SKRIPSI
Oleh:
UDI WAHYUDI
NIM: 108044100045
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1436 H/2015 M
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
memberikan nikmat sehat walafiyat sehangga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
Salawat serta salam jaga tercurah kepada jungjungan Nabi besar kita Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga, parasa habat, pengikut beliau seluruh umat
menyelesaikan skripsi ini. Penulis sadar dalam penyelesaian semua ini tidak
baik lewat pemikirannya, tenaganya, dan Doa yang selalu dipanjatkan untuk saya
sebagai penulis. Sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sesuai yang diharapkan.
Maka dari itu, sudah selayaknya pada kesempatan ini penulis ingin
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
v
6. Azizah, MA selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah berkenan
7. Terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda H. Mufri Husni dan
Ibunda Hj. Tilawati yang telah memberikan banyak hal yang berarti dalam
kehidupan penulis. Cinta, kasih sayang, doa, dan dukungan baik moril
maupun materil yang semua itu tak akan bisa tergantikan dengan apapun.
Dwi Retno Sulanjani, Kang Yuli, Kang Sumar, Teh Ida, Teh Iis dan kedua
Adikku, Ali Rohman dan Ika Sohifatul Janah, semuanya telah memberikan
kasih sayang, doa, dukungan moril maupun materil yang berlimpah. Sehingga
penulis senantiasa termotivasi dan tidak kenal menyerah dalam mencapai cita-
cita.
9. Terkhusus untuk Kakek yaitu Alm. H Syahruddin dan Neneku tercinta Hj.
Syarif Hidayatullah Jakarta dan teman satu kostan, yang telah memberikan
dukungan dan semangat. Dan seluruh pihak yang telah membantu dan tidak
vi
S.Sy, M.Akbar S.Sy, Facrurozi S.Sy, Ade taufik S.Sy, M.Rusdiana S.Sy, Atho
Akhir kata, penulis sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar- besarnya
kepada bantuan semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya satu-
persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
umumnya.
Udi Wahyudi
vii
ABSTRAKSI
Nama : Udi Wahyudi
NIM : 108044100045
Judul : Tingkat Kedewasaan Antara Laki-Laki Dan Perempuan Relevansinya
Dengana Batas Usia Perkawinan (Studi Komparasi Hukum Islam Dengan
Pandangan Medis)
.
Perkawinan pada usia muda atau remaja adalah masalah sosial budaya yang
mengandung aspek medis, bagi seorang muda yang telah kawin secara sah maka dia
bisa melakukan banyak hal yang tidak bisa dilakukan oleh orang yang belum nikah.
Namun tidak berarti ia bebas dari masalah. Secara medis dan mental ia belum
matang benar, itulah sebabnya perkawinan usia muda dikatakan memiliki dampak
medis. Isu-isu yang sering kali muncul dipermukaan dan sering kali berlindung pada
konsep agama adalah tentang perempuan, khususnya mengenai kesehatan reproduksi
itu sendiri.
Tingkat kedewasaan dalam perkawian antara laki-laki dan perempuan menjadi
problem tersendiri dalam agama Islam, karena para fuqaha tidak banyak membahas
batas usia minimal perkawinan, bisa jadi karena Nabi pun melakukan praktik nikah
dini dengan Siti Aisyah. Maka dari sinilah penulis ingin meneliti tingkat kedewasaan
perkawinan dilihat dari aspek fikih dan medis.
Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
(hukum) normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau data sekunder. pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan
perundang-undangan (statute approach), pendekatan medis serta pendekatan
komparatif (comparative approach).
Pembimbing: Dr. Azizah, MA. Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
viii
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAKSI......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR.......................................................................................... vi
DAFTAR ISI......................................................................................................... ix
ix
D. Data Usia Perkawinan Muda di Indonesia ..................................... 27
PERKAWINAN ................................................................................... 40
BAB V PENUTUP............................................................................................. 68
A. Kesimpulan..................................................................................... 68
B. Saran ............................................................................................... 70
x
BAB 1
PENDAHULUAN
apa yang diinginkannya. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu
Maha Esa. Hal ini dimaksud, bahwa perkawinan itu hendaknya berlangsung
seumur hidup dan tidak boleh berakhir begitu saja. Pembentukan keluarga yang
bahagia dan kekal itu, harus berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1
hidupnya. Sementara itu secara mental atau rohani mereka yang telah menikah
dan kokoh untuk hidup bersama yang bahagia ,aman, tenteram dan saling
1
Penjelasan Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
1
2
kehidupan sebagai sarana untuk melimpahkan rasa cinta dan kasih yang telah
sudut.2 Pertama, ditinjau dari sudut hukum, perkawinan adalah merupakan suatu
perjanjian antara pria dan wanita agar dapat melakukan hubungan kelamin secara
sah dalam waktu yang tidak tertentu. Kedua ditinjau dari sudut agama,
perkawinan itu dianggap sebagai lembaga suci dimana suami-istri dapat hidup
keturunan. Ketiga, ditinjau dari sudut kemasyarakatan, bahwa orang yang telah
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan lebih dihargai dari pada mereka
memandang pada profesi, agama, suku, bangsa, miskin atau kaya, tinggal di desa
atau di kota. Namun tidak sedikit manusia yang sudah mempunyai kemampuan
baik fisik maupun mental akan mencari pasangannya sesuai dengan apa yang
sementara tetapi untuk seumur hidup. Sayang tidak semua orang memahami
2
Sulaiman Rasyid, Fikih Islam, (Jakarta: Attahiriyyah, 1955), hal. 362
3
perkawinan, hal ini menjadi syarat tersendiri. Batas usia perkawinan dikatakan
kematangan dalam menyelesaikan sebuah masalah, hal tersebut bisa dilihat dari
biologis, melainkan juga kematangan pisikologis dan sosial. batas minimal usia
nikah bagi laiki-laki dan perempuan sebaiknya 19 tahun, kira-kira setelah lulus
SLTA. Perkawinan pada usia dini bagi perempuan menimbulkan berbagai resiko,
reproduksi dengan baik.3 Oleh sebab itu kehidupan keluarga menuntut adanya
peran dan tanggung jawab yang besar bagi laki-laki dan perempuan.4
Dalam menilai hal tersebut di atas, terdapat pula komentar para ulama
klasik mengenai prasyarat yang dapat menikah atau yang biasa disebut dengan
serta rukun nikah, dimana dari syarat dan rukun nikah harus terpenuhi agar tidak
terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Menurut as-Syafii bahwa salah satu dari
syarat syahnya nikah adalah adanya wali, tanpa kehadiran wali pernikahan
3
Prof. dr Ida Bagus Gde Manuaba, SpOG, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, 1996), hal. 26
4
Sulostiawati S, Perempuan dan Hukum, (Menuju Hukum yang Berperspektif
Kesetaraan dan Keadilan), (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), hal. 134
4
tersebut adalah batal, sedangkan Abu Hanifah, wanita yang sudah dewasa dan
berakal sehat berhak mengurus sendiri akad perkawinannya, baik gadis atau
janda.5
umur, As-Syafii berpendapat bahwa anak perempuan yang belum dewasa tidak
boleh menikah hingga ia cukup dewasa dengan seizin walinya, agar anak
perempuan nanti tidak terjatuh pada hal-hal yang kurang baik seperti kurang
tanggung jawabnya suami kepada istri. Sedang Abu Hanifah berpendapat bahwa
hal tersebut diperbolehkan, akan tetapi anak perempuan tersebut setelah baligh
tidak ditetapkan secara jelas dan tegas, tidak memberi batasan secara definitif
menetapkan dugaan, isyarat dan tanda-tanda saja. Umat Islam diberi kebebasan
pada individu tanpa melanggar syarat yang telah ditentukan, serta disesuaikan
pula dengan kondisi sosial dimana hukum itu akan diundangkan. 7 Dalam hal usia,
5
Sayyidd Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Cairo: Dr al-Qf, 1990), hal. 241
6
Sayyidd Sabiq, Fikih al-Sunnah, (Cairo: Dr al-Qf, 1990), hal. 224
7
Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Perkawinan, cet. 3, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993),
hal. 40-41
5
seperti dikutip Rahmad Rosyadi, 8 bahwa Allah SWT tidak menentukan kapan
usia yang baik atau usia yang ideal bagi seorang wanita untuk langsungkan
perkawinan, karena yang demikian bukanlah menjadi urusan Allah, akan tetapi
manusia karena dianggap bahwa manusia lebih tahu dan lebih mengetahui dalam
ranah ijtihadi. Sejalan dengan hal tersebut, tidak menjadikan salah atau berdosa
apabila manusia memberikan batasan suatu usia tertentu atau usia yang tepat
pendidikan formal yang hanya berkisar antara sekolah dasar sampai sekolah
Fenomena ini menarik untuk dikaji, dengan adanya dua konsep yang
8
A. Rahmad Rosyadi Soeroso, Dasar Keluarga Berencana Ditinjau dari Hukum Islam,
cet. 1, (Bandung: Pustaka, 1406 H/ 1986), hal. 92
6
untuk meneliti serta membahasnya dalam sebuah karya ilmiah, mengingat bahwa
dalam realita pendapat dari para Ahli Fiqih dan UU No.1 Tahun 1974 atau KHI
dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah
mencapai umur yang telah ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang No. 1 tahun
1974 yakni calon suami sekuang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri
sekurang kurangnya berumur 16 tahun. (2) bagi calon mempelai yang belum
mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin sebagaimana yang diatur dalam
pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan (5) UU No. 1 Tahun 1974.9
Seperti yang telah diuraikan di muka, bahwa baik Al-Quran dan as-
Sunnah secara eksplisit tidak mengatur mengenai batas usia minimal dalam
literatur, akil baligh juga dikenal sebagai batas kematangan seksual, namun antara
11
perempuan dan laki-laki terdapat ciri-ciri yang berbeda. Namun juga
seksualitas.
9
Pasal 6 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
10
Sayyidd Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Cairo: Dr al-Qf, 1990), hal. 6
11
Nadine Suryoprajogo, Kupas Tuntas Kesehatan Remaja, (Yogyakarta: Diglossia
Printika, 2009), hal. 2
7
dan semestinya usia ini dijadikan acuan sekaligus meneladani rasul. Penetapan
batas usia lebih rendah bagi perempuan dalam KHI pada substansinya
perbedaan pula, hal ini mengindikasikan bahwa baik fiqih serta peraturan
sosiologis, karena ia tidak sejalan dengan semangat zaman.bahkan hal ini akan
berdampak pada ketidak adilan setra pendiskriminasian. Sejalan dengan apa yang
dikatakan dalam hukum Islam Hukum harus melihat zaman serta kondisi
Oleh sebab itu, batas minimal umur yang telah ditetapkan dalam pasal 7
tahun sangat rentan terjadi pada kesehatan reproduksi bagi perempuan, hal itu
12
Lihat Penjelasan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Perundang-undangan.
Dikatakan bahwa yang dikatakan asas dapat dilksanakan adalah bahwa setiap pembentukan
peraturan peraturan perundang-undangan harus diperhitungkan efektivitas peraturan perundang-
undangan tersebut dalam masyarakat baik secara filosofis ,sosiologis maupun yuridis. hal.56,
8
senada dengan pendapat ahli medis yang mengatakan bahwa kurun waktu
reproduksi sehat yaitu mencapai umur 20-30 tahun. Di bawah umur itu sangat
prematur, kelainan bayi (berat bayi tidak normal/bayi cacat), anemia kehamilan
Dengan batasan minimal usia perkawinan pada pria berumur 19 tahun dan
tidak relevan lagi dari segi medis. Untuk itu, perlu kiranya penelaahan yang
mendalam permasalahan ini melalui penelitian penulis dalam bentuk skripsi yang
1. Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada masalah pandangan fikih dalam menilai batas
batas usia perkawinan yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan dan Instruksi Persiden No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum
Islam (KHI). Dalam pasal 7 UU No. 1 1974 yakni calon suami sekurang-
13
Ida Bagus Gde Manuaba, Ilmu kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, 1996.), hal. 27-28
9
tahun. (2). Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus
mendapat izin sebagai mana yang diatur dalam pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan (5)
Perbedaan ini jelas terlihat antara calon suami (laki-laki) yang secara
umur lebih tua tiga tahun dari pada perempuan yang lebih muda. Namun jika
dilihat dari segi medis, usia perempuan ketika menikah di bawah umur 20 tahun
sangat lah berpotensi negatif pada kesehatan reproduksi perempuan seperti yang
dijelaskan di atas.
2. Perumusan Masalah
terlihat berbeda antara pandangan hukum Islam dengan pandangan medis dalam
hal ini mengenai batas usia perkawinan antara kedua belah pihak. Dari pokok
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
2. Praktis
mahasiswa, santri dan khususnya para penggiat kajian keilmuan hukum Islam,
sumbangan pikiran dari peneliti bagi kerangka pembangunan hukum Islam yang
(relevan).
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. 14 Penelitian
Hukum Normatif mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah
yang berlaku dalam masyarakat, dan menjadi acuan perilaku setiap orang. 15 Jenis
penelitian ini digunakan dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian ini
adalah menganalisis batas usia perkawinan dalam pasal 7 UU N0. 1 Tahun 1974
14
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjawan
Singkat (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2007), hal. 85
15
Abdulkodir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT. Ctra Aditya
Bakti, 2004), hal. 301
12
dengan judul skripsi ini, dalam hal ini adalah pandangan keilmuan medis
2. Pendekatan Masalah
(comparative approach).
substansi pasal (statute approach) dalam UU No. 1/1974 pasal 7 dan Kompilasi
Hukum Islam (KHI) pasal 15 yang berkaitan dengan batas usia perkawinan.
Fokus ini juga sekaligus menjadi tema sentral suatu penelitian16 penulis, dalam
hal ini batas usia perkawinan. Pendekatan kedua yaitu pendekatan medis yang
dan lain-lain.
untuk mengetahui perbandingan makna yang dikandung dalam hukum Islam baik
fikih ataupun hukum positif di Indonesia dalam hal ini UUNo.1/1974, Inpres
16
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cet Ke.IV
(Malang: Bayumedia, 2008), hal. 302
13
pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 dan Inpres No. 1 Tahun 1991 (KHI) pasal
15.
hasil penelitian, buku-buku hukum islam mengenai skripsi ini, tesis dan
disertasi, serta pendapat para sarjana yang terkait dengan pembahasan ini.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
dibahas.
17
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT Raja
Grafindo Pesada,2008), hal. 31; Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif
Suatu Tinjawan Singkat, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2007), hal. 13
18
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cet Ke Iv,
(Malang: Bayumedia, 2008), hal. 305
14
agar dapat menjawab serta disajikan sesuai penulisan yang lebih sistematis guna
dihadapi. Selanjutnya bahan hukum yang ada dianalisis untuk mengetahui batas
6. Teknik Penulisan
Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN
F. Review Terdahulu
penulis yaitu terkait masalah batas usia perkawinan atau mengenai tingkat
kedewasaan seseorang. Beberapa skripsi yang membahas mengenai hal ini, yaitu:
kelurahan Cipete Selatan Jakarta Selatan, (Jurusan Peradilan Agama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta: 2010). Pembahasan dalam skripsi ini yaitu terkait mengenai
15
keluarga sakinah tidak serta merta didapat begitu saja, namun diperlukan
sakinah adalah kematangan lahir dan kesiapan batin, kematangan lahir dapat
dilihat dari kematangan fisik yang berupa kematangan biologis serta kesiapan
batin. Artinya adalah bahwa untuk mencapai sebuah rumah tangga yng skinah
diperlukan dua kematangan fisik dan batin. Adapun objek dalam skripsi ini adalah
warga cipete selatan yang menikah dalam usia 21 tahun kebawah selama tahun
2009, dimana warga cipete selatan banyak yang menikah di bawa rata-rata umur
21 tahun yang berimplikasi pada tingkat percerain atau ketidah harmonisan dalam
rumah tangga.
Menikah menurut UU no. 1 Tahun 1974 Ditinjau dari Hukum Islam, (Jurusan
Pembahasan dalam skripsi ini yaitu mengenai UU No. 1 tahun 1974 merupakan
Ada yang khas dalam UU No. 1 tahun 1974 yaitu terkain mengenai batas usia
perkawinan, yang mana dalam pasal 7 ayat (1) dal UU No. 1 tahun 1974 bahwa
perkawinan hanya diizinkan jika pihak laki-laki sudah mencapai umur 19 tahun
16
dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 tahun, jika ditelusuri lebih lanjut
mengenai batas usia perkawinan, para ulama klasik tidak menentukan batas usia
tajam antara hukum positif Indonesia dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan dengan fiqih klasik yang tidak menentukan hal itu, yang terpenting
dalam fiqih adalah memenuhi syarat dan rukunnya. Adapun jenis penelitian yang
ini yaitu tentang batas usia perkawinan tidak ditetapkan oleh islam itu sendiri,
oleh sebab itu termasuk ranah ijtihadi yang memberikan kebebasan bagi umat
jaelas kematangan jasmani dan rohani kedua belah pihak menjadi prioritas utama
kadar dewasa dalam menentukan bahwa dia bisa melakukan perkawinan. Oleh
sebab itu analisa yang digunakan dalam skripsi adalah perspektif imam mazhab.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode induktif
yaitu dengan menggunakan antara hukum islam dan hukum positifsebagai bahan
batas usia perkawinan baik laki-laki dan perempuan ditinjau dari hukum Islam.
digunakanan penulis berbeda dengan ketiga skripsi di atas, yang mana penulis
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab.
Masing-masing bab terdiri atas beberapa sub-sub guna lebih memperjelas ruang
lingkup dan cakupan permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan tata letak
Bab kedua menjelaskan tentang usia perkawinan dalam Islam. Pada bab
ini penulis hadirkan empat pembahasan yaitu Pengertian Usia Perkawinan, Batas
18
usia perkawinan di Indonesia, usia perkawinan di dunia dan data usia perkawinan
muda di Indonesia.
medis. Pada bab ini penulis tuangkan tiga pembahasan yaitu pengertian dewasa
laki-laki dan perempuan relevansinya dengan batas usia perkawinan. Pada bab ini
Terhadap Batas Usia Perkawinan Laki-Laki dan Perempuan, dan terakhir analisis
penulis terkait perbandingan hukum Islam dan pandangan medis menilai batas
Bab kelima adalah penutup, seperti biasa bab ini mencakup kesimpulan
dari pembahasan yang telah dianalisa oleh penulis dan saran dari penulis ketika
satu persatu. Seperti yang kita ketahui istilah usia perkawinan ditemukan
Namun bukan dengan kata usia, tetapi memakai kata umur. 1 Untuk memperjelas
hal itu, istilah usia perkawinan merupakan gabungan dua suku kata, dari kata
usia dan perkawinan. Di mana pengertian usia sendiri dimaknai dengan umur
atau satuan waktu yang mengukur keberadaan suatu makhluk atau benda, baik
yang hidup maupun yang mati, dengan perhitungan tahun tarik masehi maupun
lainnya. Misalnya, usia manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu ikatan lahir-bathin antara seorang
1
Lihat pembahasan usia atau umur perkawinan pada Pasal 6 dan 7 Undang-undang
Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Pasal 15 ayat (2) Instruksi Presiden Tahun 1991 Tentang
Kompilasi Hukum Islam
2
Usia, diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Umur, pada tanggal 15 Januari 2015
Pukul 15:00
19
20
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.3
Setelah menjelaskan dua kata dari usia dan perkawinan maka dapat
minimum menikah selain menegaskan bahwa anak adalah mereka yang berusia
di bawah 18 tahun5 dan pasal 26 (1) huruf (c) UU Perlindungan Anak 2002
hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita
tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan. Seperti yang disebutkan
3
Pasal 1 Undang-udang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
21
dalam pasal 7 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 bahwa perkawinan hanya dapat
diizinkan jika pihak laki-laki sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak
Disamping itu, bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun
harus mendapat izin dari kedua orang tua atau pengadailan, sebagai mana yang
diatur dalam pasal 6 ayat (2) dan (5) UU No.1 tahun 1974. Adapu isi ayat (2):
tahun harus mendapat izin kedua orang tua. Sedang isi ayat (5) adalah:
Dalam hal ada perbedaan antara orang-orang yang disebut dalam ayat (2),
(3), dan (4) (orang tua dan wali, pernikahan.), atau salah seorang atau lebih
mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3), dan (4) pasal ini.
pengadialn dapat memberikan izin.4 Isi pasal 7 ayat (1), tentang umur minimal
boleh kawin, diulang pada pasal 15 ayat (1), Kompilasi Hukum Islam, yang
bunyinya:
dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam
4
Watjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Balai Aksara, 1987), hal. 26
22
Demikian isi pasal 6 ayat (2) UU No.1Tahun 1974 diulang pada pasal 15
ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, Bagi calon mempelai yang belum mencapai
umur 21 tahun harusa mendapatkan izin sebagaimana yang diatur dalam pasal 6
pengadilan atau pejabat lain, seperti disebut dalam pasal 7 ayat (2) UUP No. 1
Tahun 1974, Dalam hal penyimpangna ayat (1) pasal ini dapat meminta
dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang
Jika dilihat dari beberapa batasan usia perkawinan di dunia, di bawah ini
5
Menurut Undang-Undang Perkawinan Johor, Umur Minimum Bagi Wanita 16 tahun
dan 18 untuk Pria. Lihat Ahilemah Joned, Keupayaan Hak Wanita Islam Untuk Berkawin: Indah
Khabar dari pada Rupa, Fauklti Undang-undang Unversitas Malaya, Makalah Undang-undang
menghormati Ahamad Ibrahim, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian
Pendidikan Malaysia, 1988), hal. 8
23
pembaharuan, hanya Perak yang tidak mengatur. Alasannya barang kali karena
Kelantan, Kedah, Melaka, Negeri Sembilan, Selangor dan Pulau Pinang, mengatur
minimum 18 untuk pria dan 16 untuk wanita. Sekarang memang angka perkawinan
karena faktor undang-undang tetapi hanya karena faktor pendidikan dan peluang
kerja.6
Adapun bunyi pasal yang menjelaskan tetang ketentuan umur minimal boleh
kawin, misalnya dalam undang-undang keluarga islam negeri pulau pinang 1985,
pasal 8 disebutkan:
enakmen ini jika lelaki itu berumur kurang dari pada lapan belas tahun dan
perempuan itu berumur kurang daripada enam belas tahun kecuali jika hakim
syariah telah memberi kebenarannya secara bertulis dalam hal keadaan tertentu.
Akta sebagai ganti dari Enakmen yang ada dalam UU Negeri Sembilan, UU
6
Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam Indonesia dan Perbandingan
Hukum Perkawinan di Dunia Muslim, (Yogyakarta: Academia dan Tazzafa, 2009), hal. 375
24
menggunakan istilah Ordinan. Maka bunyinya menjadi di bawah akta ini dan
Adapun bagi mereka yang belum mencapai umur minimal yang ditentukan
boleh kawin dengan catatan harus mendapatkan izin dari pengadilan. Seperti
Dalam mana-mana kes berikut, yaitu (a) jika salah satu pihak kepada
perkawinan yang dicadangkan itu adalah di bawah umur yang di nyatakan dalam
seksyen 8; atau (b) jika pihak perempuan adalah seorang janda yang tersabit oleh
seksyen 14 (3); atau (c) jika pihak perempuan tidak mempunyai wali dari pada
nasab mengikut Hukum Syara, maka pendaftar hendaklah, sebagai ganti bertindak
dibawah seksyen 17, merujuk permohonan itu kepada hakim Syariah yang
disebutkan:
yang disebut dalam permohonan itu dan tentang sahnya perkawinan yang
dicadangkan itu dan bahwa kes itu adalah kes yang mewajarkan pemberian
wali Raja bagi maksud-maksud seksyen (13) (b), mengikut mana yang berkenaan,
hendaklah pada bila-bila masa selepas permohonan itu dirujukan kepadanya dan
7
Lihat pasal 8 UU Negeri Sembilan 1983, UU Selangor, UU Pahang, UU Pinang dan UU
Persekutuan;pasal 7 UU Serawak, dan pasal 14 UU Kelantan.
25
izin untuk kawin bagi mereka yang belum mencapai umur minimal boleh kawin,
alasan untuk memberikan izin, seperti tersebut pada ayat 2. Undang-undang Brunei
keluarga muslim di luar Asia tenggara kaitannya dengan umur perkawinan ada
beberapa catatan penting. Pertama, ada aturan umur minimal boleh melakukan
perkawinan. Artinya kalau umur minimal belum tercapai, secara prinsip calon tidak
boleh melakukan perkawinan. Kedua, ada aturan tentang jarak umur antara
kaitan dengan umur minimal boleh melakukan perkawinan adalah bervariasi, dan
8
Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam Indonesia dan Perbandingan
Hukum Perkawinan di Dunia Muslim, (Yogyakarta: Academia dan Tazzafa, 2009), hal. 377
9
Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam Indonesia dan Perbandingan
Hukum Perkawinan di Dunia Muslim, (Yogyakarta: Academia dan Tazzafa, 2009), hal. 377
10
Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam Indonesia dan Perbandingan
Hukum Perkawinan di Dunia Muslim, (Yogyakarta: Academia dan Tazzafa, 2009), hal. 378
26
Yordania 16 15
Libanon 18 17
Libia 18 16
Malaysia 18 16
Maroko 18 15
Yaman Utara 15 15
Pakistan 18 16
Somalia 18 18
Yaman Selatan 18 16
Syiria 18 17
Tunisia 19 17
Turki 17 15
Dari table di atas dapat ditulis minimal dua catatan. Pertama, ada
beberapa Negara yang menetapkan umur sama bagi laki-laki (suami) dan
perempuan (calon istri), yakni irak, Somalia (18 tahun) dan Yaman Utara (15
tahun). Kedua, dua Negara yang menetapkan umur 21 tahun ini baru berlaku bagi
laki-laki, sementara menurut penelitian terakhir, usia aman dari penyakit kanker
11
Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam Indonesia dan Perbandingan
Hukum Perkawinan di Dunia Muslim, (Yogyakarta: Academia dan Tazzafa, 2009), hal. 378-379
27
calon, bahwa ada minimal dua Negara yang mencantumkan, yakni Syria dan
melakukan perkawinan lebih dari jarak tersebut dengan ijin pengadilan tanpa
provinsi yang usia kawin pertamanya dibawah 20 tahun, yaitu Propinsi Jambi
19.26 tahun, Lampung 19.38 tahun, Banten 19.40 tahun, Jawa Tengah 19.43
tahun, Kalimantan Tengah 19.43 tahun, Bengkulu 19.48 tahun, Nusa Tenggara
Barat 19.69 tahun, Sulawesi Utara 19.71 tahun, Sumatra Selatan 19.80 tahun,
Sulawesi Barat 19.84 tahun, Sulawesi Tengah 19.96 tahun. Untuk daerah
perdesaan ada beberapa provinsi yang usia kawin pertamanya relative masih
sangat rendah yaitu Propinsi Banten 17.53 tahun, Jawa Barat 17.54 tahun, jawa
Timur 18.01 tahun, Kalimantan Selatan 18.37 tahun, Jambi 18.62 tahun, Jawa
28
perempuan semakin besar resiko yang dihadapi bagi keselamatan ibu maupun
anak. Hal ini terjadi karena belum matangnya rahim seorang perempuan usia
muda untuk memproduksi anak dan belum siapnya mental dalam berumah
tangga. Untuk itu pendewasaan usia perkawinan merupakan salah satu upaya
untuk memperkecil risiko yang terjadi terkait dengan kesehatan ibu maupun
anaknya.
12
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan BKKBN, Perkawinan Muda
Dikalangan Perempuan: Mengapa...?, Seri I No.6/Pusdu-BKKBN/Desember 2011,hal. 2
BAB III
Kata dewasa berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau
tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi
yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik, Dalam kata lain
dikatakan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menjadi
dewasa dengan rentan usia antara 12-22 tahun, di mana pada masa tersebut
lazimnya merujuk pada manusia: orang yang bukan lagi anak-anak dan telah
menjadi pria atau wanita dewasa. Pengertian dewasa sendiri sering diidentikan
pada sebuah tahapan. Seperti masa dewasan merupakan salah satu tahapan
perkembangan manusia. Pada masa dewasa ini individu dianggap telah siap
mudah karena banyak konsekuensi yang harus dihadapi sebagai suatu bentuk
1
Hurlock E.B, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan, (ed.5), (Jakarta:Erlangga, 1994) hal. 45
2
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan BKKBN, Perkawinan Muda
Dikalangan Perempuan: Mengapa...?, Seri I No.6/Pusdu-BKKBN/Desember 2011, hal. 2
29
30
Makna dewasa sendiri bisa didefinisikan dari aspek biologi yaitu sudah
akil baligh, hukum sudah berusia 16 tahun ke atas atau sudah menikah, menurut
19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita dan karakter pribadi yaitu
karakteristik perilaku dewasa, tapi tetap diperlakukan sebagai anak kecil jika
berada di bawah umur dewasa secara hukum. Sebaliknya, seseorang dapat secara
legal dianggap dewasa, tapi tidak memiliki kematangan dan tanggung jawab
Kata "dewasa" kadang juga berarti "tidak dianggap cocok untuk anak-
seperti hiburan dewasa,video dewasa, majalah dewasa, serta toko buku dewasa.
