Anda di halaman 1dari 18

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian trauma Medula Spinalis


Trauma medula spinalis merupakan keadaan patologi akut pada medula
spinalis yang di akibatkan terputusnya komunikasi sensori dan motorik dengan
susunan saraf pusat dan saraf parifer. Tingkat kerusakan pada medula spinalis
tergantung dari keadaan atau inkomplet.
Beberapa yang berhubungan dengan trauma medula spinalis seperti :
a. Quadriplegia adalah keadaan paralisis/kelumpuhan pada ekstermitas dan
terjadi akibat trauma pada segmen thorakal 1 (T1) keatas. Kerusakan pada
level akan merusak sistim syaraf otonom khsusnya syaraf simpatis misalnya
adanya gangguan pernapasan.
b. Komplit Quadriplegia adalah gambaran dari hilangnya fungsi modula karena
kerusakan diatas segmen serfikal 6 (C6).
c. Inkomplit Quadriplegia adalah hilangnya fungsi neurologi karena kerusakan
dibawah segmen serfikan 6 (C6).
d. Refpiratorik Quadriplegia (pentaplagia) adalah kerusakan yang terjadi pada
serfikal pada bagian atas (C1-C4) sehingga terjadi gangguan pernapasan.
Paraplegia adalah paralisis ekstermitas bagian bawah, terjadi akibat
kerusakan pada segmen parakal 2 (T2) kebawah.

B. Etiologi dan Faktor Resiko trauma Medula Spinalis


Adapun etiologi dan factor resiko terjadinya trauma medulla spinalis
adalah
a. mengkonsumsi alkohol
b. mengkonsumsi obat-obatan saat mengendarai mobil atau sepeda motor.
Sedangkan cedara modulas spinalis dikelompokan akibat trauma dan non
trauma misalnya :
a. kecelakaan lalu lintas
b. terjatuh
c. kegiatan olahraga
d. luka tusuk atau tembak
Adapun non trauma sebagai berikut:
a. spondilitis serfikal
b. ruang miolopati
c. myelitis
d. osteoporosis
e. tumor.

C. Patofisiologi trauma Medula Spinalis


Columna vertebra berfungsi menyokong tulang belakang dan melindungi
modula spinalis serta syaraf-syarafnya. trauma medula spinalis akibat columna
vertebra atau ligment. Umumnya tempat cedara adalah pada segmen C1 -2, C4-6
dan T11 L2. trauma modula spinalis mengakibatkan perdarahan pada gray
matter medulla, edema pada jam-jam pertama pasca trauma.
Mekanisme utama terjadi cedera vertebra adalah karena hiperekstensi,
hiperfleksi trauma kompresi vertical dan rotasi, bisa sendiri atau kombinasi.
Cedera karena hiperekstensi paling umum terjadi pada area cerfical dan kerusakan
terjadi akibat kekuatan akselerasi sampai deselerasi. Cedera akibat hiperfleksi
terjadi akibat regangan / tarikan yang berlebihan, kopresi dan perubahan bentuk
dan modula spinalis secara tiba-tiba. Trauma kopresi vertical umumnya terjadi
pada area thorak lumbal dari T12 L2, terjadi akibat kekuatan gaya sepanjang
aksis tubuh dari atas sehingga mengakibatkan kompresi medula spinalis
kerusakan akar syaraf disertai serpihan vertebrata.
Kerusakan medula spinalis akibat kompersi tulang, herniasi disk,
hematoma, edema, regangan dari jaringan syaraf dan gangguan sirkulasi pada
spinal. Adanya perdarahan akibat trauma dari gray sampai white matter
menurunkan perfusi vaskuler dan menurunnya kadar oksigen mengakibatkan
iskemia pada daerah cedera. Keadaan tersebut lebih lanjut mengabatkan edema sel
dan jaringan menjadi nekrosis. Sirkulasi dalam white matter akan kembali normal
kurang lebih 24 jam. Perubahan kimia dan metabolisme yang terjadi adalah
meningkatnya asam laktat dalam jaringan dan menurunnya kadar oksigen secara
cepat 30 menit setelah trauma, meningkatnya kosentrasi norepprinehine.
Meningkatnya norepprinehine disebabkan karena evek iskemia rupture vaskuler
atau nekrosis jaringan syaraf.
Trauma medula spinalis dapat menimbulkan renjatan spinal (spinal shock).
Jika terjadi keruskan secara transfersal sehingga mengakibatkan pemotongan
komplit rangsangan. Pemotongan komplit rangsangan menimbulkan semua fungsi
refloktorik pada semua sgemen dibawah garis kerusakan akan hilang. Fase rejatan
ini berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan (3-6 minggu).

