I. PENDAHULUAN
hewan dan mikroorganisme hidup. Biota Laut menghuni hampir semua bagian laut,
mulai dari pantai permukaan laut sampai dasar laut yang terjeluk sekalipun.
Keberadaan biota laut ini sangat menarik perhatian manusia, bukan saja karena
kehidupannya yang penuh rahasia, tetapi juga karena manfaatnya yang besar bagi
kehidupan manusia. Pemanfaatan biota laut yang makin hari makin meningkat
dibarengi oleh kemajuan pengetahuan tentang kehidupan biota laut yang tertampung
dalam ilmu pengetahuan alam laut yang dinamakan biologi laut (marine biology).
berkembang begitu cepat untuk mengungkap rahasia kehidupan berbagai jenis biota
laut yang jumlah jenisnya luar biasa besarnya dan keanekaragaman jenisnya luar
ditandingi oleh keanekaragaman jenis biota di hutan hujan tropik di darat. Tidak
kurang dari 833 jenis tumbuh-tumbuhan dilaut (alga, lamun dan mangrove), 910 jenis
karang (Coelenterata), 850 jenis spon (Porifera), 2500 jenis kerang dan keong
(Mollusca), 1502 jenis udang dan kepiting (Crustacea), 745 hewan berkulit duri
(Echinodermata), 2000 jenis ikan ( Pisces), 148 jenis burung laut (Aves), dan 30 jenis
hewan menyusui (Mammalia), diketahui hidup di laut. Di samping itu tercatat juga
tujuh jenis penyu dan tiga jenis buaya (Reptilia). (Romimohtarto, 2005).
2
Salah satu perairan laut Indonesia memiliki zona intertidal. Wilayah pesisir
atau coastal adalah salah satu sistem lingkungan yang ada, dimana zona intertidal
merupakan zona yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut dengan luas area yang
sempit antara daerah pasang tertinggi dan surut terendah. Zona intertidal dapat juga
diartikan sebagai bagian laut yang paling banyak dikenal serta terdiri dari daerah
pantai berbatu, pantai berpasir, dan pantai berlumpur serta memiliki keragaman faktor
lingkungan. Hanya zona inilah tempat penelitian terhadap organism perairan dapat
dilaksanakan secara langsung selama periode air surut tanpa memerlukan peralatan
khusus. Zona ini telah diamati oleh manusia dalam waktu cukup lama.
Di dalam zona intertidal terdapat substrat yang berbeda seperti pasir, batu, dan
Nutrient dan pH juga tidak penting bagi organism seta struktur komunitas di daerah
intertidal.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari praktikum ini
yaitu apakah kepadatan dan keanekaragaman organism yang menghuni zona internal
pantai
hanya dapat mengenal berbagai objek studi dalam mata kuliah Biologi Laut secara
teoritis saja tetapi juga secara langsung (melalui identifikasi langsung). Ditambah
juga dapat mengenal habitat dan kebiasaan hidup organisme tersebut di alam.
3
dan wawasan praktikan untuk mendapatkan data dan informasi mengenai organisme
berkembang begitu cepat yang mengungkap kehidupan berbagai jenis biota laut yang
jumlah dan jenisnya cukup banyak. Tingginya keanekaragaman jenis biota laut hanya
dapat ditandingi oleh keanekaragaman jenis biota di hutan hujan tropik di darat
(Romimohtarto, 2006).
Menurut Prajitno (2007) zona intertidal adalah area sempit dalam sistem
bahari antara pasang tertinggi dan surut terendah. Zona kedua merupakan batas antara
surut terendah dan pasang tertinggi dari garis permukaan laut (intertidal). Zona ketiga
adalah batas bawah dan surut terendah dari garis permukaan laut. Pada batas yang
berbeda, zona intertidal memiliki biota yang berbeda serta suhu yang berbeda.
Kondisi lingkungan di zona ini cukup bervariasi dan biasanya dipengaruhi oleh faktor
harian maupun musiman.Kondisi lingkungan yang beragam dan berbeda dapat dilihat
dari perbedaan (gradient) yang secara fisik mempengaruhi terbentuknya tipe atau
karakteristik komunitas biota serta habitatnya. Sejumlah besar gradien ekologi dapat
terlihat pada wilayah intertidal yang dapat berupa daerah pantai berpasir,berbatu
maupun estuari dengan substrat berlumpur. Perbedaan pada seluruh tipe pantai ini
dapat dipahami melalui parameter fisika dan biologi lingkungan yang dipusatkan
pada perubahan utamanya serta hubungan antara komponen biotik (parameter fisika-
Carocok pada hari Sabtu, 9 April 2016, kemudian dilanjutkan dengan identifiskasi
spesimen pada hari Kamis, 14 April 2016 di Laboraturium Biologi Laut Fakultas
a.
Bahan yang digunakan dalam praktikum lapangan ini adalah daftar pertanyaan
atau quisioner yang dipersiapkan sebagai data Primer yang diperoleh dari wawancara
dengan para nelayan dan data Sekunder yang berasal dari Pelabuhan Perikanan
Samudera Bungus. Sedangkan alat yang digunakan adalah alat tulis dan kamera.
populasi ini adalah mengambil data primer, yaitu data dari para melayan dengan cara
dari pegawai dinas terkait. Kemudian mengolah data yang di dapatkan dari para
4.1 Hasil
Samudera Bungus, maka didapatkan jenis dan jumlah (unit) alat tangkap yang
digunakan oleh nelayan, jumlah hasil tangkapan tangkapan/hari dan effort konversi
Data primer yang didapat dengan cara mewawancarai beberapa orang nelayan
yang berada atau bekerja di Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus adalah sebagi
berikut :
1 Pancing 41 54 1,31 1 41
Total 76 70,55
Data sekunder yang didapat dari pihak atau karyawan Pelabuhan Perikanan
Dibawah ini adalah nilai No, Nt, MSY, f-optimal dan % eksploitasi yang
terjadi selama 10 tahun terakhir dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2010 adalah
sebagai berikut :
8
No 34.350
Nt 34.273,45
MSY 471,99
F Optimal 68,7
% Eksplotasi 1,1
4.2 Pembahasan
Data primer adalah data yang didapat secara langsung dengan melakukan
wawancara dengan beberapa orang nelayan. Pada data primer, jenis dan jumlah alat
tangkap yang digunakan nelayan saat melaut adalah 41 unit pancing, 2 unit waring,
Total unit alat tangkap yang digunakan nelayan adalah 76 unit alat tangkap.
harinya. Jika effort konversi pancing maka mendapatkan nilai total adalah 70.55
Data sekunder adalah data yang diambil dari Pelabuhan Perikanan Samudera
Bungus tersebut. Pada data sekunder perikanan tahun 2001 sampai dengan tahun
2010 didapatkan pada tahun 2001 nilai C adalah 105.820, tahun 2002 nilai C adalah
153.688, tahun 2003 nilai C adalah 143.180, tahun 2004 nilai C adalah 136.536,
tahun 2005 nilai C adalah 114.419, tahun 2006 nilai C adalah 101.061, tahun 2007
nilai C adalah 79.891, tahun 2008 nilai C adalah 150.317, tahun 2009 nilai C adalah
Pada tahun 2001 jumlah unit alat tangkap adalah 19 unit, tahun 2002 jumlah
unit alat tangkap adalah 24 unit, tahun 2003 jumlah unit alat tangkap adalah 32 unit,
tahun 2004 jumlah unit alat tangkap adalah 26 unit, tahun 2005 jumlah unit alat
tangkap adalah 18 unit, tahun 2006 jumlah unit alat tangkap adalah 14 unit, tahun
2007 jumlah unit alat tangkap adalah 17 unit, tahun 2008 jumlah unit alat tangkap
adalah 20 unit, tahun 2009 jumlah unit alat tangkap adalah 17 unit , tahun 2010
jumlah unit alat tangkap adalah 18 unit dengan jumlah total alat tangkap dari tahun
Nilai konversi alat tangkap ke pancing adalah 1.07. Total nilai x adalah
191.53, total nilai y adalah 59.21, total nilai x2 adalah 3892.27, total nilai y2 adalah
Dari hasil diatas terlihat bahwa berdasarkan nilai konversi alat ke pancing
pada tahun 2010 jumlah ikan yang boleh ditangkap (MSY) adalah 472 ekor, jumlah
maximal alat tangkap yang boleh digunakan (f-Optimal) adalah 69 buah, dan %
Explorasi adalah 1.1 %. Dapat dilihat bahwa ikan yang ditangkap masih berada
dibawah angka maksimal namun sudah 10 % yang dapat dilihat dari % Explorasi
10
yakni 1.1%. Alat tangkap yang digunakan belum melebihi nilai f-Optimal yakni 69
buah alat tangkap meskipun demikian penggunaan alat tangkap hamp1r mendekati
nilai f-Optimal.
apabila alat tangkap yang digunakan melewati angka maksimal, maka hal tersebut
dapat dikhawatirkan akan menimbulkan penurunan jumlah stok ikan di perairan jika
kelahiran ikan sangat bergantung pada lingkungan. Jika lingkungan dalam kondisi
baik, populasi ikan akan tumbuh dan berkembang hingga mencapai batas yang
alami. Pada kondisi ini dan jika tidak ada mortalitas karena penangkapan, populasi
5.1 Kesimpulan
Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa ikan yang sudah ditangkap
sebanyak 1.1% dari yang diperbolehkan sehingga masih ada kesempatan bagi
nelayan untuk menangkap ikan. Tetapi, walaupun diperkirakan stok yang tersisa di
perairan masih banyak, namun apabila alat tangkap yang digunakan melewati angka
jumlah stok ikan di perairan jika tidak diikuti dengan rekrutmen dalam jumlah yang
memadai. Pertumbuhan dan kelahiran ikan sangat bergantung pada lingkungan. Jika
lingkungan dalam kondisi baik, populasi ikan akan tumbuh dan berkembang hingga
mencapai batas yang pertumbuhan dan perkembangannya tidak mampu lagi didukung
lingkungan secara alami. Pada kondisi ini dan jika tidak ada mortalitas karena
5.2 Saran
tangkap yang ramah lingkungan supaya ikan yang ada di laut tersebut bisa
DAFTAR PUSTAKA
Gulland. 1975. Standardization of Chemical and Analisys for Water and Pond Muds.
FAO World a Symposium on Warm Water Pond Fish Culture. Fishery Report
44 (4) 397-421 pp.
Leonart. 2002. Fishing methode of the World 3nd. Action fishing new book, ltd.
London. 418 hal.
LAMPIRAN
14
x = 191,53
y = 59,21
x2 = 3892,27
y 2
= 368,22
xy = 1122.86
n = 10
2
x2 = x2
(191,53)2
= 3892,27 10
= 3892,27 - 3668,37
= 203,9
y2 = y2 - (y)2
n
= 368,22 - (59,21)2
10
= 368,22 350,58
= 17,63
xy = xy - x (y)
n
= 1122,86 - 191,53 (59,21)
10
= 1122,86 1134,04
= -11,18
b = xy/x2
= -11,93/ 203,9
= -0,05
15
a = y (-b) (x)
n
= 59,21+ 0,05 (191,53)
10
= 6.87
a = 6,87 a2 = 47,199
b = -0,05 q = 0,05
C (10) = 76,545
No = (a/q) * 250
= 34.350
Nt = No c
= 34.273,45
MSY = a2 / 2 q
= 471,99
F Optimal = a/2q
= 68,7
MSY = C / MSY
= 1,1%
16
Lampiran 2. Dokumentasi
17