Anda di halaman 1dari 12

BAB I

KONSEP MEDIS
A. Definisi
Kanker paru merupakan tumor ganas primer sistem pernapasan bagian bawah
yang bersifat epitelial dan berasal dari mukosa percabangan bronkus sehingga kanker
paru termasuk karsinoma bronkogenik oleh karena sebagian besar sekitar 95% tumor
ganas paru ini berasal dari mukosa percabangan bronkus (Price & Wilson, 2006).
Kanker paru adalah pertumbuhan sel-sel kanker yang tidak dapat terkendali dalam
jaringan paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan terutama
asap rokok (Smeltzer, Bare, & Hinkle, 2010). Kanker paru saat ini telah menjadi
penyebab utama kematian akibat kanker pada laki-laki maupun perempuan dimana
insidensi tertinggi terjadi pada usia antara 55-65 tahun (Price & Wilson, 2006).
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru-paru (1977) :
1. Karsinoma epidermoid (skuamosa). Kanker ini berasal dari permukaan epitel
bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok
jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar
hilus, dan menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui
beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening
hilus, dinding dada dan mediastinum.
2. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat). Biasanya terletak ditengah disekitar
percabangan utama bronki. Tumor ini timbul dari sel-sel Kulchitsky, komponen
normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel sel kecil dengan inti hiperkromatik
pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe
hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ organ distal.
3. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar). Memperlihatkan susunan
selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan timbul
di bagian perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan
jaringan parut local pada paru-paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali
meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis
tetap tidak menunjukkan gejala-gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh.
4. Karsinoma sel besar. Merupakan sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi
sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-
sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat
dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat tempat yang jauh.
5. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
B. Etiologi
Menurut Price & Wilson (2006), etiologi karsinoma bronkogenik atau kanker
paru sebenarnya belum diketahui, tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang dapat
meningkatkan insidensi penyakit ini, yaitu:
1. Merokok. Faktor ini merupakan faktor yang paling berpengaruh (85%) terhadap
angka kejadian kasus kanker paru. Hasil penelitian prospektif yang melibatkan
200.000 laki-laki berusia 50-69 tahun yang diteliti selama 44 bulan menyatakan
bahwa angka kematian akibat kanker paru per 100.000 orang adalah 3,4 diantara
laki-laki yang tidak merokok, 59,3 diantara mereka yang merokok 10 sampai 20
batang sehari, dan 217,3 diantara mereka yang merokok 40 batang atau lebih
dalam sehari. Beberapa penelitian juga menyatakan bahwa perokok pasif memiliki
kemungkinan dua kali lebih besar mendapatkan penyakit ini.
2. Polusi udara. Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di
daerah perkotaan dibandingkan dengan di daerah pedesaan. Bukti statistik juga
menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan
tingkat sosial ekonomi paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas
sosial yang lebih tinggi. Hal tersebut terjadi karena kelompok sosial ekonomi yang
lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka
dimana kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi atau karsinogen (bahan
yang dapat menimbulkan kanker, ditemukan pada udara polusi dan asap rokok
yaitu 3,4 benzpiren).
3. Bahaya industri. Pada keadaan tertentu, kanker paru tampaknya merupakan
penyakit akibat kerja, seperti para pekerja industri. Dari berbagai bahaya industri,
yang paling penting adalah asbes (banyak digunakan pada industri bangunan).
Risiko kanker paru diantara para pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh
kali lebih besar daripada masyarakat umum. Peningkatan resiko kanker paru juga
ditemukan pada mereka yang bekerja dengan uranium, kromat, arsen (misalnya
insektisida yang digunakan untuk pertanian) dan besi. Risiko kanker paru baik
akibat kontak dengan asbes maupun uranium meningkat jika individu tersebut
juga merokok.
4. Makanan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perokok yang makanannya
rendah vitamin A memiliki resiko yang lebih besar untuk terjadinya kanker paru.
5. Genetik atau kecenderungan familial. Terdapat juga bukti bahwa anggota keluarga
pasien kanker paru beresiko lebih besar terkena penyakit ini. Penelitian yang telah
dilakukan memperlihatkan hubungan anggota keluarga tingkat pertama pasien
kanker dengan mutasi herediter gen p53 dan rb (gen penekan tumor) memiliki
resiko sebesar dua hingga tiga kali lipat untuk terjadinya kanker paru dan tidak
berhubungan dengan kebiasaan merokok.
C. Manifestasi Klinik
Kanker paru menyerupai banyak jenis penyakit paru lain dan tidak mempunyai awitan
yang khas. Seringkali kanker paru menyerupai gejala pneumonitis yang tidak dapat
ditanggulangi. Adapun tanda gejala yang dapat muncul (Price & Wilson, 2006):
1. Batuk
2. Hemoptosis
3. Mengi lokal dan dispnea ringan akibat obstruksi bronkus
4. Nyeri dada berupa perasaan sakit atau tidak enak pada dada dapat timbul sebagai
akibat penyebaran neoplastik ke mediastinum. Nyeri pleuritik dapat pula timbul
bila terjadi serangan sekunder pada pleura akibat penyebaran neoplastik atau
pneumonia
5. Gejala lanjut yaitu anoreksia, penunuran berat badan dan kelelahan
D. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang pada kanker paru yaitu:
1. Radiologi
a. Foto thorax posterior anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya
kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat
menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis
erosi tulang rusuk atau vertebra.
b. Bronkhografi. Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium.
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe). Dilakukan untuk mengkaji
adanya/ tahap karsinoma.
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA. Dapat dilakukan untuk mengkaji
kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit. Dapat dilakukan untuk mengevaluasi
kompetensi imun (umum pada kanker paru).
3. Histopatologi.
a. Bronkoskopi. Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan
pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat
diketahui).
b. Biopsi Trans Torakal (TTB). Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi
yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90
95 %.
c. Torakoskopi. Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih
baik dengan cara torakoskopi.
d. Mediastinosopi. Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar
getah bening yang terlibat.
e. Torakotomi. Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila
bermacam macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal
mendapatkan sel tumor.
4. Pencitraan
a. CT-Scanning untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
b. MRI untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
E. Penatalaksanaan
Secara umum pilihan terapi untuk kanker paru adalah combined modality
therapy (multi-modality therapy), berupa bedah, radioterapi dan kemoterapi dan terapi
lain.
1. Bedah. Hanya diindikasikan untuk kanker paru stage I atau II atau untuk
pengobatan paliatif yaitu pada kondisi mengancam nyawa misalnya batuk darah
masif, distres pernapasan karena sindrom vena kava superior, nyeri hebat pada
Pancoast tumor, nyeri hebat pada sindrom pleksus brakialis. Jika pada saat bedah
didapat pembesaran kelenjar getah bening maka semua harus diangkat dan pada
kasus pasca bedah dengan metastasis kelenjar getah bening mediastinal
(N2) dipertimbangkan pemberian radioterapi dan/atau kemoterapi.
2. Radioterapi. Radioterapi atau iradiasi diberikan pada kasus stage III dan IV, dapat
diberikan tunggal untuk mengatasi masalah di paru (terapi lokal) atau gabungan
dengan kemoterapi. Dosis untuk kanker primer adalah 5.000 6.000 cGy dengan
menggunakan COBALT atau LINAC dengan cara pemberian 200 cGy/x/hari, 5
hari dalam seminggu. Pemberian radiosensitiser dapat lebih meningkatkan
respons irradiasi itu, misalnya dengan memberikan obat anti-kanker karboplatin,
golongan taxan, gemsitabine, capecitabine dengan dosis sangat kecil sehingga
tidak mempunyai efek sistemik. Radioterapi dapat diberikan sendiri (radiotherapy
only) atau kombinasi dengan kemoterapi (konkuren, sekuensial atau alternating)
meskipun sebagai konsekuensinya toksisiti menjadi lebih banyak dan sangat
mengganggu.
3. Kemoterapi. Kemoterapi dapat diberikan pada semua jenis histologis kanker
paru. Kemoterapi dapat diberikan jika memenuhi syarat antara lain: keadaan
umum baik, fungsi hati, ginjal dan sistem homeostatik (darah) baik. Evaluasi
toksisiti non-hematologik segera setelah pemberian kemoterapi dimulai, toksisiti
itu dinilai tingat keparahannya berdasarkan skala toksisiti WHO sedangkan
toksisiti hematologik sebaiknya dilakukan setiap 1 minggu. Berat ringannya
toksisiti akan mempengaruhi jadwal pemberian kemoterapi berikutnya. Toksisiti
non-hematologik yang paling sering timbul mual dan muntah, diare, neuropati,
alopesia.
4. Targeted Therapy. Targeted therapy adalah obat kanker yang menggunakan
reseptor untuk membunuh sel kanker, yang telah digunakan luas saat ini adalah
obat yang bekerja sebagai TKI (tirosin kinase inhibitor). Seperti erlotinib dan
gefitinib, obat golongan ini lebih sederhana cara pemberiannya dan ringan efek
sampingnya, tetapi pemanfaatannya sebagai terapi lini pertama (first line) masih
perlu pembuktian lebih lanjut. Penggunaan obat obat lain misal imunoterapi,
herbal medicine, chinese traditional medicine, dan lain-lain masih dalam
penelitian dan belum menjadi standar pengobatan kanker paru.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat: Kelemahan, ketidakmampuan, mempertahankan kebiasaan
rutin, dispnoe karena aktivitas , kelesuan biasanya tahap lanjut.
2. Sirkulasi: Peningkatan Vena Jugularis ; Bunyi jantung: gesekan perikordial
(menunjukkan efusi ), takikardia, disritmia.
3. Integritas Ego: Ansietas, takut akan kematian, menolak kondisi yang berat,
gelisah, insomnia, pertanyan yang diulang-ulang
4. Eliminasi: Diare yang hilang timbul (ketidakseimbangan hormonal), peningkatan
frekuensi/jumlah urine.
5. Makanan/cairan : Penurunan Berat badan, nafsu makan buruk, penurunan
masukan makanan, kesulitan menelan, haus/peningkatan masukan cairan Kurus,
kerempeng, atau penampilan kurang bobot (tahap lanjut 0, edema wajah,
periorbital ( ketidakseimbangan hormonal ), Glukosa dalam urine .
6. Ketidaknyamanan/nyeri: nyeri dada, dimana tidak/dapat dipengaruhi oleh
perubahan posisi. Nyeri bahu/tangan, nyeri tulang/sendi, erosi kartilago sekunder
terhadap peningkatan hormon pertumbuhan. Nyeri abdomen hilang/timbul.
7. Pernafasan : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya , peningkatan
produksi sputum, nafas pendek, pekerja terpapar bahan karsinogenik, serak,
paralisis pita suara, dan riwayat merokok. Dispnea menigkat, peningkatan
fremitus taktil, krekels/mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran
udara). Krekels/mengi yang menetap penyimpangan trakeal (area yang mengalami
lesi) Hemoptisis.
8. Keamanan : Demam, mungkin ada/tidak, kemerahan, kulit pucat.
9. Seksualitas : Ginekomastia, amenorea, atau impoten.
10. Penyuluhan/pembelajaran : Faktor resiko keluarga : adanya riwayat kanker paru,
TBC.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan peningkatan jumlah sekret.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.
C. Rencana/Intervensi Keperawatan

