Anda di halaman 1dari 33

FOTOKATALISIS ZINK OKSIDA (ZnO) YANG

DIIMOBILISASI FILM UNTUK DEGRADASI


SENYAWA AZO

Bayu Ardiansah *)

*Mahasiswa S1 Departemen Kimia FMIPA UI

Semester 3, Angkatan 2010

OLIMPIADE SAINS NASIONAL PERTAMINA 2011

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


BAB I : PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Banyak sekali jenis industri di Indonesia yang menggunakan peran zat warna dalam
proses produksinya. Industri furniture, cat, pelitur, alat rumah tangga hingga tekstil
memerlukan zat warna untuk lebih menyempurnakan hasil produksi. Diantara beberapa
industri yang disebutkan, industri tekstil adalah jenis industri yang mengonsumsi zat warna
dengan jumlah paling banyak dalam proses produksinya. Berkembang pesatnya industri
tekstil di Indonesia mengakibatkan kebutuhan akan zat warna semakin bertambah. Zat warna
sintesis yang sering digunakan dalam industri tekstil berasal dari golongan senyawa azo yang
mempunyai sifat non-biodegradable. Zat warna ini dalam jangka panjang dapat menyebabkan
kanker apabila limbah langsung dibuang ke lingkungan karena dapat masuk ke rantai
makanan. Disamping itu juga mengurangi nilai estetika lingkungan perairan terutama pada
warna dan kualitas air. Limbah cair merupakan masalah utama dalam pengendalian dampak
lingkungan industri tekstil karena memberikan dampak yang paling luas, baik dari segi fisik
maupun kimianya. Untuk menjaga terpeliharanya kesehatan lingkungan dari pembuangan
limbah industri, sebenarnya pemerintah dalam hal ini Menteri Negara Lingkungan Hidup
telah menetapkan standar mutu limbah cair proses industri yang dituangkan dalam Keputusan
Nomor : Kep-03/ KLH/ II/ 1991. Oleh karena itu, limbah cair harus diolah dan tentu saja
membutuhkan biaya investasi dan biaya operasi yang tidak sedikit. Pengolahan limbah cair
harus dilakukan secara cermat dan terpadu di dalam proses produksi dan setelah proses
produksi agar pengendalian berlangsung dengan efektif dan efisien (Anonim, 2004).

Langkah-langkah pengelolaan yang dilaksanakan secara terpadu dapat dimulai dengan


upaya meminimalisir limbah (waste minimization), pengolahan limbah (waste treatment),
hingga pembuangan limbah (disposal). Pengolahan limbah cair sebagai sampah hasil
produksi bertujuan untuk mengurangi volum, konsentrasi, dan toksisitas limbah yang
dihasilkan. Untuk itu diperlukan suatu material yang dapat diaplikasikan guna
menanggulangi permasalahan limbah cair, terutama limbah yang berasal dari senyawa azo.
Dalam makalah ini, diuraikan mengenai sintesis material cerdas untuk degradasi zat warna
azo dengan modifikasi katalis TiO2 diganti dengan ZnO yang diimobilisasi pada plat kaca.

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


Fotokatalisis merupakan langkah terobosan yang baik untuk dapat menanggulangi masalah
limbah cair. Disamping instrumen fotokatalis mudah dibuat di laboratorium kimia, juga
memerlukan biaya operasi yang relatif murah.

B. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang ingin dicapai dari pembahasan dalam makalah ini adalah

1. Membuat salah satu material cerdas yang dapat diaplikasikan untuk degradasi zat warna
kelompok senyawa azo.

2. Mengetahui prinsip kerja fotokatalis ZnO untuk degradasi senyawa azo.

3. Menemukan kondisi reaksi yang optimum agar fotokatalis ZnO bisa bekerja dengan
baik.

4. Mengetahui cara meningkatkan kinerja fotokatalis ZnO untuk degradasi senyawa azo.

C. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan material fungsional?

2. Bagaimana metode sintesis material fungsional?

3. Jelaskan instrumentasi pendukung karakterisasi material hasil sintesis!

4. Bagaimana parameter kondisi reaksi agar didapat hasil aplikasi yang optimum?

5. Bagaimana regenerasi material cerdas tersebut?

6. Bagaimana mekanisme reaksi yang terjadi dari awal sintesis, aplikasi dan pemanfaatan
material kembali?

7. Bagaimana cara meningkatkan kinerja material cerdas tersebut?

D. METODE PENYUSUNAN

Metode penulisan dalam makalah ini adalah tinjauan pustaka serta penelusuran
melalui website yang berhubungan dengan topik yang dipaparkan dalam makalah ini.
Penelusuran website dilakukan berdasarkan istilah-istilah yang berkaitan dengan topik serta

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


kata kunci sebagai alat bantu dalam penelusuran teori konsep yang ingin diketahui penulis.
Penulis menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta EYD (Ejaan Yang
Disempurnakan). Penulis pun menggunakan istilah-istilah yang berkaitan dengan ilmu kimia
dan fisika untuk membahas teori sesuai dengan topik yang diberikan. Pendekatan metode
penulisan makalah didasarkan pada teori-teori analisis dan berdasarkan asumsi-asumsi yang
dikemukakan. Asumsi-asumsi ini didapat berdasarkan teori yang telah diketahui penulis.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan dalam makalah ini dibuat ke dalam 5 bab yaitu bab 1,
pendahuluan; bab 2 studi literatur; bab 3 pembahasan; bab 4 kesimpulan; bab 5 daftar
pustaka. Pada masing masing bab akan ada sub-sub bab yang menjelaskan secara terperinci
mengenai topik yang dibahas.