Tetapi, pendidikan orang dewasa hanya berarti pendidikan untuk orang dewasa,
pada akhir usia belasan tahun atau awal usia duapuluhan tahun dan yang berakhir
pada usia tugapuluhan tahun. Ini adalah masa pembentukan kemandirian pribadi
dan ekonomi, masa perkembangan karier, dan bagi banyak orang, masa
3
Pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
31
masa dewasa awal di mulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun,
istilah medis sendiri diartikan sebagai sebuah paradigma atau perspektif dalam
tataran keilmuan ilmiah medis. Jadi dapat disimpulkan bahwa dewasa dalam
pengertian medis sendiri di sini yaitu sebuah masa dewasanya laki-laki maupun
halnya tahap perkembangan masa dewasa awal ditandai dengan berbagai macam
dan ciri khas tersendiri, baik itu laki-laki maupun perempuan. Menurut Dariyo,
telah mencapai puncaknya. Mereka memiliki daya taha dan taraf kesehatan yang
4
Dewasa, diakses dari wikepedia pada tanggal 23 Maret 2014 Pukul 15:32 WIB , lebih
lengkap: http://id.wikipedia.org/wiki/Dewasa
5
Kesimpulan ini diambil dari Skripsi Ika Sari Dewi, Kesiapan Menikah Pada Wanita
Dewasa Awal yang Bekerja, (Medan: USU Repository, 2006), hal. 11
32
sendiri, masa dewasa sendiri memiliki tahapan yang khas dari segi fisiologis dan
medisnya. Seperti biasanya, masa dewasa awal atau yang biasa disebut dengan
seorang laki-laki dan perempuan pada masa puber dapat menghasilkan bayi.
Perubahan utama diiringi perubahan sekunder atau perubahan fisik yang ciri-
Seorang laki-laki telah dianggap memasuki masa puber jika pada tubuhnya
6
Ika Sari Dewi, Kesiapan Menikah Pada Wanita Dewasa Awal yang Bekerja, (Medan:
USU Repository, 2006), hal. 13
33
Seorang perempuan telah dianggap memasuki masa puber jika pada tubuhnya
dewasa mengalami tahap pubertas. Pada masa ini, baik laki-laki maupun
tinggi, bertambah gemuk, dan organ kelaminnya sudah mampu menghasilkan sel
7
Perubahan Fisiologis dan Biologis Pria dan Wanita, diakses pada Koran Jakarta Kamis,
27 Maret 2014 02:00:00. Lebih lengkap: http://www.koran-jakarta.com/?8829-
perubahan+fisiologis+dan+biologis+pria+dan+wanita
34
(indung telur) menghasilkan sel telur. Hal ini menunjukkan bahwa manusia telah
pertumbuhan tinggi lagi, tetapi hanya bertambah berat. Masa dewasa ini akan
memutih. Gigi mulai tanggal dan tidak tumbuh kembali. Kulit mulai keriput.
Penglihatan mulai kabur karena daya akomodasi lensa mata berkurang dan
pendengaran pun juga berkurang. Pada perempuan, ovarium sudah tidak dapat
menghasilkan sel telur lagi sehingga tidak terjadi menstruasi lagi. Masa ini
Secara biologis merupakan masa puncak perumbuhan fisik yang prima dan usia
akibat banyaknya masalah dihadapi dan tidak mampu diatasi baik sebelum
8
Perubahan Fisiologis dan Biologis Pria dan Wanita, diakses pada Koran Jakarta Kamis,
27 Maret 2014 02:00:00. Lebih lengkap: http://www.koran-jakarta.com/?8829-
perubahan+fisiologis+dan+biologis+pria+dan+wanita.
35
(development task) pada usia ini meliputi : pengamalan ajaran agama, memasuki
Aspek fisik sudah mulai agak melemah, termasuk fungsi-fungsi alat indra, dan
mengalami sakit dengan penyakit tertentu yang belum pernah dialami (rematik,
ajaran agama, mencapai tanggung jawab sosial sebagai warga negara, membantu
anak remaja belajar dewasa, menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan
pria dan wanita dalam rata-rata tinggi badan, organ genetalia, payudara, kumis,
dan pola-pola pertumbuhan rambut (termasuk kebotakan). Selain itu, pria dan
Meskipun secara fisik pria cenderung lebih kuat dibanding wanita, tapi
wanita sejak bayi hingga dewasa memiliki daya tahan lebih kuat dibandingkan
pria, baik daya tahan akan rasa sakit maupun daya tahan terhadap penyakit. Anak
Selain itu, secara neurologis, anak perempuan lebih matang dibandingkan anak
laki-laki sejak lahir hingga masa remaja, dan pertumbuhan fisiknya pun lebih
fisik pria dan wanita merupakan bukti bahwa perbedaan gender disertai juga
perbedaan psikologis? Pria dan wanita memang terlihat berbeda dan memiliki
9
Hurlock E.B, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan, (ed.5), (Jakarta:Erlangga, 1994) hal. 65
10
Perubahan Fisiologis dan Biologis Pria dan Wanita, diakses pada Koran Jakarta
Kamis, 27 Maret 2014 02:00:00. Lebih lengkap: http://www.koran-jakarta.com/?8829-
perubahan+fisiologis+dan+biologis+pria+dan+wanita
37
organ serta hormon seks yang berbeda. Oleh karena itu, ada anggapan bahwa pria
dan wanita juga berbeda dalam cara masing-masing berpikir, bertindak, dan
Ada beberapa area di mana kita dapat menemukan perbedaan gender yang
(sejak kecil hingga dewasa) memperlihatkan kemampuan spasial yang lebih baik,
yang lebih maju. Pria cenderung lebih berani mengambil tanggung jawab dalam
pengasuhan anak.
usia sekitar 18 tahun. Pada kebanyakan remaja, perkembangan tubuh lebih cepat
sedangkan untuk remaja lakilaki pada usia 14 tahun. Setelah usia 14 tahun,
remaja laki-laki biasanya mengejar ketinggalan tinggi dan beratnya itu dan
11
Perubahan Fisiologis dan Biologis Pria dan Wanita, diakses pada Koran Jakarta
Kamis, 27 Maret 2014 02:00:00. Lebih lengkap: http://www.koran-jakarta.com/?8829-
perubahan+fisiologis+dan+biologis+pria+dan+wanita
38
seperti dalam pertumbuhan bayi dan remaja, anak-anak tumbuh dengan tinggi
dan berat badan di tingkat yang sama-sama lambat tapi stabil. Tidak ada
perbedaan mencolok antara kedua jenis kelamin hingga akhir sekolah dasar.
Memang kebanyakan anak perempuan tumbuh tinggi lebih cepat, tapi biasanya
anak laki-laki dapat mengejar dan melebihi dalam beberapa tahun. Perempuan
biasanya tumbuh tinggi 3 inci per tahun atau sedikit lebih. Sedangkan anak laki-
pertama mereka dalam lima tahun perkembangan payudara atau sebelum berusia
16 tahun.12
Namun ada juga beberapa anak perempuan yang matang di usia yang
sangat dini, 7 tahun. Situasi ini dikenal sebagai pubertas prekoks. Tidak jelas apa
lingkungan genetika. Beberapa penelitian menunjukkan hal ini biasa terjadi pada
12
Perbedaan Perkembangan Fisik Anak Perempuan & Laki-laki, Tabloid Nova, Selasa,
11 Februari 2014, lihat : http://www.tabloidnova.com/Nova/Kesehatan/Anak/Perbedaan-
Perkembangan-Fisik-Anak-Perempuan-Laki-laki/
39
pertumbuhan penis serta rambut kemaluan. Ini terjadi sebelum usia 9 tahun.
(memegang pensil, menulis) yang meningkatkan pertama kali. Hal ini bisa
Anak laki-laki juga lebih agresif dan impulsif secara fisik, seperti
diungkapkan oleh studi yang menganalis otak anak. Pusat kesenangan otak
benar-benar lebih menyala pada anak laki-laki ketika mereka dihadapkan pada
tantangan. Itu bukan berarti anak perempuan tidak aktif dan berani mengambil
risiko, hanya saja dalam hal ini anak laki-laki lebih memainkan perannya.
13
Perubahan Fisiologis dan Biologis Pria dan Wanita, diakses pada Koran Jakarta
Kamis, 27 Maret 2014 02:00:00. Lebih lengkap: http://www.koran-jakarta.com/?8829-
perubahan+fisiologis+dan+biologis+pria+dan+wanita.
BAB IV
Perempuan
Seperti yang kita ketahui bahwa dalam hukum Islam tidak dijumpai
adanya batas usia menikah bagi seseorang, baik laki-laki maupun perempuan.
Namun, hal ini tidak berarti bahwa undang-undang Negara muslim tidak
menikahi Aisyah ketia ia berumur kurang dari tujuh tahun. Fakta sejarah inilah
bagaimana status menikahi anak kecil atau dibawah umur dalam pandangan
Islam.