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Ketidakefektifan NOC:
Bersihan Jalan Respiratory status : Pastikan kebutuhan oral / tracheal
Nafas Ventilation suctioning.
berhubungan Respiratory status : Airway Berikan O2 l/mnt, metode
dengan: patency Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
- Infeksi, disfungsi Aspiration Control dalam
neuromuskular, Setelah dilakukan tindakan Posisikan pasien untuk memaksimalkan
hiperplasia keperawatan selama ventilasi
dinding bronkus, ..pasien Lakukan fisioterapi dada jika perlu
alergi jalan nafas, menunjukkan keefektifan jalan Keluarkan sekret dengan batuk atau
asma, trauma nafas dibuktikan dengan suction
- Obstruksi jalan kriteria hasil : Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
nafas : spasme Mendemonstrasikan batuk tambahan
jalan nafas, sekresi efektif dan suara nafas yang Berikan bronkodilator :
tertahan, bersih, tidak ada sianosis -
banyaknya mukus, dan dyspneu (mampu - .
adanya jalan nafas mengeluarkan sputum, -
buatan, sekresi bernafas dengan mudah, Monitor status hemodinamik
bronkus, adanya tidak ada pursed lips)
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
eksudat di Menunjukkan jalan nafas Lembab
alveolus, adanya yang paten (klien tidak
Berikan antibiotik :
benda asing di merasa tercekik, irama
.
jalan nafas. nafas, frekuensi pernafasan
.
DS: dalam rentang normal, tidak
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
ada suara nafas abnormal)
- Dispneu keseimbangan.
Mampu
DO:
mengidentifikasikan dan Monitor respirasi dan status O2
- Penurunan suara
mencegah faktor yang Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk
nafas mengencerkan sekret
penyebab.
- Orthopneu
Saturasi O2 dalam batas Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
- Cyanosis penggunaan peralatan : O2, Suction,
normal
- Kelainan suara Inhalasi.
Foto thorak dalam batas
nafas (rales,
normal
wheezing)
- Kesulitan
berbicara
- Batuk, tidak
efekotif atau tidak
ada
- Produksi sputum
- Gelisah
- Perubahan
frekuensi dan
irama nafas
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan/
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Ketidakefektifan NOC: NIC:


pola napas Respiratory status : Posisikan pasien untuk memaksimalkan
berhubungan dengan Ventilation ventilasi
: Respiratory status : Airway Pasang mayo bila perlu
- Hiperventilasi patency Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Penurunan Vital sign Status Keluarkan sekret dengan batuk atau
energi/kelelahan suction
- Perusakan/pelema Setelah dilakukan tindakan Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
han muskulo- keperawatan selama tambahan
skeletal ..pasien menunjukkan Berikan bronkodilator :
- Kelelahan otot keefektifan pola nafas, -..
pernafasan dibuktikan dengan kriteria .
- Hipoventilasi hasil:
Berikan pelembab udara Kassa basah
sindrom Mendemonstrasikan batuk NaCl Lembab
- Nyeri efektif dan suara nafas yang
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
- Kecemasan bersih, tidak ada sianosis dan
keseimbangan.
- Disfungsi dyspneu (mampu
Neuromuskuler mengeluarkan sputum, Monitor respirasi dan status O2
- Obesitas mampu bernafas dg mudah, Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
- Injuri tulang tidakada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas Observasi adanya tanda tanda
belakang
hipoventilasi
yang paten (klien tidak
DS: merasa tercekik, irama nafas, Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
- Dyspnea frekuensi pernafasan dalam
- Nafas pendek rentang normal, tidak ada Monitor vital sign
Informasikan pada pasien dan keluarga
DO: suara nafas abnormal)
tentang tehnik relaksasi untuk
- Penurunan tekanan Tanda Tanda vital dalam
memperbaiki pola nafas.
inspirasi/ekspirasi rentang normal (tekanan
Ajarkan bagaimana batuk efektif
- Penurunan darah, nadi, pernafasan)
Monitor pola nafas
pertukaran udara
per menit
- Menggunakan otot
pernafasan
tambahan
- Orthopnea
- Pernafasan pursed-
lip
- Tahap ekspirasi
berlangsung
sangat lama
- Penurunan
kapasitas vital
- Respirasi: < 11
24 x /mnt
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan/
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut NOC: Lakukan pengkajian nyeri komprehensif


Berhubungan Kontrol nyeri yang meliputi lokasi, karakteristik,
dengan: Perfusi jaringan : kardiak onset/durasi, frekuensi,kualitas, intensitas
Status kenyamana : fisik atau beratnya nyeri dan faktor pencetus
DS: Observasi adanya petunjuk nonverbal
- Keluhan tentang Setelah dilakukan tindakan mengenai ketidaknyamanan terutama pada
karakteristik nyeri keperawatan selama.nyeri mereka yang tidak dapat berkomunikasi
DO: akut teratasi dengan indikator : secara efektif.
- Ekspresi wajah Takikardia tidak ada Gunakan strategi komunikasi terapeutik
meringis Tekanan darah dalam batas untuk mengetahui pengalam nyeri dan
- Fokus menyempit normal sampaikan penerimaan pasien terhadap
- Fokus pada diri Nyeri hilang atau tidak ada nyeri.
sendiri Tentukan akibat dari pengalaman nyeri
- Perubahan posisi terhadap kualitas hidup pasien.
untuk Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat
menghindari nyeri menurunkan atau memperberat nyeri.
- Putus asa Berikan informasi mengenai nyeri, seperti
- Sikap melindungi penyebab nyeri, berapa lama nyeri dirasakan.
area nyeri Kurangi atau eliminasi faktor-faktor yang
dapat mencetuskan atau meningkatkan nyeri
(kelelahan, stres)
Dorong istirahat/tidur yang adekuat untuk
membantu penurunan nyeri.
Ajarkan teknik non farmakologi (teknik
relaksasi)
Berikan oksigen tambahan seperti yang
diperintahkan.
BAB III

WEB OF CAUTION (WOC)

Asap Rokok Polusi Udara Genetik Industri

Sel Epitel mukosa iritatif Aerosol Gen Pencetus CA Bahan aktif (ion)

yang karsinogenik

Bronchial Deposition

Melaplasia

Squamosus Dysplasia

Kanker Paru
Hipersekresi mucus, hyperplasia sel epitel

Obstruksi lumen Hipermetabolik Menjalar ke pleura Struktur dinding epitel pecah

Saluran napas

Menjalar ke dinding dada

Ketidakefektifan bersihan Sesak

Jalan napas Nyeri

Ketidakefetifan pola napas

Nyeri Akut

Kelelahan Penurunan BB

Mikro Gleding Nekrosis sel epitel

Intoleransi Aktivitas Ketidakseimbangan nutrisi

Kurang dari kebutuhan Tubuh Batuk Resiko infeksi


DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interventions Classification (6 ed.). (I. Nurjannah, & R. D. Tumanggor, Penerj.)
Philadephia: Elsevier.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2010). Nursing care plans ed.8.
Philadelphia: F.A Davis Company.

Heather, H. T. (2015). Nursing Diagnoses definitions and classification 2015-2017 (10 ed.).
(B. A. Keliat, H. D. Windarwati, A. Pawirowiyono, & A. Subu, Penerj.) Jakarta:
EGC.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing outcomes
Classification (NOC) (5 ed.). (I. Nurjannah, & R. D. Tumanggor, Penerj.)
Philadelphia: Elsevier.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit
vol.2 ed.6. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., & Hinkle, J. L. (2010). Textbook of medical-surgical nursing (12
ed., Vol. 1). Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai