Dasar Dasar Perpajakan
Dasar Dasar Perpajakan
Secara umum pemungutan pajak yang teratur dan permanen telah dikenakan pada
masa kolonial. Tetapi pada masa kerajaan dahulu juga telah ada pungutan seperti
pajak, pungutan seperti itu dipersembahkan kepada raja sebagai wujud rasa hormat
dan upeti kepada raja, yang disampaikan rakyat di wilayah kerajaan maupun di wilayah
jajahan, figur raja dalam hal ini dapat dipandang sebagi manifestasi dari kekuasaan
tunggal kerajaan (negara).
Pada tahun 1960 dikeluarkan UU Nomor 5 Tahun 1960 yang mengemukakan bahwa
hukum atas tanah berlaku atas semua tanah di Indonesia, ditegaskan lagi dengan
Keputusan Presidium Kabinet Tanggal 10 Februari Tahun 1967 Nomor
87/Kep/U/4/1967. dengan pemberian otonomi dan desentralisasi kepada pemerintah
Daerah, Pajak Hasil Bumi kemudian namanya diubah menjadi IPEDA (Iuran
Pembangunan Daerah) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Iuran Negara
No.PM.PPU 1-1-3 Tanggal 29 November 1965 yang berlaku mulai 1 November 1965.
Pengenaan pajak langsung sebagai cikal bakal dari pajak penghasilan sudah terdapat
pada zaman Romawi Kuno, antara lain dengan adanya pungutan yang bernama
tributum yang berlaku sampai dengan tahun 167 Sebelum Masehi.
Pengenaan pajak pajak penghasilan secara eksplisit yang diatur dalam suatu Undang-
undang sebagai Income Tax baru dapat ditemukan di Inggris pada tahun 1799. Di
Amerika Serikat, pajak penghasilan untuk pertama kali dikenal di New Plymouth pada
tahun 1643, dimana dasar pengenaan pajak adalah " a person's faculty, personal
faculties and abilitites",
1
Pada tahun 1646 di Massachusett dasar pengenaan pajak didasarkan pada "returns
and gain". Personal faculty and abilities" secara implisit adalah pengenaan pajak
pengahasilan atas orang pribadi, sedangkan "Returns and gain" berkonotasi pada pajak
penghasilan badan.
Tonggak-tonggak penting dalam sejarah pajak di Amerika Serikat adalah Undang-
Undang Pajak Federal tahun 1861 yang selanjutnya telah beberapa kali mengalami tax
reform, terakhir dengan Tax Reform Act tahun 1986. Surat Pemberitahuan Pajak
Penghasilan (tax return) yang dibuat pada tahun 1860-an berdasarkan Undang-Undang
Pajak Federal tersebut telah dipergunakan sampai dengan tahun 1962.
Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari:
hingga saat ini struktur pendapatan negara masih didominasi oleh penerimaan
perpajakan,teruttama penerimaan pajak dalam negeri dari sektor nonmigas.
2
Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) adalah:
semua penerimaan yang diterima oleh negara dalam bentuk penerimaan dari :
sumber daya alam,
bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara,serta
penerimaan negara bukan pajak lainnya.
Sebagai salah satu sumber pendapatan negara, PNBP memiliki peran yang cukup
penting dalam menopang kebutuhan pendanaan anggaran dalam APBN walaupun
sangat rentan terhadap perkembangan berbagai faktor eksternal.
PNBP juga dipengaruhi oleh perubahan indikator ekonomi makro,terutama nilai tukar
dan harga minyak mentah di pasar internasional. Hal ini terutama karena struktur PNBP
masih didomiinasi oleh penerimaan sumber daya alam (SDA), khususnya yang berasal
dari penerimaan minyak bumi dan gas alam (migas), yang sangat dipengaruhi oleh
perkembangan nilai tukar rupiah,harga minyak mentah,dan tingkat lifting minyak.
3
Pajak/Pungutan Ekspor
4
dapat memperoleh, mengurus, dan membelanjakan uangnya yang diperlukan
untuk menunaikan rugasnya.
Pembiayaan pembangunan memerlukan dana yang tidak sedikit sebagai syarat mutlak
agar pembangunan dapat berhasil. Uang yang digunakan untuk itu didapat dari
berbagai sumber penerimaan negara.
Pada umumnya negara mempunyai sumber-sumber penghasilan yang terdiri dari:
Pasal 33 UUD 1945 mengatur bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasi oleh negara dan dipergunakan untuk
kemakmuran rakyat sebesar-besarnya. Selanjutnya Pasal 1 ayat 2 Undang-
undang Pokok Agraria menegaskan bahwa bumi, air dan ruang angkasa
termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik
Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Bumi, air, dan ruang angkasa
milik Bangsa Indonesia merupakan kekayaan nasional.
Negara hanya menguasai bumi, air dan ruang angkasa. Dengan demikian dapat
dipahani bahwa negara tidak dapat menjual tanah kepada pihak swasta,
sebagaimana yang terjadi pada zaman pemerintahan Hindia Belanda di mana
tanah dijual oleh Pemerintah kepada pihak partikelir (swasta), sehingga banyak
diketemukan tanah partikelir.
Baru sesudah berlakunya UU Pokok Agraria 1960 tanah-tanah partikelir ini
dihapuskan.
5
dari segi penerimaan negara. Hal ini dapat kita lihat di dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Struktur APBN memperlihatkan bahwa sumber
penerimaan terdiri dari berbagai jenis pajak, bea masuk, bea keluar dan cukai.
Penerimaan pajak dari tahun ke tahun makin meningkat.
2. Bea keluar ialah bea yang dipungut dari jumlah harga barang tertentu
yang dikirim keluar daerah Indonesia dihitung berdasarkan tarif tertentu
berdasarkan UU.
6
Deviden: pembayaran berupa keuntungan yang diterima oleh negara
sehubungan dengan keikut sertaan mereka selaku pemegang saham dalam
suatu perusahaan.
d. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilakukan pemerintah terdiri:
Pelayanan pendidikan,
Pelayanan kesehatan,
Pemberian hak paten, hak cipta, dan merk.
e. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan yang terdiri:
Lelang barang,
Denda,
Hasil rampasan yang diperoleh dari kejahatan.
f. Penerimaan berupa hibah.
g. Penerimaan lain yang diatur dengan UU.
E. Sumber-Sumber Lain
Secara teoritis sebenarnya dapat saja dilakukan oleh Pemerintah kapan saja.
Tetapi cara ini tidalah populer karena membawa akibat yang sangat mendalam
di bidang ekonomi. Oleh karena itu defisit tersebut ditutup dengan melalui
pinjaman atau kredit luar negeri yang berasal dari kelompok negara donor, yang
dalam Anggaran Belanja Negara penerimaan dari pinjaman tersebut merupakan
penerimaan pembangunan yang sebenarnya juga merupakan uang muka pajak
yang kelak dikemudian hari menjadi beban bagi generasi mendatang.
7
Pinjaman jangka pendek dengan cara pemberian pembukaan uang muka oleh
Bank Indonesia kepada Pemerintah sebelum penerimaan negara masuk ke kas
negara.
Pemberian uang muka ini untuk mencegah kevakuman dalam rangka
Pemerintah melakukan pengeluaran-pengeluaran. Pinjaman atau pemberian
uang muka ini dijamin dengan Kertas Perbendaharaan negara, dan pinjaman ini
akan dilunasi setelah ada penerimaan negara, seperti pajak dan penerimaan
negara bukan pajak sudah masuk dalam kas negara.
Pinjaman dalam negeri yang berjangka Panjang dilaksanakan dengan cara
menerbitkan uang kertas berharga (obligasi) berjangka waktu. Penjualan obligasi
berjangka ini ditujukan kepada seluruh masyarakat dan hasil penjualannya
digunakan untuk membiayai pembangunan.
Mengenai Pinjaman Luar Negeri, umumnya berjangka panjang. Sifat pinjaman Luar
Negeri hanya merupakan faktor pelengkap dan tidak mempunyai komitmen dengan
masalah politik dan ideologi.
Bantuan Program, yaitu bantuan keuangan yang diterima dari Luar Negeri berupa
devisa kredit. Devisa kredit ini kemudian dirupiahkan ke dalam kas negara sehingga
kas negara bertambah yang akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan.
Bantuan Proyek yaitu bantuan kredit yang diterima Pemerintah dari negara donor
berupa peralatan dan mesin-mesin untuk membangun proyek tertentu, seperti: proyek
tenaga listrik, jembatan, jalanan, pelabuhan, telekomunikasi dan irigasi. Sebagian dari
bantuan proyek ini diberikan dalam bentuk jasa konsultan dan tenaga teknisi yang
membantu merencanakan pembangunan proyek.
Penjelasan:
1. Penerimaan Perpajakan
(i) Pajak dalam negeri terdiri dari :
Pajak Penghasilan dari Minyak Gas
Pajak Penghasilan Non Minyak Gas
PPn dan PPn BM
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
8
Cukai
Pajak lainnya
3. Hibah
Penerimaan negara dalam bentuk sumbangan yang berasal dari negara lain,
swasta dan Pemerintah Daerah yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak
wajib dan tidak mengikat, tidak berlangsung terus menerus dan digunakan untuk
kegiatan tertentu. Adanya kesepakatan atau MoU mengenai pemberian hibah
yang dilakukan pemerintah dengan Pemerintah Negara Lain, Pihak Swasta atau
Pemerintah Daerah.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Definisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH:
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbale (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
1. Iuran dari rakyat kepada Negara Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara.
Iuran tersebut berupa uang (bukan barang)
9
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat
ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH., Hukum Pajak mempunyai kedudukan di
antara hukum-hukum sebagai berikut:
Hukum Pajak
Hukum Pidana
Dengan demikian kedudukan hukum pajak merupakan bagian dari hukum public.
Dalam mempelajari bidang hukum, berlaku apa yang disebut Lex Specialis derogat Lex
Generalis, yang artinya peraturan khusus lebih diutamakan dari pada peraturan umum
atau jika sesuatu ketentuan belum atau tidak diatur dalam peraturan khusus maka akan
berlaku ketentuan yang diatur dalam peraturan umum.
Dalam hal ini, peraturan khusus adalah hukum pajak, sedangkan peraturan umum
adalah hukum public atau hukum lain yang sudah ada sebelumnya.
Hukum pajak menganut paham imperative, yakni pelaksanaannya tidak dapat ditunda.
Misalnya dalam hal pengajuan kebaratan, sebelum ada keputusan dari Direktur
Jenderal Pajak bahwa keberatan tersebut diterima, maka Wajib Pajak yang
mengajukan keberatan terlebih dahulu membayar pajak, sesuai dengan yang telah
ditetapkan. Berbeda dengan hukum pidana yang manganut paham oportunitas, yakni
pelaksanaannya dapat ditunda setelah ada keputusan lain.
10
HUKUM PAJAK MATERIIL DAN HUKUM PAJAK FORMIL
Hukum Pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku pemungut pajak
dengan rakyat sebagai Wajib Pajak.
2. Hukum pajak formil, memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil
menjadi kenyataan (cara melaksanakan hokum pajak materiil).
b. Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para wajib pajak mengenai
keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak.
a. Asas domisili (asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh
penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal
dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.
b. Asas sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di
wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
11
Negara yang menganut asas domisili akan menentukan dalam UU berapa lama
seseorang bertempat tinggal di negara tersebut.
Pasal 2 ayat 3 UU PPh No. 7 Tahun 1983 yang diubah dengan UU No. 36 Tahun 2008
(UU PPh) salah satunya yang menyebutkan definisi subyek pajak dalam negeri, yaitu
orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
12
2. Menurut Sasaran/Objeknya
a. Pajak Subjektif : Jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama memperhatikan keadaan pribadi
WP (subjeknya)
b. Pajak Objektif : Jenis pajak yang dikenakan dengan memperhatikan objeknya baik berupa keadaan
perbuatan/ peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak.
13
Tiga jenis retribusi antara lain :
1. Retribusi Jasa Umum yang terdiri atas : Retribusi pelayanan kesehatan ; pelayanan kebersihan
2. Retribusi Jasa Usaha yang terdiri atas : Retribusi pemakaian kekayaan daerah ; retribusi terminal
3. Retribusi Perizinan Tertentu yang terdiri atas : retribusi izin peruntukan penggunaan tanah,
retribusi izin mendirikan bangunan.
14
kasus tertentu ada juga yang berupa Surat Setoran Pajak (SSP). Bukti-bukti pemotongan ini
nanti dilampiri dalam SPT Tahunan PPh atau SPT Masa PPN dari Wajib Pajak yang
bersangkutan
Penafsiran tata bahasa, ialah cara penafsiran berdasarkan pada bunyi ketentuan
undang-undang, dengan berpedomen pada arti perkataan perkataan dalam
hubungannya satu sama lain dalam kalimat-kalimat yang dipakai oleh undang-undang,
yang dianut ialah semat-mata arti perkataan menurut tata bahasa atau kebiasaan, yakni
arti dalam pemakaiansehari-hari.
ialah penafsiran yang pasti terhadap kata-kata itu sebagaimana yang diberikan oleh
pembentuk Undangundang.
Misalnya arti malam dalam Pasal 98 KUHP yang berarti waktu antara matahari
terbenam dan matahari terbit.
c. Penafsiran Histories :
15
d. Penafsiran Sistematis (Dogmatis).
e. Penafsiran Sosiologi.
Penafsiran sosiologi yaitu penafsiran dengan mengingat maksud dan tujuan undang-
undang. Hal ini penting karena kebutuhan-kebutuhan berubah menurut masa,
sedangkan undang-undang tetap saja.
f. Penafsiran Ekstensip.
g. Penafsiran Restriktif.
Penafsiran restriktif ialah penafsiran dengan mempersempit arti katakata dalam suatu
undang-undang, misalnya kerugian tidak termasuk kerugian yang tak berwujud
seperti sakit, cacat dan lain-lain.
h. Penafsiran Analogis.
Penafsiran analogis ialah penafsiran pada suatu hukum dengan memberi ibarat (kiyas)
pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya, sehingga suatu peristiwa yang
sebenarnya tidak dapat dimasukkan, kemudian dianggap sesuai dengan bunyi
peraturan tersebut.
i. Penafsiran A Contrario.
16
masalah yang luar biasa. Alasannya banyak orang yang berbuat demikian,
karena berdasarkan kenyataan, bahwa corak pemungutan pajak berpengaruh besar
atas cara-cara penafsiran itu.
Mr. Santoso Brotodihardjo, S.H. (1982 : 147), menyatakan bahwa hingga kini
yang merupakan titik persengketaan di antara para sarjana adalah penafsiran analogi
dalam Hukum Pajak, sekali pun pada gelagatnya pada akhir-akhir ini mereka
cenderung kepada pendapat bawa penafsiran semacam ini harus tidak
dipergunakan dalam penafsiran perundang-undangan pajak.
Berdasarkan Pasal 23 Ayat (2) UUD 1945 bahwa segala pajakuntuk keperluan
Negara berdasarkan Undang-undang. Artinya bahwatidaklah sekali-kali diperkenankan
memungut pajak selain berdasarkan Undang-undang. Maksud dari ketentuan ini agar
wajib pajak tidak diperlakukan semena-mena oleh Fiskus.
17
5. Teori Bakti
Teori ini menekankan pada paham organische staatsleer yang mengajarkan bahwa
karena sifat negara sebagai suatu organisasi (perkumpulan) dari individu-individu, maka
timbul hak mutlak negara untuk memungut pajak.
18