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


BAB II : STUDI LITERATUR

A. PENGERTIAN DAN CAKUPAN MATERIAL CERDAS/ SMART MATERIAL

1. Pengertian Material Cerdas/ Smart Material

Material Cerdas/ Smart Material adalah material yang mempunyai karakter dan fungsi
yang signifikan secara kimia terhadap daya katalis, sensor (chemosensor dan biosensor),
adsorpsi, dan lain-lain. Material cerdas juga dianggap sebagai produk dari nanoteknologi
karena partikelnya berukuran nanometer. Sifat kimia dan fisika material cerdas sangat sensitif
terhadap perubahan lingkungan, seperti temperatur, tekanan, medan listrik, medan magnet,
panjang gelombang optik, molekul gas teradsorpsi, dan nilai pH. Beberapa zat yang termasuk
dalam material cerdas ialah feroelektrik BaTiO3, sensor medan magnet La1-xCaxMnO3, sensor
gas alam cair Pd-dopped SnO2, detektor cahaya semikonduktor (CdS, CdTe), Piezoelektrik
suhu tinggi Ta2O5, konduktor ion-cepat (SnyTi1-y) 2O7.

2. Klasifikasi Material Cerdas

Material Cerdas diklasifikasikan menurut stimulus yang diterapkan pada materi dan
respon balik dalam materi. Baris dari tabel di bawah ini menunjukkan jenis stimulus yang
diterapkan pada materi, dan bagian kolom dari tabel merupakan jenis respon yang muncul
dalam materi.

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


Tabel 1 : Klasifikasi Material Cerdas

3. Mekanisme Kerja dan Beberapa Material Cerdas

Beberapa material seperti Shape-Memory Alloys (SMA), material elektrosriktif,


material magnetostriktif, dan fluida elektroreologi dapat digolongkan sebagai material cerdas.
Secara umum, material cerdas memiliki kemampuan baik sebagai sensor maupun aktuator.
Dalam beberapa kasus, ketika stimulus (misalnya gaya) diterapkan pada material cerdas maka
material tersebut akan mensensing (sense) atau mengukur (measure) gaya tersebut dan
membalik (reverse) proses dengan meresponnya sebagai aksi.

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


Gambar 1 : Prinsip Kerja Material Cerdas Ideal

4. Beberapa Contoh dan Deskripsi Material Cerdas

Material Piezoelektrik

Material Piezoelektrik ditemukan pertama kali tahun 1880 oleh Jacques Pierre Curie.
Kata piezo berarti tekanan, sehingga efek piezoelektrik terjadi ketika medan listrik terbentuk
karena dikenai regangan atau tekanan mekanis. Sebaliknya, jika suatu medan listrik
diterapkan padanya, maka material tersebut akan mengalami regangan atau tekanan mekanis
(Triyana, 2006).

Material jenis ini antara lain adalah : rhombohedral lead zirconium titanate (PZT)
sebagai aktuator untuk MEMS, lapisan tipis Aluminium Nitrida (AlN) sebagai filter
resonantor (orde GHz) berbasis efek surface acoustic wace (SAW), komposit piezoelektrik
seperti serbuk keramik PtCa yang didispersikan dalam epoxy digunakan sebagai aktuator
pembalik (listrik menjadi energi mekanik). Berbagai aplikasi dari piezoelektrik adalah motor
dan mesin PZT, implantasi alat bantu dengar, loudspeaker transparan, antena cerdas, control
aktif, filter pada frekuensi tinggi pada sistem telekomunikasi, serta aplikasi militer (Tokuda,
et.al. 1998).

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


Gambar 2 : Bagan Material Piezoelektrik

Shape-Memory Alloy

Shape-Memory Alloy (SMA) termasuk material peka suhu, adalah material cerdas yang
bentuknya berubah terhadap perubahan kalor. Beberapa material jenis ini antara lain adalah
tinitol, nikel dan titanium serta kombinasinya. Material kelompok ini dapat mengkonversi
energi termal secara langsung menjadi energi mekanis. Misalnya, SMA dapat diprogram
untuk mengadsorpsi bentuk tertentu ketika alloy mencapai suhu yang diinginkan (misalnya
1000C). Alloy yang sama ini kemudian dapat dimanipulasi atau dideformasi secara mekanis
untuk mengadopsi bentuk yang berbeda ketika berada dalam suhu yang tidak diinginkan
(misalnya 500C). Ketika alloy dipanaskan diatas suhu transisi kritis misalnya, material akan
mengingat bentuk sebelumnya dan merestorasi diri (Cremonesy, et. al. 2006).

SMA juga dapat dikondisikan agar mempunyai dua efek shape memory. Dalam hal
ini, pemanasan SMA menghasilkan shape memory pertama, sementara ketika pendinginan
menghasilkan shape memory kedua yang berbeda dari yang pertama. SMA saat ini banyak
digunakan dalam peralatan militer.

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


Gambar 3 : Skema Efek Shape Memory

Rheological Materials

Material reologi adalah material keadaan reologinya (seperti viskositas, plastisitas,


dan elastisitas) berubah secara cepat ketika diterapkan medan listrik (elektroreologi) atau
medan magnet (magnetoreologi). Fluida ini mempunyai karakter sebagai shock absorbers,
peralatan olahraga serta aplikasi otomotif (Alvares, et. Al. 2006).