Seperti yang dijelaskan imam Nash al-Marwazi dalam kitab Ikhtilf al-
lama; Ulama, terutama kalangan Ahl al-Ilm, sepakat bahwa hukum seorang
ayah menikahkan anaknya yang masih kecil (laki-laki atau perempuan) adalah
boleh, dan tanpa adanya pilihan (khyr) ketika dewasa. Alasannya adalah
bahwasanya Rasulullah Saw. menikahi Aisyah ketia ia berumur enam tahun, dan
hidup bersama pada umur 9 tahun. Hal ini pun dibolehkan oleh para sahabat,
40
41
seperti Umar ibn Khaththab, Ali ibn Thalib, Ibn Umar, Zubayr, Ibn Qudamah,
Perkawinan usia muda ini sangat terkait dengan hak orang tua atau wali
untuk menikahkan anaknya, tanpa disertai kemauan anaknya itu sendiri. Dalam
mempertahankan status sosial orang tua sering kali menjodohkan atau bahkan
menikahkan anak mereka dengan anak saudaranya yang sejak masih belia.2
yang penulis sebutkan, yaitu hak orang tua untuk memaksakan, pernikahan anak-
anak mereka. Menurut Imam Malik, Ahl al- Madinah, Imam al- Syafii, Imam
Ahmad, Ishaq, dan Abi Layla, seperti yang dikutip al-Marwazi, pemaksaan
pernikahan kepada perawan hanya boleh dilakukan oleh Ayah. Namun, meminta
Meski mereka sepakat bahwa orang tua boleh memaksa anaknya untuk
menikahkan. Imam al- Syafii, Abu Ubay, Abu Tsaur berpendapat bahwa selain
ayah kandung tidak ada yang berhak menikahkannya. Jika diwakilkan kepada
orang lain maka nikahnya batal. Sementara Imam Malik berpendapat bahwa bagi
1
Imam Abu Abd Allah Muhammad ibn Nashr al-Marwazi, Ikhtilf al-lama, (Beirut;
Alim al-Kutub, 1985), hal. 125; lihat pula, Musthafa al-Sibai, Perempuan di Antara Hukum
Islam dan Perundang-undangan, hal. 80.
2
Musthafa al-Sibai, Perempuan di Antara Hukum Islam dan Perundang-undangan,hal.
81.
3
Imam Abu Abd Allah Muhammad ibn Nashr al-Marwazi, Ikhtilf al-lama, (Beirut;
Alim al-Kutub, 1985), hal. 125
42
anak laki-laki ayah boleh menikahkannya, tetapi untuk anak perempuan tidak
boleh dan harus ayah kandungnya. Pendapat ketiga yaitu dari Ahl al-Ilm
menyatakan, bahwa selain ayah boleh menikahkan anak kecil, baik laki-laki
maupun perempuan, dengan catatan ketika mereka dewasa diberikan hak pilih
(khyr). Menurut al-Hasan dan Atho; ini adalah pendapat Syaikh Ahl al-Ray,
(muamalah) yang oleh agama hanya diatur dalam bentuk prinsip-prinsip umum.
Tidak adanya ketentuan agama tentang batas usia minimal dan maksimal untuk
menikah termasuk masalah ijtihadiah, dalam arti kata diberi kesempatan untuk
ia baru berusia enam tahun, dan dalam sembilan tahun istrinya itu telah
digaulinya. Hal ini diakui sendiri oleh Aisyah Ummm al-Muminn dalam hadits:
( )
4
HR: Bukhari dan Muslim, lihat Imam Abu Abd Allah Muhammad ibn Nashr al-
Marwazi, Ikhtilf al-lama, (Beirut; Alim al-Kutub, 1985), hal. 125
5
Hadits No. 4840, Ahmd ibn Ali ibn Hajar al-Asqlani, Syruh al-Hadt: Fath al-Bri:
Syarh Shhih al-Bukhri, Juz. I, (Tt: Dr ar-Riyn li al-Turts, 1407 H/1986 M), hal. 30
43
Berkata kepada kami Muhammad ibn Yusuf, berkata kepada Kami Sufyan dari
Hisyam dari bapaknya, dari Aisyah Ra, bahwa Nabi S.a.w. telah menikahinya
ketika ia berusia enam tahun, dan Rasulullah telah menggaulinya ketika dia
berusia sembilan tahun.
Nabi. Di dalamnya tidak dijumpai khthb (pernyataan), baik serupa khthb al-
talb yang mesti diikuti atau pun khthb al-tark supaya ditinggalkan. Karena
itu, pernyataan usia yang ada dalam hadits di atas tidak dapat disimpulkan
Batas usia untuk menikah bagi kaum pria juga tidak ada ketentuannya.
Adanya seruan Nabi kepada kaum pemuda yang mampu melakukan pernikahan
supaya menikah bukanlah suatu kemestian pembatasan usia, seperti hadits yang
: :
( )
6
HR. Bukhari dan Muslim, lihat Abu Abdurrahman bin Syuaib al-Nasi, Sunan al-
Nasi, Juz VI, (Mesir: Syarikah Maktabah wa Mathbaah Mushthafa al-Baby al-Halaby wa
Auladih, tt), hal. 47. Lihat juga Ibn Daqq al-Abd, Syruh al-Hadts: Ihkm al-Ihkm
SyarhUmdah al-Ahkm, Juz. II (T.t: Sunah al-Nasyr, 1995 M/1416 H), hal. 552
44
Dari Abdillah ibn Masud berkata: Rasulullah Saw bersabda Hai para pemuda!
Siapa saja di antara kamu yang sudah mampu menanggung biaya, maka
hendaklah ia kawin, karena kawin itu membatasi pandangan dan menjaga
kehormatan. Bagi siapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa,
karena puasa itu menjadi perisai baginya.
Kendati pun, al-Syabb, jamak dari Syabb, berarti pemuda yang berusia
sangat erat hubungannya dengan kecakapan bertindak. Hal ini tentu dapat
yang akan berumah tangga diminta kemampuannya secara utuh. Menurut bahasa
Arab, kemampuan disebut ahlu yang berarti layak, pantas. 8 Para ulama
kepantasan seseorang untuk dapat berbuat hukum secara utuh, yang dalam fikih
dan hak untuk orang lain), menurut kesepakatan para ulama, yang menjadi dasar
7
Al-Rahawi, Syarh al-Manar wa Khawasyih minIlm al-Usul, (Mesir: Dar al-Saadah,
1315 H), hal. 930
8
Al-Rahawi, syarh al-Manar wa Khawasyih minIlm al-Usul, (Mesir: Dar al-Saadah,
1315 H), hal. 930
9
Jurnal Sun Choirol Ummah, Kedewasaan untuk Menikah, (Yogyakarta: UNY, t.th,)
hal. 45
45
kecakapan bertindak adalah akal. Apabila akal seseorang masih kurang, maka ia
menunaikan beban tugas yang dipikulkan kepadanya. Berdasarkan hal ini, maka
rumah tangga?
Artinya: Dan ujilah anak yatim itu olehmu sampai mereka cukup umur untuk
kawin. Kemudian, jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai
memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya.
Pada dasarnya ayat ini berisi anjuran supaya memperhatikan anak yatim
dipercaya. Orang yang dapat dipercaya secara sempurna berarti telah dapat
diberi pertanggungjawaban secara penuh, atau dengan kata lain, orang itu telah
menikah, yakni sampai bermimpi, pada umur itu, katanya, seseorang telah bisa
seperti ibadah dan muamalah serta diterapkannya hudud. Karena itu maka rusyd
rusyd-nya anak kecil ialah apabila telah tampak kebaikan tindakannya dalam
dan rusyd . akan tetapi umur mimpi dan rusyd kadang-kadang tidak sama dan
sukar ditentukan. Seseorang yang telah bermimpi adakalanya belum rusyd dalam
tindakannya. Hal ini dapat dibuktikan dalam tindakan sehari-hari. Karena itu,
kedewasaan pada dasarnya dapat ditentukan dengan umur dan dapat pula dengan
tanda-tanda.
10
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsr al-Manr, Juz IV, (Mesir: Al-Manar, 1325 H), hal.
387.
11
Abdul Rahman al-Jaziri, Kitb al-Fiqh ala al-Mazdhib al-Arbah, Juz II, (Beirut:
Dr al-Fikr, 1985), hal. 353
47
lain:
tahun bagi laki-laki dan 17 tahun bagi wanita. Sedangkan Imam Malik
mendasarkan hukum kepada mimpi itu saja. Mimpi tidak diharapkan lagi
datangnya bila usia telah 18 tahun. Umur antara 15 sampe 18 tahun masih
12
Abdul Rahman al-Jaziri, Kitb al-Fiqh ala al-Mazdhib al-Arbah, Juz II, (Beirut:
Dr al-Fikr, 1985), hal. 350.
13
Abdul Qadir Audah, al-Tasyri al-Jinaiy al-Islamiy, Juz I, (Cairo: Dar al-urubah,
1964), hal. 603.
48
c) Yusuf Musa mengatakan bahwa usia dewasa itu setelah seseorang berumur
persiapan yang matang, sebab mereka masih kurang pengalaman hidup dan
masih dalam proses belajar. namun demikian kepada mereka sudah dapat
Meninjau apa yang ada dalam kitab-kitab fikih konvensional ini, dapat
batas minimal usia perkawinan di Indonesia sejatinya adalah 19 tahun untuk laki-
laki dan 16 tahun bagi perempuan. Bagi mereka yang tidak mencapai usia ini
maka harus meminta izin dari pengadilan, dan bagi calon pengantin yang belum
mencapai usia 21 tahun maka harus menyertakan izin dari orang tua. Menurut
Muhammad Atho Mudzhar,15 meskipun ketentuan ini tidak ada dalam kitab-kitab
fikih pembatasan perkawinan ini sudah tidak lagi menimbulkan resistensi dari
Hal ini dapat dilihat dari kebijakan Negara-negara lain dalam pembatasan usia
nikah. Negara yang menerapkan usia 21 bagi laki-laki adalah Aljazair dan
14
Abdul Qadir Audah, al-Tasyri al-Jinaiy al-Islamiy, Juz I, (Cairo: Dr al-Urubah,
1964), hal. 602
15
Muhammad Atho Mudzhar, Letak Gagasan Reaktualisasi Hukum Islam Munawwir
Sjadzali, hal. 218.
49
perempuan. Yang cukup banyak adalah usia 18 tahun bagi laki-laki, yaitu Mesir,
Irak, Leanon, Libya, Maroko, Pakistan, Somalia, Yaman Selatan, dan Syuriah.
Sisanya adalah dibawa 18 tahun, yakni Turki yang mematok umur 17 tahun
untuk laki-laki, Yordania 17 tahun, dan yang paling rendaah adalah Yaman Utara
17 tahun diterapkan di Tunisia, Suriah, dan Libanon, sedang yang sama dengan
perbedaan umur antara calon pasangan yang hendak kawin. Di Negara ini diatur
bahwa jika jarak usia laki-laki dan perempuan itu lebih dari 20 tahun, sedangkan
sejatinya tidak pernah melarang perkawinan antara orang tua dengan anak-anak.
16
Somalia mematok usia yang sama antara laki-laki dan perempuan, yaitu 18 tahun.
17
Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries, (New Delhy: Academy of law
and Religion,1987), hal. 270; Dalam Konvensi Tentang Hak-hak Anak disebut bahwa seseorang
dikatagorikan sebagai anak-anak ketika berusia di bawah 18 tahun. Lihat pasal 1 Konvenan.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Kompilasi Instrumen HAM Internasional, ( Jakarta:
Komnas HAH, 2008), hal. 133.
18
Mohammad Atho Mudzhar, Letak Gagasan Reaktualisasi Hukum Islam Munawwir
Sjadzali, hal. 218.
50
ketenangan dan kebahagiaan, hal mana sepenuhnya diserahkan kepada orang tua
tualah yang akan menentukan arah masa depan sang anak. Namun demikian,
menurut al-Sibai, al-Qulyubi pernah berpendapat bahwa boleh saja orang tua
menikahkan anaknya dengan orang tua atau orang buta, tetapi hukumnya
haram.19
dapat diartikan bahwa Islam tidak pernah menetapkan adanya batasan minimal
pernikahan tersebut sangat terkait dengan tujuan dan hikmah dari pernikahan itu
sendiri. Hal ini pula kiranya yang termaktub dalam penjelasan Undang-Undang
kesehatan suami istri dan keturunan, perlu ditetapkan batas-batas umur untuk
19
Musthafa al-Sibai, Perempuan di Antara Hukum Islam dan Perundang-undangan,
hal, 89.
20
Penjelasan UU No. 1 tahun 1974 pasal 7 ayat (1)
.
21
Lihat Ibrahim Hosen, Fiqih Perbandingan Masalah Pernikahan, hal. 115.
51
antara suami istri untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal, 22
problematika rumah tangga dengan nalar yang matang dan berpikir dewasa.
perkawianan, agar dapat memenuhi tujuan luhur dari perkawinan dan mendapat
Perempuan
menjadi unit terkecil dari masyarakat dan Negara. Jika unit-unit keluarga tersebut
dapat berkembang dengan baik, maka masyarakat dan Negara dapat pula
tatanan masyarakat dan bangsa yang berkualitas, oleh karena anak-anak sebagai
22
Pasal 2 ayat (1).Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
52
membicarakan soal kesehatan reproduksi secara benar dan sehat. Karenanya tak
bercampur baur antara mitos dan realitas. Oleh karena itu bila hal itu diterapkan
maka tanggung jawab manusia dapat dikontrol. Sebab itulah perkawinan sangat
Tanggung jawab yang dipikul kepada suami dan isteri mencakup semua
akibat dari pernikahan. Kalau tidak ada aturan agama dan medis yang harus
dipatuhi oleh suami isteri, tentu masyarakat akan menjadi kacau. Tanpa
wanita. Seandainya hubungan antara pria dan wanita bebas, maka wanita akan
selalu menjadi korban. Selagi ia muda, segar dan sehat, banyak laki-laki yang
tertarik dan senang kepadanya. Ketika ia tua, layu, sakit, dan lemah, tidak ada
dilanjutkan bisa diramalkan lebih jauh apa yang akan terjadi sekiranya wanita itu
hamil dan melahirkan. Siapa yang bertanggung jawab terhadap diri dan anak-
anaknya.23
23
Zakiah Daradjat, Perkawinan yang Bertanggung Jawab, (Jakarta: Bulan Bintang,
1980), hal. 10
53
mengembangkan sifat keibuan dan kepabapakan secara subur. Isteri sebagai ibu
akan dapat menyadari fungsi dan peranan dalam rumah tangga, begitu pun suami
sebagai ayah. Mereka dapat melakukan kerjasama dengan penuh kesabaran yang
akan menimbulkan kedamaian dan mengatasi segala persoalan keluarga. Hal ini
persoalan yang enteng dan tidak semua orang dapat mengarunginya dengan
sukses. Orang yang sudah dewasa fisik dan mental, belum tentu bisa membina
dan mendirikan rumah tangga secara sempurna, apa lagi orang muda yang belum
Apabila persoalan ini didasarkan kepada Ilmu Jiwa, maka tampak sekali
tidak sempurnanya suatu tanggung jawab untuk membina rumah tangga bila
untuk membina rumah tangga, namun cinta yang baik bukan hanya sekedar cinta
emosi, tetapi cinta yang diikuti oleh rasa tanggung jawab untuk mengembangkan
diri (extension of the self), yaitu diri pribadi diperkembang luaskan kepada diri
24
Mahmud Syaltut, al-Islm Aqdah wa Syarah, (Cairo: Dr al-Qolm, 1986), hal.147.
54
yang lain sehingga pasangan hidupnya dipandang sebagai bagian dari dirinya
sendiri. Hal itu hanya bisa terwujud dalam diri orang yang memiliki tingkat
kedewasaan.25
merupakan salah satu penyebab angka perceraian tertinggi. Dari sini dapat dilihat
rumah tangga bisa tercapai. Selain itu tidak adanya tanggung jawab masing-
juta perempuan berusia 15-19 tahun melahirkan setiap tahunnya, sekitar 11% dari
semua kelahiran di seluruh dunia. Sembilan puluh lima persen (95%) dari
25
Lihat Sarlito Wirawan Sarwono, Memilih Pasangan dan Merencanakan Perkawinan
dalam Bina Keluarga No 99, ( Jakarta: BKKBN, 1981), hal 13
26
Retno Dwi Puspitasari, Gambaran Pengetahuan Ibu Remaja Putri tentang Dampak
Pernikahan Usia Muda Pada Kesehatan Reproduksi di Desa Tegaldowo Kecamatan Gunem
Kabupaten Rembang, (Ungaran: Program Studi Diploma III Kebidanan, Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran, 2014), hal. 2
55
Banyak faktor yang menyebabkan angka kematian ibu tinggi, yaitu dari
medis dan di luar medis. Pada faktor yang ada di luar medis, ada keterkaitan
antara tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan ibu yang menikah pada usia
muda. Orang hamil perlu investasi yang tidak hanya dari gizi saja, melainkan
dukungan dan persiapan suami maupun lainnya, yang menjadi masalah ini jika
menikah di usia terlalu muda yaitu 15-19 tahun. Usia tersebut sangat rawan.
Pernikahan usia muda cukup tinggi yaitu sebanyak 48 persen. Selain masalah
kesehatan saat persalinan, salah satu faktor tingginya angka kematian ibu adalah
banyak perkawinan pada usia muda ini. Berdasarkan data hasil Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKI di Indonesia mencapai 359 per
100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 32 per
1000 kelahiran hidup. Sedangkan untuk tahun 2013, berdasarkan laporan daerah
yang diterima Kemenkes menunjukan bahwa jumlah ibu yang meninggal karena
kehamilan dan persalinan adalah sebanyak 5019 orang. Sedangkan, jumlah bayi
anak. Begitu juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Retno Dwi
mana dampak dari pernikahan usia muda di Desa Tegaldowo terdapat kejadian
anemia pada ibu hamil sebanyak 80%, prematuritas 10%, dan BBLR 20% pada
tahun 2013.27
27
Retno Dwi Puspitasari, Gambaran Pengetahuan Ibu Remaja Putri tentang Dampak
Pernikahan Usia Muda Pada Kesehatan Reproduksi di Desa Tegaldowo Kecamatan Gunem
56
Belun lagi ditinjau dari segi psikologis, pada usia perkawinan di bawah
20 tahun kondisi emosi dan mental remaja belum stabil. Kestabilan emosi
umumnya terjadi usia 24 tahun, karena pada saat itulah orang mulai memasuki
usia dewasa. Masa remaja boleh dibilang berlangsung sampai usia 19 tahun.
Maka, jika pernikahan dilakukan dibawah usia 20 tahun secara emosi remaja
menjadi faktor risiko terjadinya kanker leher rahim. Pada usia remaja sel-sel
leher rahim perempuan belum matang. Jika terdapat Human Papilloma Virus
rahim per 100.000 penduduk. Setiap tahun terjadi 200.000 kasus kanker leher
rahim.29
payudara. Kanker ini menyerang bagian terendah dari Rahim yang menonjol
Kabupaten Rembang, (Ungaran: Program Studi Diploma III Kebidanan, Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran, 2014), hal. 4
28
Kesehatan Reproduksi Mencegah Pernikahan Dini, Majalah Suara Aisyiyah Edisi 3,
Maret 2014, lebih lengkap: http://aisyiyah.or.id/multimedia-archive/kesehatan-reproduksi-
mencegah-pernikahan-dini/. Diakses pada tanggal 23 Maret 2015 Pukul 06: 45
29
Kesehatan Reproduksi Mencegah Pernikahan Dini, Majalah Suara Aisyiyah Edisi 3,
Maret 2014, lebih lengkap: http://aisyiyah.or.id/multimedia-archive/kesehatan-reproduksi-
mencegah-pernikahan-dini/. Diakses pada tanggal 23 Maret 2015 Pukul 06: 45
57
kepuncak liang senggama. Salah satu faktor penyebab kanker serviks adalah
aktivitas seksual dini,30 sebab perempuan muda mempunyai kondisi leher Rahim
tetapi kematangan sel-sel mukosa yang terdapat dalam selaput kulit. Umumnya
sel mukosa ini baru mengalami kematangan pada saat perempuan berusia diatas
20 tahun. Ketika perempuan berusia di bawah 18 tahun, kondisi sel mukosa yang
terdapat dalam serviks belum begitu sempurna menerima rangsangan dari luar,
termasuk dari sperma. Akibatnya, setiap sel mukosa bisa berubah menjadi
tahun untuk laki-laki. Usia ini didasarkan pada tinjauan kesehatan dan sosial
menurut kesehatan adalah 20-25 tahun bagi perempuan dan 25-30 bagi laki-laki
dengan tiga alasan. Pertama, bahwa memang benar anak aqil balig dengan
ejakulasi (mimpi basah) bagi laki-laki dan haid (menarche, menstruasi pertama)
30
Muhammad Rasjidi, Manual Prakanker Serviks: Kanker Serviks. Edisi 1, (Jakarta: CV
Sagung Seto, 2008), hal. 7
31
Adapun faktor penyebab lain adalah adapun faktor resiko kanker Serviks ada empat,
yakni: (1) paritas, yaitu perempuan yang hamil 7 kali atau lebih (2) merokok, dan (3) riwayat
keluarga. Koran Jakarta Kesehataan. Minggu 12 April 2009, hal. 12.
32
Helmi Karim, Kedewasaan untuk Menikah dalam Chuzaimah T. Yanggo dan
Hafisnshary (ed.), Problematika Hukum Islam Kontenporer, (Jakarta: Pustaka al-Firdaus, 1994),
hal. 70.
58
bagi perempuan, tetapi bukan berarti siap kawin. Perubahan biologis tersebut
namun belum siap untuk reproduksi (Hamil dan melahirkan). Kedua, dari
tinjauan psikologis, anak remaja masih jauh kedawasaan (mature, matang dan
mantap), dan kondisi kejiwaannya masih labil dan karenanya belum siap benar
menjadi isteri apalagi orang tua. Ketiga, dari sisi kemandirian, pada usia remaja
sebagian besar aspek kehidupannya masih tergantung pada orang tua dan belum
lingkungan Asean, merupakan Negara dengan angka kematian ibu tertinggi, yang
bahwa angka kematian ibu sebesar 19.500-20.000 setiap tahunnya atau terjadi
setiap 26-27 menit. Penyebab kematian ibu adalah perdarahan 30,5%, infeksi
22,5%, gestoris 17,5%, dan anesthesia 2,0%. Kematian bayi sebesar 56/10.000
menjadi sekitar 280.000 atau terjadi setiap 18-20 menit sekali. Penyebab
33
Dadang Hawari, Al-Quran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan, (Jakarta: Dana
Bhakti Prima Yasa, 1996), hal. 251-252.
34
Ida Bagus Gde Manuaba, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, 1996.), hal. 5
59
Adapun alasan kehamilan risiko tinggi dalam kaitan ini adalah keadaaan
masih tinggi, jarak waktu hamil dan bersalin masih pendek, serta jumlah anak
amat berbahaya bagi perempuan dan anak. Untuk itu berdasarkan pandangan
medis, usia minimal ideal perkawinan adalah 20 tahun bagi perempuan dan laki-
laki 25 tahun.
C. Analisis Penulis
16 tahun. Demikian isi pasal pula 6 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 diulang pada
pasal 15 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, Bagi calon mempelai yang belum
35
Ida Bagus Gde Manuaba, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, 1996.), hal. 14
36
Ida Bagus Gde Manuaba, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, 1996.), hal. 32
60
dalam pasal 6 ayat (2), (3), (4), dan (5) UU No. 1 Tahun 1974.
pengadilan atau pejabat lain, seperti disebut dalam pasal 7 ayat (2) UUP No. 1
Tahun 1974, Dalam hal penyimpangan ayat (1) pasal ini dapat meminta
dispensasi kepada pengadilan atau pejabat alin yang ditunjuk oleh kedua orang
tua pihak peria maupun pihak wanita. Ada point penting yang harus dijelaskan
dalam bab ini terkait batas minimal usia perkawianan jika dilihat dari segi hukum
dan medis.
jelas para ulama mengacu pada ketentuan normatif seperti pemahaman al-Quran
dan as-Sunnah, Khabar Sahabat, Ijtihad para ulama serta argumentasi kaidah
lainnya. Para ulama menentukan kesiapan menikah dua mempelai laki-laki dan
tanda baligh pria maupun perempuan. Seperti dengan datangnya tanda haid,
kerasnya suara, tumbuhnya bulu ketiak, atau tumbuhnya bulu kasar di sekitar
batasan minimal usia kedua mempelai seperti Ulama Syafiiyah dan Hanabilah
menentukan bahwa masa dewasa itu mulai 15 tahun. Walaupun mereka dapat
61
tanda itu datangnya tidak sama untuk semua orang, maka kedewasaan ditentukan
dengan umur. Disamakannya masa kedewasaannya untuk pria dan wanita adalah
karena kedewasaan itu ditentukan dengan akal. Dengan akallah terjadinya taklif,
tahun bagi laki-laki dan 17 tahun bagi wanita. Sedangkan Imam Malik
hukum kepada mimpi itu saja. Mimpi tidak diharapkan lagi datangnya bila usia
Karena itu ditetapkanlah bahwa umur dewasa itu pada usia 18 tahun.
berumur 21 tahun. Hal ini dikarenakan pada zaman modern orang memerlukan
persiapan yang matang, sebab mereka masih kurang pengalaman hidup dan
masih dalam proses belajar. namun demikian kepada mereka sudah dapat
Meninjau apa yang ada dalam kitab-kitab fiqih konvensional ini, dapat
batas minimal usia perkawinan di Indonesia sejatinya adalah 19 tahun untuk laki-
laki dan 16 tahun bagi perempuan. Bagi mereka yang tidak mencapai usia ini
maka harus meminta izin dari pengadilan, dan bagi calon pengantin yang belum
mencapai usia 21 tahun maka harus menyertakan izin dari orang tua.
Perlu dicatat disini, konsep ijtihad batas pada minimal yang diajukan oleh
para ulama fikih merujuk pada nilai normatif yang relevansinya pada kala itu,
ketika berumur 6 tahun dan dicampurinya pada usia 9 tahun. 39 Namun para
ulama fikih lebih dari itu. Di sini para ulama fikih melompat pada tingkat
dengan dua konsepsi yaitu nilai baligh dan batas minimal usia perkawinan.
Antara usia 15 tahun menurut Syafiiyah dan Hanabilah, Abu Hanifah usia 19
tahun bagi laki-laki dan 17 tahun bagi wanita, Imam Malik menetapkan 18 tahun
baik laki-laki maupun perempuan dan pendapat Yusuf Musa mengatakan bahwa
tidak saja berdasarkan dalil yang ada, namun lebih kepada konteks zaman
dewasa kala itu. Begitu juga dengan peraturan perundangan Indonesia yang
mengatur batas mimal usia perkawinan. Dalam KHI pasal 15 merumuskan: (1)
39
Ed. Chuzaimah T. Yanggo dan H.A Hafiz Anshary AZ, Problematika Hukum Islam
Kontemporer, (Jakarta: LSIK, Pustaka Firdaus, 2009), hal. 81
63
dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang telah ditetapkan
dalam pasal 7 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yakni calon
berumur 16 tahun. (2) bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun
harus mendapat izin sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat (2) ,(3) ,(4) dan
Batas minimal 19 tahun bagi calon pria dan 16 tahun bagi perempuan
merupakan ranah ijtihadi fikih ala ulama Indonesia yang sudah dipositifkan
tahun itu jelas berbeda dengan minimal batas usia perkawinan ijtihad para ulama
faktor lainnya.
para ulama klasik dan hukum positif Indonesia pada tahun 1974, mengapa tidak
jika saat ini peraturan pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang
pandangan ahli.
20 tahun untuk wanita dan 25 tahun bagi pria. Hal ini diperlukan karena zaman
dilakukan antara usia 20 sampai 25 tahun bagi wanita, dan antara 25 sampai 30
tahun bagi laki-laki. Tinjauan ini juga berdasarkan atas pertimbangan kesehatan.
Para ahli Ilmu Jiwa Agama menilai bahwa kematangan adalah beragam pada
beberapa faktor ikut menentukan cepat atau lambatnya seseorang mencapai usia
sekarang, usia yang tepat bagi seseorang untuk menikah ialah sekurang-
kurangnya umur 20 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi pria. Mengapa
demikian? Sebab, usia tersebut calon suami istri perlu mempersiapkan diri sebaik
mungkin, sehingga pada usia itu seseorang telah matang jasmaninya, sempurna
akalnya, dan dapat diterima sebagai anggota masyarakat secara utuh. Pada usia
itu, menurut Allport, seseorang telah bisa memaparkan diri (extention of the self)
kepada teman hidupnya, di samping biasa menilai dirinya secara obyektif dan
mempunyai pandangan tentang posisi dirinya dalam kerangka hal-hal lain yang
ada di dunia ini, sehingga ia tahu posisi dirinya dalam mengatur tingkah laku
41
Ed. Chuzaimah T. Yanggo dan H.A Hafiz Anshary AZ, Problematika Hukum Islam
Kontemporer, (Jakarta: LSIK, Pustaka Firdaus, 2009), hal. 84
65
usia di bawah 20 tahun sangat rentan terhadap berbagai penyakit baik dari
menurut The National Center for Health Statistics, pernikahan yang dilakukan di
usia cukup muda, antara 12 hingga 21 tahun, tiga kali lebih banyak berakhir
dibandingkan dengan 36% dari mereka yang menikah di usia lebih dari 20.
