PEMBAHASAN
Perawatan khusus
1. Komosio medulla spinalis: Fraktur atau dislokasi tidak stabil harus
dipastikan tidak terjadi. Jika pemulihan sempurna, pengobatan tidak perlu
dilakukan.
2. Kontusio/Transeksi/Kompresi medulla spinalis
3. Methylprednisolon 30 mg/kgBB bolus intravena selama 15 menit
dilanjutkan dengan 5,4 mg/kgBB/jam, 45 menit setelah bolus selama 23
jam. Hasil akan optimal bila pemberian dilakukan < 8 jam onset.
4. Tambahkan profilaksis stress ulcer : Antasid/antagonis H2
Tindakan operasi diindikasikan pada:
1 Reduksi terbuka pada dislokasi
2 Fraktur servikal dengan lesi parsial pada medulla spinalis
3 Cedera terbuka dengan benda asing/tulang dalam kanalis spinalis
4 Lesi parsial medulla spinalis dengan hematimielia yang progresif
Perawatan Umum
1 Perawatan vesika dan fungsi defekasi
2 Perawatan kulit/decubitus
3 Nutrisi yang adekuat
4 Kontrol nyeri: analgetik, antiinflamasi nonsteroid (OAINS),
antikonvulsan, kodein, dll.
5 Fisioterapi, terapi vokasional, dan psikoterapi sangat penting terutama
pada pasien yang mengalami sekuele neurologist berat dan permanent.
Terapi Pengobatan :
Kortikosteroid seperti dexametason untuk mengontrol edema.
Antihipertensi seperti diazolxide untuk mengontrol tekanan darah akibat
autonomic hiperrefleksia akut.
Kolinergik seperti bethanechol chloride untuk menurunkan aktifitas
bladder.
Anti depresan seperti imipramine hyidro chklorida untuk meningkatkan
tonus leher bradder.
Antihistamin untuk menstimulus beta reseptor dari bladder dan uretra.
Agen antiulcer seperti ranitidine
Pelunak fases seperti docusate sodium.
a. Penatalaksanaan Kedaruratan
pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena
penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan
fungsi neurologik.Korban kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan
berkendara , Trauma olahraga kontak, jatuh,atau trauma langsung pada kepala dan
leher dan leher harus dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis sampai
bukti Trauma ini disingkirkan.
1) Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal(
punggung) ,dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk mencegah
Trauma komplit.
2) Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala pasien untuk mencegah
fleksi, rotasi atau ekstensi kepala.
3) Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan
traksi dan kesejajaran sementara papan spinalatau alat imobilisasi servikal
dipasang.
4) Paling sedikit empat orangharus mengangkat korban dengan hati- hati keatas
papan untuk memindahkan memindahkan kerumah sakit. Adanya gerakan
memuntir dapat merusak medula spinais ireversibel yang menyebabkan
fragmen tulang vertebra terputus, patah, atau memotong medula komplit.
Sebaiknya pasien dirujuk keTrauma spinal regional atau pusat trauma
karena personel multidisiplin dan pelayanan pendukung dituntut untuk
menghadapi perubahan dekstruktif yang tejadi beberapa jam pertama setelah
Trauma.Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen kedaruratan dan
radiologi,pasien dipertahankan diatas papan pemindahan . Pemindahan pasien
ketempat tidur menunjukkan masalah perawat yang pasti. Pasien harus
dipertahankan dalam posisi eksternal.Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir atau
tertekuk, juga tidak boleh pasien dibiarkan mengambil posisi duduk.
Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau kerangka pembalik
lain ketika merencanakan pemindahan ketempat tidur. Selanjutnya jika sudah
terbukti bahwa ini bukan Trauma medula, pasien dapat dipindahkan ketempat
tidur biasa tanpa bahaya.Sebaliknya kadang- kadang tindakan ini tidak benar.Jika
stryker atau kerangka pembalik lain tidak tersedia pasien harus ditempatkan diatas
matras padat dengan papan tempat tidur dibawahnya.
FARMAKOTERAPY.
Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon) untuk melawan edema
medulla.
Tindakan Respiratori
1) Berikan oksigen untuk mempertahankan PO2 arterial yang tinggi.
2) Terapkan perawatan yang sangat berhati-hati untuk menghindari fleksi atau
eksistensi leher bila diperlukan inkubasi endrotakeal.
3) Pertimbangan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk pasien
dengan lesi servikal yang tinggi.
Dilakukan Bila :
1) Deformitas tidak dapat dikurangi dengan fraksi
2) Terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal
3) Trauma terjadi pada region lumbar atau torakal
4) Status Neurologis mengalami penyimpanan untuk mengurangi fraktur spinal
atau dislokasi atau dekompres medulla.
I. PENCEGAHAN.
Faktor faktor resiko dominan untuk Trauma medula spinalis meliputi
usia dan jenis kelamin. Frekuensi dengan mana faktor- faktor resiko ini dikaitkan
dengan Trauma medula spinalisbertindak untuk menekankan pentingnya
pencegahan primer. Untuk mencegah kerusakan dan bencana ini , langkah-
langkah berikut perlu dilakukan :
1) Menurunkan kecepatan berkendara.
2) Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu.
3) Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda.
4) Program pendidikaan langsung untuk mencegah berkendara sambil mabuk.
5) Mengajarkan penggunaan air yang aman.
6) Mencegah jatuh.
7) Menggunakan alat- alat pelindung dan tekhnik latihan.
Personel paramedis diajarkan pentingnya memindahkan korban
kecelakaan mobil dari mobilnya dengan tepat dan mengikuti metode pemindahan
korban yang tepat kebagian kedaruratan rumah sakit untuk menghindari
kemungkinan kerusakan lanjut dan menetap pada medula spinalis.
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA MEDULA SPINALIS
1. Pengkajian
Riwayat keperawatan : trauma; tumor, masalah medis yang lain (misalnya,
kelainan paru, kelainan koogulasi, ulkus );merokok dan penggunaan
alcohol.
Pemeriksaan fisik: fungsi motorik ( pergerakan, kekuatan, tonus): funngsi
sensorik; reflex; status pernapasan; gejala gejala spinal syok; tidakadanya
keringat di batas luka; fungsi bowel dan bldder; gejala autonomic
dysreflexia.
Psikososial: usia, jenis kelamin,gaya hidup, pekerjaan, peran dan tanggung
jawab, sistim dukungan, strategi koping, reaksi emositerhadap ciddera.
Pengetahuan klien dan keluarga: anatomi dan fisiolgimedula spinalis:
pengobatan, progonosis/ tujuan yang di harapkan tingkat pengetahuan,
kemampuan belajar dan pengetahuan, kemampuan membaca dan kesiapan
belajar.
2. Diagnosis keperawatan
1 Tidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan ketiadak
efektifan reflex batuk, imobilisasi.
2 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan paralisis otot pernapasan.
3 Menurunya cardia output berhubungan dengan hilangnya tonus vaso
motor.
4 Gannguan perfusi jaringan berhubungan dengan kompersi, kontusio dan
edema.
5 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak stabilnya spinal,
deficit neurologic (qudrikplegia/ paraplegia).
6 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi, deficit
sensasi/ motorik, gangguan sirkulasi, penggunaan traksi.
7 Gagnguan eliminasi urine berhubungan dengan ketidak mampuan
mengontrol spinter untuk berkemih.
8 Gangguan eiminasi bowel berhubungan dengan menurunnya control
spinter bowel, imobilisasi.
3. Intervensi keperawatan.
1 Tidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan ketiadak efektifan
reflex batuk, imobilisasi.
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan batuk klien dan Hilangnya kemampuan motorik
produksi secret. otot interkosta dan abdomen
berpengaruh terhadap kemampuan
batuk.
Pertahankan jalan napas (hindari Menutup jalan napas
fleksi leher, bersikan secret)
Monitor warna, jumlah dan Hilangnya reflex batuk beresiko
konsistensi secret, lakukan kultur. menimbulkan pneumonia.
Lakukan suction jika perlu. Pengambilan secret dan
menghindari aspirasi.
Auskultasi bunyi napas. Mendeteksi adanya secret dalam
paru paru.
Lakukan latihan napas. Mengembangkan alveoli dan
menurunkan produksi secret.
Berikan minum hangat jika ridak Mengencerkan secret.
kontra indikasi.
Berikan oksigen dan monitor analisa Meningkatkan suplai oksigen dan
gas darah mengetahui kadar oksigen dalam
darah.
Monitor tanda vital setiap 2 jam dan Mendeteksi adanya infeksi dan
status neurologi. status respirasi lebih dini.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan paralisis otot pernapasan.
Intervensi Rasional
Auskultasi bunyi napas setiap 2 jam Mengetahui adanya kelainan paru
paru
Suction jika perlu Membersihkan secret dan membuka
jalan napas
Berikan oksigen 100% selama 1 Mencegah hipoksemia.
menit sebelum dan sesudah suction.
Pertahankan kepatenan jalan napas. Pemasangan intubasi atau trakeostomi
jika memang di butuhkan.
Monitor ventilator jika pasien di Mengukur tidal volume konsentrasi
pasang. oksigen.
Monitor dan analisa gas darah. Mengetahui keseimbangan gas darah
dan memonitor adekuatnya ventilasi
Monitor tanda vital selama 2 jam Mendeteksi perubahan tand vital lebih
awal
Lakukan posisi semivouler, jika tidak Memungkinkan pengembangan paru
ada kontra indikasi. lebih optimal
Hindari obat obatan sedative jika Menghindari efek depresi pernapasan.
memungkinkan.
Intervensi Rasional
Lakukan pengkajian neurologic setiap Monitor perubahan status neurologi
4 jam dan mendeteksi perkembangan
trauma spinal
Pertahankan traksi skeletal Sebagai penyangga dan menjaga
kerusakan spinal
Jaga posisi tubuh dengan kepala dan Mencegah tarauma medulla spinalis.
tumbuh lurus, hindari maneuver.
Berikan pengobatan sesuai program Steroid dapat mengontrol edema,
seperti steroid, vitamin k, antacid. vitamin k dapat menghentikan
pendarahan, antacid sebagai anti
ulcer.
Ukur intake dan output setiap jam, Monitor fungsi ginjal dan volume
catat output urine kurang dari 30 ml/ cairan.
jam.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak stabilnya spinal, deficit
neurologic (qudrikplegia/ paraplegia).
Intervensi Rasional
Kaji fungsi sensori dan motorik klien Menetapkan kemampuan dan
setiap 4 jam keterbatasan pasien dalam pergerakan.
Ganti posis klien tiap 2 jam dengan Mencegah terjadinya footdrop
memperhatikan kestabilan tubuh dan
kenyamanan pasien.
Gunakan alat ortopedrik, colar, Mencegah kontraktur
handspilts
Lakukan ROM pasif setelah 48-72 jam Meningkatkan sirkulasi dan mencegah
setelah cedera 4-5 kali / hari kontraktur.
Monitor adanya nyeri dan kelelahan Menunjukakan adanya aktivitas yang
pada pasien berlebihan.
Konsultasikan kepada fisioterapi untuk Memberikan penangan yang sesuai.
latihan dan penggunaan alat seperti
spilints.
Intervensi Rasional
Kaji factor resiko terjadinya gangguan Factor yang mempengaruhi gangguan
integritas kulit integrritas kulit adalah imobilisasi,
hilangnya sensasi, inkontinensia
bladder/ bowel.
Kaji keadaan kulit pasien setiap 8 jam Mencegah lebih dini terjadinya
dekubitus.
Gunakan tempat tidur khusus (dengan Mengurangi tahanan / tekanan sehingga
busa) mengurangi resiko dekubitus.
Ganti posisi setiap 2 jam dengan sikap Daerah tekanan akan menimbulkan
anatomis. hipoksia, perubahan posisi
meningkatkan sirkulasi darah.
Pertahankan kebersihan dan kekeringan Lingkungan yang lembab dan kotor
tempat tidur dan tidurpasien. mempermudah terjadinya kerusakan
kulit.
Lakukan pemijatan lembut di atas Meningkatkan sirkulasi darah.
daerah tulang yang menonjol swetiap 2
jam dengan gerakan memutar.
Kaji status nutrisi pasien dan berikan Mempertahankan integritas kulit dan
makanan dengan tinggi protein. proses penyembuhan
Lakukan perawatan kulit pada daerah Mempercepat proses penyembuhan.
yang lecet / rusak setiap hari.
A. Kesimpulan
trauma medula spinalis merupakan keadaan patologi akut pada medula
spinalis yang di akibatkan terputusnya komunikasi sensori dan motorik dengan
susunan saraf pusat dan saraf parifer. Tingkat kerusakan pada medula spinalis
tergantung dari keadaan atau inkomplet.
Faktor resiko terjadinya trauma medula spinalis yaitu mengonsumsi
alkohol dan obat obatan saat mengendarai kendaraan sedangkan etiolaginya di
sebabkan oleh trauma dan non trauma. Mekanisme utama terjadi cedera vertebra
adalah karena hiperekstensi, hiperfleksi trauma kompresi vertical dan rotasi, bisa
sendiri atau kombinasi.
B. Saran
Jadikanlah makalah ini sebagai media tulis yang dapat menambah
wawasan ilmu pengetahuan kita janganlah jadikan sebagai media tulis biasa yang
tidak bermanfaat dan penulis juga mengharapkan kritik dana saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan tugas berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tarwato, dkk. 2007. Keperawatan Medical Bedah Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
Sagung Seto.
Tambayong, J, 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Widagdo, wahyu. 2008. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistim
persarafan , Jakarta: TIM