D. Klasifikasi trauma Medula Spinalis


Trauma medula spinalis dapat diklasifikasikan :
1. Komosio modula spinalis adalah suatu keadaan dimana fungsi mendula
spinalis hilang sementara tanpa disertai gejala sisa atau sembuh secara
sempurna. Kerusakan pada komosio medula spinalis dapat berupa edema,
perdarahan verivaskuler kecil-kecil dan infark pada sekitar pembuluh darah.
2. Komprensi medula spinalis berhubngan dengan cedera vertebral, akibat dari
tekanan pada edula spinalis.
3. Kontusio adalah kondisi dimana terjadi kerusakan pada vertebrata, ligament
dengan terjadinya perdarahan, edema perubahan neuron dan reaksi
peradangan.
4. Laserasio medula spinalis merupakan kondisi yang berat karena terjadi
kerusakan medula spinalis. Biasanya disebabkan karena dislokasi, luka
tembak. Hilangnya fungsi medula spinalis umumnya bersifat permanen.

E. Tanda dan Gejala trauma Medula Spinalis


Adapun tanda dan gejala adalah sebagai berikut :
1. Tergantung tingkat dan lokasi kerusakan
Tanda dan gejala trauma medula spinalis tergantung dari tingkat
kerusakan dan lokasi kerusakan. Dibawah garis kerusakan terjadi misalnya
hilangnya gerakan volunter, hilangnnya sensasi nyeri, temperature, tekanan
dan propriosepsi, hilangnya fungsi bowel dan bladder dan hilangnya fungsi
spinal dan refleks autonom.
2. Perubahan reflex
Setelah trauma medula spinalis terjadi edema medula spinalis,
sehingga stimulus reflex juga terganggu misalnya reflex pada bladder,
aktivitas visceral, reflex ejakulasi.
3. Spasme otot
Gangguan spasme otot terutama terjadi pada trauma komplit trans
versal, di mana pasien terjadi ketidak mampuan melakukan pergerakan.
4. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala spinal shock meliputi flacid para lisis di bawah garis
kerusakan, hilangnya sensasi, hilangnya releks reflex spinal, hilangnya tonus
vasomotor yang mengakibatkan tidak stabilnya tekanan darah, tidak adanya
keringat di bawah garis kerusakan dan inkontinensia urine dan retensi fases.
5. Autonomic dysreflesia
Autonomic dysreflesia terjadi pada cedera thorakal enam ke atas, di mana
pasien mengalami gangguan reflex autonom seperti terjadinya bradikardia,
hipertensi paroksimal, distensi bladder.
6. Gangguan fungsi seksual
Banyak kasus memperlihatkan pada laki-laki adanya impotensi,
menurunnya sensasi dan kesulitan ejakulasi. Pasien dapat dapat ereksi tetapi
tidak dapat ejakulasi.

F. Komplikasi trauma Medula Spinalis


Adapun komplikasinya adalah sebagai berikut :
Neurogenik shock
Hipoksia
Gangguan paru-paru
Instabilitas spinal
Orthostatic hypotensi
Ileus paralitik
Infeksi saluran kemih
Kontraktur
Dekubitus
Inkontinensia bladder
Konstipasi

G. Test Diagnostik trauma Medula Spinalis


1. Foto rongcen : adanya fraktur vertebrata.
2. CT Scan : adanya edema medula spinalis
3. MRI : kemungkinan adanya kompresi, edema medula spinalis.
4. Serum kimia : adanya hiperglikemia atau hipoglikemia ketidak seimbangan
elektrolit, kemungkinan menurunnya Hb dan hemotoktrit.
5. Urodinamik : proses pengosongan bladder.

H. Penatalaksanaan Medik trauma Medula Spinalis

1. Lakukan tindakan segera pada cedera medulla spinalis. Tujuannya adalah


mencegah kerusakan lebih lanjut pada medulla spinalis. Sebagian cedera
mendula spinalis diperburuk oleh penanganan yang kurang tepat, efek
hipotensi, atau hipoksia pada jaringan saraf yang sudah terganggu.
2. Letakkan pasien pada alas yang keras dan datar untuk pemindahan.
3. Beri bantal, gulung, atau bantal pasir pada sisi pasien untuk mencegah
pergeseran.
4. Tutupi dengan selimut untuk menghindari kehilangan hawa panas badan.
5. Pindahkan pasien ke rumah sakit yang memiliki fasilitas penanganan kasus
cedera medula spinalis.

Perawatan khusus
1. Komosio medulla spinalis: Fraktur atau dislokasi tidak stabil harus
dipastikan tidak terjadi. Jika pemulihan sempurna, pengobatan tidak perlu
dilakukan.
2. Kontusio/Transeksi/Kompresi medulla spinalis
3. Methylprednisolon 30 mg/kgBB bolus intravena selama 15 menit
dilanjutkan dengan 5,4 mg/kgBB/jam, 45 menit setelah bolus selama 23
jam. Hasil akan optimal bila pemberian dilakukan < 8 jam onset.
4. Tambahkan profilaksis stress ulcer : Antasid/antagonis H2
Tindakan operasi diindikasikan pada:
1 Reduksi terbuka pada dislokasi
2 Fraktur servikal dengan lesi parsial pada medulla spinalis
3 Cedera terbuka dengan benda asing/tulang dalam kanalis spinalis
4 Lesi parsial medulla spinalis dengan hematimielia yang progresif

Perawatan Umum
1 Perawatan vesika dan fungsi defekasi
2 Perawatan kulit/decubitus
3 Nutrisi yang adekuat
4 Kontrol nyeri: analgetik, antiinflamasi nonsteroid (OAINS),
antikonvulsan, kodein, dll.
5 Fisioterapi, terapi vokasional, dan psikoterapi sangat penting terutama
pada pasien yang mengalami sekuele neurologist berat dan permanent.

Terapi Pengobatan :
Kortikosteroid seperti dexametason untuk mengontrol edema.
Antihipertensi seperti diazolxide untuk mengontrol tekanan darah akibat
autonomic hiperrefleksia akut.
Kolinergik seperti bethanechol chloride untuk menurunkan aktifitas
bladder.
Anti depresan seperti imipramine hyidro chklorida untuk meningkatkan
tonus leher bradder.
Antihistamin untuk menstimulus beta reseptor dari bladder dan uretra.
Agen antiulcer seperti ranitidine
Pelunak fases seperti docusate sodium.
a. Penatalaksanaan Kedaruratan
pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena
penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan
fungsi neurologik.Korban kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan
berkendara , Trauma olahraga kontak, jatuh,atau trauma langsung pada kepala dan
leher dan leher harus dipertimbangkan mengalami Trauma medula spinalis sampai
bukti Trauma ini disingkirkan.
1) Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal(
punggung) ,dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk mencegah
Trauma komplit.
2) Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala pasien untuk mencegah
fleksi, rotasi atau ekstensi kepala.
3) Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan
traksi dan kesejajaran sementara papan spinalatau alat imobilisasi servikal
dipasang.
4) Paling sedikit empat orangharus mengangkat korban dengan hati- hati keatas
papan untuk memindahkan memindahkan kerumah sakit. Adanya gerakan
memuntir dapat merusak medula spinais ireversibel yang menyebabkan
fragmen tulang vertebra terputus, patah, atau memotong medula komplit.
Sebaiknya pasien dirujuk keTrauma spinal regional atau pusat trauma
karena personel multidisiplin dan pelayanan pendukung dituntut untuk
menghadapi perubahan dekstruktif yang tejadi beberapa jam pertama setelah
Trauma.Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen kedaruratan dan
radiologi,pasien dipertahankan diatas papan pemindahan . Pemindahan pasien
ketempat tidur menunjukkan masalah perawat yang pasti. Pasien harus
dipertahankan dalam posisi eksternal.Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir atau
tertekuk, juga tidak boleh pasien dibiarkan mengambil posisi duduk.
Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau kerangka pembalik
lain ketika merencanakan pemindahan ketempat tidur. Selanjutnya jika sudah
terbukti bahwa ini bukan Trauma medula, pasien dapat dipindahkan ketempat
tidur biasa tanpa bahaya.Sebaliknya kadang- kadang tindakan ini tidak benar.Jika
stryker atau kerangka pembalik lain tidak tersedia pasien harus ditempatkan diatas
matras padat dengan papan tempat tidur dibawahnya.

b. Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis ( Fase Akut)


Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah Trauma medula spinalis
lebih lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis.
Lakukan resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan
kardiovaskuler.

FARMAKOTERAPY.
Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon) untuk melawan edema
medulla.
Tindakan Respiratori
1) Berikan oksigen untuk mempertahankan PO2 arterial yang tinggi.
2) Terapkan perawatan yang sangat berhati-hati untuk menghindari fleksi atau
eksistensi leher bila diperlukan inkubasi endrotakeal.
3) Pertimbangan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk pasien
dengan lesi servikal yang tinggi.

Reduksi dan Fraksi skeletal


1) Trauma medulla spinalis membutuhkan immobilisasi, reduksi, dislokasi, dan
stabilisasi koluma vertebrata.
2) Kurangi fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu bentuk
traksi skeletal, yaitu teknik tong /capiller skeletal atau halo vest.
3) Gantung pemberat dengan batas sehinga tidak menggangu traksi
Intervensi bedah = Laminektomi

Dilakukan Bila :
1) Deformitas tidak dapat dikurangi dengan fraksi
2) Terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal
3) Trauma terjadi pada region lumbar atau torakal
4) Status Neurologis mengalami penyimpanan untuk mengurangi fraktur spinal
atau dislokasi atau dekompres medulla.

I. PENCEGAHAN.
Faktor faktor resiko dominan untuk Trauma medula spinalis meliputi
usia dan jenis kelamin. Frekuensi dengan mana faktor- faktor resiko ini dikaitkan
dengan Trauma medula spinalisbertindak untuk menekankan pentingnya
pencegahan primer. Untuk mencegah kerusakan dan bencana ini , langkah-
langkah berikut perlu dilakukan :
1) Menurunkan kecepatan berkendara.
2) Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu.
3) Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda.
4) Program pendidikaan langsung untuk mencegah berkendara sambil mabuk.
5) Mengajarkan penggunaan air yang aman.
6) Mencegah jatuh.
7) Menggunakan alat- alat pelindung dan tekhnik latihan.
Personel paramedis diajarkan pentingnya memindahkan korban
kecelakaan mobil dari mobilnya dengan tepat dan mengikuti metode pemindahan
korban yang tepat kebagian kedaruratan rumah sakit untuk menghindari
kemungkinan kerusakan lanjut dan menetap pada medula spinalis.
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA MEDULA SPINALIS

1. Pengkajian
Riwayat keperawatan : trauma; tumor, masalah medis yang lain (misalnya,
kelainan paru, kelainan koogulasi, ulkus );merokok dan penggunaan
alcohol.
Pemeriksaan fisik: fungsi motorik ( pergerakan, kekuatan, tonus): funngsi
sensorik; reflex; status pernapasan; gejala gejala spinal syok; tidakadanya
keringat di batas luka; fungsi bowel dan bldder; gejala autonomic
dysreflexia.
Psikososial: usia, jenis kelamin,gaya hidup, pekerjaan, peran dan tanggung
jawab, sistim dukungan, strategi koping, reaksi emositerhadap ciddera.
Pengetahuan klien dan keluarga: anatomi dan fisiolgimedula spinalis:
pengobatan, progonosis/ tujuan yang di harapkan tingkat pengetahuan,
kemampuan belajar dan pengetahuan, kemampuan membaca dan kesiapan
belajar.

2. Diagnosis keperawatan
1 Tidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan ketiadak
efektifan reflex batuk, imobilisasi.
2 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan paralisis otot pernapasan.
3 Menurunya cardia output berhubungan dengan hilangnya tonus vaso
motor.
4 Gannguan perfusi jaringan berhubungan dengan kompersi, kontusio dan
edema.
5 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak stabilnya spinal,
deficit neurologic (qudrikplegia/ paraplegia).
6 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi, deficit
sensasi/ motorik, gangguan sirkulasi, penggunaan traksi.
7 Gagnguan eliminasi urine berhubungan dengan ketidak mampuan
mengontrol spinter untuk berkemih.
8 Gangguan eiminasi bowel berhubungan dengan menurunnya control
spinter bowel, imobilisasi.

3. Intervensi keperawatan.
1 Tidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan ketiadak efektifan
reflex batuk, imobilisasi.
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan batuk klien dan Hilangnya kemampuan motorik
produksi secret. otot interkosta dan abdomen
berpengaruh terhadap kemampuan
batuk.
Pertahankan jalan napas (hindari Menutup jalan napas
fleksi leher, bersikan secret)
Monitor warna, jumlah dan Hilangnya reflex batuk beresiko
konsistensi secret, lakukan kultur. menimbulkan pneumonia.
Lakukan suction jika perlu. Pengambilan secret dan
menghindari aspirasi.
Auskultasi bunyi napas. Mendeteksi adanya secret dalam
paru paru.
Lakukan latihan napas. Mengembangkan alveoli dan
menurunkan produksi secret.
Berikan minum hangat jika ridak Mengencerkan secret.
kontra indikasi.
Berikan oksigen dan monitor analisa Meningkatkan suplai oksigen dan
gas darah mengetahui kadar oksigen dalam
darah.
Monitor tanda vital setiap 2 jam dan Mendeteksi adanya infeksi dan
status neurologi. status respirasi lebih dini.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan paralisis otot pernapasan.

Intervensi Rasional
Auskultasi bunyi napas setiap 2 jam Mengetahui adanya kelainan paru
paru
Suction jika perlu Membersihkan secret dan membuka
jalan napas
Berikan oksigen 100% selama 1 Mencegah hipoksemia.
menit sebelum dan sesudah suction.
Pertahankan kepatenan jalan napas. Pemasangan intubasi atau trakeostomi
jika memang di butuhkan.
Monitor ventilator jika pasien di Mengukur tidal volume konsentrasi
pasang. oksigen.
Monitor dan analisa gas darah. Mengetahui keseimbangan gas darah
dan memonitor adekuatnya ventilasi
Monitor tanda vital selama 2 jam Mendeteksi perubahan tand vital lebih
awal
Lakukan posisi semivouler, jika tidak Memungkinkan pengembangan paru
ada kontra indikasi. lebih optimal
Hindari obat obatan sedative jika Menghindari efek depresi pernapasan.
memungkinkan.

3. Menurunya cardia output berhubungan dengan hilangnya tonus vaso motor.


Intervensi Rasional
Lakukan perubahan posisi dengan Menurunnya postural hipotensi.
pelan pelan
Kaji funsi kardiavaskuler dan cegah Cedera ( T 6 ke atas) kemungkinan
spinal schok. terjadi spinal shock dengan hilangnya
reflex autonom sehingga berpengaruh
terhadap kerja jantung, temperature
tubuh.
Monitor secara berkala postural Mengkaji kardia output.
hipotensi, bradikardia,
distrimia,menurunnya output urine,
monitor tekanan darah.
Laksanakan program atropine Untuk efek bradikardia
misalnya atropine.
Lakukan ROM setiap 2 jam. Mencegah emboli vena dan
mempertahankan gerak sendi.

4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kompersi, kontusio dan


edema.

Intervensi Rasional
Lakukan pengkajian neurologic setiap Monitor perubahan status neurologi
4 jam dan mendeteksi perkembangan
trauma spinal
Pertahankan traksi skeletal Sebagai penyangga dan menjaga
kerusakan spinal
Jaga posisi tubuh dengan kepala dan Mencegah tarauma medulla spinalis.
tumbuh lurus, hindari maneuver.
Berikan pengobatan sesuai program Steroid dapat mengontrol edema,
seperti steroid, vitamin k, antacid. vitamin k dapat menghentikan
pendarahan, antacid sebagai anti
ulcer.
Ukur intake dan output setiap jam, Monitor fungsi ginjal dan volume
catat output urine kurang dari 30 ml/ cairan.
jam.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak stabilnya spinal, deficit
neurologic (qudrikplegia/ paraplegia).

Intervensi Rasional
Kaji fungsi sensori dan motorik klien Menetapkan kemampuan dan
setiap 4 jam keterbatasan pasien dalam pergerakan.
Ganti posis klien tiap 2 jam dengan Mencegah terjadinya footdrop
memperhatikan kestabilan tubuh dan
kenyamanan pasien.
Gunakan alat ortopedrik, colar, Mencegah kontraktur
handspilts
Lakukan ROM pasif setelah 48-72 jam Meningkatkan sirkulasi dan mencegah
setelah cedera 4-5 kali / hari kontraktur.
Monitor adanya nyeri dan kelelahan Menunjukakan adanya aktivitas yang
pada pasien berlebihan.
Konsultasikan kepada fisioterapi untuk Memberikan penangan yang sesuai.
latihan dan penggunaan alat seperti
spilints.

6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi, deficit sensasi/


motorik, gangguan sirkulasi, penggunaan traksi.

Intervensi Rasional
Kaji factor resiko terjadinya gangguan Factor yang mempengaruhi gangguan
integritas kulit integrritas kulit adalah imobilisasi,
hilangnya sensasi, inkontinensia
bladder/ bowel.
Kaji keadaan kulit pasien setiap 8 jam Mencegah lebih dini terjadinya
dekubitus.
Gunakan tempat tidur khusus (dengan Mengurangi tahanan / tekanan sehingga
busa) mengurangi resiko dekubitus.
Ganti posisi setiap 2 jam dengan sikap Daerah tekanan akan menimbulkan
anatomis. hipoksia, perubahan posisi
meningkatkan sirkulasi darah.
Pertahankan kebersihan dan kekeringan Lingkungan yang lembab dan kotor
tempat tidur dan tidurpasien. mempermudah terjadinya kerusakan
kulit.
Lakukan pemijatan lembut di atas Meningkatkan sirkulasi darah.
daerah tulang yang menonjol swetiap 2
jam dengan gerakan memutar.
Kaji status nutrisi pasien dan berikan Mempertahankan integritas kulit dan
makanan dengan tinggi protein. proses penyembuhan
Lakukan perawatan kulit pada daerah Mempercepat proses penyembuhan.
yang lecet / rusak setiap hari.

7. Gagnguan eliminasi urine berhubungan dengan ketidak mampuan


mengontrol spinter untuk berkemih.
Intervensi Rasional
Kaji tanda infeksi saluran kemih Efek dari tidak efektifnya bladder
adalah adanya infeksi saluran kemih.
Kaji intake dan output cairan. Mengetahui adekuatnya fungsi ginjal
dan efektifnya bledder.
Lanjutkan pemasangan kateter sesuai Efek trauma medulla spinalis adanya
program. gangguan reflex berkemih sehinggah
perlu bantuan dalam pengeluaran urine.
Anjurkan pasien untuk minum 2-3 liter Mencegah urine lebih pekat yang
setiap hari. berakibat timbulnya batu.
Cek bledder pasien setiap 2 jam. Mengetahui adanya residu sebagai
akibat autonomic hyperrfleksia.
Lakukan pemerikasaan urinalisa, kultur Mengetahui adanya infeksi.
dan sensibilitas.
Monitor temperature tubuh setiap 8 Temperature yang meningkat inddikasi
jam. adanya infeksi.
8. Gangguan eiminasi bowel berhubungan dengan menurunnya control spinter
bowel, imobilisasi.
Intervensi Rasional
Kaji pola eliminasi bowel Menetukan adanya perubahan
eliminasi
Berikan diet tinggi serat Serat meningkatkan konsistensi fases
Berikan minum 1800-2000 ml/ hari jika Mencegah konstipasi
tidak kontra indikasi
Auskultasi bising usus, kaji adanya Bising usus menentukan pergerakan
distensi abdomen. peristaltic.
Hindari pengguanaan laksativ oral Kebiasaan menggunakan laksativ akan
terjadi ketergantungan
Lakukan mobilisasi jika memungkinkanMeningkatkan pergerakan peristaltic
Berikan suppositeria sesuai program Pelunak fases sehingga memudahkan
eliminasi
Evaluasi dan catat adanya perdarahan Kemungkinan perdarahanakibat iritasi
pada saat eliminasi. penggunaansupositoria.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
trauma medula spinalis merupakan keadaan patologi akut pada medula
spinalis yang di akibatkan terputusnya komunikasi sensori dan motorik dengan
susunan saraf pusat dan saraf parifer. Tingkat kerusakan pada medula spinalis
tergantung dari keadaan atau inkomplet.
Faktor resiko terjadinya trauma medula spinalis yaitu mengonsumsi
alkohol dan obat obatan saat mengendarai kendaraan sedangkan etiolaginya di
sebabkan oleh trauma dan non trauma. Mekanisme utama terjadi cedera vertebra
adalah karena hiperekstensi, hiperfleksi trauma kompresi vertical dan rotasi, bisa
sendiri atau kombinasi.

B. Saran
Jadikanlah makalah ini sebagai media tulis yang dapat menambah
wawasan ilmu pengetahuan kita janganlah jadikan sebagai media tulis biasa yang
tidak bermanfaat dan penulis juga mengharapkan kritik dana saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan tugas berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Tarwato, dkk. 2007. Keperawatan Medical Bedah Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
Sagung Seto.
Tambayong, J, 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Widagdo, wahyu. 2008. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistim
persarafan , Jakarta: TIM

Anda mungkin juga menyukai

  • LP 1
    LP 1
    Dokumen3 halaman
    LP 1
    Benny Putra Pratama
    Belum ada peringkat
  • Sap Otitis Mediaa
    Sap Otitis Mediaa
    Dokumen3 halaman
    Sap Otitis Mediaa
    Benny Putra Pratama
    Belum ada peringkat
  • LP 7
    LP 7
    Dokumen3 halaman
    LP 7
    Benny Putra Pratama
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Telinga 1
    Leaflet Telinga 1
    Dokumen1 halaman
    Leaflet Telinga 1
    Benny Putra Pratama
    Belum ada peringkat
  • LP 8
    LP 8
    Dokumen3 halaman
    LP 8
    Benny Putra Pratama
    Belum ada peringkat
  • Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
    Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
    Dokumen18 halaman
    Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
    Benny Putra Pratama
    Belum ada peringkat
  • LP 1
    LP 1
    Dokumen3 halaman
    LP 1
    Benny Putra Pratama
    Belum ada peringkat
  • LP 9
    LP 9
    Dokumen3 halaman
    LP 9
    Benny Putra Pratama
    Belum ada peringkat
  • Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Pasien Dengan Keracunan
    Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Pasien Dengan Keracunan
    Dokumen21 halaman
    Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Pasien Dengan Keracunan
    Benny Putra Pratama
    100% (2)
  • REMATIK
    REMATIK
    Dokumen9 halaman
    REMATIK
    Ayu Dessye Mey
    Belum ada peringkat
  • Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Pasien Dengan Keracunan
    Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Pasien Dengan Keracunan
    Dokumen21 halaman
    Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Pasien Dengan Keracunan
    Benny Putra Pratama
    100% (2)
  • Cover TMS
    Cover TMS
    Dokumen1 halaman
    Cover TMS
    Benny Putra Pratama
    Belum ada peringkat
  • Cover TMS
    Cover TMS
    Dokumen1 halaman
    Cover TMS
    Benny Putra Pratama
    Belum ada peringkat
  • Pemeriksaan Fisik
    Pemeriksaan Fisik
    Dokumen3 halaman
    Pemeriksaan Fisik
    Benny Putra Pratama
    Belum ada peringkat
  • Proses Keperawatan Keluarga1 - Pak Budi
    Proses Keperawatan Keluarga1 - Pak Budi
    Dokumen23 halaman
    Proses Keperawatan Keluarga1 - Pak Budi
    Tri Utami Iskandar Koto
    Belum ada peringkat
  • Analisa Data 2
    Analisa Data 2
    Dokumen1 halaman
    Analisa Data 2
    Benny Putra Pratama
    Belum ada peringkat
  • Mycobacterium Tuberculosis
    Mycobacterium Tuberculosis
    Dokumen1 halaman
    Mycobacterium Tuberculosis
    Benny Putra Pratama
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen3 halaman
    Cover
    Benny Putra Pratama
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen2 halaman
    Cover
    Benny Putra Pratama
    Belum ada peringkat
  • Woc Febris
    Woc Febris
    Dokumen3 halaman
    Woc Febris
    Benny Putra Pratama
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen2 halaman
    Cover
    Benny Putra Pratama
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen3 halaman
    Cover
    Benny Putra Pratama
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen3 halaman
    Cover
    Benny Putra Pratama
    Belum ada peringkat