Anda di halaman 1dari 29

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lanjut Usia (Lansia)

1. Pengartian

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada

daur kehidupan manusia. Lanjut usia adalah suatu proses alami yang tidak

bisa dihindarkan. Proses menjadi tua disebabkan oleh faktor bioligik

yang terdiri dari tiga fase yaitu fase progresif, fase stabil dan fase

regresif (Depkes RI, 2007).

Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut

usia apabila usianya 65 tahun keatas. Lansia bukan suatu penyakit,

namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai

dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres

lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan

seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres

fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan

untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009)

Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam

puluh) tahun ke atas (Setiabudhi dan Hardywinoto, 2005).

2. Batasan Lanjut Usia

Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-

batasan umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:

10
11

a. Menurut Undang -Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1

ayat 2 yang berbunyi Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia

60 tahun ke atas.

b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi

menjadi empat kriteria berikut :

1) Usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun

2) lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun

3) lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun

4) usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.

c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu :

1) Fase inventus ialah 25-40 tahun,

2) Fase virilities ialah 40-55 tahun,

3) Fase presenium ialah 55-65 tahun,

4) Fase senium ialah 65 hingga tutup usia.

d. Menurut Eliopolous batasan usia lanjut yaitu:

1) Setengah tua yaitu usia antara 60- 74 tahun.

2) Tua yaitu usia antara 75- 100 tahun.

3) Sangat tua yaitu usia > 100 tahun

3. Proses Penuaan

Aging process atau proses penuaan merupakan suatu proses

biologis yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang.

Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan

(gradual) kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti


12

serta mempertahankan struktur dan fungsi secara normal, ketahanan

terhadap cedera, termasuk adanya infeksi. Proses penuaan sudah mulai

berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya dengan

terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain

sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batasan

yang tegas, pada usia berapa kondisi kesehatan seseorang mulai menurun.

Setiap orang memiliki fungsi fisiologis alat tubuh yang sangat

berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak fungsi tersebut maupun saat

menurunnya. Umumnya fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya

pada usia 20-30 tahun. Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan

berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit

demi sedikit sesuai dengan bertambahnya usia (Mubarak, 2009).

Pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah,

baik secara biologis, mental, maupun ekonomi. Semakin lanjut usia

seseorang, maka kemampuan fisiknya akan semakin menurun, sehingga

dapat mengakibatkan kemunduran pada peran-peran sosialnya (Tamher,

2009). Oleh karena itu, perlu membantu lansia untuk menjaga harkat dan

otonomi maksimal meskipun dalam keadaan kehilangan fisik, sosial

danpsikologis (Smeltzer, 2009).

4. Teori Penuaan

Teori penuaan secara umum menurut Azizah (2011) dapat dibedakan

menjadi dua yaitu teori biologi dan teori penuaan psikososial.


13

a. Teori Biologi
1) Teori seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu

dan kebanyakan selsel tubuh diprogram untuk membelah 50 kali.

Jika sel pada lansia dari tubuh dan dibiakkan di laboratrium, lalu

diobrservasi, jumlah selsel yang akan membelah, jumlah sel yang

akan membelah akan terlihat sedikit. Pada beberapa sistem, seperti

sistem saraf, sistem musculoskeletal dan jantung, sel pada jaringan

dan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut

dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut

beresiko akan mengalami proses penuaan dan mempunyai

kemampuan yang sedikit atau tidak sama sekali untuk tumbuh dan

memperbaiki diri (Azizah, 2011)


2) Sintesis Protein (Kolagen dan Elastis)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya

pada lansia. Proses kehilangan elastiaitas ini dihubungkan dengan

adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan

tertentu. Pada lansia beberapa protein (kolagen dan kartilago, dan

elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur

yang berbeda dari protein yang lebih muda. Contohnya banyak

kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit yang kehilangan

fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring dengan

bertambahnya usia. Hal ini dapat lebih mudah dihubungkan dengan

perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitanya dan


14

cenderung berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas dan

kecepatan pada system muskuloskeletal (Azizah, 2011).


3) Keracunan Oksigen
Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di

dalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang

mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme

pertahan diri tertentu. Ketidakmampuan mempertahankan diri dari

toksink tersebut membuat struktur membran sel mengalami

perubahan dari rigid, serta terjadi kesalahan genetik.


Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitas sel

dalam berkomunikasi dengan lingkungannya yang juga mengontrol

proses pengambilan nutrisi dengan proses ekskresi zat toksik di

dalam tubuh. Fungsi komponen protein pada membran sel yang

sangat penting bagi proses di atas, dipengaruhi oleh rigiditas

membran tersebut. Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah

adanya penurunan reproduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan

jumlah sel anak di semua jaringan dan organ berkurang. Hal ini akan

menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh (Azizah, 2011).


4) Sistem Imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa

penuaan. Walaupun demikian, kemunduran kemampuan sistem yang

terdiri dari sistem limfatik dan khususnya sel darah putih, juga

merupakan faktor yang berkontribusi dalam proses penuaan. Mutasi

yang berulang atau perubahan protein pasca tranlasi, dapat

menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh

mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi isomatik menyebabkan


15

terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini akan

dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang

mengalami perubahan tersebut sebagai selasing dan

menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya

peristiwa autoimun. Disisi lain sistem imun tubuh sendiri daya

pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya

serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker

leluasa membelah-belah (Azizah, 2011).


5) Teori Menua Akibat Metabolisme
Menurut MC Kay (1935) dalam Darmojo (2006), pengurangan

intake kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan

dan memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena jumlah kalori

tersebut antara lain disebabkan karena menurunnya salah satu atau

beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran

hormon yang merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan hormon

pertumbuhan.

b. Teori Psikologis
1) Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara

keaktifannya setelah menua. Sense of integrity yang dibangun

dimasa mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini menyatakan

bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah meraka yang aktif dan

ikut banyak dalam kegiatan sosial (Azizah, 2011).


2) Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
16

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut

usia. Identity pada lansia yang sudah mantap memudahkan dalam

memelihara hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri dengan

masalah di masyarakat, kelurga dan hubungan interpersonal (Azizah,

2011).
3) Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,

seseorang secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari

kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya

(Azizah, 2011).

5. Perubahan Fisiologi Pada Lanjut Usia

Perubahan perubahan fisiologis pada lansia menurut Nugroho (2008),

diantaranya adalah :

a. Sel
1) Lebih sedikit jumlahnya.
2) Lebih besar ukurannya.
3) Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan

intraseluler.
4) Menurunnya proporsi perotein di otak, otot, ginjal, darah dan hati.
5) Jumlah sel otak menurun.
6) Otak menjadi atrofi beratnya berkurang 5-20%.
b. Sistem Kardiovaskuler
1) Elastisitas dinding aorta menurun
2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun

sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya

kontraksi dan volumenya


17

4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas

pembuluh darah ferifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur

ke duduk atau dari duduk ke berdiri bias menyebabkan tekanan

darah menurun yaitu mrnjadi 65 mmHg yang dapat mengakibatkan

pusing mendadak.
5) Tekanan darah meninggi di akibatkan oleh meningkatnya resistensi

dari pembuluh darah ferifer : sistolis normal 170 mmHg dan

diastole 90 mmHg

c. Sistem Pernapasan.
Perubahan yang terjadi pada system pernafasan antara lain :
1) Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
2) Menurunnya aktifitas dari silia.
3) Paru-paru kehilangan elastisitas : kapasitas residu maningkat,

menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun

dan kedalaman bernafas menurun.


4) Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
5) O2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.
6) CO2 pada arteri tidak berganti.
7) Kemampuan untuk batuk berkurang.
8) Kemampuan pegas, dinding, dada dan kekuatan otot pernafasan akan

menurun seiring dengan pertambahan usia.


d. Sistem Persyarafan
Perubahan yang terjadi pada sistem persyarsafan pada lansia

antara lain :
1) Berat otak menurun 10-20 % (setiap orang berkurang sel saraf

otaknya dalam setiap harinya).


