Anda di halaman 1dari 27

ANATOMI DAN FISIOLOGI

SALURAN NAFAS ATAS

Pernafasan bagian atas, meliputi hidung, faring, laring, trakea, bronkus dan bronkiolus.
Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membrane mukosa bersilia.
Ketika masuk ronga hidung, udara disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini
merupakan fungsi utama mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan
bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mucus yang disekresi oleh sel goblet dan
kelenjar mukosa. Partikel debu yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam
lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mucus. Gerakan silia
mendorong lapisan mucus ke posterior didalam rongga hidung, dank e superior didalam sistem
pernafasan bagian bawah menuju ke faring. Dari sini partikel halus akan tertelan atau
dibatukkan keluar. Lapisan mucus memberikan air untuk kelembaban, dan banyaknya jaringan
pembuluh darah dibawahnya akan menyuplai panas ke udara inspirasi. Jadi udara inspirasi
telah disesuaikan sedemikian rupa, sehingga udara yang mencapai faring hampir bebas debu,
bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembabannya mencapai 100%.

Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring terdiri dari rangkaian
cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Ruang
berbentuk segitiga diantara pita suara (yaitu glotis) bermuara kedalam trachea dan membentuk
bagian antara saluran pernafasan atas dan bawah.

1. Hidung
Hidung bagian luar (eksternal) merupakan bagian hidung yang terlihat.
Dibentuk oleh dua tulang nasal dan tulang rawan. Keduanya dibungkus dan dilapisi
oleh kulit dan sebelah dalamnya terdapat bulu-bulu halus (rambut) yang membantu
mencegah benda-benda asing masuk ke dalam hidung. Kavum Nasalis (Nasal Cavity)
adalah suatu lubang besar yang dipisahkan oleh septum. Nares anterior adalah bagian
terbuka yang masuk kedalam dari sebelah luar dan posterior nares terbuka dengan cara
yang sama pada bagian belakang, masuk kedalam faring. Langit-langit dibentuk aloe
tulang athmoidalis pada bagian dasar tengkorak dan lantai yang keras serta palatum
lunak pada bagian langit-langit mulut. Dinding lateral rongga dibentuk oleh maksila,

1
konkanasalis tengah dan sebelah luar tulang ethmoidalis yang tegak lurus dan vomertis,
sementara bagian anterior dibentuk oleh tulang rawan.
Ketiga konka nasalis tersebut diproyeksikan kedalam rongga nasal pada setiap
sisi sehingga memperbesar luas bagian dalam hidung. Rongga hidung dilapisi oleh
membrane mukosa bersilia yang memiliki banyak pembuluh darah dan udara
dihangatkan setelah melewati epithelium yang mengandung banyak kapiler. Mucus
membasahi udara dan menangkap banyak debu dan silia menggerakan/memindahkan
mukus belakang kedalam faring untuk menelan dan meludah. Ujung-ujung saraf indra
penciuman terletak dibagian tertinggi rongga hidung disekitar lembaran cribriform
tulang ethmoidalis.
Beberapa tulang disekitar rongga dasar berlubang. Lubang didalam tulang
tersebut disebut sinus parasinalis, yang memperlunak tulang dan berfungsi sebagai
ruang bunyi suara, menjadikan suara beresonansi. Sinus maksilaris terletak dibawah
orbit dan terbuka melalui dinding lateral hidung. Sinus frontalis terletak diatas orbit kea
rah garis tengah tulang frontalis. Sinus frontalis cukup banyak dan merupakan bagian
tulang ethmoidalis yang memisahkan lingkaran hidung dan sinus sfeinoidalis berada
didalam tulang sfenoidalis. Semua sinus paranasalis dilapisi oleh membrane bermukosa
dan semua terbuka kedalam rongga nasal, dimana mereka dapat terinfeksi.

2. Faring
Bagian sebelah atas faring dibentuk oleh badan tulan sfenoidalis dan sebelah
dalamnya berhubungan langsung dengan esophagus. Pada bagian belakang faring
dipisahkan dari vertebra servikalis oleh jaringan penghubung, semntara dinding
depannya tidak sempurna dan berhubungan dengan hidung, mulut dan laring. Faring
dibagi kedalam tiga bagian, nasofaring yang terletak dibelakang hidung, orofaring yang
terletak dibelakang mulut dan laringofaring yang terletak dibelakang laring.
Nasofaring adalah bagian faring yang terletak di belakang hidung diatas
spalatum yang lembut. Pada dinding posterior terdapat lintasan jaringan limfoid yang
disebut tonsil faringeal yang biasanya disebut adenoid. Jaringan ini kadang-kadang
membesar dan menutupi faring serta menyebabkan pernafasan mulut pada anak-anak.
Tubulus auditorium terbuka dari dinding lateral nasofaring dan melalui tabung tersebut
udara dibawa ke bagian tengah telinga. Nasofaring dilapisi membrane mukosa bersilia
yang merupakan lanjutan dari membrane yang melapisi bagian hidung.

2
Orofaring terletak di belakang mulut diwah palatum lunak, dimana dinding
lateralnya saling berhubungan. Diantara lipatan dinding ini, ada yang disebut arkus
palate-glosum yang merupakan kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsilpalatum.
Orofaring merupakan bagian dari sistem pernafasan dan sistem pencernaan, tetapi tidak
dapat digunakan untuk menelan dan bernafas secara bersamaan. Saat menelan,
pernafasan berhenti sebentar dan orofaring terpisah sempurna dari nasofaring dengan
terangkatnya palatum. Orofaring dilapisi oleh jaringan epitel berjenjang.

3. Laring
Laring merupakan lanjutan bagian bawah orofaring dan bagian atas trachea.
Disebelah atas laring terletak tulang hyoid dan akar lidah. Otot leher terletak didepan
laring dan dibelakang laring terletak laringofaring dan vertebra servikalis. Pada sisi lain
terdapat lubang kelenjar tiroid. Laring disusun oleh beberapa tulang rawan tidak
beraturan yang dipersatukan oleh ligament dan membrane-membran.
Tulang rawan tiroid dibentuk oleh dua lempeng tulang rawan datar yang
digabungkan bersama kebagian depan untuk membentuk tonjolan laryngeal atau
adams apple (buah jakun). Disebelah atas tonjolan laring tersebut terdapat suatu noktah
tiroid. Tulang rawan tiroid pada pria lebih besar daripada wanita. Bagian atas dilapisi
oleh epitel berjenjang dan bagian bawahnya oleh epitel bersilia.
Tulang rawan krikoideus terletak dibawah tulang rawan tiroid dan berbentuk
seperti suatu cincin bertanda pada bagian belakangnya. Tulang tersebut membentuk
dinding lateral dan posterior laring dan dilapisi oleh epitel bersilia.
Epiglotis adalah tulang rawan berbentuk daun yang terikat pada bagian dalam
bagain depan dinding tulang rawan tiroid, dibagian bawah noktah tiroid. SElama proses
menelan, laring bergerak kea rah atas dan kearah depan, sehingga laring yang terbuka
tersebut dapat ditahan oleh epiglottis.
Tulang rawan aritenoid adalah sepasang piramida kecil yang dibentuk oleh
tulang rawan hialin. Tulang rawan ini terletak pada ujung atas sebelah laur tulang rawan
krikoideus dan ligament suara menyatu pada tulang rawan tersebut. Tulang rawan ini
membentuk dinding posterior laring.
Tulang hyoid dan tulang rawan laringeus digabungkan oleh ligament dan
membrane. Salah satunya ialah membrane krikotiroid, sekelilingnya menyatu dengan
sisi atas tulang rawan krikoid dan memiliki batas sebelah atas yang bebas, yang tidak
sirkular seperi batasan sebelah bawah, tetapi membentuk dua garis paralel yang

3
melintas dari depan kebeakang. Kedua batasan parallel tersebut adalah ligament suara
(vocal ligament). Mereka terikat pada bagian tengah tulang rawan tiroid disebelah
depan dan pada tulang rawan aritenoid pada bagian belakang dan mengandung banyak
jaringan elastic. Ketika otot intrinsic lain menggantikan posisi tulang rawan aritenoid,
ligament suara ditarik bersama, menyempitkan celah diantara mereka. Apabila udara
digerakkan melalui celah sempit yang disebut chink selama ekspirasi, ligament suara
bergetar dan menghasilkan bunyi. Nada dari bunyi yang dihasilkan tergantung pada
panjang dan kekencangan ligament. Tekanan yang meningkat menghasilkan not yang
lebih tinggi sedangkan tekanan yang lebih kendur menghasilkan not yang lebih rendah.
Suara bergantung kepada tenaga yang menyebabkan udara terhisap. Perubahan suara
menjadi kata-kata yang berbeda tergantung pada gerakan mulut, lidah, bibir dan otot
muka.

4. Trakea
Trakea dimulai dari bagian bawah laring dan melewati bgaian depan hidung
menuju dada. Trakea dibagi atas bagian kiri dan kanan bronkus utama yang sejajar
dengan vertebrae thoraciae yang kelima. Panjangnya sekitar 12 cm. istmus kelenjar
tiroid memotong bagian depan trakea dan lengkung aorta terletak disebelah bawahnya
dengan manubrium sternum didepannya. Esophagus terletak dibelakan trakea,
memisakannya dari badan vertebra torasik. Pada sisi-sisi lain trakea terdapat paru-paru,
dengan lobus kelenjar tiroid disebelah atasnya. Dinding trakea tersusun atas otot
involunter dan jaringan fibrosa yang diperkuat oleh cincin tulang rawan hialin yang
tidak sempurna. Defisiensi dalam tulang rawan terlertak pada bagian belakang, dimana
trakea bersentuhan dengan esophagus. Ketika suatu bolus makanan ditelan, esophagus
mampu mengembang tanpa gangguan, tetapi tulang rawan mempertahankan kepatenan
jalan nafas. Trakea dihubungkan dengan epithelium yang mengandung sel-sel goblet
yang menyekresi mucus. Silia membersihkan mucus dan partikel-partikel asing yang
dihisap ke arah laring.

4
CROUP

A. Definisi
Sindrom croup adalah berbagai penyakit respiratorik yang ditandai dengan gejala akibat
obstruksi laring yang bervariasi dari ringan sampai berat berupa stridor inspirasi, batuk
menggonggong, suara parau, sampai gejala distres pernapasan.

B. Epidemiologi
Croup umumnya terjadi pada anak yang berusia diantara 6 bulan sampai 3 tahun, tetapi
dapat juga terjadi pada anak berusia 3 bulan dan sampai 15 tahun. Dilaporkan, sindrom
ini jarang terjadi pada orang dewasa (Alberta Medical Association, 2008). Insidensinya
lebih tinggi 1,5 kali pada anak laki-laki daripada anak perempuan (Cherry, 2008).
Dalam penelitian Alberta Medical Association, lebih dari 60% anak yang didiagnosis
menderita croup dengan gejala ringan, sekitar 4% dirawat di rumah sakit, dan kira-kira
1 dari 4.500 anak yang diintubasi (sekitar 1 dari 170 anak yang dirawat di rumah sakit).

C. Etiologi
- Infeksi : terbanyak infeksi virus
- Bakteri : Hemofilus influenza tipe B, Corynebacterium difteri
- Virus : Para influenza 1,2,3; Infuenza; Adeno;Entero; RSV, morbilli
- Jamur : Candida albican
- Mekanik :
Benda asing
Pasca pembedahan
Penekanan masa ekstrinsik
- Alergi : Sembab angioneurotik

D. Klasifikasi
Berdasarkan derajat kegawatan, croup dibagi menjadi empat kategori.
1. Ringan; ditandai dengan adanya batuk keras menggonggong yang kadang-
kadang muncul, stridor yang tidak terdengar ketika pasien beristirahat/tidak
beraktivitas, dan retraksi ringan dinding dada.
2. Sedang; ditandai dengan batuk menggonggong yang sering timbul, stridor
yang mudah didengar ketika pasien beristirahat/tidak beraktivitas, retraksi

5
dinding dada yang sedikit terlihat, tetapi tidak ada gawat napas (respiratory
distress).
3. Berat; ditandai dengan batuk menggonggong yang sering timbul, stridor
inspirasi yang terdengar jelas ketika pasien beristirahat, dan kadang-kadang
disertai dengan stridor ekspirasi, retraksi dinding dada, dan gawat napas.
4. Gagal napas mengancam; batuk kadang-kadang tidak jelas, terdengar stridor
(kadang-kadang sangat jelas ketika pasien beristirahat), gangguan kesadaran,
dan letargi.

E. Patofisiologi
Distres pernapasan merupakan respon tubuh atau kompensasi terhadap
peningkatan produksi CO2 atau permasalahan pertukaran gas di paru-paru. Mekanisme
kompensasi pertama adalah peningkatan laju pernapasan yang dilakukan untuk
meningkatkan laju pertukaran gas oksigen dan karbondioksida di paru-paru, dan
dengan demikian juga membantu penurunan PaCO2.
Jalan napas bagian atas menciptakan tahanan tinggi terhadap aliran udara. Saat
terjadi peningkatan usaha bernapas, mekanisme kompensasi tubuh adalah
memperlebar nares sehingga jalan napas melebar dan tahanan menurun, menyebabkan
manifestasi napas cuping hidung (nasal flaring).
Usaha pernapasan yang meningkat melibatkan peningkatan kerja otot-otot
dinding dada dan perut. Retraksi terjadi ketika tekanan negatif yang diciptakan di paru
tidak dapat tercukupi dengan aliran udara dari jalan napas bagian atas sehingga dinding
dada yang tidak disokong oleh struktur yang kokoh seperti tulang dapat terlihat masuk
ke rongga dada. Peningkatan usaha pernapasan juga menyebabkan seesaw breathing
dan head bobbing.
Pada kasus, inflamasi pada laring, trakea, dan/atau bronkus pasien disebabkan
oleh infeksi patogen. Infeksi ini memicu proses inflamasi lokal dan menyebabkan
edema. Edema pada jalan napas menyebabkan penyempitan lumen jalan napas dan
meningkatkan tahanan terhadap aliran udara sehingga terjadi mekanisme kompensasi
dengan peningkatan usaha bernapas.

6
F. Manifestasi klinis
- Pada sistem respiratorik adalah : tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi
dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, dan
wheezing.
- Pada sistem cardial adalah : tachycardia, bradycardia, hipertensi, hipotensi dan
cardiac arrest.
- Pada sistem cerebral adalah ; gelisah, sakit kepala, bingung, kejang dan coma.
Pada hal lain adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak
bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda
bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum
(kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa
diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing, demam dan dingin.

G. Pemeriksaan Penunjang
Untuk kepentingan diagnosis, beberapa pemeriksaan penunjang diperlukan,
baik pemeriksaan laboratorium maupun pemeriksaan pencitraan. Namun, pemeriksaan
tersebut diperlukan terutama pada kasus berat.2,6 Untuk kasus croup secara umum,
pemeriksaan penunjang yang lebih khusus tidak begitu diperlukan karena diagnosis
biasanya dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis, gejala klinis, dan pemeriksaan
fisis.
Terdapat dua pemeriksaan pencitraan yang dilakukan pada kasus croup. Kedua
pemeriksaan penunjang tersebut adalah: Foto rontgen leher dan CT-Scan leher. Pada
pemeriksaan radiologis leher posisi posteroanterior, pada kasus croup, dapat ditemukan
udara steeple sign (seperti menara) yang menunjukkan adanyapenyempitan kolumna
subglotis.
Untuk mempertegas diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding, maka
pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan CT-Scan leher. Dengan pemeriksasan
penunjang ini, kita dapat lebih jelas mendeteksi penyebab obstruksi pada pasien dengan
keadaan klinis yang lebih berat.
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah laringoskop atau bronkhoskopi. Kedua
pemeriksaam ini biasanya tidak diperlukan pada kasus dengan gejala yang khas, atau
diagnosis dapat dibuat dengan mudah. Pemeriksaan laringoskop atau bronkhoskopi
dibuat bila kecurigaan croup mengenai bayi kurang dari 6 bulan

7
H. Tatalaksana
Croup ringan dapat ditangani di rumah dengan perawatan penunjang, meliputi
pemberian cairan oral, pemberian ASI atau pemberian makanan yang sesuai.
Anak dengan croup berat harus dirawat di rumah sakit untuk perawatan sebagai
berikut:
Steroid. Beri dosis tunggal deksametason (0.6 mg/kgBB IM/oral) atau jenis
steroid lain dengan dosis yang sesuai, dan dapat diulang dalam 6-24 jam
(lihat lampiran 2 untuk deksametason dan prednisolon).
Epinefrin (adrenalin). Beri 2 ml adrenalin 1/1 000 ditambahkan ke dalam 2-3
ml garam normal, diberikan dengan nebulizer selama 20 menit.
Antibiotik. Tidak efektif dan seharusnya tidak diberikan.

Pada anak dengan croup berat yang memburuk, dipertimbangkan pemberian:

1. Oksigen
Hindari memberikan oksigen kecuali jika terjadi obstruksi saluran
respiratorik. Tanda tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat
dan gelisah merupakan indikasi dilakukan trakeostomi (atau intubasi)
daripada pemberian oksigen. Penggunaan nasal prongs atau kateter hidung
atau kateter nasofaring dapat membuat anak tidak nyaman dan mencetuskan
obstruksi saluran respiratorik.
Walaupun demikian, oksigen harus diberikan, jika mulai terjadi obstruksi
saluran respiratorik dan perlu dipertimbangkan tindakan trakeostomi.
2. Intubasi dan trakeostomi
Jika terdapat tanda obstruksi saluran respiratorik seperti tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam yang berat dan anak gelisah, lakukan intubasi
sedini mungkin.
Jika tidak mungkin, rujuk anak tersebut ke rumah sakit yang memungkinkan
untuk dilakukan intubasi atau tindakan trakeostomi dengan cepat.
Jika tidak mungkin, pantau ketat anak tersebut dan pastikan tersedianya
fasilitas untuk secepatnya dilakukan trakeostomi, karena obstruksi saluran
respiratorik dapat terjadi tiba-tiba.
Trakeostomi hanya boleh dilakukan oleh orang yang berpengalaman.

8
Perawatan penunjang

Hindari manipulasi yang berlebihan yang dapat memperberat obstruksi


(misalnya pemasangan infus yang tidak perlu).
Jika anak demam ( 39C) yang tampaknya menyebabkan distres, berikan
parasetamol.
Pemberian ASI dan makanan cair.
Bujuk anak untuk makan, segera setelah memungkinkan.

Pemantauan
Keadaan anak terutama status respiratorik harus diperiksa oleh perawat sedikitnya 3
jam sekali dan oleh dokter 1 kali sehari.

TERAPI OKSIGEN

A. Indikasi Terapi Oksigen


Menurut American Collage of Chest Physicians and National Heart Lungand Blood
Institute, rekomendasi pemberian terapi oksigen adalah pada beberapakeadaan
sebagai berikut :
- Cardiac-respiratory arrest
- Hipoksemia
- Hipotensi
- Curah jantung rendah dan asidosis metabolik
- Distress respirasi

B. Tujuan
Efek langsung pemberian oksigen dengan kkonsentrasi lebih dari 21%adalah
peningkatan tekanan oksigen alveolar, pengurangan usaha napas
untukmempertahankan tekanan oksigen alveolar, dan penurunan kerja
miokardium untuk mempertahankan tekanan oksigen arteri. Oleh karena itu,
tujuan terapioksigen adalah

9
- Mengatasi hipoksemia
Bila tekanan oksigen alveolar menurun terjadi hipoksemia padadarah arteri,
keadaan hipoksemia dapat diperbaiki dengan meningkatkan fraksi oksigen
udara yang dihisap pada inspirasi.
- Menurunkan usaha napas (work of breathing)
Usaha napas yang meningkat biasanya merupakan respon terhadapkeadaan
hipoksemia. Meningkatkan konsentrasi oksigen udarainspirasi
memungkinkan pertukaran gas alveolar normal untukmempertahankan
tingkat oksigen alveolar. Hasilnya, kebutuhanventilasi total akan menurun
sehingga usaha napas akan berkurangtanpa mempengaruhi tingkat oksigenasi.
- Mengurangi kerja miokardium
Sistem kardiovaskular adalah mekanisme kompensasi utamaterhadap
keadaan hipoksia atau hipoksemia. Pemberian oksigen akan mengurangi atau
mencegah peningkatan kebutuhan kerjamiokardium

C. Teknik Pemberian Oksigen


Alat pemberian oksigen dibedakan antara sistem aliran rendah (low flow) dan
aliran tinggi (high flow). Pada system aliran rendah, udara ruangan terpakaikarena
aliran oksigen tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan aliran udarainspirasi
sementara pada system aliran tinggi, aliran oksigen dan kapasitasreservoir
cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan aliran udara inspirasi.
1) Sistem aliran rendah
Teknik system aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi
udararuangan. Tehnik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung
pada tipepernafasan dengan patokan volume tidal pasien. Pemberian O2
sistem aliranrendah ini ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi
masih mampubernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien
dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 20 kali
permenit. Contoh system aliranrendah ini adalah : Keuntungan dan kerugian
dari masing-masing sistem
Kateter Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 secara
kontiniu dengan aliran 6 L/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%.

10
Keuntungan : Pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak, makan
dan berbicara,murah dan nyaman serta dapat juga dipakai
sebagai kateter penghisap
Kerugian : Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 yang lebih
dari 45%, teknik memasuk kateter nasal lebih sulit dari pada kanula
nasal,dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput
lendirnasofaring, aliran dengan lebih dari 6 L/mnt dapat
menyebabkannyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung,
kateter mudah tersumbat
Kanula nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2
kontinudengan aliran 1 6 L/mnt dengan konsentrasi O2 sama
dengan kateternasal.
Keuntungan : Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan
laju pernafasanteratur, mudah memasukkan kanul disbanding
kateter, klien bebasmakan, bergerak, berbicara, lebih mudah
ditolerir klien dan nyaman.
Kerugian : Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%,
suplai O2berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah lepas
karenakedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lendir
Sungkup muka sederhana
Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang seling 5 8
L/mntdengan konsentrasi O2 40 60%.
Keuntungan : Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari
kateter atau kanulanasal, system humidifikasi dapat ditingkatkan
melalui pemilihansungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam
pemberian terapiaerosol.
Kerugian : Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari
40%, dapatmenyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah
Sungkup muka dengan kantong rebreathing
Suatu teknik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 60
80%dengan aliran 8 12 L/mnt.

11
Keuntungan : Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka
sederhana, tidakmengeringkan selaput lendir
Kerugian : Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika
aliran lebihrendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong
O2 bisa terlipat
Sungkup muka degan kantong non rebreathing
Merupakan tehinik pemberian O2 dengan Konsentrasi O2
mencapai 99%dengan aliran 8 12 L/mnt dimana udara
inspirasi tidak bercampurdengan udara ekspirasi
Keuntungan : Konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi
100%, tidakmengeringkan selaput lendir.
Kerugian : Kantong O2 bisa terlipat.

2) Sistem aliran tinggi


Suatu tehnik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak
dipengaruhioleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat
menambahkan konsentrasiO2 yang lebihtepat dan teratur.
Adapun contoh tehnik system aliran tinggi yaitu sungkup muka
denganventury. Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang
dialirkan dari tabungakan menuju ke sungkup yang kemudian akan dihimpit
untuk mengatur suplai O2sehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya
udaraluar dapat diisap dan aliranudara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran
udara pada alat ini sekitas 4 14L/mnt dengan konsentrasi 30 55%. o
Keuntungan : Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan
petunjuk pada alatdan tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap
FiO2, suhu dankelembaban gas dapat dikontrol serta tidak terjadi
penumpukan CO2
Kerugian : Kerugian system ini pada umumnya hampir sama dengan
sungkup muka yang lain pada aliran rendah.

D. Evaluasi terapi oksigen


Kecukupan dan efektivitas terapi oksigen dapat dilakukan secara langsungdan
mudah bila mengerti prinsip homeostatis kardiopulmoner. Evaluasi dapatdilakukan

12
dengan memperhatikan pemeriksaan fisik system kardiopulmonal,penilaian
analisa gas darah dan pulse oksimeter.
Penilaian kardiovaskular meliputi kesadaran, laju jantung, laju nadi danperfusi
perifer serta tekanan darah pada anak yang lebih besar. Kesadaran yangbaik
menunjukan perfusi oksigen system saraf pusat yang adekuat. Laju jantungdan nadi
yang mendekati normal menunjukan oksigenasi yang cukup sementaraperfusi
perifer dinilai dari perabaan kulit dan pengisisan kapiler. Kulit yang keringdan
hangat serta pengisian kapiler yang normal menunjukan oksigenasi yang
baik.Sedangkan system pernapasan dinilai laju napas dan ada tidaknya retraksi sela
igadan supra sternal.
Analisa gas darah merupakan instrument penilaian terapi oksigen yangpaling
tepat karena dapat memberikan informasi yang adekuat mengenai pH,PaO2, dan
PaCO2. Namun, interpretasi analisis gas darah harus dilakukanbersamaan
dengan penilaian klinik.
Pulse oximeter merupakan alat non invasive yang paling baik
dalammemantau anak dengan insufisiensi karena dapat menunjukan saturasi
oksigensecara berkesinambungan. Pulse oximeter tidak menunjukan status ventilasi
akantetapi menjadi indikator paling awal gangguan respirasi dan cukup
dapat dipercaya dalam terapi oksigen

E. Potensi bahaya
- Pada kelainan jantung tertentu (hypoplastic left-heart, single ventricle)dapat
menyebabkan peningkatan tekanan oksigen alveoli dan
menggangukeseimbangan aliran darah pulmonel dan sistemik.
- Pemberian oksigen pada pasien yang mengalami keracunan paraquat
dapatmenyebabkan komplikasi paru seperti fibrosis paru.
- Pemilihan functional concentration of delivery oxygen (FDO2) atau
flowoksigen yang tidak tepat dapat menyebabkan hipoksemia
atauhiperoksemia. Hiperoksemia dapat menyebabkan penurunan
darahcoroner, terurtama pada daerah iskemik pada pasien sindrom coroner akut.
- Pada pasien AMI, hiperoksemia dapat meingkatkan tekanan darah dantahan
vascular sistemik , sehingga mengganggu distribusi oksigen

13
F. Penghentian Terapi Oksigen
Oksigen harus dihentikan bila oksigenasi arterial adekuat dan pasien dapatbernapas
dengan udara kamar (PaO2 > 8 kPa, SaO2 > 90%). Pada pasien denganrisiko
terjadinya hipoksia jaringan, oksigen dihentikan bila status asam-basa dan penilaian
klinis fungsi organ vital membaik

G. Kontraindikasi
- Tidak terdapat kontraindikasi yang spesifik jika terdapat
indikasipemberian oksigen.
- Kanul oksigen dan kateter nasal tidak boleh diberikan pada pasien
denganobstruksi nasal (misalnya polip nasal, choanal atresia, dll)
- Kateter nasal tidak boleh diberikan pada pasien dengan
traumamaksilofasial, pasien dengan atau dicurigai fraktur basis cranii,
atauterdapat gangguan koagulasi.
- Menurut pendapat the clinical Practice Guideline Steering Committee,kateter
nasal tidak cocok bila digunakan pada neontus.

14
ANALISIS MASALAH

1. Yudi, anak laki-laki 2 tahun, BB 12 kg, TB 87 cm dibawa ibunya ke UGD RSMH karena
mengalami kesulitan bernafas. Tiga hari sebelumnya, Yudi menderita panas tidak tinggi
disertai batuk pilek. Batuk terdengar kasar, seperti anjing menyalak.
a. Apa hubungan usia, jenis kelamin dan status gizi anak terhadap keluhan? (1,2,3)
Usia 2 tahun merupakan usia dengan insidensi kejadian Croup tinggi dan insidensinya
lebih tinggi 1,5 kali pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

b. Bagaimana interpretasi BB dan TB Yudi? (4,5,6)


BB dan TB Yudi dalam batas normal

c. Apa saja tanda-tanda kesulitan bernafas pada anak? (7,8,9)


Nafas cepat, retraksi dinding dada, wheezing, stridor.

d. Apa saja yang dapat menyebabkan kesulitan bernafas pada anak? (10,1,2)

DIAGNOSIS GEJALA YANG DITEMUKAN

Pneumonia Demam
Batuk dengan napas cepat
Crackles (ronki) pada auskultasi
Kepala terangguk-angguk
Pernapasan cuping hidung
Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
Merintih (grunting)
Sianosis

Bronkiolotis Episode pertama wheezing pada anak umur < 2


tahun
Hiperinflasi dinding dada
Ekspirasi memanjang
Gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai
Kurang/tidak ada respons dengan bronkodilator

Asma Riwayat wheezing berulang


Lihat Tabel 10 (diagnosis banding anak
dengan wheezing)

15
Gagal jantung Peningkatan tekanan vena jugularis
Denyut apeks bergeser ke kiri
Irama derap
Bising jantung
Crackles /ronki di daerah basal paru
Pembesaran hati

Penyakit jantung Sulit makan atau menyusu


bawaan Sianosis
Bising jantung
Pembesaran hati

Efusi/empiema Bila masif terdapat tanda pendorongan organ


intra toraks
Pekak pada perkusi

Tuberkulosis (TB) Riwayat kontak positif dengan pasien TB


dewasa
Uji tuberkulin positif ( 10 mm, pada keadaan
imunosupresi 5 mm)
Pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan
menurun
Demam ( 2 minggu) tanpa sebab yang jelas
Batuk kronis ( 3 minggu)
Pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila,
inguinal yang spesifik. Pembengkakan
tulang/sendi punggung, panggul, lutut, falang

Pertusis Batuk paroksismal yang diikuti dengan whoop,


muntah,sianosis atau apnu
Bisa tanpa demam
Imunisasi DPT tidak ada atau tidak lengkap
Klinis baik di antara episode batuk

Benda asing Riwayat tiba-tiba tersedak


Stridor atau distres pernapasan tiba-tiba
Wheeze atau suara pernapasan menurun yang
bersifat fokal

Pneumotoraks Awitan tiba-tiba


Hipersonor pada perkusi di satu sisi dada
Pergeseran mediastinum

2. Pada penilaian umum terlihat : Anak sadar, menangis terus dengan suara sekali sekali
terdengar parau. Masih bisa ditenangkan oleh ibunya. Sewaktu anak hendak diperiksa anak
berontak dan langsung menangis memeluk ibunya. Bibir dan mukosa tidak sianosis, kulit

16
tidak pucat dan tidak motled. Nafas terlihat cepat dengan peningkatan usaha napas.
Terdengar stridor inspirasi.
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari penilaian umum yang abnormal? (gambar
motled skin) (9,10,1)
Hasil Pemeriksaan Interpretasi Mekanisme
Anak sadar, menangis Tidak normal Gelisah terjadi akibat kekurangan
terus dengan suara sekali perfusi o2 (hipoksia)
kali parau
Bibir dan mukosa tidak Normal -
sianosis
Kulit tidak pucat dan tidak Normal -
ada motled
Nafas terlihat cepat dengan Tidak normal Infeksi menyebabkan obstruksi jalan
peningkatan usaha napas. nafas sehingga udara tidak bisa masuk
Terdengar stridor inspirasi. dan terjadi hipoksia. Hal ini
menyebabkan terjadinya peningkatan
usaha nafas dan nafas terlihat cepat
sebagai usaha memenuhi kebutuhan
oksigen. Suara mengorok setiap kali
anak menarik nafas disebut juga stridor
inspirasi.Infeksi menyebabkan
inflamasi, eritema, dan edema di laring
dan trakea sehingga mengganggu
gerakan dari plica vocalis. Saat aliran
udara melewati plica vocalis dan
arytenoepiglottic folds, akan
menggetarkan struktur tersebut
sehingga terdengar stridor. Stridor
awalnya bernada rendah, keras, dan
terdengar saat inspirasi tetapi bila
obstruksi semakin berat stridor akan
terdengar lebih lemak, bernada tinggi,
dan bisa terdengar juga saat inspirasi.

17
b. Bagaimana cara penilaian awal pada kasus? (2,3,4)
I. Inisial assessment
a) Appearance
Hal ini dapat menggambarkan status ventilasi ke sistem susunan saraf pusat.
Element Yang dinilai Pada kasus
Tonus Otot Gerakan ekstremitas bergerak spontan atau Tonus otot masih baik, keeempat
tidak, lemah atau tidak ekstremitas bergerak aktif, simetris
Interaktivitas Alertness: apakah anak waspada dan penuh Interaktivitas masih baik, karena
perhatian untuk sekitarnya? Apakah sewaktu anak hendak diperiksa anak
apatis?apakah anak berespon terhadap orang, berontak dan langsung menangis
objek atau suara? memeluk ibunya.
Consolability Gelisah/agitasi. Apakah hal-hal yang Consolability terganggu, karena
menghibur anak dapat mengurangi sewaktu anak hendak diperiksa anak
kegelisahan dan menangis? berontak dan langsung menangis
memeluk ibunya.
Look/gaze Apakah mata anak mengikuti gerakan Anda Look/gaze, tidak bisa dinilai
dan menjaga kontak mata dengan benda-
benda atau orang, atau apakah tatapan
matanya kosong
Speech/cry Apakah vokalisasinya kuat atau lemah, sayu Speech/cry masih baik
atau serak?

Kesimpulan : Appearance Yudi masih baik

b) Work of breathing
Hal ini untuk mengkonfirmasi apakah anak bernafas dan apakah ada usaha berlebi
h untuk bernafas.
Element Yang dinilai Pada kasus
Suara jalan napas Altered speech, stridor, wheezing Stridor inspirasi
abnormal atau grunting
Abnormal Head bobbing, tripoding, sniffing -

18
positioning
Retraksi Retraksi otot dinding dada, Retraksi di suprasternal dan sela iga
supraclavicular, intercostals atau
substernal
Flaring Nasal flaring (nafas cuping +
hidung)

Kesimpulan: Yudi mengalami obstruksi parsial saluran pernapasan atas

c) Circulation
Hal ini dilakukan dengan melihat warna kulit, bibir, lidah, telapak tangan dan kaki
Element Yang dinilai Pada kasus
Pallor White skin coloration from lack of -
peripheral blood
Mottling Patchy skin discoloration, with -
patches of cyanosis, due to vascular
instability
Cyanosis Bluish discoloration of skin and +
mucus

Kesimpulan : Yudi masih memiliki sirkulasi yang baik


Berdasarkan hasil inisial assessment, didapatkan bahwa Yudi mengalami respiratory distress.

3. Kemudian dokter melakukan survey primer.


Jalan nafas tidak terlihat lendir maupun benda asing, tonsil T1/T1 dan faring dalam batas
normal. Respiratory rate: 45 kali/ menit. Nafas cuping hidung (+), gerakan dinding dada
simetris kanan dan kiri, tampak retraksi supra sternal dan sela iga. Suara nafas vesikuler.
Tidak terdengar ronkhi. Tidak terdengar wheezing. SpO295%. Bunyi jantung dalam batas
normal, bising jantung tidak terdengar. Nadi brachialis kuat, nadi radialis kuat. Laju nadi
135 kali/ menit. Kulit berwarna merah muda, hangat, capillary refill time kurang dari 2
detik. Tidak ditemukan pada survey disability
a. Apa makna klinis dari hasil pemeriksaan di atas? (secara keseluruhan) (1,2,3)

19
b. Apa saja jenis-jenis dari suara nafas abnormal beserta penyebabnya? (4,5,6)
A. Crackles
Bunyi crackles adalah bunyi gemeretak yang hanya terdengar sesekali. Ada dua
penjelasan mengenai terjadinya crackles. Penjelasan pertama yaitu sumber bunyi
berupa letupan-petupan kecil yang terjadi ketika saluran napas yang kecil terbuka
pada saat inspirasi. Selain penjelasan tersebut, sumber bunyi crackles juga dapat
berupa gelembung-gelembung udara yang mengalir melalui sekret atau saluran
napas yang sedikit tertutup pada saat respirasi.
Crackles inspiratorik dini terdengar pada pasien bronkitis kronis dan asma.
Crackles inspiratorik lanjut dapat ditemukan pada pasien penyakit paru interstisial
(misalnya fibrosis paru) dan gagal jantung kongestif dini. Crackles midinspiratorik
dan ekspiratorik terdengar pada bronkiektasis meskipun tidak spesifik.
B. Stridor
Bunyi stridor adalah bunyi getaran menyerupai wheezing yang utamanya atau
hanya terdengar pada saat inspirasi dan lebih terdengar di leher dibanding pada
dinding dada. Stridor dapat disebabkan oleh turbulensi udara yang terjadi ketika
didesak melewati lumen saluran napas besar yang menyempit. Oleh karena itu,
stridor ditemukan pada pasien yang mengalami obstruksi parsial laring atau trakea
dan biasanya memerlukan tindakan segera.
C. Wheezing
Bunyi wheezing adalah bunyi getaran yang melengking pada inspirasi dan
ekspirasi. Wheezing atau mengi terjadi ketika udara mengalir dengan cepat melalui
bronkus yang menyempit hingga hampir menutup. Seringkali bunyi ini terdengar
pada mulut selain pada saat auskultasi. Penyebab wheezing meliputi asma,
bronkitis kronis, PPOK, dan gagal jantung kongestif.
D. Ronchi
Bunyi ronki merupakan bunyi getaran yang menyerupai wheezing namun memiliki
frekuensi yang lebih rendah sehingga tidak terdengar melengking seperti
wheezing. Ronki menunjukkan adanya sekret dalam saluran napas yang lebih
besar. Bunyi ronki pada pasien bronkitis kronis dapat menghilang setelah batuk.
E. Pleural friction rub
Bunyi pleural friction rub menyerupai crackles, dapat berdiri sendiri, tetapi
terkadang jumlahnya terlalu banyak sehingga bunyi-bunyi tersebut menyatu
menjadi suatu bunyi yang terdengar terus-menerus.

20
Pleural friction rub atau bunyi gesekan pleura terjadi saat permukaan kedua pleura
yang mengalami inflamasi bergesekan. Gerakan kedua pleura tersebut diperlambat
secara temporer dan berulang akibat peningkatan friksi.

4. Dokter jaga memutuskan memberikan O2 dengan sungkup rebreathing, tetapi anak


menolak, menghindar serta berontak.
a. Apa saja indikasi penggunaan sungkup rebreathing? (10,1,2)
Rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 60-80% dengan kecepatan
aliran 8-12 liter/menit. Memiliki kantong yang terus mengembang baik, saat inspirasi
maupun ekspirasi. Pada saat inspirasi, oksigen masuk dari sungkup melalui lubang
antara sungkup dan kantung reservoir, ditambah oksigen dari kamar yang masuk dalam
lubang ekspirasi pada kantong. Udara inspirasi sebagian tercampur dengan udara
ekspirasi sehingga konsentrasi CO2 lebih tinggi daripada simple face mask.
Indikasi : klien dengan kadar tekanan CO2 yang rendah

b. Apa saja alat bantu nafas untuk anak? (3,4,5)


Di LI

Aspek klinis :

a. Diagnosis banding (6,7,8)


Croup mempunyai kemiripan dengan beberapa penyakit lain. Diagnosis banding
Croup adalah : Epiglottitis Akut, Laringitis ,Difteri, Laringitis, Laringotrakheitis Akut,
Benda Asing dan Edema Angioneurotik. Kadang beberapa penyakit sulit dibedakan
dengan croup. Akan tetapi, melalui pemeriksaan radiologis, croup dapat dibedakan
dengan berbagai diagnosis bandingnya.
Pada pemeriksaan radiologis, beberapa penyakit memperlihatkan gambaran foto
jaringan lunak (intensitas rendah) saluran nafas yang spesifik.2,8 Pada trakheitis,
misalnya, tampak gambaran membrane trakhea yang compang-campig. Pada
epiglotitis, tampak gambaran epiglotis yang menebal. Sebaliknya, pada abses
retrofaringeal, tampak gambaran posterior faring yang menonjol.
Untuk mengelimir diagnosis banding pada croup, pemeriksaan rongent thorak
anteroposterior dan lateral juga perlu dibuat. Ini dimaksudkan untuk melihat kelainan
paru serta kelainan saluran nafas bawah yang terkadang menyerupai croup.

21
b. Algoritma penegakan diagnosis (9,10,1)
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul. Pada pemeriksaan
fisis ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan frekuensi napas
yang sedikit meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai dengan derajat stres
pernapasan yang diderita.
Pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu diperlukan. Akan
tetapi, bila diduga terdapat epiglotitis (serangan akut, gawat napas/respiratory distress,
disfagia, drooling), maka pemeriksaan tersebut sangat diperlukan.

c. Diagnosis kerja (2,3,4)


Croup Disease

d. Etiologi dan faktor risiko (5,6,7)


- Infeksi : terbanyak infeksi virus
- Bakteri : Hemofilus influenza tipe B, Corynebacterium difteri
- Virus : Para influenza 1,2,3; Infuenza; Adeno;Entero; RSV, morbilli
- Jamur : Candida albican
- Mekanik :
Benda asing
Pasca pembedahan
Penekanan masa ekstrinsik
- Alergi : Sembab angioneurotik

e. Epidemiologi
Sindrom croup biasanya terjadi pada anak berusia 6 bulan6 tahun, dengan puncaknya
pada usia 12 tahun. Akan tetapi, croup dapat juga terjadi pada anak berusia 3 bulan
dan di atas 15 tahun.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan, dengan
rasio 3:2. Angka kejadiannya meningkat pada musim dingin dan musim gugur, tetapi
penyakit ini tetap dapat terjadi sepanjang tahun. Pasien croup merupakan 15% dari
seluruh pasien dengan infeksi respiratori yang berkunjung ke dokter.
Kekambuhan sering terjadi pada usia 36 tahun dan berkurang sejalan dengan
pematangan struktur anatomi saluran respiratori-atas. Hampir 15% pasien sindrom
croup mempunyai keluarga dengan riwayat penyakit yang sama.

f. Patofisiologi (1,2,3)

22
Distres pernapasan merupakan respon tubuh atau kompensasi terhadap
peningkatan produksi CO2 atau permasalahan pertukaran gas di paru-paru. Mekanisme
kompensasi pertama adalah peningkatan laju pernapasan yang dilakukan untuk
meningkatkan laju pertukaran gas oksigen dan karbondioksida di paru-paru, dan
dengan demikian juga membantu penurunan PaCO2.
Jalan napas bagian atas menciptakan tahanan tinggi terhadap aliran udara. Saat
terjadi peningkatan usaha bernapas, mekanisme kompensasi tubuh adalah
memperlebar nares sehingga jalan napas melebar dan tahanan menurun, menyebabkan
manifestasi napas cuping hidung (nasal flaring).
Usaha pernapasan yang meningkat melibatkan peningkatan kerja otot-otot
dinding dada dan perut. Retraksi terjadi ketika tekanan negatif yang diciptakan di paru
tidak dapat tercukupi dengan aliran udara dari jalan napas bagian atas sehingga dinding
dada yang tidak disokong oleh struktur yang kokoh seperti tulang dapat terlihat masuk
ke rongga dada. Peningkatan usaha pernapasan juga menyebabkan seesaw breathing
dan head bobbing.
Pada kasus, inflamasi pada laring, trakea, dan/atau bronkus pasien disebabkan
oleh infeksi patogen. Infeksi ini memicu proses inflamasi lokal dan menyebabkan
edema. Edema pada jalan napas menyebabkan penyempitan lumen jalan napas dan
meningkatkan tahanan terhadap aliran udara sehingga terjadi mekanisme kompensasi
dengan peningkatan usaha bernapas.

g. Patogenesis (4,5,6)
Seperti infeksi respiratori pada umumnya, infeksi virus pada laringotrakeitis,
laringotrakeobronkitis, dan laringotrakeobronkopneumonia dimulai dari nasofaring
dan menyebar ke epitelium trakea dan laring. Peradangan difus, eritema, dan edema
yang terjadi pada dinding trakea menyebabkan terganggunya mobilitas pita suara serta
area subglotis mengalami iritasi. Hal ini menyebabkan suara pasien menjadi serak
(parau). Aliran udara yang melewati saluran respiratori-atas mengalami turbulensi
sehingga menimbulkan stridor, diikuti dengan retraksi dinding dada (selama inspirasi).
Pergerakan dinding dada dan abdomen yang tidak teratur menyebabkan pasien
kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea. Pada keadaan ini dapat terjadi
gagal napas atau bahkan henti napas.

h. Manifestasi klinis (7,8,9)

23
- Pada sistem respiratorik adalah : tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi
dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, dan
wheezing.
- Pada sistem cardial adalah : tachycardia, bradycardia, hipertensi, hipotensi dan
cardiac arrest.
- Pada sistem cerebral adalah ; gelisah, sakit kepala, bingung, kejang dan coma.
Pada hal lain adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak
bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda
bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum
(kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa
diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing, demam dan dingin.

i. Pemeriksaan penunjang (10,1,2)


Untuk kepentingan diagnosis, beberapa pemeriksaan penunjang diperlukan, baik
pemeriksaan laboratorium maupun pemeriksaan pencitraan. Namun, pemeriksaan
tersebut diperlukan terutama pada kasus berat.2,6 Untuk kasus croup secara umum,
pemeriksaan penunjang yang lebih khusus tidak begitu diperlukan karena diagnosis
biasanya dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis, gejala klinis, dan pemeriksaan
fisis.
Terdapat dua pemeriksaan pencitraan yang dilakukan pada kasus croup. Kedua
pemeriksaan penunjang tersebut adalah: Foto rontgen leher dan CT-Scan leher. Pada
pemeriksaan radiologis leher posisi posteroanterior, pada kasus croup, dapat
ditemukan udara steeple sign (seperti menara) yang menunjukkan adanyapenyempitan
kolumna subglotis.
Untuk mempertegas diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding, maka pada kasus
tertentu diperlukan pemeriksaan CT-Scan leher. Dengan pemeriksasan penunjang ini,
kita dapat lebih jelas mendeteksi penyebab obstruksi pada pasien dengan keadaan
klinis yang lebih berat.
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah laringoskop atau bronkhoskopi. Kedua
pemeriksaam ini biasanya tidak diperlukan pada kasus dengan gejala yang khas, atau
diagnosis dapat dibuat dengan mudah. Pemeriksaan laringoskop atau bronkhoskopi
dibuat bila kecurigaan croup mengenai bayi kurang dari 6 bulan

24
j. Tatalaksana, edukasi dan follow up (3,4,5)
Croup ringan dapat ditangani di rumah dengan perawatan penunjang, meliputi
pemberian cairan oral, pemberian ASI atau pemberian makanan yang sesuai.
Anak dengan croup berat harus dirawat di rumah sakit untuk perawatan sebagai
berikut:
Steroid. Beri dosis tunggal deksametason (0.6 mg/kgBB IM/oral) atau jenis
steroid lain dengan dosis yang sesuai, dan dapat diulang dalam 6-24 jam
(lihat lampiran 2 untuk deksametason dan prednisolon).
Epinefrin (adrenalin). Beri 2 ml adrenalin 1/1 000 ditambahkan ke dalam 2-3
ml garam normal, diberikan dengan nebulizer selama 20 menit.
Antibiotik. Tidak efektif dan seharusnya tidak diberikan.

Pada anak dengan croup berat yang memburuk, dipertimbangkan pemberian:

3. Oksigen
Hindari memberikan oksigen kecuali jika terjadi obstruksi saluran
respiratorik. Tanda tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat
dan gelisah merupakan indikasi dilakukan trakeostomi (atau intubasi)
daripada pemberian oksigen. Penggunaan nasal prongs atau kateter hidung
atau kateter nasofaring dapat membuat anak tidak nyaman dan mencetuskan
obstruksi saluran respiratorik.
Walaupun demikian, oksigen harus diberikan, jika mulai terjadi obstruksi
saluran respiratorik dan perlu dipertimbangkan tindakan trakeostomi.
4. Intubasi dan trakeostomi
Jika terdapat tanda obstruksi saluran respiratorik seperti tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam yang berat dan anak gelisah, lakukan intubasi
sedini mungkin.
Jika tidak mungkin, rujuk anak tersebut ke rumah sakit yang memungkinkan
untuk dilakukan intubasi atau tindakan trakeostomi dengan cepat.
Jika tidak mungkin, pantau ketat anak tersebut dan pastikan tersedianya
fasilitas untuk secepatnya dilakukan trakeostomi, karena obstruksi saluran
respiratorik dapat terjadi tiba-tiba.
Trakeostomi hanya boleh dilakukan oleh orang yang berpengalaman.

25
Perawatan penunjang

Hindari manipulasi yang berlebihan yang dapat memperberat obstruksi


(misalnya pemasangan infus yang tidak perlu).
Jika anak demam ( 39C) yang tampaknya menyebabkan distres, berikan
parasetamol.
Pemberian ASI dan makanan cair.
Bujuk anak untuk makan, segera setelah memungkinkan.

Pemantauan
Keadaan anak terutama status respiratorik harus diperiksa oleh perawat sedikitnya 3
jam sekali dan oleh dokter 1 kali sehari.

k. Komplikasi (6,7,8)
Komplikasi jarang terjadi. Kurang dari 5% anak yang didiagnosis croup memerlukan
perawatan di rumah sakit, dan kurang dari 2%-nya memerlukan intubasi. Kematian
terjadi pada 0,5% anak yang diintubasi. Superinfeksi bakteri dapat menyebabkan
pneumonia atau bacterial tracheitis. Infeksi yang mengancam jiwa yang dapat timbul
setelah infeksi saluran pernapasan akut akibat virus. Pada 15% kasus dilaporkan terjadi
komplikasi, misalnya otitis media, dehidrasi, dan pneumonia (jarang terjadi). Sebagian
kecil pasien memerlukan tindakan intubasi. Gagal jantung dan gagal napas dapat
terjadi pada pasien yang perawatan dan pengobatannya tidak adekuat.

l. Prognosis (9,10,1)
Vitam : bonam
Functionam : bonam

m. SKDI (2,3,4)
3B

26
DAFTAR PUSTAKA

Carter, E. R., S. G. Marshall. Sistem Respiratori. Terjemahan oleh N. S. Idris. dalam


Marcdante, K. J., et al (Eds.). 2014. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial, ed. 6.
Singapore: Elsevier

Guyton, Arthur C dkk. 2013. Textbook of Medical Physiology. EGC, Jakarta, Indonesia.

NHS. 2012. Clinical Guidance for The Management of Viral Laryngotracheobronchitis


(Croup). www.rhct.nhs.uk/Clinical/Paediatrics, diunduh pada 26 September 2017.

Sherwood L. 2013. Fisiologi Manusia dari Selke Sistem. Edisi ke-6. EGC, Jakarta, Indonesia

Zahra, J. 2009. Pediatric Respiratory System: Basic Anatomy & Physiology. Pediatric
Intensive Care Unit King Fahad Medical City.

27

Anda mungkin juga menyukai