Gambar 4 dan 5 : Suspensi dalam Material Reologi dan Grafik Tekanan vs Medan Listrik

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


Material reologi mempresentasikan suspensi fluida. Ketika material ini dikenai medan
listrik suspensi ini mengalami perubahan secara reversible pada sifat-sifat reologinya.
Perubahan reversible ini terjadi karena interaksi terkontrol yang terjadi antar variasi ukuran
partikel-partikel cerdas tersuspensi dalam emulsi. Melihat industri otomotif, pengembangan
secara komersial material ini adalah pada fluida hidrolik cerdas, sistem suspensi cerdas, dan
smart-shock absorbers dimana sensor di depan sebuah mobil mendeteksi variasi permukaan
jalan. Sinyal ini kemudian dikirimkan ke profesor yang menetukan apakah shock-absorbers
harus lembut atau keras. Dengan menerapkan medan listrik yang bolak-balik, viskositas dari
fluida ER di dalam juga berubah sehingga mengatur suspensi dalam orde milidetik
disesuaikan dengan kondisi jalan.

B. WARNA DAN ZAT WARNA

1. Pengertian Warna

Warna adalah spektrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya sempurna
(berwarna putih). Identitas suatu warna ditentukan panjang gelombang cahaya tersebut.
Sebagai contoh warna biru memiliki panjang gelombang 460 nanometer. Panjang gelombang
warna yang masih bisa ditangkap mata manusia atau daerah tampak spektrum dari radiasi
elektromagnetik berkisar antara 380-780 nanometer. Radiasi yang tersebar secara merata
akan tampak sebagai cahaya putih dan yang akan terurai dalam warna warna spektrum bias
dengan adanya penyaringan oleh prisma atau kisi kisi pelontaran (difraction grating) yang
dipersepsikan sebagai sinar cosmik/foton (lembayung, indigo, biru, hijau, kuning, jingga,
merah).

10

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


Gambar 6 : Spektrum Warna

Hubungan antara warna yang terserap dengan warna tampak dijelaskan secara rinci
oleh Mohler yang dapat disimpulkan bahwa tiap tiap warna terletak pada daerah panjang
gelombang yang sempit, dimana pasangan dari warna terserap dan warna tampak panjang
gelombang yang sama atau disebut warna pelengkap/ komplementer atau warna
pengurangan/ subtraksi.

Teori Brewster pertama kali dikemukakan pada tahun 1831. Teori Brewster adalah
teori yang menyederhanakan warna yang ada di alam menjadi 4 kelompok warna. Keempat
kelompok warna tersebut, yaitu: warna primer, sekunder, tersier, dan warna netral.

Gambar 7 : Lingkaran Warna


11

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


2. Zat Warna

Pada tahun 1876 Witt menyatakan bahwa molekul zat warna merupakan gabungan
dari zat organik yang tidak jenuh, kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai
pengikat antara warna dengan serat. Secara lebih luas zat warna tersusun dari hidrokarbon
tak jenuh, Chromogen, Auxocrome dan zat aditif (migration, levelling, wetting agent, dan
sebagainya).

Sebelum dikembangkan teori transisi elektron, orang telah mengetahui bahwa


beberapa tipe struktur organik menimbulkan warna, sedangkan tipe yang lain tidak. Struktur
parsial yang menyebabkan warna dapat menjalani transisi * dan n * disebut
kromofor. Beberapa kromofor diantaranya adalah Kelompok nitroso : -NO, Kelompok nitro :
-NO2, Kelompok azo : -N=N-, Kelompok ethyline : >C=C<, Kelompok carbonyl : >C=O,
Kelompok carbon nitrogen : >C=NH dan CH=N-, Kelompok belerang : >C=S dan ->C-S-
S-C<. Macam macam zat warna dapat diperoleh dari penggabungan radikal kimia tersebut
dengan senyawa kimia lain. Sebagai contoh kuning jeruk (orange) diperoleh dari radikal
ethylene yang bergabung dengan senyawa lain membentuk Hidrokarbon dimethyl fulvene.

Terdapat juga gugus lain yang dapat mengintensifkan warna, gugus ini dikenal
sebagai gugus auksokrom, yaitu gugus yang dapat menjalani transisi n * namun tidak
dapat menjalani transisi *. Beberapa auksokrom diantaranya yaitu NH2, -NHMe, N
Me2, -OH, dan -COOH.

Suatu zat warna langsung (direct dye) adalah zat warna yang diaplikasikan langsung
ke kain dari suatu larutan panas. Jika tekstil yang akan diwarnai memiliki gugus polar, seperti
serat polipeptida, maka dengan memasukkan suatu zat warna baik dengan suatu gugus amino
maupun dengan suatu gugus asam kuat akan menyebabkan zat warna itu tidak luntur. Salah
satu contoh zat warna langsung yang populer adalah Kuning Martius.

Suatu zat warna tong (vat dye) ialah suatu zat warna yang diaplikasikan pada tekstil
(dalam suatu tong) dalam bentuk terlarut kemudian dibiarkan bereaksi menjadi bentuk yang
tidak larut. Indigo, suatu zat warna tong yang lazim, diperoleh dari fermentasi ssuatu
tumbuhan woad (Isatis Tinctoria). Tanaman ini mengandung glukosida indikan, yang dapat
dihidrolisis menjadi glukosa dan indoksil. Indoksil merupakan suatu prekursor (zat
pendahulu) yang tidak berwarna dari indigo. Tekstil direndam dalam campuran fermentasi
12

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


yang mengandung indoksil, kemudian dibiarkan kering diudara. Oksidasi indoksil oleh udara
menghasilkan indigo yang tidak larut dan berwarna biru.

Suatu zat warna azo merupakan kelas zat warna yang terbesar dan terpenting. Dalam
pewarnaan azo, mula-mula tekstil dibasahi dengan senyawa aromatik yang teraktifkan
dengan substitusi elektrofilik, kemudian diolah dengan suatu garam diazonium untuk
membentuk zat warna. Beberapa zat warna kelas azo adalah organol cokelat, metil merah,
dan metil jingga.

