijadikan sebagai
indikator lingkungan, dan bahan penelitian ilmiah (Jasin, 1992).

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum acara Aves antara lain :


1. Mengenal beberapa anggota Kelas Aves.
2. Mengetahui beberapa karakter penting untuk identifikasi dan klasifikasi anggota
Kelas Aves.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Kelas Aves adalah kelas hewan vertebrata yang berdarah panas dengan memiliki
bulu dan sayap. Tulang dada tumbuh membesar dan memipih, anggota gerak belakang
beradaptasi untuk berjalan, berenang dan bertengger. Mulut sudah termodifikasi menjadi
paruh, punya kantong hawa, jantung terdiri dari empat ruang, rahang bawah tidak
mempunyai gigi karena gigi-giginya telah menghilang yang digantikan oleh paruh
ringan dari zat tanduk dan berkembang biak dengan bertelur. Kelas ini dimanfaatkan
oleh manusia sebagai sumber makanan, hewan ternak, hobi dalam peliharaan. Dalam
bidang industri bulunya dapat dimanfaatkan contohnya baju, hiasan dinding, dan
lainnya. (Mukayat, 1990). Burung berperan penting dalam ekosistem, sebagai penyebar
biji, penyerbuk, pemangsa dan insinyur ekosistem, sehingga memberikan hubungan
langsung antara fungsi dan layanan keanekaragaman hayati dan ekosistem (Rodrigues et
al., 2017).
Anggota kelas aves memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap
lingkungannya, sehingga hewan ini mampu bertahan dan berkembang biak pada suatu
tempat. Struktur dan fisiologi burung diadaptasikan dalam berbagai cara untuk
penerbangan yang efisien, yang paling utama di antara semuanya adalah sayap.
Meskipun sekarang sayap itu memungkinkan burung untuk terbang jauh mencari
makanan yang cocok dan berlimpah, mungkin saja sayap itu dahulu timbul sebagai
adaptasi yang membantu hewan ini lolos dari pemangsanya. Adanya burung-burung
yang tidak memiliki sayap yang hidup di Antartika, Selandia Baru dan daerah-daerah
lain yang jarang ada pemangsanya membuktikan hal ini (Kimball, 1983). Aves (burung)
ialah sekelompok hewan yang bertulang belakang (vertebrata) yang unik, karena pada
sebagian besar aves adalah binatang yang beradaptasi dengan kehidupan yang secara
sempurna. Aves ialah hewan berdarah panas sama saja seperti mamalia, aves ini
berkembnag biak dengan oviper (bertelur). sebagian besar hidup menetap, dan ada juga
yang hidup berpindah-pindah tempat (Hidayat et al., 2017).
Selain itu, Aves mempunyai jantung dengan empat ruang pompa (dua atrium dan
dua ventrikel yang terpisah), hanya ada lengkungan aorta kanan (sisternik), sel darah
merah berinti, oval dan biconvex. Respirasi dengan paru- paru yang kompak (tersusun
rapat) dan sangat efesien melekat ke tulang rusuk dan berhubungan dengan kantung-
kantung udara yang berdinding tipis tersebar di antara organ-organ internal dan sebagian
di dalam rangka, terdapat kotak suara (syrinx) di dasar trakea. Terdapat dua belas pasang
saraf kranialis, mempunyai ekresi dengan ginjal metanefros, sampah nitrogen utama
berupa asam urat, urin semisolid, tidak ada kantung kemih (kecuali pada Rhea dan
burung unta), terdapat sistem porta renalis. Suhu tubuh pada dasarnya konstan
(endodermis). Fertilisasi internal hewan betina umumnya dengan hanya ovarium dan
oviduk sebelah kiri, telur dengan banyak yolk yang ditutupi oleh cangkang yang keras,
diinkubasi di luar tubuh, segmentasi meroblastik, terdapat membran ekstraembrio
(amnion, khorion, kantung yolk dan allantois) selama perkembangan di dalam telur,
hewan muda yang baru menetas dijaga induknya (Brotowidjoyo, 1990).
Bulu adalah ciri khas kelas aves yang tidak dimiliki oleh vertebrata lain. Hampir
seluruh tubuh aves ditutupi oleh bulu, yang secara filogenetik berasal dari epidermal
tubuh, yang pada reptile serupa dengan sisik. Secara embriologis bulu aves bermula dari
papil dermal yang selanjutnya mencuat menutupi epidermis. Dasar bulu itu melekuk ke
dalam pada tepinya sehingga terbentuk folikulus yang merupakan lubang bulu pada
kulit. Selaput epidermis sebelah luar dari kuncup bulu menanduk dan membentuk
bungkus yang halus, sedang epidermis membentuk lapisan penyusun rusuk bulu.Sentral
kuncup bulu mempunyai bagian epidermis yang lunak dan mengandung pembuluh darah
sebagai pembawa zat-zat makanan dan proses pengeringan pada perkembangan
selanjutnya (Jasin, 1992).
Berdasarkan letaknya maka bulu dapat dibedakan menjadi, remiges yang
merupakan bulu yang tumbuh pada sayap dan mempunyai vexillum yang asimetris dan
mempunyai fungsi untuk terbang. Rectrices merupakan bulu yang tumbuh di daerah
ekor dan berfungsi sebagai kemudi. Tectrices merupakan bulu yang menutupi tubuh.
Paraptenum merupakan bulu-bulu yang tumbuh di daerah bahu (antara tubuh dan sayap).
Alula sive ala spuria merupakan bulu-bulu kecil yang melekat pada jari ke dua. Selain
itu, warna bulu burung disebabkan oleh kombinasi butir-butir pigmen yang ada pada
rachis, calamus dan vexillum. Fungsi bulu tubuh yaitu untuk memelihara panas tubuh,
untuk terbang, sebagai alat pelindung kulit dari perubahan yang datang dari luar dan
sebagai kamuflase (Buffalo, 1968).
Paruh terbentuk dari zat tanduk, proses penandukannya tumbuh menutupi secara
teratur menggantikan bagian yang hilang karena dipakai. Fungsi paruh antara lain
sebagai mulut, sebagai tangan untuk memperoleh atau memegang makanan, untuk
menelisik bulu agar rapih dan sebagai alat pertahanan. Bentuk paruh selalu
menunjukkan kebiasaan makan dari setiap jenis burung. Berdasarkan hal tersebut, maka
paruh burung ada beberapa tipe yaitu probing merupakan paruh yang berbentuk silinder
berguna untuk menyelidik celah atau sarang serangga kemudian menagkapnya.
Contohnya, Common Snipe (Gallinago gallinago), pada burung pelatuk (Chrysocolaptes
validus) paruh yang silinder ini agak gemuk dan kuat. Insect-Catching (penangkap
serangga) merupakan paruh yang bentuknya jika dilihat dari atas melebar tapi kecil.
Paruh ini berfungsi untuk menangkap serangga terbang, contohnya adalah burung
layang-layang (Gupta, 1995).
Seed-cracking (pemakan atau pemecah biji) yaitu paruh yang berbentuk kerucut
dan kuat. Contohnya, burung-burung yang bersifat graminivora, gebondol, gereja
(Passer domesticus). Tearing (perobek) merupakan paruh yang bagian ujungnya tajam
dan bagian atasnya lebih panjang serta melengkung ke bawah. Umumnya bersifat
karnivora, contohnya adalah elang (Haliastus indus). Sieving (penyaring) merupakan
paruh yang bentuknya melebar dan pipih dengan bagian tepinya terdapat gigi seperti
sisir untuk menyaring makanan dari dasar air, contohnya adalah bebek dan belibis
(Dendrocygna javanica). Spearing (penombak) merupakan paruh yang berbentuk
panjang seperti tombak, contohnya adalah bittern (yellow bittern atau Ixbrychus
sinensis). Penghisap madu merupakan paruh yang panjang dan melengkung yang
berguna untuk menghisap madu pada bunga, contohnya adalah Antrapsis malacensis.
Paruh menyilang merupakan paruh bagian atas dan bagian bawah saling menyilang
(Mackinnon et al., 1998).
Tipe kaki burung disesuaikan dengan kebiasaan hidup dan keadaan habitat dari
burung tersebut yaitu wading (tipe kaki burung-burung rawa), kaki yang panjang,
mempunyai digiti yang panjang pula berguna untuk keseimbangan sewaktu di air,
contohnya adalah sandpiper. Swimming (tipe kaki perenang), kaki diantara digitinya
mempunyai selaput renang atau pada digiti ada pelebaran. Contoh yang berselaput ini
misalnya pada bebek. Sedangkan pada jenis burung lain ada yang digitinya tidak
berselaput tetapi ada pelebaran (lobate), contohnya adalah coot (Fulica atra), kebiasaan
burung ini menyelam dan berenang (Iskandar, 1989).
Perching (tipe kaki penghinggap), semua digiti terletak pada satu bidang datar
dan bisa memegang ranting ketika akan mengambil makanan. Digiti biasanya berbentuk
silindris, contohnya adalah burung finch (jenis-jenis gelatik). Grasping (tipe kaki
pemegang), kaki yang digiti depan bagian luar dapat diputar ke belakang sewaktu
mencengkram atau memegang. Tipe kaki ini umumnya terdapat pada burung-burung
pemangsa, misalnya osprey dan hawk. Climbing (tipe pemanjat), dua digiti menghadap
ke depan dan dua lagi menghadap ke belakang, contohnya adalah burung pelatuk. Tipe
pengais atau penggali, tiga digiti pada satu bidang datar sedang digiti yang satu lagi ke
belakang letaknya agak ke atas, contohnya adalah ayam. Running (tipe kaki pelari,
pejalan cepat), contohnya adalah burung unta (Rasmussen & Anderson, 2005).
Penelitian mengungkap ada salah satu jenis Aves yaitu Sandhill crane tidak
menunjukkan teritorial intraspesifik yang jelas. Meskipun setiap pasangan spesies
tersebut mempunyai wilayah peternakan individu. Perwakilan dari semua kelompok
sosial, pasangan dengan anak ayam, pasangan tanpa anak ayam dan burung tunggal
bergerak bebas di wilayah yang luas dan bisa bertemu dan berhubungan dalam
kelompok hingga tujuh burung untuk waktu yang singkat. Sebuah ciri khas dari Sandhill
Cranes terjadi dekat Indigirka tundra yaitu gerakan konstan terkait dengan
mengumpulkan jumlah makanan, seperti tunas alang, invertebrata kecil, mamalia
(lemming dan tikus) dan anak ayam, serta burung kecil dari permukaan tanah tidak
pernah menunjukkan pemberian pakan terhubung dengan cara menggali. Sebaliknya,
Sandhill Cranes dekat Kolyma tundra menghabiskan 68% dari waktu makan di daerah
elevasi terendah dengan menggali akar alang menggunakan paruh yang khas dari Siberia
Cranes (Vladimirtseva, 2012).
Menurut Munaf (2006), kelas aves di kelompokan kedalam beberapa Ordo
sebagai berikut:
1. Ordo Caradriiformes
Mencakup burung-burung pantai dengan ciri-ciri yaitu: sayap dan tungkai
panjang dan ramping, jari-jari berselaput, paru berbentuk buluh sebagai alat penyedot,
bulu-bulu tebal, tersusun rapat. Ordo ini mencakup 16 familia. Beberapa diantaranya
ialah familia Jacanidae contoh spesies Hydrophasianus chirurgus, familia Burhinidae
contoh spesies Cumenius americanus, familia Laridae contoh spesies Larus marinus.
2. Ordo Galifermes
Mencakup burung-burungteresterial dengan ciri-ciri sebagai berikut: terbangnya
pendek-pendek, paruh pendek, bulu dengan cabang bulu, kaki digunakan untuk berlari
dan mengais, pemakan biji-biji rerumputan (graminivor). Ordo ini mencakup tujuh
Familia. Beberapa diantaranya ialah famili Megapodidae contoh spesies Megapodius.
Familia Phasianidae contoh spesies Pavo mulicus (merak).
3. Ordo Ciconiiformes
Mencakup burung-burung air dengan ciri-ciri sebagai berikut: leher dan
tungkai panjang, paruh besar lurus atau berombak tajam, jari-jari tanpa selaput, bulu-
bulu dekoratif, burung yang baru menetas tidak berbulu, makanannya berupa ikan
atau hewan-hewan air yang lain. Ordo ini mencakup tujuh Familia. Salah satunya
Familia Ciconiidae contoh spesies Leptoptilos javanicus (bangau) dan
Familia Ardeidae contoh spesies Ardea herodrias.
4. Ordo Passeriformes
Mencakup sejumlah besar jenis burung dengan jenis burung dengan ciri-ciri
sebagai berikut: kaki berjari-jari empat, tiga kedepan, satu kebelakang dan paruh
sesuai untuk memotong. Ordo ini mencakup sekitar 69 Familia. Beberapa contohnya
ialah Hirundo rustica, Dicrurus crocercus, Oriolus chirsensis.
5. Ordo Accipitriformes
Kelompok burung yang mencakup ciri-ciri sebagai berikut: paruh tajam dan
melengkung yang dilengkapi dengan cere (membran dari pangkal rahang atas burung
dimana lubang hidung terbuka); sayap panjang dan lebar dengan 4-6 bulu di bagian
tepi luarnya; dapat terbang lama tanpa mengepakkan sayap; memiliki kaki dan cakar
kuat; karnivora; diurnal (aktif siang hari). Sebelumnya kelompok ini masuk ke dalam
ordo Falconiformes, namun dipisahkan berdasarkan karakter DNA-nya yang cukup
jauh dengan ordo Falconiformes. Contoh spesies ordo accipitriformes: Accipiter
trivirgatus (Elang alap Jambul), Pernis ptilorhynchus (Sikep-madu Asia), Aquila
gurneyi (Rajawali Kuskus), Spizaetus bartelsi (Elang Jawa).
III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah bak preparat, pinset,
kaca pembesar, mikroskop cahaya, mikroskop stereo, sarung tangan karet (gloves),
masker, dan alat tulis.
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah beberapa spesimen hewan
Classis Aves.

B. Metode

Metode yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1. Karakter pada spesimen yang diamati berdasarkan ciri-ciri morfologi diamati,
digambar, dan dideskripsikan oleh praktikan.
2. Spesimen diidentifikasi oleh praktikan dengan kunci identifikasi.
3. Berdasarkan karakter spesimen yang diamati, kunci identifikasi sederhana dibuat
oleh praktikan.
4. Laporan sementara hasil praktikum dibuat oleh praktikan.
DAFTAR REFERENSI

Adeng, S. & Madang, K. 2007. Zoologi Vertebrata. Bandung: Indralaya.

Brotowidjoyo, D.M. 1990. Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga.

Buffalo, N.P.1968. Animal and Plant Diversity. New Jersey: Prentice-Hall.

Gupta, K. K. 1995. Sebuah Catatan pada Baya, Ploceus philippinus bersarang pada
Krishnachuda (Delonix regia) pohon. J. Bombay Nat. Hist,92(1), pp. 120-125.

Hidayat, R., Rifanjani, S & Wahdina. 2017. Studi Keanekaragaman Jenis Burung
Diurnal di Hutan Sebadal Taman Nasional Gunung Palung Kabupaten
Kayong Utara. Jurnal Hutan Lestari, 5(3), pp. 696 703.

Hildebrand, M. 1984. Analysis of Vertebrate Structure Second Edition. New York: Jhon
Wiley & Sons.

Iskandar, J. 1989. Jenis Burung yang Umum di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Jasin, M. 1992. Zoologi Vertebrata Untuk Perguruan Tinggi. Surabaya: Sinar Jaya.

Kimball, J, W. 1993. Biologi. Jakarta: Erlangga.

Mackinnon, J.K, Philips and B.V. Balkh. 1998. Burung-Burung di Sumatra, Jawa, Bali
dan Kalimantan (termasuk Sabah, Serawak dan Brunei Darussalam). Seri
Panduan Lapangan. Jakarta: Puslitbang Biologi-LIPI.

Mukayat, D. 1990. Zoologi Vertebrata. Jakarta: Erlangga.

Munaf, Herman. 2006. Taksonomi Vertebrata. Padang: Universitas Padang.

Rasmussen, P. C & Anderton, J. C. 2005. Birds of South Asia. Unites States:


Smithsonian Institution and Lynx Edicions.

Rodriguesa, P., Shumia, G., Dorresteijna, I., Schultnera, J., Hanspacha , J., Hylanderb,
K., Senbetac, F & Fische, J. 2017. Coffee Management and the Conservation
of Forest Bird Diversity in Southwestern Ethiopia. Journal Biological
Conservation, 217(2018), pp. 131-139.

Vladimirtseva, M. 2012. Ecological features of Tundra Cranes in North-Eastern Siberia


(Aves, Gruide). Biodiversity Journal 3(1): 49-54.

Anda mungkin juga menyukai