Anda di halaman 1dari 18

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Konsep Hipertensi

a. Definisi

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg

dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg, berdasarkan pada dua kali pengukuran atau

lebih ( Burnner & Sundarth, 2016).

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg

atau tekanan diastolic sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi

menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit

syaraf, ginjal, dan pembuluh darah makin tinggi tekanan darah, makin besar resikonya

(Sylvia A.price Nanda NIC-NOC, 2015).

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan

tekanan darah distolik lebih darih 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang

waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Kemenkes RI, 2014).

Dari beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa hipertensi merupakan

peningkatan sistol dan diastolik lebih dari 140/90 mmHg.

b. Etiologi Hipertensi

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hipertensi secara umum. Salah satu

saja mengenai tubuh maka dengan mudah menderita hipertensi :

1. Toksin adalah zat-zat sisa pembuangan yang seharusnya dibuang karena

bersifat racun. Sisa-sisa pembuangan di dalam saluran darah akan

menghambat kelancaran peredaran darah. Hal tersebut mengakibatkan

jantung terpaksa bekerja lebih keras untuk membantu perjalanan darah


melalui saluran yang tersumbat. Hal tersebut mengakibatkan pembesaran

jantung dan selanjutnya mengakibatkan penyakit jantung. Sementara itu

tekanan yang dilakukan terhadap saluran darah akan mengakibatkan

tekanan darah tinggi.

2. Faktor genetik, individu dengan orang tua hipertensi mempunyai resiko dua

kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada individu yang tidak

mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Baiknya mulai sekarang

memeriksa riwayat kesehatan keluarga sehingga dapat melakukan antisipasi

dan pencegahan.

3. Umur, kepekaan terhadap hipertensi akan meningkat seiring dengan

bertambahnya umur seseorang. Individu yang berumur di atas 60 tahun, 50-

60% mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90

mmHg. Hal itu merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang

yang bertambah usia. Bukan berarti takut dengan bertambahnya umur

karena proses menua adalah hal yang alami dan tidak bisa hindari. Oleh

karena itu jagalah dan rawatlah baik-baik kesehatan. Sebenarnya perawatan

terhadap kesehatan sangatlah mudah dan murah asal tekun dan mau

berusaha untuk disiplin.

4. Jenis kelamin, setiap jenis kelamin memiliki struktur organ dan hormon

yang berbeda, laki-laki mempunyai resiko yang lebih besar terhadap

morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. Sedangkan pada perempuan,

biasanya lebih rentan terhadap hipertensi ketika mereka sudah berumur

diatas umur 50 tahun, sangatlah penting untuk menjaga kesehatan sejak

dini. Terutama mereka yang memiliki sejarah keluarga terkena penyakit.


5. Ethis, setiap ethis memiliki kekhasan masing-masing yang menjadi ciri

khas dan pembeda satu dengan lainnya. Hipertensi lebih banyak terjadi

pada orang berkulit hitam daripada yang berkulit putih. Belum diketahui

secara pasti penyebabnya, tetapi pada orang kulit hitam ditemukan kadar

renin yang lebih rendah dan sensitivitas terhadap vasopresin yang lebih

besar.

6. Stres, stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah

jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatetik. Adapun

stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi dan

karakteristik personal. Stres tidak hanya memicu timbulnya hipertensi,

tetapi juga banyak penyakit fisik berat lainnya yang disebabkan oleh stres.

Hidup sehat dan menggunakan pola pikir sehat merupakan salah satu cara

untuk mengendalikan stres.

7. Kegemukan (obesitas), kegemukan juga merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit berat, salah satunya

hipertensi. Penelitian epidemiologi menyebutkan adanya hubungan antara

berat badan dengan tekanan darah pada pasien hipertensi. Pada populasi

yang tidak ada peningkatan berat badan seiring umur, tidak dijumpai

peningkatan tekanan darah sesuai peningkatan umur, yang sangat

mempengaruhi tekanan darah adalah kegemukan pada tubuh bagian atas

dengan peningkatan jumlah lemak pada bagian perut atau kegemukan

terpusat (obesitas sentral).

8. Merokok, penelitian terbaru menyatakan bahwa merokok menjadi salah

satu faktor resiko hipertensi yang dapat dimodifikasi. Merokok merupakan

faktor resiko yang potensial untuk ditiadakan dalam upaya melawan arus
peningkatan hipertensi khususnya dan penyakit kardiovaskuler secara

umum di Indonesia. Sembilan narkoba, mengkonsumsi narkoba jelas tidak

sehat. Komponen-komponen zat adiktif dalam narkoba juga akan memicu

peningkatan tekanan darah. Sangatlah penting untuk menjalani pola hidup

sehat agar terhindar dari hipertensi.

9. Alkohol, penggunaan alkohol secara berlebihan juga akan memicu tekanan

darah seseorang. Selain tidak bagus bagi tekanan darah, alkohol juga

membuat kecanduan yang akan sangat menyulitkan untuk lepas.

Menghentikan kebiasaan mengkonsumsi alkohol sangatlah baik, tidak

hanya bagi hipertensi tetapi juga untuk kesehatan secara keseluruhan.

10. Kafein, kandungan kafein selain tidak baik pada tekanan darah dalam

jangka panjang, pada orang-orang tertentu juga menimbulkan efek yang

tidak baik seperti tidak bisa tidur, jantung berdebar-debar, sesak nafas dan

lain-lain. Kalau ragu-ragu banyaknya kafein yang boleh dikonsumsi secara

aman sesuai dengan kondisi tubuh maka datanglah ke dokter dan mintalah

nasihat yang bijak.

11. Kurang olahraga, dengan adanya kesibukan yang luar biasa, manusia pun

merasa tidak punya waktu lagi untuk berolahraga. Akibatnya, kurang gerak

dan kurang olahraga. Kondisi inilah yang memicu kolesterol tinggi dan juga

adanya tekanan darah yang terus menguat sehingga memunculkan

hipertensi.

12. Kolesterol tinggi, kandungan lemak yang berlebihan dalam darah

menyebabkan timbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah. Hal ini

dapat membuat pembuluh darah menyempit dan akibatnya tekanan darah


akan meningkat. Sudah sangat layak harus mengendalikan kolesterol sedini

mungkin (Harahap, 2013).

c. Patofisiologi Hipertensi

Pembuluh darah mirip dengan tabung karet yang mengalirkan darah

terus-menerus, arteri yang mengalirkan darah keluar dari jantung harus

menahan tekanan yang tinggi ketika darah dipompakan keluar. Jika tekanan

darah lebih tinggi dari biasanya selama bertahun-tahun seperti pada hipertensi

yang tidak diobati, pembuluh darah tersebut menjadi rusak, lapisan pada arteri

menjadi kasar dan tebal, pada akhirnya terjadi penyempitan sehingga menjadi

kurang lentur dari sebelumnya. Jika arteri menjadi terlalu sempit darah tidak

dapat melaluinya dengan benar, dan bagian yang bergantung pada arteri

tersebut untuk mendapatkan darah mengalami kekurangan darah dan oksigen

yang dibutuhkan. Ketika arteri menyempit terjadi peningkatan kecenderungan

darah membeku (thrombosis), yang dapat menyebabkan penyumbatan total

pada arteri sehingga bagian tubuh yang dilayaninya menjadi mati (Harahap,

2013).

d. Klasifikasi hipertensi

Klasifikasi tekanan darah adalah untuk dewasa berusia 18 tahun

Sevent Joint National Committee (JNC-7) memperkenalkan klasifikasi

prehipertensi bagi tekanan darah sistolik yang berkisar antara 120-139 mmHg

dan atau diastolik antara 80-89 mmHg yang berlawanan dengan klasifikasi

JNC-6 yang memasukkan dalam kategori normal dan normal tinggi. Kategori

prehipertensi mempunyai peningkatan resik untuk menjadi hipertensi.

The Eighth Joint National Committee (JNC-8) pada tahun 2014 tidak

mengeluarkan klasifikasi hipertensi baru. Tetapi terdapat rekomendasi


klasifikasi hipertensi baru. Tetapi terdapat rekomendasi tata laksana hipertensi,

diaman guidelines ini berbasis bukti dan reviewer dari berbagai macam

keahlian yang berhubungan dengan hipertensi.

Klasifikasi hipertensi menurut European Society of Hypetension (FSH)

dan European Society of Cardiology (ESG) tidak berubah dari tahun 2003,

2007 dan 2013. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan dara sistolik 140

mmHg dan atau tekanan darah diastolik 90 mmHg, berdasarkan bukti

penelitian, pasien dengan tekanan darah tersebut bila diberikan terapi untuk

menurunkan tekanan darah, menunjukkan suatu manfaat.

Kriteria diagnosis hipertensi dari Canadian Hypertension Education

Program juga sama, TDS 140 mmHg dan /atau TDD 90 mmHg. Bila TD

normal tinggi (TDS 130-139 mmHg dan /atau TDD 8-89 mmHg), diperlukan

pemriksaan hipertensi pada kunjungan pertama, paling tidak 2 pembaca lagi

diperlukan pada kunjungan yang sama. Pembacaan pertama tidak digunakan,

dan 2 berikutnya di rata-rata (Tjokroprawiro, 2015).

e. Tanda dan Gejala Hipertensi

Pada dasarnya hipetensi tidak memberiksn gejala spesifik. Umumnya gejala

yang dikeluarkan berkaitan dengan

1. Peningkatan TD : sakit kepala (pada hipertensi berat). Paling sering

didaerah occipital dan dikeluhkan pada saat bangun pagi, selanjutnya

berkuang secara spontain setelah bebrapa jam, dizzine, palpasi, mudah lelah

2. Gangguan vaskuler : epistaksis hematuria. Pengelihatan kabur karena

perubahan di retina, episode kelemahan atau dizzines oleh karena transient

cerebral ischemia, angina pektoris, sesak karena gagal jantung.


3. Penyakit yang mendasari : pada hiperaldosteronisme primer didapatkan

poliuria, polidipsi, kelemahan otot hipokalemia, pada sindroma Cushing

didapatkan peningkatan bearat bedan dan emosi labil, pada

Pheocromocytoma bisa didapatkan sakit kepala episodi, palpitasi,

diaphorasis postural dizziness (Jokroprawiro, 2014).

f. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaaan laboratorium

- Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan

(viscositas) dan dapat mengindikasiakan faktor resiko seperti :

hipokoagulabilitas,anemia.

- BUN/kreatinin : membeerikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.

- Glucosa : hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat

diakibatkan olehpengeluaran kadar ketokolamin.

- Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal

danada DM.

2. CTSan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati

3. EKG : Dapat menunjukkan pola regangan, dimana luas, peninggian

gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi

4. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal

5. Photo dada : Menunjukkan destruksi kalsifikasi pada area

katup,pembesaran jantung (Nanda Nic-Noc, 2015).

g. Penatalaksanaan medis

Pentalaksanaan medis hipertensi Menurut (Brunner & Suddarth, 2016) tujuan

setiap program terapi adalah untuk mencegah kematian dan komplikasi

dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah arteri pada atau kurang
dari 140/90 mmHg (130/80 mmHg untuk penderita diabetes melitus atau

menderita penyakit ginjal kronis), kapanpun jika memungkinkan.

1. Pendekatan non farmakologis mencakup penurunan berat badan ;

pembatasan alkohol dan natrium ; olahraga teratur dan relaksasi. Diet

DASH (Dietary Approaches Stop Hypertension) tinggi buah, sayuran, dan

produk suus rendah lemak te;lah terbukti menurunkan tekanan darah

tinggi.

2. Pilih kelas obat yang memiliki efektivitas terbesar, efek samping terkecil,

da peluang terbesar untuk dierima oleh pasien. Dua kelas obat tersedia

sebagai terapi linii pertama : diuretik dan penyakit beta.

3. Tingkatkan kepatuhan dengan menghindari jadwal obat yang kompleks.

h. Komplikasi hipertensi

1. Hipertensi merusak ginjal, hipertensi adalah salah satu penyebab penyakit

ginjal kronis. Hipertensi membuat ginjal harus bekerja lebih keras,

akibatnya sel-sel pada ginjal akan lebih cepat.

2. Hipertensi merusak kinerja otak, kinerja otak juga bisa terganggu dari

adanya hipertensi yang disebabkan oleh adanyapembentukan lepuh kecil

pada pembuluh darah di otak (neurisma) yang selanjutnya akan

menyebabkan terjadinya stroke dan gagal jantung karena terjadinya

penyempitan dan pengerasan pembuluh-pembuluh darah yang ada di

jantung.

3. Hipertensi merusak kinerja jantung, tekanan darah tinggi dan tidak

mendapatkan pengobatan dan pengontrolan secara rutin maka hal ini dapat

membawa si penderita ke dalam kasus-kasus serius dan bahkan

menyebabkan kematian.
4. Hipertensi menyebabkan kerusakan mata, karena adanya gangguan tekanan

darah akan menyebabkan perubahan-perubahandalam retina pada belakang

mata. Pemeriksaan mata pada pasien hipertensi berat dapat mengungkapkan

kerusakan, penyempitan pembuluh-pembuluh darah kecil, kebocoran darah

kecil pada retina, dan menyebabkan terjadinya pembengkakan saraf mata.

Dari jumlah kerusakan, dokter dapat mengukur keparahan dari hipertensi.

Setelah itu akan dilakukan tindakan-tindakan lanjutan untuk menangani

hipertensi tersebut.

5. Hipertensi menyebabkan resistensi pembuluh darah, orang yang terkena

hipertensi akut biasanya mengalami suatu kekakuan yang meningkat atau

resistensi pada pembuluh-pembuluh darah sekeliling diseluruh jaringan-

jaringan tubuhnya. Peningkatan beban kerja ini dapat menjurus pada

kelainan-kelainan jantung yang umumnya pertama kali terlihat sebagai

pembesaran otot jantung.

6. Hipertensi menyebabkan stroke, hipertensi yang tidak terkontrol dapat

menyebabkan stroke yang dapat menjurus pada kerusakan otak dan saraf.

Stoke umumnya disebabkan oleh kebocoran darah atau suatu gumpalan

darah dari pembuluh-pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak. Dan

pencegahan yang paling baik untuk komplikasi-komplikasi hipertensi

adalah kontrol tekanan darah (Harahap,2013).


2. Konsep Stres

a. Definisi

Istilah stress sendiri sesungguhnya berasal dari bahasa latin yaitu

berasal dari kata stringere yang mempunyai arti ketegangan, dan tekanan. Stress

merupakan relaksi yang tidak diharapkan yang muncul disebabkan oleh tingginya

tuntutan lingkungan kepada seseorang. Dimana antara harmoni atau keseimbanagn

antara kekuatan dan kemampuannya terganggu. Stress adalah suatu kondisi dimana

keadaan tubuh terganggu karena tekanan psikologis. Biasanya stress bukan karena

penyakit fisik tetapi lebih mengenai kejiwaan. Akan tetapi karena pengaruh stress

tersebut maka penyakit fisik bisa muncul akibat lemah dan rendahnya daya tahan

tubuh pada saat tersebut (Zelfino, 2014).

Stres adalah suatu respon fisik normal terhadap suatu peristiwa yang

membuat hidup seseorang menjadi terancam atau mengganggu keseimbangan dalam

beberapa cara, seperti yang ketika seseorang mengalami tubuh akan melakukan

pertahanan secara otomatis yang dikenal dengan sebutan fight or fight reaction atau

reaksi stres (Smith et al, dalam Rahmayani, 2016)

Stres adalah respon tubuh tidak spesifik terhadap kebutuhan tubuh

yang terganggu. Stres merupakan suatu fenomena universal yang terjadi dalam

kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang.

Stres memberikan dampak secara total pada individu seperti dampak: fisiksosial,

intelektual, psikologis dan spiritual (Prasetyo,2015)

b. Etiologi stres

Potter dan Perry (2005) mengklasifikasikan stressor menjadi dua, yaitu

stressor internal dan stressor eksternal. Stressor internal adalah penyebab stress yang

berasal dari dalam diri individu, dan stressor eksternal adalah penyebab stress yang
berasal dari luar diri individu. Terjadinya stress pada lanjut usia pertama adalah

konsekuensi biologik dari penyakit fisik yang diderita pasien yang berhubungan

dengan perubahan neurohumoral pada sistem saraf pusat. Kedua, akibat efek samping

obat yang dikonsumsinya. Ketiga, reaksi psikologis terhadap penderitaan akibat

penyakit fisik yang dialaminya ( Mardiana,2014).

c. Klasifikasi stres

Para peneliti membedakan antara stress yang merugikan atau merusak yang

disebut sebagai distress dan stress yang menguntungkan atau membangun, yang

disebut sebagai eustres (Safaria & Saputra, 2005). Selye (1976) dalam Potter & Perry

(2005) membagi stress menjadi dua, yaitu eustres dan distress (Mardiana,2014)

Quick dan Quick dalam Prasetyo, (2015) mengkategorikan jenis stres menjadi

dua, yaitu:

1. Eustress, adalah akibat positif yang ditimbulkan oleh stres yang berupa timbulnya

rasa gembira, perasaan bangga, menerima sebagai tantangan, merasa cakap dan

mampu, meningkatnya motivasi untuk berprestasi, semangat kerja tinggi,

produktivitas tinggi, timbul harapan untuk dapat memenuhi tuntutan pekerjaan,

serta meningkatnya kreativitas dalam situasi kompetitif.

2. Distress, adalah akibat negatif yang merugikan dari stres, misalnya perasaan

bosan, frustrasi, kecewa, kelelahan fisik, gangguan tidur, mudah marah, sering

melakukan kesalahan, timbul sikap keragu-raguan, menurunnya motivasi,

meningkatnya absensi, serta timbulnya sikap apatis

d. Sumber-sumber stres

Menurut Wirawan dalam Mardiana, 2014. terdapat tiga sumber stres

yaitu :
1. Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu sumber stress pada individu. Sebagai contoh

pada seorang Lansia. Lansia dihadapkan pada beban dan tuntutan dari

lingkungan.

2. Tubuh

Tubuh juga berespon terhadap perubahan yang terjadi, kecemasan dan beban

pikiran muncul. Tubuh akan melakukan serangkaian proses homeostasis dalam

mempertahankan keseimbangan. Ketika stress terjadi, seseorang akan terfokus

pada permasalahan yang dihadapi.

3. Pikiran dapat menimbulkan stres. Berbagai problematika yang kompleks jika

dipikirkan secara mendalam dapat menyebabkan seseorang kehilangan gairah

unuk melakukan suatu kegiatan.

e. Tanda dan gejala stres

1. Gejala mental atau psikologis yang muncul akibat stress

berkurangnya konsentrasi dan daya ingat, ragu-ragu, bingung, kosong, pikiran

jenuh.

2. Gejala fisik dan berbagai gejala emosi dapat mengindikasikan seseorang

mengalami stress.

3. Gejala emosi seperti cemas, depresi, putus asa, mudah marah, ketakutan,

frustasi, mengangis tiba-tiba, phobia, rendah diri, merasa tak berdaya,

menarik diri dari pergaulan, dan menghindari kegiatan yang sebelumnya

disenangi.

4. gejala perilaku seperti mondar-mandir, gelisah, menggigit kuku jari,

mengerak-gerakkan anggota badan atau jari-jari, perubahan pola makan,


merokok, minum-minuman keras, menangis, berteriak, mengumpat, bahkan

melempar barang atau memukul (Mardiana, 2014).

f. Penyebab stres

Menurut Potter dan Perry dalam Mardiana, (2014) mengklasifikasikan stressor

menjadi dua.

1. stressor internal dan stressor eksternal. Stressor internal adalah penyebab stress

yang berasal dari dalam diri individu.

2. stressor eksternal adalah penyebab stress yang berasal dari luar diri individu.

g. Tingkat stres

1. Stres Ringan Suzanne & Brenda dalam Mardiana, (2014) mengatakan pada fase

ini seseorang mengalami peningkatan kesadaran dan lapang persepsinya.

2. Stres Sedang

Fase ini ditandai dengan kewaspadaan, focus pada indera penglihatan dan

pendengaran, peningkatan ketegangan dalam batas toleransi, dan mampu

mengatasi situasi yang dapat mempengaruhi dirinya (Suzanne & Brenda dalam

Mardiana, 2014)

3. Stres berat
Stress kronis yang terjadi beberapa minggu sampai tahun. Semakin sering dan

lama situasi stress, semakin tinggi resiko kesehatan yang ditimbulkan (Wiebe &

Williams, 1992 dalam Potter & Perry dalam Mardiana, 2014).

h. Respon Stres

Menurut (Smeltzer & Bare dalam Purwati, 2012). Stres dapat menghasilkan berbagai

respon yang dapat berguna sebagai indikator dan alat ukur terjadinya stres pada

individu. Respon stres dapat terlihat dalam berbagai aspek, yaitu respon fisiologis,

adaptif, dan psikologis. Respon fisiologis berupa interpretasi otak dan respon
neuroendokrin; respon adaptif berupa tahapan General Adaptif Syndrome (GAS) dan

Syndrome Adaptasi Lokal (LAS) . Respon psiklogis dapat berupa perilaku konstruktif

maupun dekstruktif (Smeltzer & Bare dalam purwati, 2012).

Respon fisiologis terhadap stresor merupakan mekanisme protektif dan adaptif

untuk memelihara keseimbangan homeostasis tubuh. Merupakan rangkaian peristiwa

neural dan hormonal yang mengakibatkan konsekuensi jangka pendek dan panjang

bagi otak dan tubuh. Dalam rspon stres, implus aferen akan ditangkap oleh organ

pengindra dan internal ke pusat saraf otak lalu diteruskan sampai ke hipotalamus.

Kemudian diintegrasikan dan dikoordinasikan dengan respon yang diperlukan untuk

mengembalikan tubuh dalam keadaan homeostatis (Smeltzer & Bare dalam Purwanti,

2012). Jika tubuh tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut, maka

dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan tubuh.

i. Cara Pengukuran Tingkat Stres

1. Tingkat stres adalah hasil penilaian terhadap berat ringanya stres yang dialami

seseorang (Crowford & Henry dalam Purwanti, 2012). Tingkat stres diukur

dengan menggunakan Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) oleh

Lavibond & Llavibond (1995). DASS 42 diaplikasikan dengan format rating

scale (skala penilaian). Tingkat stres pada instrumen ini berupa normal, ringan,

sedang, berat, dan sangat berat. DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk mengukur

secara konvensional mengenai status emosional, tetapi untuk proses yang lebih

lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku di manapun

dari status emosional, secara signifiksn yang digambarkan sebagai stres. DASS

dapat digunakan baik itu oleh kelompok atau individu untuk tujuan penelitian

(Psychology Foundation of Australia dalam Purwanti, 2012)


3. Konsep Terapi seni menggambar berkelompok

a. Devinisi

Terapi seni menggambar berkelompok disebut juga terapi seni kreatif atau

terapi seni ekspresif atau psikologi seni. Terapi ini merupakan terapi yang

mendorong seseorang untuk mengekspresikan, memahami emosi melalui ekspresi

artistik, dan melalui proses kreatif (Saunders 2007), Menurut American Art

Therapy Association, terapi seni menggambar berkelompok adalah sebuah

layanan yang memanfaatkan meda seni,gambar,proses seni kreatif, dan tanggapan

klien untuk produksi seni yang dibuat sebagai refleksi perkembangan individu,

kemampuan, kepribadian, minat, keprihatinan, dan konflik (Setyoadi, 2011).

Terapi seni menggambar merupakan salah satu jenis dari terapi

komplementer. Menurut National Center for Complementary and Alternative

Medicine (NCCAM), terapi komplementer adalah sekelompok perawatan

kesehatan, praktek, dan produk yang saat ini tidak dianggap sebagai bagian dari

pengobatan konvensional. NCCAM telah mengklasifikasikan terapi

komplementer menjadi 5, yaitu : mind-body therapies, biological based therapies,

manipulative and body-based therapies, energy therapies, dan systems of care

(Snyder & Lindquist, dalam Fatmawati, 2015).

b. Teori Seni Menggambar Berkelompok

Seseorang terkadang kewalahan oleh intensitas emosi yang sulit dihadapi, baik

oleh diri sendiri maupun orang lain di dalam kehidupan. Terapi seni

menggambar berkelompok menawarkan kesempatan dalam suatu lingkungan

yang mendukung untuk menjelajahi pikiran-pikiran yang kerap muncul atau

perasaan menyakitkan terpendam. Terapi seni menggambar berkelompok


menggunakan berbagai bahan seni untuk membuat representasi visual dari

pikiran dan perasaan. Terapi seni menggambar berkelompok bisa menjadi

kegiatanindividu dan sering kali sukses digunakan dalam situasi kelompok.

Bahan menggambar dan teknik harus sesuai dengan usia dan kemampuan

klien. Proses terapi seni menggambar bergantung pada tingkat fungsi

seseorang. Seseorang masih dapat mengambil manfaat dari terapi seni

menggambar melalui rangsangan indra yang menimbulkan kesenangan dari

hasil artistik.

Terapi seni mendorong penemu jati diri dan pertumbuhan emosional.

Terapi ini mengandung dua proses bagian yaitu penciptaan seni dan penemuan

makna. Sesuai dengan teori Freud dan Jung dari bawah alam sadar dan tidak

sadar terapi ini mengasumsikan bahwa simbol visual dan gambar adalah

bentuk paling mudah serta alami dalam mengomunikasikan pengalaman

manusia. Klien dianjurkan untuk mengvisualisasikan pikiran dan emosi yang

tidak dapat dikatakan ke dalam karya seni. Karya seni yang dihasikan ini

kemudian ditinjau dan diinterpretasikan oleh klien. Terapi seni biasanya

dilakukan oleh individu, kelompok, atau psikoterapi keluarga (terapi bicara).

Kunci dari terapi seni efektif adalah pada klien dan juga interprestasi karya

seni, bukan pada kehebatan pera

c. Manfaat Aplikasi Terapi Seni Menggambar

Terapi seni memiliki beberapa manfaat, diantaranya komunikasi, mengelola

emosi, meninjau kembali kehidupan, hubungan sosial, menanamkan harapan,

menawarkan kendali, meningkatkan kesehatan fisik dan mental, serta

menyediakan kesempatan pengkajian (Johnson & Sullivan-Marx dalam


Fatmawati,2015). Manfaat lain dari terapi seni ini, antara lain dapat

menciptakan mood yang positif, meningkatkan rasa percaya diri dan self

efficacy, meningkatkan kemampuan untuk mengungkapkan perasaan,

meningkatkan kepekaan dan penerimaan terhadap diri, menurunkan

kecemasan, meningkatkan kesejahteraan psikologis secara umum,

meningkatkan kognisi yang akan membantu pasien dalam kemampuan

penyelesaian masalah dengan cara lain untuk menginterpretasikannya, dan

meningkatkan kemampuan diri secara aktif untuk menghadapi perasaan tidak

berdaya dan depresi (Coiner & Kim, dalam Fatmawati, 2015).

d. Indikasi Terapi Seni Menggambar Berkelompok

1. Manajer dan staf yang berada dibawah tekanan.

2. Seseorang yang umumnya stres dan terlalu banyak bekerja.

3. Seseorang dengan masalah kesehatan mental.

4. Seseorang dengan kesulitan belajar berat.

5. Anak-anak dan orang muda yang memiliki masalalu sesuai di sekolah dan

dengan masalah pribadi di rumah.

6. Seseorang yang merasa bebas dari masalah, namun ingin mengesplorasi

masalah dalam diri mereka sendiri.

7. Lansia untuk mengurangi tingkat stres dan sebagai sarana dalam

mengespresikan perasaan, ide, dan emosi.

8. Anak-anak yang memiliki kemampuan bahasa terbatas dan untuk

mengungkapkan perasaan yang membingungkan.

9. Klien usia muda yang tidak dapat mengidentifikasi emosi dengan kata-kata.
10. Remaja dan orang dewasa yang tidak mampu atau tidak mau berbicara

tentang pikiran dan perasaan.

11. Klien dalam penyakit kronik.

e. Kontraindikasi Terapi Seni Menggambar Berkelompok

Klien dengan gangguan cedera otak traumatik atau kondisi neurologis

organik yang memiliki kesulitan dengan penemuan jati diri.

f. Teknik Terapi Seni Menggambar Berkelompok

a. Persiapan

Alat yang disiapkan meliputi kertas gambar, pensil, pensil warna, crayon,

spidol, cat air, atau alat pewarna yang lain.

b. Prosedur

Evaluasi diperlukan untuk menginterpretasikan perasaan klien melalui

gambar yang sudah dibuatnya. Melalui gmbr tersebut, perawat dapat

mengambil kesimpulan mengenai kondisi klien saat ini.

Anda mungkin juga menyukai