Anda di halaman 1dari 18

Dasar-dasar Perpajakan.

Sejarah Pemungutan Pajak.

Secara umum pemungutan pajak yang teratur dan permanen telah dikenakan pada
masa kolonial. Tetapi pada masa kerajaan dahulu juga telah ada pungutan seperti
pajak, pungutan seperti itu dipersembahkan kepada raja sebagai wujud rasa hormat
dan upeti kepada raja, yang disampaikan rakyat di wilayah kerajaan maupun di wilayah
jajahan, figur raja dalam hal ini dapat dipandang sebagi manifestasi dari kekuasaan
tunggal kerajaan (negara).

Pada awal kemerdekaan pernah dikeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun


1950 yang menjadi dasar bagi pajak peredaran (barang), yang dalam tahun 1951
diganti dengan pajak penjualan(PPn) 1951.
Pengenaan pajak secara sitematis dan permanen, dimulai dengan pengenaan pajak
terhadap tanah, hal ini telah ada pada zaman kolonial. Pajak ini disebut Landrent
(sewa tanah) oleh Gubernur Jenderal Raffles dari Inggris.
Pada masa penjajahan Belanda disebut Landrente. Peraturan tentang Landrente
dikeluarkan tahun 1907 yang kemudian diubah dan ditambah dengan Ordonansi
Landrente. Pada tahun 1932, dikeluarkan Ordonansi Pajak Kekayaan (PKk) yang
beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun1964.

Pada tahun 1960 dikeluarkan UU Nomor 5 Tahun 1960 yang mengemukakan bahwa
hukum atas tanah berlaku atas semua tanah di Indonesia, ditegaskan lagi dengan
Keputusan Presidium Kabinet Tanggal 10 Februari Tahun 1967 Nomor
87/Kep/U/4/1967. dengan pemberian otonomi dan desentralisasi kepada pemerintah
Daerah, Pajak Hasil Bumi kemudian namanya diubah menjadi IPEDA (Iuran
Pembangunan Daerah) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Iuran Negara
No.PM.PPU 1-1-3 Tanggal 29 November 1965 yang berlaku mulai 1 November 1965.

Pengenaan pajak langsung sebagai cikal bakal dari pajak penghasilan sudah terdapat
pada zaman Romawi Kuno, antara lain dengan adanya pungutan yang bernama
tributum yang berlaku sampai dengan tahun 167 Sebelum Masehi.

Pengenaan pajak pajak penghasilan secara eksplisit yang diatur dalam suatu Undang-
undang sebagai Income Tax baru dapat ditemukan di Inggris pada tahun 1799. Di
Amerika Serikat, pajak penghasilan untuk pertama kali dikenal di New Plymouth pada
tahun 1643, dimana dasar pengenaan pajak adalah " a person's faculty, personal
faculties and abilitites",

1
Pada tahun 1646 di Massachusett dasar pengenaan pajak didasarkan pada "returns
and gain". Personal faculty and abilities" secara implisit adalah pengenaan pajak
pengahasilan atas orang pribadi, sedangkan "Returns and gain" berkonotasi pada pajak
penghasilan badan.
Tonggak-tonggak penting dalam sejarah pajak di Amerika Serikat adalah Undang-
Undang Pajak Federal tahun 1861 yang selanjutnya telah beberapa kali mengalami tax
reform, terakhir dengan Tax Reform Act tahun 1986. Surat Pemberitahuan Pajak
Penghasilan (tax return) yang dibuat pada tahun 1860-an berdasarkan Undang-Undang
Pajak Federal tersebut telah dipergunakan sampai dengan tahun 1962.

Sumber-Sumber Penerimaan Negara Indonesia


Menurut UU RI Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara, pendapatan negara
dan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari :
penerimaan perpajakan,
penerimaan negara bukan pajak,serta
penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri.

Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari :


1. pajak dalam negeri dan
2. pajak perdagangan internasional.
Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari :
pajak penghasilan,
pajak pertambahan nilai barang dan jasa,pajak
penjualan atas barang mewah,
pajak bumi dan bangunan
bea perolehan hak atas tanah dan bangunan,
cukai,dan
pajak lainnya.

Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari:

bea masuk dan


pajak/pungutan ekspor.

hingga saat ini struktur pendapatan negara masih didominasi oleh penerimaan
perpajakan,teruttama penerimaan pajak dalam negeri dari sektor nonmigas.

2
Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) adalah:
semua penerimaan yang diterima oleh negara dalam bentuk penerimaan dari :
sumber daya alam,
bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara,serta
penerimaan negara bukan pajak lainnya.

Sebagai salah satu sumber pendapatan negara, PNBP memiliki peran yang cukup
penting dalam menopang kebutuhan pendanaan anggaran dalam APBN walaupun
sangat rentan terhadap perkembangan berbagai faktor eksternal.
PNBP juga dipengaruhi oleh perubahan indikator ekonomi makro,terutama nilai tukar
dan harga minyak mentah di pasar internasional. Hal ini terutama karena struktur PNBP
masih didomiinasi oleh penerimaan sumber daya alam (SDA), khususnya yang berasal
dari penerimaan minyak bumi dan gas alam (migas), yang sangat dipengaruhi oleh
perkembangan nilai tukar rupiah,harga minyak mentah,dan tingkat lifting minyak.

Penerimaan hibah adalah :


semua penerimaan negara yang berasal dari sumbangan swasta dalam negeri serta
sumbangan lembaga swasta dan pemerintah luar negeri.
Penerimaan hibah yang dicatat didalam APBN merupakan sumbangan atau donasi
(grant) dari negara-negara asing,lemaga/badan nasional,serta perorangan yang tidak
ada kewajiban untuk membayar kembali.
Perkembangan penerimaan negara yang berasal dari hbah ini dalam setiap tahun
anggaran bergantung pada komitmen dan kesediaan negara atau lembaga donatur
dalam memberikan donasi (bantuan) kepada Pemerintah Indonesia.

Secara lebih singkatnya sumber penerimaan negara adalah sbb :

Penerimaan Dalam Negeri


1. Penerimaan perpajakan
a. Pajak Dalam Negeri
Pajak Penghasilan
1. Migas
2. Non Migas
Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Bumi dan Bangunan
BPHTB
Cukai
Pajak Lainnya

b. Pajak Perdagangan Internasional


Bea Masuk

3
Pajak/Pungutan Ekspor

2. Penerimaan Negara Bukan Pajak


a. Penerimaan SDA
b. Bagian Laba BUMN
c. PNBP lainnya

Sumber-sumber Penerimaan/Penghasilan Negara


Sumber-sumber penghasilan ini umumnya terdiri dari:
1. Perusahaan-perusahaan Negara
Perusahaan yang bersifat monopoli, umumnya perusahaan-perusahaan Postel,
perusahaan garam dan soda, pabrik-pabrik gas dan listrik, yang tarifnya sangat
disesuaikan dengan kebutuhan umum, sehingga tidak semata-mata mengejar
keuntungan saja, maupun yang tidak bersifat monopoli seperti pabrik-pabrik;
tambang-tambang, onderneming-onderneming, dan sebagainya.

2. Barang-barang milik pemerintah atau yang dikuasai pemerintah


Dalam hubungan ini disebutkan tanah-tanah yang dikuasai pemerintah yang
diusahakan untuk mendapatkan penghasilan; saham-saham yang dipegang
negara, dan sebagainya.

3. Denda-denda dan perampasan-perampasan untuk kepentingan umum.

4. Hak-hak waris atas harta peninggalan terlantar


Jika terhadap suatu warisan atau harta peninggalan lain, tidak ada orang datang
yang menyatakan dirinya berhak atas harta tersebut, atau jika semua ahli waris
menolak warisan yang bersangkutan, maka di Indonesia (menurut pasal 1126
Kitab Undang-undang Hukum Sipil) harta peninggalan ini dianggap terlantar, dan
Balai Harta Peninggalan wajib mengurus dan mengumumkannya. Dan jika
setelah lewat waktu tiga tahun masih juga belum ada ahli waris yang muncul,
maka BHP tadi wajib menyelesaikan urusannya; dalam hal masih ada kelebihan,
harta benda dan kekayaan ini menjadi milik negara (KUHS pasal 1129).

5. Hibah-hibah wasiat dan hibahan lainnya.


Yang dimaksud dengan hibahan-hibahan adalah antara lain sumbangan-
sumbangan dari PBB.

6. Pajak, retribusi, dan sumbangan


Last but not least, terakhir tapi bukan yang terkecil, yaitu sebagaimana telah
diuraikan di atas. Dalam hubungan ini, pengenaan pajak, retribusi, dan
sumbangan termasuk pula sebagai suatu bagian ajaran tentang public finance,
yaitu pengetahuan yang mempelajari cara-cara bagaimana suatu pemerintah

4
dapat memperoleh, mengurus, dan membelanjakan uangnya yang diperlukan
untuk menunaikan rugasnya.

Pembiayaan pembangunan memerlukan dana yang tidak sedikit sebagai syarat mutlak
agar pembangunan dapat berhasil. Uang yang digunakan untuk itu didapat dari
berbagai sumber penerimaan negara.
Pada umumnya negara mempunyai sumber-sumber penghasilan yang terdiri dari:

1. Bumi, air dan kekayaan alam


2. Pajak-pajak, Bea dan cukai
3. Penerimaan Negara Bukan Pajak (non-tax)
4. Hasil Perusahaan Negara
5. Sumber-sumber lain, seperti pencetakan uang dan pinjaman

A. Bumi, Air, dan Kekayaan Alam

Pasal 33 UUD 1945 mengatur bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasi oleh negara dan dipergunakan untuk
kemakmuran rakyat sebesar-besarnya. Selanjutnya Pasal 1 ayat 2 Undang-
undang Pokok Agraria menegaskan bahwa bumi, air dan ruang angkasa
termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik
Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Bumi, air, dan ruang angkasa
milik Bangsa Indonesia merupakan kekayaan nasional.

Yang termasuk pengertian menguasai adalah mengatur dan menyelenggarakan


peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaannya,menentukan dan
mengatur yang dapat dimiliki atas bagian dari bumi, air dan ruang angkasa dan
mengatur hubungan hukum antara person (subjek hukum) dan pembuatan-
pembuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa .

Negara hanya menguasai bumi, air dan ruang angkasa. Dengan demikian dapat
dipahani bahwa negara tidak dapat menjual tanah kepada pihak swasta,
sebagaimana yang terjadi pada zaman pemerintahan Hindia Belanda di mana
tanah dijual oleh Pemerintah kepada pihak partikelir (swasta), sehingga banyak
diketemukan tanah partikelir.
Baru sesudah berlakunya UU Pokok Agraria 1960 tanah-tanah partikelir ini
dihapuskan.

B. Pajak-Pajak, Bea dan Cukai


Pajak-pajak, bea dan cukai merupakan peralihan kekayaan dari sektor swasta ke
pemerintah, yang diharuskan oleh UU dan dapat dipaksakan, dengan tidak
mendapat jasa timbal (tegenprestatie) yang langsung dapat ditunjuk, untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Pajak adalah sumber terpenting

5
dari segi penerimaan negara. Hal ini dapat kita lihat di dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Struktur APBN memperlihatkan bahwa sumber
penerimaan terdiri dari berbagai jenis pajak, bea masuk, bea keluar dan cukai.
Penerimaan pajak dari tahun ke tahun makin meningkat.

Bea dibagi atas dua yaitu:


1. Bea masuk ialah bea yang dipungut dari jumlah harga barang yang
dimasukkan ke daerah pabean dengan maksud untuk dipakai dan
dikenakan bea menurut tarif tertentu yang ditetapkan dengan UU dan
keputusan Menteri keuangan.

2. Bea keluar ialah bea yang dipungut dari jumlah harga barang tertentu
yang dikirim keluar daerah Indonesia dihitung berdasarkan tarif tertentu
berdasarkan UU.

Daerah Pabean ialah daerah yang ditentukan batas-batasnya oleh


pemerintah yang digunakan sebagai garis untuk memungut bea-bea.

Cukai ialah pungutan yang dikenakan atas barang-barang tertentu


berdasarkan tarif yang sudah ditentukan misalnya tembakau, gula, dan
bensin.

C. Penerimaan Negara Bukan Pajak (Non-Tax)


Dalam pasal 2 UU No.20 tahun 1997 terdapat 7 jenis penerimaan negara bukan
pajak (PNBP) yaitu:

a. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah yang terdiri:


Penerimaan jasa giro,
Penerimaan sisa anggaran pembangunan (SIAP) dan sisa anggaran rutin
(SIAR).

b. Penerimaan dari pemanfaatan SDA terdiri:


Royalti bidang perikanan,
Royalti bidang kehutanan,
Royalti bidang pertambangan, kecuali Migas.

Royalti adalah pembayaran yang diterima oleh negara sehubungan dengan


pemberian izin atau fasilitas tertentu dari negara kepada pihak lain untuk
memanfaatkan atau mengolah kekayaan negara.

c. Penerimaan dari hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan terdiri:


Bagian laba pemerintah,
Hasil penjualan saham pemerintah,

6
Deviden: pembayaran berupa keuntungan yang diterima oleh negara
sehubungan dengan keikut sertaan mereka selaku pemegang saham dalam
suatu perusahaan.
d. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilakukan pemerintah terdiri:
Pelayanan pendidikan,
Pelayanan kesehatan,
Pemberian hak paten, hak cipta, dan merk.
e. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan yang terdiri:
Lelang barang,
Denda,
Hasil rampasan yang diperoleh dari kejahatan.
f. Penerimaan berupa hibah.
g. Penerimaan lain yang diatur dengan UU.

D. Hasil Perusahaan Negara.


Yang tergolong dalam perusahaan negara adalah semua perusahaan yang
modalnya merupakan kekayaan negara dengan tidak melihat bentuknya. Selain
itu ada perusahaan negara yang berada dalam lapangan hukum perdata yang
berbentuk PT yang sahamnya seluruhnya berada ditangan pemerintah atau
kementerian yang bersangkutan.

E. Sumber-Sumber Lain

Yang termasuk dalam sumber-sumber lain ialah pencetakan uang (deficit


spending). Sumber terakhir ini oleh beberapa negara sering dilakukan.
Pemerintah Indonesia pernah melaksanakannya dalam rangka memenuhi
kebutuhan akan investasi negara untuk membiayai pembangunan yang
tercermin dalam Anggaran Belanja dan Pembangunan.

Secara teoritis sebenarnya dapat saja dilakukan oleh Pemerintah kapan saja.
Tetapi cara ini tidalah populer karena membawa akibat yang sangat mendalam
di bidang ekonomi. Oleh karena itu defisit tersebut ditutup dengan melalui
pinjaman atau kredit luar negeri yang berasal dari kelompok negara donor, yang
dalam Anggaran Belanja Negara penerimaan dari pinjaman tersebut merupakan
penerimaan pembangunan yang sebenarnya juga merupakan uang muka pajak
yang kelak dikemudian hari menjadi beban bagi generasi mendatang.

Sumber-sumber lainnya dari penerimaan negara adalah Pinjaman Negara, baik


yang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri.
Pinjaman dari dalam negeri dapat dibedakan dalam dua bagian, yakni jangka
pendek dan jangka panjang.

7
Pinjaman jangka pendek dengan cara pemberian pembukaan uang muka oleh
Bank Indonesia kepada Pemerintah sebelum penerimaan negara masuk ke kas
negara.
Pemberian uang muka ini untuk mencegah kevakuman dalam rangka
Pemerintah melakukan pengeluaran-pengeluaran. Pinjaman atau pemberian
uang muka ini dijamin dengan Kertas Perbendaharaan negara, dan pinjaman ini
akan dilunasi setelah ada penerimaan negara, seperti pajak dan penerimaan
negara bukan pajak sudah masuk dalam kas negara.
Pinjaman dalam negeri yang berjangka Panjang dilaksanakan dengan cara
menerbitkan uang kertas berharga (obligasi) berjangka waktu. Penjualan obligasi
berjangka ini ditujukan kepada seluruh masyarakat dan hasil penjualannya
digunakan untuk membiayai pembangunan.

Mengenai Pinjaman Luar Negeri, umumnya berjangka panjang. Sifat pinjaman Luar
Negeri hanya merupakan faktor pelengkap dan tidak mempunyai komitmen dengan
masalah politik dan ideologi.

Pinjaman Luar Negeri terdiri dari 2 macam:

Bantuan Program, yaitu bantuan keuangan yang diterima dari Luar Negeri berupa
devisa kredit. Devisa kredit ini kemudian dirupiahkan ke dalam kas negara sehingga
kas negara bertambah yang akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan.

Bantuan Proyek yaitu bantuan kredit yang diterima Pemerintah dari negara donor
berupa peralatan dan mesin-mesin untuk membangun proyek tertentu, seperti: proyek
tenaga listrik, jembatan, jalanan, pelabuhan, telekomunikasi dan irigasi. Sebagian dari
bantuan proyek ini diberikan dalam bentuk jasa konsultan dan tenaga teknisi yang
membantu merencanakan pembangunan proyek.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan


Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara bahwa
pendapatan negara dapat dikelompokan ke dalam:
1. Penerimaan Perpajakan
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
3. Hibah

Penjelasan:
1. Penerimaan Perpajakan
(i) Pajak dalam negeri terdiri dari :
Pajak Penghasilan dari Minyak Gas
Pajak Penghasilan Non Minyak Gas
PPn dan PPn BM
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

8
Cukai
Pajak lainnya

(ii) Pajak Perdagangan Internasional

2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)


Realisasi PNBP berasal dari:
Penerimaan Sumber daya alam ( pendapatan minyak bumi, pendapatan gas
alam, pendapatan pertambangan umum, pendapatan kehutanan,pendapatan
perikanan).
Bagian Pemerintah atas laba BUMN
Penerimaan Negara bukan pajak lainnya

3. Hibah
Penerimaan negara dalam bentuk sumbangan yang berasal dari negara lain,
swasta dan Pemerintah Daerah yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak
wajib dan tidak mengikat, tidak berlangsung terus menerus dan digunakan untuk
kegiatan tertentu. Adanya kesepakatan atau MoU mengenai pemberian hibah
yang dilakukan pemerintah dengan Pemerintah Negara Lain, Pihak Swasta atau
Pemerintah Daerah.

DEFINISI/PENGERTIAN PAJAK DAN HUKUM PAJAK.

Pengertian Pajak menurut UU KUP.

Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Definisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH:

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbale (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:

1. Iuran dari rakyat kepada Negara Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara.
Iuran tersebut berupa uang (bukan barang)

2. Berdasarkan undang-undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan


undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

9
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat
ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-pengeluaran


yang bermanfaat bagi masyarakat luas

KEDUDUKAN HUKUM PAJAK

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH., Hukum Pajak mempunyai kedudukan di
antara hukum-hukum sebagai berikut:

1. Hukum Perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu


lainnya.
2. Hukum Publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya.

Hukum Publik terdiri dari sebagai berikut:

Hukum Tata Negara

Hukum Tata Usaha (Hukum Administratif)

Hukum Pajak

Hukum Pidana

Dengan demikian kedudukan hukum pajak merupakan bagian dari hukum public.

Dalam mempelajari bidang hukum, berlaku apa yang disebut Lex Specialis derogat Lex
Generalis, yang artinya peraturan khusus lebih diutamakan dari pada peraturan umum
atau jika sesuatu ketentuan belum atau tidak diatur dalam peraturan khusus maka akan
berlaku ketentuan yang diatur dalam peraturan umum.

Dalam hal ini, peraturan khusus adalah hukum pajak, sedangkan peraturan umum
adalah hukum public atau hukum lain yang sudah ada sebelumnya.

Hukum pajak menganut paham imperative, yakni pelaksanaannya tidak dapat ditunda.
Misalnya dalam hal pengajuan kebaratan, sebelum ada keputusan dari Direktur
Jenderal Pajak bahwa keberatan tersebut diterima, maka Wajib Pajak yang
mengajukan keberatan terlebih dahulu membayar pajak, sesuai dengan yang telah
ditetapkan. Berbeda dengan hukum pidana yang manganut paham oportunitas, yakni
pelaksanaannya dapat ditunda setelah ada keputusan lain.

10
HUKUM PAJAK MATERIIL DAN HUKUM PAJAK FORMIL

Hukum Pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku pemungut pajak
dengan rakyat sebagai Wajib Pajak.

Ada 2 macam hukum pajak yakni:

1. Hukum pajak materiil, memuat norma-norma yang menerangkan antara lain


keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang
dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tariff), segala sesuatu
tentang timbul dan hapusnya utang pajak da hubungan hukum antara pemerintah dan
wajib pajak.

2. Hukum pajak formil, memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil
menjadi kenyataan (cara melaksanakan hokum pajak materiil).

Hukum ini memuat antara lain:

a. Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak.

b. Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para wajib pajak mengenai
keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak.

c. Kewajiban wajib pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/pencatatan dan


hakhak wajib pajak misalnya mengajukan keberatan dan banding.

Azas dan Yurisdiksi Pemungutan Pajak.

Asas Pemungutan Pajak

a. Asas domisili (asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh
penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal
dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.

b. Asas sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di
wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.

c. Asas kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara.

Tempat tinggal seseorang atau asas domisili.


merupakan suatu asas pemungutan pajak berdasarkan tempat tinggal atau domisili
seseorang. Lebih mudahnya dapat dijelaskan jika suatu negara hanya dapat memungut
pajak terhadap semua orang yang bertempat tinggal atau berdomisili di negara yang
bersangkutan atau seluruh penghasilan dimana pun diperoleh, tanpa memperhatikan
apakah orang yang bertempat tinggal tersebut warga negaranya atau warga negara
asing.

11
Negara yang menganut asas domisili akan menentukan dalam UU berapa lama
seseorang bertempat tinggal di negara tersebut.
Pasal 2 ayat 3 UU PPh No. 7 Tahun 1983 yang diubah dengan UU No. 36 Tahun 2008
(UU PPh) salah satunya yang menyebutkan definisi subyek pajak dalam negeri, yaitu
orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.

Kebangsaan seseorang atau asas kebangsaan


merupakan suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan pada kebangsaan suatu
negara. Dimana suatu negara akan memungut pajak kepada setiap orang yang
mempunyai kebangsaan atas negara yang bersangkutan sekalipun orang tersebut tidak
bertempat tinggal di negara yang bersangkutan.
Negara yang menganut system ini salah satunya adalah Amerika Serikat.
Untuk UU PPh tidak menganut asas kebangsaan, dan ini dibuktikan melalui pasal 2
ayat 4 UU PPh yang menyebutkan bahwa orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari disebut sebagai subyek
pajak luar negeri.
Bahkan dalam Peraturan Dirjen Pajak No.2/PJ/2009 diatur bahwa pekerja Indonesia di
luar negeri adalah subjek pajak luar negeri dan atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh pekerja Indonesia di luar negeri, tidak dikenai PPh di Indonesia.

Sumber dimana penghasilan diperoleh atau asas sumber


Merupakan suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan pada sumber atau tempat
penghasilan berada.
Apabila suatu sumber penghasilan berada di suatu negara, maka negara tersebut
berhak memungut pajak kepada setiap orang yang memperoleh penghasilan dari
tempat atau sumber penghasilan tersebut berada. Dalam kondisi ini jelas bahwa objek
pajak dapat berupa dividen atau royalty.

Penggolongan jenis pajak dan Sistem pemungutan pajak.

Penggolongan Jenis Pajak.

PENGGOLONGAN JENIS PAJAK


1. Menurut Sifatnya
a. Pajak Langsung : Pajak yang bebannya haru dipikul sendiri oleh Wajib Pajak ( WP )dan tidak dapat
dilimpahkan kepada orang lain. Misal : PPh.
b. Pajak Tidak Langsung : Pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada orang lain dan hanya
dikenakan pada hal-hal tertentu atau peristiwa tertentu saja. Misal : Pajak Pertambahan nilai.

12
2. Menurut Sasaran/Objeknya
a. Pajak Subjektif : Jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama memperhatikan keadaan pribadi
WP (subjeknya)
b. Pajak Objektif : Jenis pajak yang dikenakan dengan memperhatikan objeknya baik berupa keadaan
perbuatan/ peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak.

3. Menurut Lembaga Pemungutannya


a. Pajak Pusat : jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang dalam pelaksanaanya dilakukan
oleh Departemen Keuangan.
Contoh : Dirjen Pajak. Hasil pemungutan pajak pusat dimasukkan sebgai bagian dari APBN
Macam-macam Pajak Pusat :
PPh
PPN dan PnBM
PBB
Pajak/BPHTB
Bea Material
b. Pajak Daerah : Pajak yang di pungut oleh pemerintah daerah yang dalam pelaksanaannya dilakukan
oleh Dipenda.
Hasih pemungutan pajak daerah dimasukkan sebagai bagian dari penerimaan APBD.
Macam-macam Pajak Daerah :

Pajak Daerah Tk. 1 :


Pajak Kendaraan Bermotor
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

Pajak Daerah Tk. 2 :


Pajak Hotel dan Restoran
Pajak Hiburan
Pajak Reklame
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C
Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
Selain memungut pajak, pemerintah juga melakukan pemungutan dengan nama retribusiyaitu
pemungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

13
Tiga jenis retribusi antara lain :
1. Retribusi Jasa Umum yang terdiri atas : Retribusi pelayanan kesehatan ; pelayanan kebersihan
2. Retribusi Jasa Usaha yang terdiri atas : Retribusi pemakaian kekayaan daerah ; retribusi terminal
3. Retribusi Perizinan Tertentu yang terdiri atas : retribusi izin peruntukan penggunaan tanah,
retribusi izin mendirikan bangunan.

SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK


Ada 3 sistem pemungutan pajak, yaitu :
1. Official Assessment System,
2. Self Assessment System dan
3. With holding Tax System.
Di Indonesia menerapkan ketiga sistem tersebut.

1. Offsicial Assessment System


Adalah sistem pemungutan pajak yang wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh wajib pajak terletak pada fiskus atau aparat pemungut pajak. Sistem ini pada umumnya diterapkan
pada pengenaan pajak langsung . Dalam hal ini wajib pajak bersifat pasif karena utang pajak baru timbul
setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
Sistem diterapkan dalam hal pelunasan Pajak Bumi Bangunan (PBB), dimana KPP akan
mengeluarkan surat ketetapan pajak mengenai besarnya PBB yang terutang setiap tahun. Jad waji pajak
tidak perlu menghitung sendiri, tapi cukup membayar PBB berdasarkan Surat Pembayaran Pajak
Terutang (SPPT) yang dikeluarkan olek KPP dimana tempat objek pajak tersebut terdaftar.

2. Self Assessment System


Adalah sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang harus
dibayar oleh wajib pajak terletak pada pihak wajib pajak yang bersangkutan. Dalam sistem ini wajib pajak
sifat aktif untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri, sedangkan fiskus hanya
memberi penerangan, pengawasan atau sebagai verifikasi.
Sistem ini diterapkan dalam penyampaian SPT Tahunan PPh (baik untuk Wajib Pajak Badan mauoun
Wajib Pajak Orang Pribadi), dan SPT Masa PPN

3. With Holding Tax System


Adalah sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarya pajak yang
terutang tidak terletak pada fiskus mauoun wajib pajak sendiri melainkan pada pihak ketiga
yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Diterapkan dalam mekanisme pemotongan atau pemungutan sesuai PPh Pasal 21, PPh
Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Final Pasal 4 Ayat 2, PPh Pasal 15, dan PPN.
Sebagai bukti atas pelunasan pajak ini biasanya berupa bukti potong atau bukti pungut. Dalam

14
kasus tertentu ada juga yang berupa Surat Setoran Pajak (SSP). Bukti-bukti pemotongan ini
nanti dilampiri dalam SPT Tahunan PPh atau SPT Masa PPN dari Wajib Pajak yang
bersangkutan

Penafsiran dalam Hukum Pajak.

Di dalam memahami suatu ketentuan Undang-undang agar jelas diperlukan suatu


penafsiran. Penafsiran hukum ialah suatu upaya yangpada dasarnya menerangkan,
menjelaskan, menegaskan baik dalam artimemperluas ataupun membatasi atau mempersempit
pengertian hukumyang ada dalam rangka penggunaannya untuk memecahkan masalah atau
persoalan yang sedang dihadapi.

Cara-cara penafsiran hanya merupakan alat untuk mencoba mengetahui dan


memahami arti kadah-kaedah hukum.

Macam-macam penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum:

a. Penafsiran Tata Bahasa (Gramatika).

Penafsiran tata bahasa, ialah cara penafsiran berdasarkan pada bunyi ketentuan
undang-undang, dengan berpedomen pada arti perkataan perkataan dalam
hubungannya satu sama lain dalam kalimat-kalimat yang dipakai oleh undang-undang,
yang dianut ialah semat-mata arti perkataan menurut tata bahasa atau kebiasaan, yakni
arti dalam pemakaiansehari-hari.

b. Penafsiran Sahih (Resmi, Autentik)

ialah penafsiran yang pasti terhadap kata-kata itu sebagaimana yang diberikan oleh
pembentuk Undangundang.

Misalnya arti malam dalam Pasal 98 KUHP yang berarti waktu antara matahari
terbenam dan matahari terbit.

c. Penafsiran Histories :

1). Sejarah hukumannya, yang diselidiki maksudnya berdasarkan sejarah terjadinya


hukum tersebut.

2). Sejarah Undang-undangnya, yang diselidiki maksud pembentuk undang-undang


pada waktu membuat undang-undang itu, misalnya didenda f 10, sekarang ditafsirkan
dengan uang R.I., sebesar Rp.10,-

15
d. Penafsiran Sistematis (Dogmatis).

Penafsiran sistematis ialah penafsiran memiliki susunan yangberhubungan dengan


bunyi pasal-pasal lainnya baik dalam undangundang itu maupun dengan undang-
undang yang lain.

e. Penafsiran Sosiologi.

Penafsiran sosiologi yaitu penafsiran dengan mengingat maksud dan tujuan undang-
undang. Hal ini penting karena kebutuhan-kebutuhan berubah menurut masa,
sedangkan undang-undang tetap saja.

f. Penafsiran Ekstensip.

Penafsiran ekstensip ialah penafsiran dengan memperluas arti, katakata dalam


peraturan itu sehingga sesuatu peristiwa dapatdimaksudkan dalam ketentuan itu.
Misalnya aliran listrik termasuk benda.

g. Penafsiran Restriktif.

Penafsiran restriktif ialah penafsiran dengan mempersempit arti katakata dalam suatu
undang-undang, misalnya kerugian tidak termasuk kerugian yang tak berwujud
seperti sakit, cacat dan lain-lain.

h. Penafsiran Analogis.

Penafsiran analogis ialah penafsiran pada suatu hukum dengan memberi ibarat (kiyas)
pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya, sehingga suatu peristiwa yang
sebenarnya tidak dapat dimasukkan, kemudian dianggap sesuai dengan bunyi
peraturan tersebut.

i. Penafsiran A Contrario.

Penafsiran a contrario ialah suatu cara penafsiran undang-undang yang didasarkan


pada lawan dari ketentuan tersebut.Contoh Pasal 34 BW yang menyatakan bahwa
seorang perempuan tidak diperkenankan menikah lagi sebelum lewat 300 hari
setelah perkawinannya terdahulu diputuskan.Bagaimana hanya dengan laki-laki ? Tidak
berlaku karena kata lakilaki tidak disebutkan.

Cara-cara penafsiran sebagaimana telah diuraikan terdahulu pada umumnya


berlaku dalam Hukum Pajak, namun penafsiran Undang-undang pajak sering dilihat
dengan kaca mata yang istimewa, sehingga sering para sarjana mengatakan sebagai

16
masalah yang luar biasa. Alasannya banyak orang yang berbuat demikian,
karena berdasarkan kenyataan, bahwa corak pemungutan pajak berpengaruh besar
atas cara-cara penafsiran itu.

Mr. Santoso Brotodihardjo, S.H. (1982 : 147), menyatakan bahwa hingga kini
yang merupakan titik persengketaan di antara para sarjana adalah penafsiran analogi
dalam Hukum Pajak, sekali pun pada gelagatnya pada akhir-akhir ini mereka
cenderung kepada pendapat bawa penafsiran semacam ini harus tidak
dipergunakan dalam penafsiran perundang-undangan pajak.

Berdasarkan Pasal 23 Ayat (2) UUD 1945 bahwa segala pajakuntuk keperluan
Negara berdasarkan Undang-undang. Artinya bahwatidaklah sekali-kali diperkenankan
memungut pajak selain berdasarkan Undang-undang. Maksud dari ketentuan ini agar
wajib pajak tidak diperlakukan semena-mena oleh Fiskus.

DASAR TEORI PEMUNGUTAN PAJAK


Dalam pemungutan pajak terdapat beberapa dasar teori:
1. Teori Asuransi
Teori asuransi diartikan dengan suatu kepentingan masyarakat (seseorang) yang harus
dilindungi oleh negara. Masyarakat seakan mempertanggungkan keselamatan dan
keamanan jiwanya kepada negara.
2. Teori Kepentingan
Teori kepentingan diartikan sebagai Negara yang melindungi kepentingan harta benda
dan jiwa warga negara dengan memperhatikan pembagian beban pajak yang harus
dipungut dari seluruh penduduknya. Segala biaya atau pengeluaran yang akan
dikeluarkan oleh negara dibebankan kepada seluruh warga berdasarkan kepentingan
dari warga negara yang ada. Warga negara yang memiliki harta yang banyak,
membayar pajak lebih besar kepada negara untuk melindungi kepentingan dari warga
negara yang bersangkutan.
3. Teori Gaya Pikul
Dasar teori ini adalah asas keadilan, yaitu setiap orang yang dikenakan pajak harus
sama beratnya. Pajak yang harus dibayar adalah menurut gaya pikul seseorang yang
ukurannya adalah besarnya penghasilan dan besarnya pengeluaran.
4. Teori Gaya Beli
Teori ini menunjukan bahwa pembayaran pajak yang dilakukan kepada negara
dimaksudkan untuk memelihara masyarakat dalam negara yang bersangkutan. Gaya
beli suatu rumah tangga dalam masyarakat adalah sama dengan gaya beli suatu rumah
tangga negara.

17
5. Teori Bakti
Teori ini menekankan pada paham organische staatsleer yang mengajarkan bahwa
karena sifat negara sebagai suatu organisasi (perkumpulan) dari individu-individu, maka
timbul hak mutlak negara untuk memungut pajak.

18

Anda mungkin juga menyukai