2) Cepatnya menurun hubungan persyarafan
3) Lambat dalam respond waktu untuk bereaksi, khususnya dengan

stress.
4) Mengecilnya saraf panca indra : berkurangnya penglihatan,

hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan perasa,


18

lebih sensitive pada perubahan suhu dangan rendahnya ketahanan

terhadap dingin.
5) Kurang sensitive terhadap sentuhan.
e. Sistem Gastrointestinal
Perubahan yang terjadi pada system gastrointestinal adalah

Kehilangan gigi, penyebab utama adanya Periodontal Disease yang

biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan

gigi yang buruk dan gizi yang baru.


f. Sistem Genitourinaria
Perubahan yang terjadi pada system genitourinaria antara lain :
1) Ginjal
Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolism tubuh

melalui urine, darah yang masuk ke ginjal, disaring oleh satuan

(unit) terkecil dari ginjal yang disebut nefron (tepatnya di

glomerolus). Kemudian mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran

darah ke ginjal menurun sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang

akibatnya kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urine, berat jenis

urine menurun protienutia (biasanya +1) BUN (Blood Urea

Nitrogen) meningkat sampai 21 mg%, nilai ambag ginjal terhadap

glukosa meningkat.
2) Vesika urinaria (kandung kemih)
Otot-otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai

200 ml atau menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat,

vesika urinaria susah di kosongkan pada pria usia lanjut usia

sehingga mengakibatkan meningkatnya retensi urine.


3) Vagina
Orang-orang yang makin menua sexual intercourse masih

juga membutuhkannya, tidak ada batasan umur tertentu. Fungsi

seksual seseorang berhenti, frekwensi sexual intercourse cendrung


19

menurun secara bertahap tiap tahun tetapi kapasitas untuk

melakukan dan menikmati berjalan terus sampai tua.


4) Pembesaran prostat 75 % dialami oleh pria usia 65 tahun.
g. Sistem Indra : pendengaran, penglihatan, perabaan dll
Organ sensori pendengaran, penglihatan, pengecap, peraba dan

penghidu memungkinkan kita berkomunikasi dengan lingkungan. Pesan

yang diterima dari sekitar kita membuat tetap mempunyai orientasi,

ketertarikan dan pertentangan. Kehilangan sensorik akibat penuaan

merupakan saat dimana lansia menjadi kurang kinerja fisiknya dan

lebih banyak duduk :


1) Sistem Pendengaran
a) Presbiakusis (gangguan pendengaran). Hilangnya kemampuan/

daya pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi

suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit

mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas umur 65

tahun
b) Membrane timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis
c) Terjadinya pengumpulan cerumen dapat mengeras karna

meningkatnya keratin
d) Pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami

ketegangan jiwa atu stress.


2) Sistem penglihatan
a) Spinkter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap

sinar.
b) Karena lebih berbentuk sferis (bola).
c) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak,

jelas menyebabkan gangguan penglihatan.


d) Meningkatkan ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi

terhadap kgelapan, lebih lambat dan susah melihat dalam

cahaya gelap.
20

e) Hilangnya daya akomodasi.


f) Menurunnya lapang pandang : berkurangnya luas pandangnya.
g) Menurunnya daya membedakan warna biru/hijau pada skala.
3) Rabaan
Indra peraba memberikan pesan yang paling intim dan yang

paling mudah untuk menterjemahkan. Bila indra lain hilang, ranan

dapat mengurangi perasaan sejahtera. Meskipun reseptor lain akan

berkumpul dengan bertambahnya usia, namun tidak pernah

menghilang.

4) Pengecap dan penghidu


Empat rasa dasar yaitu manis, asam, asin, dan pahit. Diantara

semuanya, rasa manis yang paling tumpil pada lansia. Maka jelas

bagi kita mengapa mereka senang membubuhkan gula secara

berlebihan. Rasa yang tumpul menyebabkan kesukaan terhadap

makanan yang asin dan banyak berbumbu. Harus di anjurkan

penggunaan rempah, bawang, bawang putih, dan lemon untuk

mengurangi garam dalam menyedapkan masakan.


h. Sistem Musculoskeletal
Penurunan progresif dan gradual masa tulang mulai terjadi sebelum

usia 40 tahun :
1) Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh dan

osteoporosis.
2) Kifosis
3) Pinggang, lutut, dan jari-jari pergelangan terbatas
4) Discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya

berkurang)
5) Persendian membesar dan menjadi kaku
6) Tendon mengerut dan mengalami sklerosis
21

7) Atrofi serabut otot (otot-otot serabut mengecil) : serabut-serabut

otot mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-

otot kram dan menjadi tremor


8) Otot-otot pokok tidak begitu berpengaruh.
i. Sistem Reproduksi dan Seksualitas
1) Menciutnya ovary dan uterus
2) Atrofi payudara.
3) Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa,

meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.


4) Dorongan seksual menetap sampai usia diatas 70 tahun (asl

kesehatan kondisi yang baik) yaitu :


a) Kehidupan seksual dapat di upayakan sampai masa lanjut usia
b) Hubungan seksual secara teratur membantu mempertahankan

kemampuan seksual
c) Tidak terlalu cemas karena merupakan perubahan alami

(Nugroho, 2008).

B. Resiko Jatuh

1. Pengertian

Jatuh adalah kejadian yang tidak disengaja yang mengakibatkan

lansia terbaring dilantai atau berada pada tingkat yang lebih rendah

(Kellogg International Work Group, 1987 dalam Newton, 2008). Jatuh

merupakan suatu kejadian yang dilaporkan oleh penderita atau saksi

mata yang melihat kejadian dan mengakibatkan seseorang mendadak

terbaring atau terduduk dilantai dengan atau tanpa kehilangan kesadaran

atau luka (Reuben, 1996 dalam Darmojo, 2008). Jatuh merupakan suatu

kejadian yang menyebabkan subyek yang sadar menjadi berada di

permukaan tanah tanpa disengaja. Kejadian jatuh tersebut adalah dari


22

penyebab yang spesifik yang jenis dan konsekuensinya berbeda dari

mereka yang dalam keadaan sadar mengalami jatuh (Stanley & Particia,

2009).

Jatuh akan menyebabkan cedera jaringan lunak, bahkan fraktur

pangkal paha atau pergelangan tanggan. Keadaan tersebut

menyebabkan nyeri dan imobilisasi dengan segala akibat (Tamher &

Noorkasiani, 2009). Berdasarkan beberapa pengertian jatuh di atas,

dapat disimpulkan bahwa jatuh adalah kejadian tiba-tiba dan tidak

disengaja yang mengakibatkan seseorang terbaring atau terduduk di

lantai.Jatuh merupakan masalah fisik yang sering dialami oleh lansia

akibat proses penuaan (Pudjiastuti, 2009). Jatuh dapat mengakibatkan

trauma serius, seperti nyeri, kelumpuhan bahkan kematian. Hal ini

menimbulkan rasa takut dan hilangnya rasa percaya diri sehingga lansia

membatasi aktivitasnya sehari-hari yang menyebabkan menurunnya

kualitas hidup pada lansia yang mengalaminya (Stockslager

&Schaeffer, 2008).

Untuk mengatasi masalah akibat jatuh inilah diperlukan

penanganan yang sesuai untuk mencegah kejadian jatuh (Stanley dan

Bare, 2006).

Jatuh dapat disebabkan oleh karena berkurangnya stabilitas tubuh

yang dibentuk oleh system sensorik yaitu penglihatan, pendengaran,

fungsi vesibuler dan proprioseptif, kemudian oleh system saraf pusat

yang akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input


23

sensorik, berperan juga fungsi kognitif dari lansia, bila mengalami

demensia atau kepikunan resiko jatuh akan lebih besar. Selanjutnya

system musculoskeletal juga merupakan faktor yang penting, karena

gangguan pada system musculoskeletal akan mengakibatkan gangguan

gaya berjalan (kelambanan dalam bergerak, langkah yang pendek,

penurunan irama dan pelebaran base support). Selain itu perlambatan

reaksi mengakibatkan seseorang lansia terlambat mengantisipasi bila

terpleset atau tersandung yang dapat mengakibatkan jatuh (Setianing,

2010).

2. Faktor Penyebab Terjadinya Jatuh

Faktor penyebab jatuh pada lansia dibagi menjadi 2 bagaian yaitu

faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik:

a. Faktor Intrinsik

1) Usia

Usia mempengaruhi risiko jatuh dari seseorang, dimana usia atau

umur erat kaitannya dengan proses pertumbuhan dan proses

penuaan. Pada lansia yang telah mengalami proses penuaan,

terjadi penurunan fisiologis pada tubuhnya, dan proses penuaan

tersebut berlangsung secara terus menerus.

Proses penuaan menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis

pada lansia. Perubahan fisiologis yang terjadi pada sistem

muskuloskeletal, saraf, kardio-vaskuler-respirasi, indra dan

integumen.
24

2) Kekuatan Otot

Kekuatan otot adalah kekuatan suatu otot atau group otot

yang dihasilkan untuk dapat melawan tahanan dengan usaha

yang maksimum. Kekuatan otot diperlukan saat melakukan

aktivitas. Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari

adanya suatu peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik.

Kekuatan otot dapat dijabarkan sebagai kemampuan otot menahan

beban baik berupa beban internal (internal force) maupun beban

eksternal (external force). Kekuatan otot sangat berhubungan dengan

sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem

saraf mengaktivasi otot untuk melakukan kontraksi, sehingga

semakin banyak serabut otot yang teraktivasi, maka semakin

besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut (Irfan, 2012)

Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat agar

bisa menggerakan anggota gerak bawah untuk melakukan gerakan

fungsionalnya (Nugroho, 2011). Kekuatan otot tersebut berhubungan

langsung dengan kemampuan otot untuk melawan gaya gravitasi

serta beban eksternal lainnya yang secara berkelanjutan

mempengaruhi posisi tubuh. Kemampuan otot untuk

mempertahankan posisi tegak dan stabil merupakan bentuk dari

aktivitas otot untuk menjaga keseimbangan baik saat statis maupun d

inamis saat melakukan suatu gerakan. Hal tersebut dapat dilakukan

apabila otot memiliki kekuatan dengan besaran tertentu.


25

Perubahan morfologis pada otot menyebabkan perubahan

fungsional otot, yaitu terjadinya penurunan kekuatan otot, elastisitas

dan fleksibilitas otot, kecepatan waktu reaksi dan rileksasi, dan

kinerja fungsional. Setelah melewati usia 30 tahun, manusia akan

kehilangan kira-kira 3 5 % jaringan otot total per dekade.

Penurunan fungsi dan kekuatan otot akan mengakibatkan yaitu (1)

penurunan kemampuan mempertahankan keseimbangan tubuh, (2)

hambatan dalam gerak duduk ke berdiri, (3) peningkatan risikojatuh,

(4) perubahan postur. Masalah pada kemampuan gerak dan fungsi

lansia berhubungan erat dengan kekuatan otot yang bersifat

individual. Lansia dengan kekuatan otot quadrisep yang baik dapat

melakukan aktivitas berdiri dari posisi duduk dan berjalan 6 meter

dengan lebih cepat (Bonder & Wagner, 1994). Penelitian lain

menunjukkan bahwa kelemahan otot abduktor sendi panggul dapat

mengurangi kemampuan lansia mempertahankan keseimbangan

berdiri pada satu tungkai dan timbulnya gangguan postural.

Penurunan serabut otot reaksi cepat (tipe II) dapat meningkatkan

risiko jatuh karena penurunan respons terhadap keseimbangan

(Bonder & Wagner, 1994). Penurunan terhadap respon

keseimbangan meyebabkan timbulnya ganngguan dalam mengontrol

keseimbangan.

3) Keseimbangan
26

a) Definisi

Keseimbangan merupakan kemampuan tubuh untuk

mengontrol pusat gravitasi (center of gravity) atau pusat massa

tubuh (center of mass) terhadap bidang tumpu (base of support).

Pusat gravitasi (center of gravity) adalah suatu titik dimana massa

dari suatu obyek terkonsentrasi berdasarkan tarikan gravitasinya.

Pada manusia normal, pusat gravitasi terletak di perut bagian

bawah dan sedikit di depan sendi lutut. Agar dapat menjaga

keseimbangan, pusat gravitasi tersebut berpindah untuk

memberikan kompensasi agar tidak terjadi gangguan yang dapat

menyebabkan orang kehilangan keseimbangannya (Barnedh et al,

2006)

.Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap

bagian tubuh dan didukung oleh sistem muskuloskeletal serta

bidang tumpu. Tujuan tubuh mempertahankan keseimbangan,

yaitu untuk menyangga tubuh melawan gaya gravitasi dan faktor

eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar

sejajar dan seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilkan

bagian tubuh yang lain saat melakukan suatu gerakan (Irfan,

2012).

Kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara massa

tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu

untuk beraktivitas secara efektif dan efesien (Yuliana, 2014).


27

b) Fisiologi Keseimbangan

Mekanisme fisiologi terjadinya keseimbangan dimulai

ketika reseptor di mata menerima masukan penglihatan, reseptor

di kulit menerima masukan kulit, reseptor di sendi dan otot

menerima masukan proprioseptif dan reseptor di kanalis

semikularis menerima masukan vestibular. Seluruh masukan atau

input sensoris yang diterima di salurkan ke nukleus vertibularis

yang ada di batang otak, kemudian terjadi pemrosesan untuk

koordinasi di serebelum, dari serebelum informasi disalurkan

kembali ke nukleus vertibularis. Terjadilah output atau keluaran

ke neuron motorik otot ekstremitas dan badan berupa

pemeliharaan keseimbangan dan postur yang diinginkan, keluaran

ke neuron motorik otot mata eksternal berupa kontrol gerakan

mata, dan keluaran ke SSP berupa persepsi gerakan dan orientasi.

Mekanisme tersebut jika berlangsung dengan optimal akan

menghasilkan keseimbangan statis yang optimal (Yuliana, 2014).

Kontrol keseimbangan dipengaruhi oleh sistem informasi

sensoris meliputi visual, vestibular, dan somatosensoris.

1) Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris.

Penglihatan memberikan informasi tentang lingkungan dan

tempat kita berada, penglihatan memegang peran penting

untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai

lingkungan tempat kita berada. Penglihatan terjadi ketika mata


28

menerima sinar yang dipantulkan oleh benda sesuai jarak

pandang. Dengan informasi visual, maka tubuh dapat

melakukan penyesuaian atau bereaksi terhadap perubahan

bidangpada lingkungan aktivitas sehingga otot dapat bekerja

secara sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh

(Irfan, 2010). Gangguan pada mata seperti presbiopi, kelainan

lensa mata (refleksi lensa mata kurang), kekeruhan pada lensa

mata (katarak), tekanan dalam mata yang meningkat

(glaukoma) dan peradangan saraf mata akan menimbulkan

gangguan penglihatan, semua perubahan tersebut akan

mempengaruhi keseimbangan (Nugroho, 2000). Bila mata

ditutup akan lebih sulit mengatur keseimbangan badan

dibandingkan dengan mata terbuka (faktor visual). Jika mata

ditujukan pada satu titik di depan ketika berjalan maka akan

lebih stabil dibandingkan dengan mata melihat ke tempat lain.

Pusat keseimbangan juga menerima pancaran rangsangan dari

saraf aferen mata, sehingga apa yang dilihat oleh mata juga

akan merangsang pusat keseimbangan yang ada di otak.

Terdapat kerjasama yang amat erat antara mata dan pusat

keseimbangan dalam mengatur keseimbangan tubuh (Nala,

2002). Karena itulah mata menjadi salah satu faktor penting

dalam pengaturan keseimbangan tubuh baik saat diam maupun

bergerak.
29

2) Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang

berfungsi penting dalam keseimbangan, kontrol kepala,dan

gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di

dalam telinga. Reseptor pada sistem vestibular meliputi

kanalis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor

dari sistem sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine.

Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan

percepatan perubahan sudut. Melalui refleks vestibulo-

occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika

melihat obyek yang bergerak. Mereka meneruskan pesan

melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang

berlokasi di batang otak. Beberapa stimulus tidak menuju

nukleus vestibular tetapi ke serebelum, formatio retikularis

,talamus dan korteks serebri (Canan, 2015). Nukleus

vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth,

retikular formasi, dan serebelum. Keluaran (output) dari

nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula

spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot

-otot proksimal, kumparan otot pada leher dan otot-otot

punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi

sangat cepat sehingga membantu mempertahankan

keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural

(Canan, 2015).
30

3) Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta

persepsi-kognitif. Informasi propriosepsi disalurkan ke otak

melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar

masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada

pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus

medialis dan talamus (Irfan, 2010). Kesadaran akan posisi

berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada

impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi.

Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi

lambat di sinovia dan ligamentum. Impuls dari alat indra ini

dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain, serta otot diproses

di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang

(Irfan, 2010).

Selain sistem sensoris, pengatur an keseimbangan juga

dipengaruhi oleh komponen lainya yaitu respon otot-otot

postural yang sinergis, kekuatan otot, adaptive system dan

lingkup gerak sendi. Respon otot-otot postural yang sinergis

mengarah pada waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot

yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan

kontrol postur. Beberapa kelompok otot baik pada ekstremitas

atas maupun bawah berfungsi mempertahankan postur saat berdiri

tegak serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai

gerakan. Keseimbangan tubuh dalam berbagai posisi terjadi


31

jika respon dari otot-otot postural bekerja secara sinergi

sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi,

dan aligment tubuh (Nugroho, 2011).

Komponen lain yang mempengaruhi keseimbangan

adalah adaptive systems dan lingkup gerak sendi. Kemampuan

adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan keluaran motorik

(output) ketika terjadi perubahan tempat sesuai dengan

karakteristik lingkungan. Sementara lingkup gerak sendi (joint

range of motion), membantu tubuh dalam melakukan suatu,

gerakan dan mengarahkan gerakan tersebut terutama saat

gerakan yang memerlukan keseimbangan yang tinggi (Nugroho,

2011).

4) Indeks Massa Tubuh ( IMT )

Dengan bertambahnya usia akan meningkatkan berat badan

karena penumpukan lemak di dalam otot sementara sel otot sendiri

berkurang jumlah dan volumenya, sehingga ada kecenderungan

untuk mengurangi aktifitas fisik karena obesitas. Hal ini

menyebabkan kelemahan fisik yang dapat membatasi mobilitas yang

berpengaruh terhadap keseimbangan karena menjadi lamban di

dalam bergerak dan kurangnya reaksi antisipasi terhadap perubahan

Centre Of Gravity (COG) serta secara umum akan menurunkan

kualitas hidup lansia.

b. Faktor Ekstrinsik
32

1) Lingkungan

Faktor lingkungan yang mempengaruhi risiko jatuh adalah

penerangan yang tidak baik, lantai yang licin dan basah, tempat

berpegangan yang tidak kuat/tidak mudah dipegang, dan alat alat

atau perlengkapan rumah yang tidak stabil

2) Latihan atau Aktivitas Fisik

Menurut WHO (2007) salah satu intervensi yang bisa digunakan

untuk memperbaiki faktor fisiologis yang menyebabkan kejadian

jatuh adalah program latihan fisik. Latihan fisik dapat didefinisikan

sebagai sebuah tipe aktivitas yang direncanakan, terstruktur dan

berupa gerakan tubuh yang berulang ulang yang dilakukan untuk

meningkatkan atau mempertahankan satu atau lebih komponen

kebugaran fisik.

3. Pencegahan Jatuh

Upaya pencegahan perlu dilakukan untuk meminimalisir kejadian

jatuh pada lansia. Terdapat tiga usaha pokok pencegahan yang dapat

dilakukan untuk mencegah terjadinya jatuh pada lansia, mengidentifikasi

faktor resiko dilakukan untuk mencari adanya faktor intrinsik resiko jatuh,

keadaan lingkungan rumah yang berbahaya yang dapat menyebabkan jatuh

harus dihilangkan. Adapun upaya penilaian keseimbangan dan gaya

berjalan dilakukan untuk berpindah tempat dan pindah posisi, penilaian

postural sangat di perlukan untuk mengurangi faktor penyebab terjadinya

jatuh. Serta mengatur atau mengatasi fraktur situasional dapat dicegah


33

dengan melakukan pemeriksaaan rutin kesehatan lansia secara periodik

(Suyanto, 2008). Dibawah ini akan diuraikan beberapa metode pencegahan

jatuh pada lansia :

a. Latihan Fisik

Latihan fisik diharapkan dapat mengurangi resiko jatuh dengan

meningkatkan kekuatan tungkai dan tangan, memperbaiki

keseimbangan, koordinasi dan meningkatkan, reaksi terhadap bahaya

lingkungan, latihan fisik juga bisa mengurangi kebutuhan obat-obat

sedatife. Latihan fisik yang dianjurkan yang melaih kekuaan tungkai,

tidak terlalu berat dan semampunya seperti berjalan kaki.

Modifikasi lingkungan Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya

dan dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah

harus cukup tetapi tidak menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin,

bersih dari benda-benda kecil yang susah dilihat. Peralatan rumah

tangga yangsudah tidak aman (lapuk, dapat bergesersendiri) sebaiknya

diganti, peralatan rumah ini sebaiknya diletakkan sedemikian rupa

sehingga tidak mengganggu jalan/tempat aktifitas lansia. Kamar mandi

dibuat tidak licin, sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu

yang mudah dibuka. WC sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi

pegangan di dinding.

b. Manajemen obat-obatan

Obat-obatan yang menyebabkan hipotensi postural, hipoglikemik

atau penurunan kewaspadaan harus diberikan sangat selektif dan


34

dengan penjelasan yang komprehensif pada lansia dan kelua rgannya

tentang risiko terjadinya jatuh akibat minum obat tertentu.Gunakan alat

bantu berjalan jika memang di perlukan selama pengobatan.

c. Memperbaiki kebiasaan lansia

Berdiri dari posisi duduk atau jongkok dengan cara tidak terlalu

cepat dan tidak dengan mengangkat barang sekaligus. Mengambil

barang dengan cara yang benar dari lantai dan hindari olahraga

berlebihan.

d. Alas kaki

Hindari sepatu berhak tinggi, tidak berjalan dengan kaos kaki

karena sulit untuk menjaga keseimbangan. Memakai alas kaki antiselip.

e. Alat bantu jalan

Alat bantu berjalan yang dipakai lansia baik berupa tongkat, tripod,

kruk atau walker harus dibuat dari bahan yang kuat tetapi ringan, aman

tidak mudah bergeser serta sesuai dengan ukuran tinggi badan lansia.

f. Penilaian keseimbangandan gaya berjalan

Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya

dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi. Penilaian

postural sway sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh pada

lansia. Bila goyangan badan pada saat berjalan sangat berisiko

jatuh, maka diperlukan bantuan latihan oleh rehabilitasi medik. enilaian

gaya berjalan (gait) juga harus dilakukan dengan cermat apakah

penderita mengangkat kaki dengan benar pada saat berjalan, apakah


35

kekuatan otot ekstremitas bawah penderita cukup untuk berjalan tanpa

bantuan. Kesemuanya itu harus dikoreksi bila terdapat

kelainan/penurunan.

g. Mengatur atau mengatasi fraktur situasional

Faktor situasional yang bersifat serangan akut, penyakit yang

dideriata lansia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan

lansia secara periodik. Faktor situasional bahaya lingkungan dapat

dicegah dengan mengusahakan perbaikan lingkungan seperti tersebut

diatas. Faktor situasional yang berupa aktifitas fisik dapat dibatasi

sesuai dengan kondisi kesehatan penderita. Perlu diberitahukan pada

penderita aktifitas fisik seberapa jauh yang aman bagi penderita,

aktifitas tersebut tidak boleh melampaui batasan yang diperbolehkan

baginya sesuai hasil pemeriksaan kondisi fisik. Bila lansia sehat dan

tidak ada batasan aktifitas fisik, maka dianjurkan lansia tidak

melakukan aktifitas fisik sangat melelahkan atau berisiko tinggi untuk

terjadinya jatuh

C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis


36

1. Kerangka Konseptual

Variable indendent

Faktor Interinsik

1. Umur
2. IMT
3. Keseimbangan
4. Kekuatan Otot Variable Dependent

Kejadian Resiko
Jatuh Pada Lansia
Faktor Interinsik
1. Latihan atau aktivitas
fisik
2. Lingkungan

Keterangan :

:Diteliti

:Tidak ditiliti

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan


Kejadian Resiko Jatuh Pada Lansia di Posyandu Sejati Wilayah
Kerja Puskesmas Kalijaga

2. Hipotesis Penelitian

Hipotesa adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan peneliti, sampai terbukti melalui data yang dikumpulkan

(Arikunto, 2006). Adapun hipotesis penelitian yang diambil dalam


37

penelitian ini adalah :

a. Ada hubungan antara umur dengan kejadian jatuh pada lansia.


b. Ada hubungan IMT dengan kejadian jatuh pada lansia.
c. Ada hubungan antara keseimbangan dengan kejadian jatuh pada lansia.
d. Ada hubungan antara kekuatan otot dengan kejadian jatuh pada lansia
e. Ada hubungan antara latihan aktivitas fisik dengan kejadian jatuh pada

lansia.
f. Ada hubungan antara lingkungan dengan kejadian jatuh pada lansia
11

Anda mungkin juga menyukai