Dalam penelitian lainnya, dari 1.000 pria yang diteliti (berusia 25 - 34)
ditemukan bahwa 81% di antaranya percaya bahwa waktu yang tepat untuk
melepas lajang sekitar umur 25 sampai 27 tahun. Sedangkan untuk wanita, dari
data statistik di Amerika Serikat pada tahun 2000 menunjukkan bahwa wanita
rata-rata menikah pada usia 25. Pada usia tersebut kebanyakan wanita telah
66
menyelesaikan pendidikannya, memiliki karir mapan dan bisa hidup terpisah dari
orang tua.42
di tanah air untuk dapat menunda usia perkawinan atau tidak buru-buru menikah.
Atau dengan kata lain jangan menikah di usia dini, menikahlah di usia matang.
Dan menurut Kepala BKKBN Fasli Jalal menjelaskan, kasus pernikahan dini
dini antara 16 hingga 19 tahun bahkan ada yang di bawah itu. Saat seorang
perempuan menikah di usia 16 tahun dia mempunyai masa reproduksi jauh lebih
panjang dibanding mereka yang menikah di atas usia 25 tahun dimana masa
sehingga bisa saja mempunyai anak lebih dari dua bahkan lebih dari lima. Selain
itu, menurut Fasli, pernikahan di usia dini bisa meningkatkan risiko kematian ibu
melahirkan, karena salah satu penyebabnya adalah usia yang terlalu muda saat
hamil.43
Selain itu berdasarkan catatan medis lainnya, bahwa menikah pada usia
kisaran 21-35 tahun resiko gangguan kesehatan pada ibu hamil paling rendah
42
Ini Usia yang Tepat untuk Menikah, lebih lengkap lihat
http://wolipop.detik.com/read/2014/04/25/193911/2566088/852/ini-usia-yang-tepat-untuk-
menikah. Diakses pada tanggal 30 Maret 2015, pukul 22:00
43
Nikah Ideal Itu, 20 Tahun Bagi Wanita, 25 Tahun Bagi Pria, lebih lengkap baca:
http://www.merdeka.com/peristiwa/bkkbn-nikah-ideal-itu-20-tahun-bagi-wanita-25-tahun-bagi-
pria.html. Diakses pada tanggal 30 Maret 2015, pukul 22:00
67
yaitu sekitar 15%. Selain itu apabila dilihat dari perkembangan kematangan,
emosional maupun aspek sosial. Meskipun pada saat ini beberapa wanita di usia
kehidupan baru tersebut. Pada umumnya usia ini merupakan usia yang ideal
untuk anda hamil dan melahirkan untuk menekan resiko gangguan kesehatan
baik pada ibu dan juga janin. Selain itu sebuah ahli mengatakan wanita pada usia
batas minimal usia perkawinan terlihat sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan
lagi untuk saat ini, berdasarkan argumentasi medis dan pandangan keilmuan
lainnya. Seperti yang kita tahu bahwa hukum islam seharusnya melihat prinsip
al-hukmu yaduru maa illatihi yaitu sebuah hukum diterapkan harus berdasarkan
ilat hukum itu sendiri. Dengan kata lain prinsip medis sudah selayaknya
44
Usia Ideal Wanita untuk Hamil dan Melahirkan- lebih lengkap
http://bidanku.com/usia-ideal-wanita-untuk-hamil-dan-melahirkan#ixzz3Vsxhj38h. Diakses pada
tanggal 30 Maret 2015, pukul 22:00
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, ada tiga poin
1. Dalam hukum Islam tidak diatur dengan jelas dan tegas berapa usia minimal
memberi ketentuan itu apabila seseorang telah mencapai usia menikah, yang
dimaksud dengan telah mencapai usia menikah adalah jika seorang anak telah
mencapai batas usia kesiapan dalam akil balignya. Dalam kitab-kitab fikih
klasik pun tidak memberikan batasa umur secara pasti dan konkrit yang
untuk melangsungkan perkawinan. Dalam hal ini didasarkan pada kata al-
syabab yaitu pemuda yang sudah balig dan al-baah yaitu kemampuan dalam
baligh sendiri para ulama berbeda pendapat. Menurut Ulama Syafiiyyah dan
balig atau telah keluar mani pada waktu kapan saja. Sedangkan menurut Abu
tahun. Adapun Imam malik bahwa kedewasaan pria dan perempuan sama
68
69
pada usia 18 tahun. Sementara dalam pasal 7 undang-undang no. 1 tahun 1974
ke atas bagi perempuan dan laki-laki 25 tahun, karena bagi medis sendiri,
tingkat kedewasaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi biologis organ
reproduksi dan fisiologinya. Karena umur dibawah itu rentan sekali terjadi
lainnya.
undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dianggap sudah tidak relevan
lagi digunakan saat ini. karena berdasarkan riset ilmiah medis membuktikan
mental laki-laki di bawah usia 20-an. Alasan lain yang perlu diperhatikan
yaitu: Pertama, memang benar anak aqil balig dengan ejakulasi (mimpi basah)
tetapi bukan berarti siap kawin. Perubahan biologis tersebut baru merupakan
mantap), dan kondisi kejiwaannya masih labil dan karenanya belum siap
benar menjadi isteri apalagi orang tua. Ketiga, dari sisi kemandirian, pada usia
remaja sebagian besar aspek kehidupannya masih tergantung pada orang tua
mengimbau para remaja di bawah usia 20 tahun di Tanah Air untuk dapat
menunda usia perkawinan atau tidak buru-buru menikah. Atau dengan kata
tidak relevan lagi untuk diterapkan lagi untuk saat ini, berdasarkan
argumentasi medis dan pandangan keilmuan lainnya. Seperti yang kita tahu
bahwa hukum islam seharusnya melihat prinsip al-hukmu yaduru maa illatihi
yaitu sebuah hukum diterapkan harus berdasarkan ilat hukum itu sendiri.
Dengan kata lain prinsip medis sudah selayaknya diterapkan saat ini untuk
B. Saran
20 tahun. Untuk itu pemerintah seharusnya merevisi dan meninjau ulang pasal
Indonesia yang saat ini di atur pada pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan dan Pasal 15 Inpres No. 1 Tahun 1991 Tentang KHI.
bawah umur 20 tahun) karena hal itu juga memicu pertumbuhan tingkat
Buku-buku
Al-Abd, Ibn Daqq. Syruh al-Hadts: Ihkm al-Ihkm Syarh Umdah al-Ahkm.
Juz. II. T.t: Sunah al-Nasyr. 1995 M/1416 H
Al-Jaziri. Abdul Rahman. Kitb al-Fiqh ala al-Mazdhib al-Arbah, Juz II. Beirut:
Dr al-Fikr. 1985
Al-Marwazi, Imam Abu Abd Allah Muhammad ibn Nashr. Ikhtilf al-lama.
Beirut; Alim al-Kutub. 1985.
Al-Nasai, Abu Abdurrahman bin Syuaib. Sunan al-Nasi. Juz VI . Mesir: Syarikah
Maktabah wa Mathbaah Mushthafa al-Baby al-Halaby wa Auladi. T.th
72
73
Dewi, Ika Sari, Kesiapan Menikah Pada Wanita Dewasa Awal yang Bekerja,
(Medan: USU Repository. 2006
Hawari, Dadang. al-Quran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan. Jakarta: Dana
Bhakti Prima Yasa. 1996
Johariyah dan Ema Wahyu Ningrum. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru
lahir. Jakarta: Trans Info Media. 2012.
Joned, Ahilemah. Keupayaan Hak Wanita Islam Untuk Berkawin: Indah Khabar dari
pada Rupa, Fauklti Undang-undang Unversitas Malaya, Makalah Undang-
undang menghormati Ahamad Ibrahim. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia. 1988
Kharlie, Ahmad Tholabi. Hukum Keluarga Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. 2013.
Mahmood Tahir. Personal law in Islamic Countries. New Delhy: Academy of law
and Religion. 1987.
Manuaba, Ida Bagus Gde. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: penerbit Buku Kedokteran.
1996.
74
Muhaimin, Abdul Wahab Abd. Adopsi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional.
Jakarta: Gaung Persada (GP) Komplek Kejaksaan Agung RI Blok EI/3
Cipayung-Ciputat. 2010.
Muhammad, Abdulkadir. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti. 2004.
Purwati, Erni. Asuhan Kebidanan Untuk Ibu Nifas. Jakarta: Cakrawala Ilmu. 2012.
Rahardjo, Satjipto, hukum dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: Genta
Publishing. 2009.
Puspitasari, Retno Dwi. Gambaran Pengetahuan Ibu Remaja Putri tentang Dampak
Pernikahan Usia Muda Pada Kesehatan Reproduksi di Desa Tegaldowo
Kecamatan Gunem Kabupaten Rembang. Ungaran: Program Studi Diploma
III Kebidanan. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran.
2014
Ridha, Muhammad Rasyid. Tafsr al-Manr. Juz IV. Mesir: Al-Manar. 1325 H
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatau Tinjaun
Singkat. Jakarta: PT. Grafindo Persada. 2007.
Nikah Ideal Itu, 20 Tahun Bagi Wanita, 25 Tahun Bagi Pria, lebih lengkap baca:
http://www.merdeka.com/peristiwa/bkkbn-nikah-ideal-itu-20-tahun-bagi-
wanita-25-tahun-bagi-pria.html. Diakses pada tanggal 30 Maret 2015,
pukul 22:00
76
Perbedaan Perkembangan Fisik Anak Perempuan & Laki-laki, Tabloid Nova, Selasa,
11 Februari 2014, lihat:
http://www.tabloidnova.com/Nova/Kesehatan/Anak/Perbedaan-
Perkembangan-Fisik-Anak-Perempuan-Laki-laki/