Gambar 8 : Struktur Metil Jingga

Pembuatan zat warna azo melalui reaksi kopling diazo yaitu reaksi antara garam
diazonium dengan suatu senyawa aromatik dengan substituen pendorong elektron (aktivator).
Suatu contoh mekanisme reaksi pembuatan senyawa azo adalah

Gambar 9 : Pembuatan Metil Merah

13

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


Gambar 10 : Pembuatan Organol Cokelat

C. KARAKTERISASI DENGAN MIKROSKOP ELEKTRON

Mikroskop elektron adalah sebuah mikroskop yang mampu untuk melakukan


pembesaran objek sampai 2 juta kali, yang menggunakan elektrostatik dan elektromagnetik
untuk mengontrol pencahayaan dan tampilan gambar serta memiliki kemampuan pembesaran
objek serta resolusi yang sangat baik. Mikroskop elektron ini menggunakan jauh lebih
banyak energi dan radiasi elektromagnetik yang lebih pendek dibandingkan mikroskop
cahaya. Jenis - jenis mikroskop elektron antara lain :

1. Mikroskop Transmisi Elektron (TEM)

Mikroskop transmisi elektron adalah sebuah mikroskop elektron yang cara kerjanya
mirip dengan cara kerja proyektor slide, di mana elektron ditembuskan ke dalam obyek
pengamatan dan pengamat mengamati hasil tembusannya pada layar. Mikroskop transmisi
elektron saat ini telah mengalami peningkatan kinerja hingga mampu menghasilkan resolusi
hingga 0,1 nm atau sama dengan pembesaran sampai satu juta kali. Meskipun banyak bidang-
bidang ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dengan bantuan mikroskop transmisi
elektron ini. Adanya persyaratan bahwa "obyek pengamatan harus setipis mungkin" ini
kembali membuat sebagian peneliti tidak terpuaskan, terutama yang memiliki obyek yang
tidak dapat dibuat lebih tipis. Karena itu pengembangan metode baru mikroskop elektron
terus dilakukan.

2. Mikroskop Pemindai Transmisi Elektron (STEM)

Mikroskop Pemindai Transmisi Elektron (STEM) adalah salah satu tipe hasil
pengembangan dari mikroskop transmisi elektron (TEM). Pada sistem STEM ini, elektron
14

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


menembus spesimen namun sebagaimana halnya dengan cara kerja SEM, optik elektron
terfokus langsung pada sudut yang sempit dengan memindai obyek menggunakan pola
pemindaian dimana obyek tersebut dipindai dari satu sisi ke sisi lainnya (raster) yang
menghasilkan lajur-lajur titik (dots)yang membentuk gambar seperti yang dihasilkan oleh
CRT pada televisi / monitor.

3. Mikroskop pemindai elektron (SEM)

Mikroskop pemindai elektron (SEM) yang digunakan untuk studi detil arsitektur
permukaan sel dan obyek diamati secara tiga dimensi. Cara terbentuknya gambar pada SEM
berbeda dengan apa yang terjadi pada mikroskop optic dan TEM. Pada SEM, gambar dibuat
berdasarkan deteksi elektron baru (elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari
permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut dipindai dengan sinar elektron.
Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya,
kemudian besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada layar monitor
CRT. Di layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar bisa dilihat.

4. Mikroskop pemindai lingkungan elektron (ESEM)

Mikroskop ini adalah merupakan pengembangan dari SEM, yang dikembangkan guna
mengatasi obyek pengamatan yang tidak memenuhi syarat sebagai obyek TEM maupun
SEM. Cara kerjanya pertama-tama dilakukan suatu upaya untuk menghilangkan penumpukan
elektron (charging) di permukaan obyek, dengan membuat suasana dalam ruang sample tidak
vakum tetapi diisi dengan sedikit gas yang akan mengantarkan muatan positif ke permukaan
obyek, sehingga penumpukan elektron dapat dihindari. Hal ini menimbulkan masalah karena
kolom tempat elektron dipercepat dan ruang filamen di mana elektron yang dihasilkan
memerlukan tingkat vakum yang tinggi. Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan
memisahkan sistem pompa vakum ruang obyek dan ruang kolom serta filamen, dengan
menggunakan sistem pompa untuk masing-masing ruang. Di antaranya kemudian dipasang
satu atau lebih piringan logam platina yang biasa disebut aperture berlubang dengan diameter
antara 200 hingga 500 mikrometer yang digunakan hanya untuk melewatkan elektron ,
sementara tingkat kevakuman yang berbeda dari tiap ruangan tetap terjaga.

15

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


D. ANALISIS SPEKTROFOTOMETRI

1. Spektrofotometri Infra Merah

Untuk menganalisis suatu material/ senyawa dapat menggunakan alat spektroskopi


IR, karena senyawa hasil sintesis atau yang sedang diuji dapat menyerap radiasi inframerah.
Spektrofotometri Infra Merah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul
dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,75 1.000
m atau pada Bilangan Gelombang 13.000 10 cm-1. Radiasi elektromagnetik dikemukakan
pertama kali oleh James Clark Maxwell, yang menyatakan bahwa cahaya secara fisis
merupakan gelombang elektromagnetik, artinya mempunyai vektor listrik dan vektor
magnetik yang keduanya saling tegak lurus dengan arah rambatan.

Saat ini telah dikenal berbagai macam gelombang elektromagnetik dengan rentang
panjang gelombang tertentu. Spektrum elektromagnetik merupakan kumpulan spektrum dari
berbagai panjang gelombang. Berdasarkan pembagian daerah panjang gelombang pada Tabel
2, sinar infra merah dibagi atas tiga daerah, yaitu:
a. Daerah Infra Merah dekat.
b. Daerah Infra Merah pertengahan.
c. Daerah infra merah jauh.

Tabel 2 : Daftar Panjang Gelombang, Frekuensi dan Bilangan Gelombang

16

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


Dari pembagian daerah spektrum elektromagnetik tersebut diatas, daerah panjang
gelombang yang digunakan pada alat spektrofotometer infra merah adalah pada daerah infra
merah pertengahan, yaitu pada panjang gelombang 2,5 50 m atau pada bilangan
gelombang 4.000 200 cm-1. Satuan yang sering digunakan dalam spektrofotometri infra
merah adalah Bilangan Gelombang ( ) atau disebut juga sebagai Kaiser.

Interaksi Sinar Infra Merah Dengan Molekul

Dasar Spektroskopi Infra Merah dikemukakan oleh Hooke dan didasarkan atas
senyawa yang terdiri atas dua atom atau diatom yang digambarkan dengan dua buah bola
yang saling terikat oleh pegas seperti tampak pada gambar disamping ini. Jika pegas
direntangkan atau ditekan pada jarak keseimbangan tersebut maka energi potensial dari sistim
tersebut akan naik.

Gambar 11 : Tarikan dan Uluran dalam Interaksi antar Atom

Setiap senyawa pada keadaan tertentu telah mempunyai tiga macam gerak, yaitu :

1. Gerak Translasi, yaitu perpindahan dari satu titik ke titik lain.


2. Gerak Rotasi, yaitu berputar pada porosnya, dan
3. Gerak Vibrasi, yaitu bergetar pada tempatnya.

Dalam spektroskopi infra merah panjang gelombang dan bilangan gelombang adalah
nilai yang digunakan untuk menunjukkan posisi dalam spektrum serapan. Panjang
gelombang biasanya diukur dalam mikron atau mikro meter ( m ). Sedangkan bilangan
gelombang ( ) adalah frekwensi dibagi dengan kecepatan cahaya, yaitu kebalikan dari
panjang gelombang dalam satuan cm-1.

17

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


Posisi pita serapan dapat diprediksi berdasarkan teori mekanikal tentang osilator harmoni,
yaitu diturunkan dari hukum Hooke tentang pegas sederhana yang bergetar, yaitu :

dimana :

Keterangan :

c = kecepatan cahaya : 3,0 x 1010 cm/detik


k = tetapan gaya atau kuat ikat, dyne/cm
= massa tereduksi
m = massa atom, gram

Daerah Spektrum Infra Merah

Para ahli kimia telah memetakan ribuan spektrum infra merah dan menentukan
panjang gelombang absorbsi masing-masing gugus fungsi. Vibrasi suatu gugus fungsi
spesifik pada bilangan gelombang tertentu. Dari Tabel 3 diketahui bahwa vibrasi bengkokan
CH dari metilena dalam cincin siklo pentana berada pada daerah bilangan gelombang 1455
cm-1. Artinya jika suatu senyawa spektrum senyawa X menunjukkan pita absorbsi pada
bilangan gelombang tersebut tersebut maka dapat disimpulkan bahwa senyawa X tersebut
mengandung gugus siklo pentana.

18

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


Tabel 3 : Daerah Identifikasi dalam Spektrofotometri IR

Daerah Identifikasi

Vibrasi yang digunakan untuk identifikasi adalah vibrasi bengkokan, khususnya


goyangan (rocking), yaitu yang berada di daerah bilangan gelombang 2000 400 cm-1.
Karena di daerah antara 4000 2000 cm-1 merupakan daerah yang khusus yang berguna
untuk identifkasi gugus fungsional. Daerah ini menunjukkan absorbsi yang disebabkan oleh

19

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


vibrasi regangan. Sedangkan daerah antara 2000 400 cm-1 seringkali sangat rumit, karena
vibrasi regangan maupun bengkokan mengakibatkan absorbsi pada daerah tersebut.

Dalam daerah 2000 400 cm-1 tiap senyawa organik mempunyai absorbsi yang unik,
sehingga daerah tersebut sering juga disebut sebagai daerah sidik jari (fingerprint region).
Meskipun pada daerah 4000 2000 cm-1 menunjukkan absorbsi yang sama, pada daerah
2000 400 cm-1 juga harus menunjukkan pola yang sama sehingga dapat disimpulkan bahwa
dua senyawa adalah sama.

2. Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri ini merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible.


Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dan sumber cahaya
visible. Meskipun untuk alat yang lebih canggih sudah menggunakan hanya satu sumber sinar
sebagai sumber UV dan Vis, yaitu photodiode yang dilengkapi dengan monokromator. Untuk
sistem spektrofotometri, UV-Vis paling banyak tersedia dan paling populer digunakan.
Kemudahan metode ini adalah dapat digunakan baik untuk sample berwarna juga untuk
sample tak berwarna.

Semua molekul dapat mengabsorpsi radiasi daerah UV-Vis karena mereka


mengandung elektron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat dieksitasikan ke tingkat
energi yang lebih tinggi (Underwood, 2002).

Penyerapan sinar uv-vis dibatasi pd sejumlah gugus fungsional/gugus kromofor


(gugus dengan ikatan tidak jenuh) yang mengandung electron valensi dengan tingkat eksitasi
yang rendah. Dengan melibatkan 3 jenis elektron yaitu : sigma, phi dan non bonding electron.
Kromofor-kromofor organic seperti karbonil, alken, azo, nitrat dan karboksil mampu
menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak. Panjang gelombang maksimalnya dapat berubah
sesuai dengan pelarut yang digunakan. Auksokrom adalah gugus fungsional yang mempunyai
elekron bebas, seperti hidroksil, metoksi dan amina. Terikatnya gugus auksokrom pada gugus
kromofor akan mengakibatkan pergeseran pita absorpsi menuju ke panjang gelombang yang
lebih besar (bathokromik) yang disertai dengan peningkatan intensitas (hyperkromik).

20

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


Komponen dari suatu spektrofotometer berkas tunggal :

1. Suatu sumber energi cahaya yang berkesinambungan yang meliputi daerah spectrum dimana
instrument itu dirancang untuk beroperasi.

2. Suatu monokromator, yakni suatu piranti untuk mengecilkan pita sempit panjang-panjang
gelombang dari spectrum lebar yang dipancarkan oleh sumber cahaya.

3. Suatu wadah sampel (kuvet)

4. Suatu detector, yang berupa transduser yang mengubah energy cahaya menjadi suatu isyarat
listrik.

5. Suatu pengganda (amplifier), dan rangkaian yang berkaitan membuat isyarat listrik itu
memadai untuk di baca.

6. Suatu system baca (piranti pembaca) yang memperagakan besarnya isyarat listrik, menyatakan
dalam bentuk % Transmitan (% T) maupun Adsorbansi (A).

Beberapa Istilah Dalam Spektrofotometri

Absorbansi (A) , A = log (Po/P)

Absorptivitas (a), tetapan dalam Hukum Bouguer-Beer bila konsentrasi dinyatakan dalam
%b/v dan tebal kuvet dalam cm. Dengan satuan liter per gram per sentimeter.

Absorptivitas molar (), tetapan dalam Hukum Bouguer-Beer bila konsentrasi dinyatakan
dalam molar dan tebal kuvet dalam cm. Dengan satuan liter per mol per sentimeter.

Transmitan (T), fraksi dari daya radiasi yang diteruskan oleh suatu sampel T = P/P o. Sering
dinyatakan sebagai suatu persentase : %T = (P/Po) x 100%.

Hukum Lambert Beer

Hukum Lambert Beer digunakan untuk radiasi monokromatik, dimana absorbansi


(A) sebanding dengan tebal medium (l) dan konsentrasi (c) senyawa yang mengabsorbsi.

21

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


Huruf Yunani epsilon dalam persamaan ini disebut absorptivitas molar atau kadang-kadang
disebut dengan koefisien absorpsi molar. Hal ini dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai
berikut :

22

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


BAB III : PEMBAHASAN

A. PEMBUATAN MATERIAL FUNGSIONAL FOTOKATALIS ZnO

Alat dan Bahan

Reaktor Fotokatalitik (bahan pyrex)


Lampu UV (black light) 10 watt
Spektrofotometer UV-Vis
Magnetic Stirer
Plat kaca 10 cm x 10 cm
Oven
Neraca analitik
pH meter
Zat warna Metil Jingga
Kristal Zn(CH3COO)2.2H2O
Etanol
Aquades
H2SO4
Aseton
H3PO4

Pembuatan Larutan

Reagen ZnO

1. Mengkalsinasikan Zn(CH3COO)2.2H2O sebanyak 25 gram pada suhu 1100C selama 2 jam


untuk menghilangkan kandungan hidratnya kemudian simpan di dalam desikator.

2. Mengambil 10 gram zat hasil dari prosedur 1 dan melarutkannya dalam 100 mL air
sehingga terbentuk larutan seng asetat, Zn(CH3COO)2.

23

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


3. Mengkalsinasi kembali untuk menghilangkan kandungan asetatnya sehingga terbentuk
Zn2+, dari proses kalsinasi Zn2+ akan bereaksi dengan oksigen menghasilkan ZnO berupa
serbuk putih.

Reaksi yang terjadi :

Zn(CH3COO)2.2H2O (s) Zn(CH3COO)2 (s) + 2H2O (g)

2 1. ,
Zn(CH3COO)2 (s) Zn(CH3COO)2(aq) ZnO (s)
2. 2

Larutan metil jingga

1. melarutkan 10 mg metil jingga dalam 40 mL etanol kemudian ditambahkan aquades


hingga volum mencapai 1 L sehingga didapatkan konsentrasi 10 ppm.

2. Mengontrol larutan sehingga pH 7 dengan menambahkan asam atau basa sesuai kebutuhan.

3. Memisahkan sebanyak 25 mL sebagai kontrol, kemudian disimpan dalam botol kaca yang
gelap (hindari sinar matahari langsung).

Preparasi film

Untuk Film digunakan plat kaca tipis berbentuk bujur sangkar berukuran 10 cm x 10 cm
sebanyak 4 buah

1. Membersihkan kaca dengan merendamnya pada larutan H3PO4 kemudian dibilas dengan
aquades, kemudian dibilas lagi dengan aseton agar asam lemak dan bakteri hilang.

2. Mengeringkan plat kaca dalam oven pada suhu 450C selama 1 jam

3. Menimbang kaca dengan neraca analitik

Immobilisasi ZnO pada plat kaca

1. ZnO diimmobilisasikan pada plat kaca dengan metode perendaman.

2. Reagen ZnO dituangkan ke dalam suatu wadah dimana plat kaca akan direndam.
24

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


3. Meratakan ZnO pada plat dengan cara menggoyang-goyangkan selama 3 menit.

4. Mengangkat plat dang membiarkannya kering pada suhu ruang, kemudian dimasukkan ke
dalam oven dengan suhu 2200C selama 10 menit.

5. Setelah dioven, plat didinginkan dengan kipas angin selama 15 menit kemudian
dibersihkan dengan kuas.

6. Proses pelapisan ini dilakukan sebanyak 25 kali hingga didapatkan lapisan putih tipis yang
merata pada permukaan plat kaca.

7. Menimbang plat yang sudah dilapisi, membandingkan dengan berat kaca sebelumnya.

Reaktor Fotokatalitik

1. Menyiapkan 2 buah kotak lemari kayu yang sudah dipasang 2 buah lampu UV A (black
light).

2. Masing-masing kotak berisi reaktor yang terbuat dari bahan pyrex, ukuran reaktor 30 cm x
10 cm x 15 cm dengan penyangga berupa alat pemutar/ magnetic stirer.

3. 2 buah katalis ZnO plat kaca diletakkan secara berdampingan dan diantaranya dipasang
pengaduk magnetik. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar.

Gambar 12 : Reaktor Fotokatalitik

25

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


Keterangan gambar :

1. Lampu UV A (black light)


2. Plat kaca Katalis ZnO
3. Magnetik Stirer
4. Larutan Metil Jingga

B. MEKANISME DAN OPTIMALISASI KERJA FOTOKATALIS ZnO

Fotokatalis ZnO yang diimobilisasi dengan plat kaca ini digunakan untuk degradasi
zat warna dari golongan azo, untuk percobaan ini digunakan larutan metil jingga sebagai
sampel. Reaktor Fotokatalitik yang telah siap, dapat digunakan untuk proses degradasi.
Setelah lampu UV dinyalakan, larutan Metil Jingga dimasukkan ke dalam reaktor, kemudian
magnetik stirer dihidupkan. Proses Fotokatalitik ini dilakukan pada kondisi optimum agar
pengaruh lingkungan dapat dikontrol, antara lain; iradiasi dilakukan pada ruang tertutup dan
gelap untuk menghindari adanya sinar selain sinar UV, larutan uji Metil Jingga harus dijaga
konstan pada pH 7 (skala 14) sehingga pengaruh perubahan pH dapat dihilangkan, katalis
ZnO direndam sepenuhnya pada larutan Metil Jingga sehingga semua permukaan aktif katalis
ZnO dapat bereaksi dengan larutan uji dan magnetic stirer untuk homogenisasi hasil reaksi
fotokatalitik ZnO terhadap larutan Metil Jingga.

Pengambilan larutan uji pada reaktor dilakukan sebanyak 5 kali dalam jangka waktu,
1/2, 1, 2, 4, 6 jam. Disetiap waktu tersebut sampel diambil sebanyak 5 mL dan dimasukkan
dalam botol kaca kecil gelap yang diberi label.

Terdapat dua reaktor fotokatalitik ZnO, plat kaca katalis ZnO pada reaktor pertama
diradiasi dengan sinar UV sedangkan katalis ZnO pada reaktor yang lain sengaja dibiarkan
tidak diradiasi dengan sinar UV untuk membandingkan hasil absorbansi larutan metil jingga
dengan spektrofotometer UV-Vis. Katalis ZnO yang diradiasi dengan sinar UV mampu
memecah molekul air menghasilkan radikal hidroksida (HO) dan radikal H. Radikal
hidroksida menjadi zat pendegradasi yang akan menyerang berbagai gugus fungsi dalam
larutan uji sehingga biodegradasi dapat dilakukan secara maksimal. , katalis ZnO yang tidak
diradiasi dengan sinar UV tidak akan mampu membuat radikal hidroksida, (HO). Sehingga
hampir tidak ada aktivitas biodegradasi pada larutan uji.
26

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia



H20 H + HO

Berdasarkan studi literatur (state of the art) mengenai fenomena kimia radiasi dan
induksi radiasi pada polutan yang terlarut dalam air, mekanisme degradasi terhadap senyawa
azo metil orange dapat diperkirakan terjadi seperti gambar berikut.

Radikal hidroksil adalah radikal utama yang melakukan inisiasi degradasi pada gugus
utama senyawa azo, dengan memhangsilkan radikal fenil dan fenoksi. Pada tahap berikutnya
dengan adanya oksigen terlarut, akan terjadi abstraksi ion hidrogen dan radikalnya, pada
radikal fenil.Pada tahap lebih lanjut akan keluar gas nitrogen yang diikuti dengan proses
reduksi pada radikal cincin bensen menjadi senyawa aromatik sederhana. Di sisi lain, gugus
radikal fenoksi akan teroksidasi oleh radikal hidroksil menjadi gugus benzena

27

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


Degradasi pada gugus benzena :

Cincin aromatik benzena akan terdegradasi menjadi radikal hidroksisikloheksadienil.


Radikal ini akan berekasi dengan oksigen terlarut menghasilkan hidroksi hidroperoksida yang
tidak stabil. Reaksi berikutnya adalah terjadinya penghilangan satu molekul air dan
pembentukan cincin aromatis dari hidroksi hidroperoksida menjadi mukondialdehid.
Mukodialdehid kemudian teroksidasi mejadi asam mukanot Pada proses oksidasi selanjutnya
akan terbentuk glioksial yang kemudian teroksidasi menjadi asam karboksilat.

Kinerja Fotokatalis ZnO dapat ditingkatkan dengan beberapa cara, misalnya mencari
temperatur yang cocok untuk proses imobilisasi ZnO pada plat kaca, karena bisa saja
temperatur 2200C belum sesuai untuk proses imobilisasi tersebut. Cara selanjutnya adalah
dengan mencari larutan prekursor baru untuk ZnO yang akan diimobilisasi, karena mungkin

28

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


bisa saja aquades kurang cocok menjadi larutan prekursor bagi ZnO. Cara lain untuk
meningkatkan kinerja Fotokatalis ZnO adalah dengan menambah daya lampu UV sehingga
sinar UV yang dihasilkan memiliki intensitas dan frekuensi yang lebih tinggi, dengan
demikian proses degradasi dapat berlangsung lebih cepat dan hasil yang memuaskan.

Hal yang menguntungkan pada penggunaan plat kaca ZnO sebagai fotokatalis adalah
dapat digunakan kembali pada percobaan-percobaan berikutnya. Fotokatalis plat kaca ZnO
setelah digunakan, dapat diaktivasi kembali dengan cara dicuci dengan aquades lalu
dipanaskan pada suhu 2200C selama 10 menit di dalam oven untuk menghilangkan molekul
air sehingga fotokatalis ZnO berada pada keadaan murni.

220
ZnO (mengandung H20) ZnO (murni, teraktivasi)
10

C.ANALISIS PEMBUATAN MATERIAL CERDAS

1. Analisis Pembuatan Material Cerdas

Analisis keberhasilan pembuatan material cerdas fotokatalis ZnO dapat dilakukan


dengan penimbangan plat kaca sebelum dan sesudah proses imobilisasi. Apabila plat kaca
sesudah proses imobilisasi lebih berat daripada sebelum proses imobilisasi maka katalis ZnO
telah menempel pada plat dan pembuatan fotokatalis ZnO yang diimobilisasi plat telah
berhasil.

Analisis yang lain adalah dengan pengamatan permukaan plat dengan mikroskop
elektron, yang mempunyai perbesaran dan resolusi yang sangat baik, sehingga ukuran
partikel dan pori antar partikel ZnO yang berada pada plat dapat diukur.

2. Analisis Hasil dari Pemanfaatan Fotokatalis ZnO Menggunakan Spektofotometer UV-Vis

Tingkat keberhasilan proses degradasi senyawa azo dengan fotokatalis plat kaca ZnO
dapat diketahui dengan menggunakan analisis instrumen spektrofotometer UV-Vis dilihat
dari nilai absorbansinya.

Hukum Beer-Lambert menyatakan bahwa absorbansi larutan berbanding lurus dengan


konsentrasi larutan. Jika proses degradasi larutan uji berhasil, maka absorbansi larutan akan
29

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


menurun karena konsentrasi larutan pun menurun disebabkan larutan uji telah bereaksi
dengan radikal hodroksida menghasilkan senyawa lain. Dengan demikian, tingkat
keberhasilan proses biodegradasi dapat dilihat dari penurunan nilai absorbansi larutan uji.

30

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


BAB IV : KESIMPULAN

Kesimpulan dari pembahasan dalam makalah mengenai Fotokatalisis ZnO untuk


Degradasi Senyawa azo adalah

1. Material cerdas fotokatalis ZnO dibuat dengan mengimobilisasi katalis ZnO pada plat
kaca dengan metode perendaman.

2. Fotokatalis ZnO dapat bekerja karena diradiasi dengan sinar UV.

3. Aktivitas Fotokatalis ZnO dapat dioptimalkan dengan memperhatikan kondisi reaksi,


seperti harus dilakukan di ruang tertutup dan gelap, pH 7 dan menambahkan magnetic stirer
pada reaktor untuk homogenisasi larutan.

4. Peningkatan kinerja fotokatalis ZnO untuk degradasi zat warna dilakukan dengan cara
mencari suhu optimal untuk imobilisasi ZnO pada plat, mencari larutan prekursor baru untuk
ZnO yang akan diimobilisasi, dan menambah daya lampu UV.

31

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


BAB V : DAFTAR PUSTAKA

Andayani, Winarti. 2001. Degradasi Pentaklorofenol dalam Air secara Fotokatalitik dengan
TiO2 yang Diimobilisasikan Pada Plat Logam titanium : Evolusi secara Intermediet,
Tesis Magister Ilmu Kimia, Program Pascasarjana FMIPA. Depok : Universitas
Indonesia.

Anonim. 2004. Himpunan Peraturan di Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan


Penegakan Hukum Lingkungan. Jakarta : Kementerian Lingkungan Hidup.

Christiana P, Maria. Dkk. Studi Pendahuluan Mengenai Degradasi Zat Warna Azo (Metil
Orange) Dalam Pelarut Air Menggunakan Mesin Berkas Elektron 350 keV/ 10 mA. JFN
Vol.1 No.1 Mei 2007.

Clark, Jim. 2007. Hukum Beer-Lambert. Artikel di www.chem-is-try.org.

_____________. Menggunakan Spektra Serapan UV-Tampak. Artikel di www.chem-is-


try.org.

Day, R.A. dan L.A. Underwood. 1989. Kimia Analisis Kuantitatif (Terjemahan dalam bahasa
Indonesia). Jakarta : Erlangga.

Fessenden, R.J. dan J.S. Fessenden. 1986. Organic Chemistry, Third Edition. Massachuset :
Wadsworth Inc.

Gunlazuardi, Jarnuzi. 2001. Preparasi Lapisan Tipis TiO2 sebagai Fotokatalis : Keterkaitan
antara Ketebalan dan Aktivitas Fotokatalisis. Jurnal Penelitian Universitas Indonesia
Volume 5 Nomor 2 Seri Sains. Desember, hal 81-91.

Nurhasni, dkk. Efek Penggunaan ZnO sebagai Fotokatalisis yang Diimobilisasi Pada Plat
Kaca Terhadap Larutan Zat Warna Cibacron-red.

Renita. 2004. Perombakan Zat Warna Azo Reaktif secara Anaerob-Aerob. Medan : Jurusan
Teknik Kimia Fakultas Teknik USU.

Sulastri, A. 2005. Analisis Senyawa 2-klorofenol dan Hasil degradasinya secara


Fotokatalitik dengan Katalis ZnO. Bogor : Departemen Kimia IPB

32

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia


Triyana, Kuwat. 2006. Penelitian dan Pengembangan Smart Material dan Aplikasinya.
Yogyakarta : Perpustakaan UGM.

Widyayanti, Ratna. 2004. Pengaruh Zat warna Cibacron-Yellow Dengan Proses


Fotokatalisis Menggunakan Katalis Titanium Dioksida, Skripsi Fakultas Farmasi. Jakarta
: Universitas Pancasila

33

Pertamina Bekerjasama dengan Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai