Anda di halaman 1dari 29

ENERGI DAN LINGKUNGAN

Sebagai Tugas Individu


Mata Kuliah Energi dan Lingkungan

DISUSUN OLEH :
DWI SINTHYA KUSUMAWARDANI
03012681620011

Dosen Pengajar : Prof. Dr. Ir. Edy Ibrahim, M.S.

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK KIMIA


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2017
SUMBER ENERGI BATUBARA

Pengolahan bahan galian termasuk pengolahan batubara pada umumnya


dilakukan dengan melalui beberapa tahap, yaitu:

1. Preparasi
Preparasi pada batubara merupakan operasi persiapan yang dilakukan untuk
mereduksi ukuran butir dengantujuan untuk memenuhi ukuran sesuai dengan
penggunaannya. Reduksi ukuran butir biasanya dilakukan dengan alat peremuk
yang antara lain alat crusher atau grinder.Proses peremukan atau crushing
biasanya dikerjakan dalam tiga tahapan, yakni:
a. Primary crushing
Suatu tahapan untuk meremuk umpan dengan ukuran 2 inch 90 inch dan
umpan inibiasanya berasal dari hasil tambang. Alat yang digunakan berupa jaw
crusher dan gyratory crusher.
b. Secondary crushing
Umpan yang dimasukkan sebesar 1 inch sampai 3 inch yang biasanya berasal
dariprimary crushing. Alat yang digunakan ialah stamp mill, roller dan cone
crusher
c. Grinding atau fine crushing
Umpan yang dimasukkan sebesar inch sampai 3/8 inch. Alat yang
digunakanadalah ball mill, tube mill atau pebble mill, rod mill.Untuk mencegah
adanya re-crushing dan over grinding, serta untuk menambah produktivitas,
makadigunakanalat pembantu berupa ayakan (screen) atau bisa juga classifier.
Screen dan classifier berfungsi untukmengelompokkan material hasil crushing
atau grinding.
2. Konsentrasi
Konsentrasi pada batubara adalah suatu operasi pemisahan antara batubara
dengan pengotornya. Konsentrasi inidiantaranya bisa berdasarkan warna atau
kilap dan juga berdasarkan specific gravity (SG). Pada specific gravitycara
konsentrasinya disebut gravity concentration yang meliputi:
a. Flowing film concentration
Proses konsentrasi mendasarkan atas SG pada aliran tipis.
b. Jigging
Proses konsentrasi yang mendasarkan kecepatan mengendap antara pengotor
dengan batubara.
c. Sifat permukaan mineral
Proses konsentrasi yang mendasarkan pada senang atau tidaknya mineral
terhadap gelembung udara. Carakonsentrasi ini disebut Flotasi.

3. Dewatering
Merupakan operasi pemisahan antara cairan dengan padatan dan biasanya
dilakukan setelah proses konsentrasi.Dewatering ini dikelompokkan dalam tiga
tahapan, yaitu:
a. Thickening: merupakan tahapan pertama pemisahan padatan dengan cairan
yang mendasarkan atas kecepatanmengendap batubara dalam suatu pulp,
sehingga solid faktornya = 1 (% solid = 50%).
b. Filtrasi: merupakan operasi pemisahan padatan dengan cairan dengan cara
menyaring, sehingga didapat solidfactor = 4 (persen solid = 80%).
c. Drying: adalah operasi penghilangan air dengan jalan pemanasan sehingga
padatan ini bebas dari cairan (%solid = 100%).

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)


Untuk membangun fasilitas pembangkit listrik dengan bahan bakar
batubara, maka hal terpenting yang harus diperhatikan dalam mendesain fasilitas
tersebut adalah sifat-sifat dan gambaran batubara yang digunakan.Pemilihan
teknologi pembakaran yang tepat didasarkan pada sifat-sifat batubara yang
digunakan merupakansesuatu yang penting untuk mendapatkan pembakaran yang
efisien dan teknologi yang ramah lingkungan.Pembangkit Listrik Tenaga Uap
Batubara adalah salah satu jenis instalasi pembangkit tenaga listrik di mana tenaga
listrik didapat dari mesin turbin yang diputar oleh uap yang dihasilkan melalui
pembakaran batubara.Siklus di PLTU dapat dibedakan menjadi :
1. Siklus Udara, sebagai campuran bahan bakar
2. Siklus Air, sebagai media untuk menghasilkan uap air (steam)
3. Siklus Batubara, sebagai bahan bakar
Udara sebagai campuran bahan bakar masuk ke dalam boiler melalui PA
Fan, FD Fan dan ID Fan.PA Fan mengalirkan udara awal masuk boiler dalam
kondisi hangat, karena udara di PA Fan telah dipanaskan dahulu oleh sisa panas
pembakaran di Economizer.PLTU batubara adalah sumber utama dari listrik dunia
saat ini. Sekitar 60% listrik dunia bergantung pada batubara, hal ini dikarenakan
PLTU batubara bisa menyediakan listrik dengan harga yang murah. Kelemahan
utama dari PLTU batubara adalah pencemaran emisi karbonnya sangat tinggi,
paling tinggi dibanding bahan bakar lain.

a. Prinsip Kerja PLTU

Gambar 1. Skema pembangkitan listrik pada PLTU batubara


(Sumber: The Coal Resource, 2004)

Pada PLTU, batubara dibakar di boiler menghasilkan panas yang digunakan


untuk mengubah air dalam pipa yang dilewatkan di boiler tersebut menjadi uap,
yang selanjutnya digunakan untuk menggerakkan turbin dan memutar generator.
Kinerja pembangkitan listrik pada PLTU sangat ditentukan oleh efisiensi panas
pada proses pembakaran batubara tersebut, karena selain berpengaruh pada
efisiensi pembangkitan, juga dapat menurunkan biaya pembangkitan. Kemudian
dari segi lingkungan, diketahui bahwa jumlah emisi CO2 per satuan kalori dari
batubara adalah yang terbanyak bila dibandingkan dengan bahan bakar fosil
lainnya, dengan perbandingan untuk batubara, minyak, dan gas adalah 5:4:3.
Sehingga berdasarkan uji coba yang mendapatkan hasil bahwa kenaikan efisiensi
panas sebesar 1% akan dapat menurunkan emisi CO2 sebesar 2,5%, maka efisiensi
panas yang meningkat akan dapat mengurangi beban lingkungan secara signifikan
akibat pembakaran batubara. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa teknologi
pembakaran (combustion technology) merupakan tema utama pada upaya
peningkatan efisiensi pemanfaatan batubara secara langsung sekaligus upaya
antisipasi isu lingkungan ke depannya.

Pada dasarnya metode pembakaran pada PLTU terbagi 3, yaitu pembakaran


lapisan tetap (fixed bed combustion), pembakaran batubara serbuk (pulverized
coal combustion /PCC), dan pembakaran lapisan mengambang (fluidized bed
combustion / FBC). Gambar 3 di bawah ini menampilkan jenis jenis boiler yang
digunakan untuk masing masing metode pembakaran.

1. Pembakaran Lapisan Tetap


Metode lapisan tetap menggunakan stoker boiler untuk proses
pembakarannya. Sebagai bahan bakarnya adalah batubara dengan kadar abu yang
tidak terlalu rendah dan berukuran maksimum sekitar 30mm. Selain itu, karena
adanya pembatasan sebaran ukuran butiran batubara yang digunakan, maka perlu
dilakukan pengurangan jumlah fine coal yang ikut tercampur ke dalam batubara
tersebut. Alasan tidak digunakannya batubara dengan kadar abu yang terlalu
rendah adalah karena pada metode pembakaran ini, batubara dibakar di atas
lapisan abu tebal yang terbentuk di atas kisi api (traveling fire grate) padastoker
boiler. Bila kadar abunya sangat sedikit, lapisan abu tidak akan terbentuk di atas
kisi tersebut sehingga pembakaran akan langsung terjadi pada kisi, yang dapat
menyebabkan kerusakan yang parah pada bagian tersebut. Oleh karena itu, kadar
abu batubara yang disukai untuk tipe boiler ini adalah sekitar 10 15%. Adapun
tebal minimum lapisan abu yang diperlukan untuk pembakaran adalah 5cm.
Pada pembakaran dengan stoker ini, abu hasil pembakaran berupa fly
ash jumlahnya sedikit, hanya sekitar 30% dari keseluruhan. Kemudian dengan
upaya seperti pembakaran NOx dua tingkat, kadar NOx dapat diturunkan hingga
sekitar 250 300 ppm. Sedangkan untuk menurunkan SOx, masih diperlukan
tambahan fasilitas berupa alat desulfurisasi gas buang.
2. Pembakaran Batubara Serbuk (Pulverized Coal Combustion/PCC)
Saat ini, kebanyakan PLTU terutama yang berkapasitas besar masih
menggunakan metode PCC pada pembakaran bahan bakarnya. Hal ini karena
sistem PCC merupakan teknologi yang sudah terbukti dan memiliki tingkat
kehandalan yang tinggi. Upaya perbaikan kinerja PLTU ini terutama dilakukan
dengan meningkatkan suhu dan tekanan dari uap yang dihasilkan selama proses
pembakaran. Perkembangannya dimulai dari sub critical steam, kemudian super
critical steam, serta ultra super critical steam (USC). Sebagai contoh PLTU yang
menggunakan teknologi USC adalah pembangkit no. 1 dan 2 milik J-Power di
teluk Tachibana, Jepang, yang boilernya masing masing berkapasitas 1050 MW
buatan Babcock Hitachi. Tekanan uap yang dihasilkan adalah sebesar 25 MPa
(254.93 kgf/cm2) dan suhunya mencapai 600/610 (1 stage reheat cycle).
Perkembangan kondisi uap dan grafik peningkatan efisiensi pembangkitan pada
PCC ditunjukkan pada gambar 2 di di bawah ini.

Gambar 2. Perkembangan kondisi uap PLTU


(Sumber: Clean Coal Technologies in Japan, 2005)

Pada PCC, batubara diremuk dulu dengan menggunakan coal


pulverizer (coal mill) sampai berukuran 200 mesh (diameter 74m), kemudian
bersama sama dengan udara pembakaran disemprotkan ke boiler untuk dibakar.
Pembakaran metode ini sensitif terhadap kualitas batubara yang digunakan,
terutama sifat ketergerusan (grindability), sifat slagging, sifat fauling, dan kadar
air (moisture content). Batubara yang disukai untuk boiler PCC adalah yang
memiliki sifat ketergerusan dengan HGI (Hardgrove Grindability Index) di atas
40 dan kadar air kurang dari 30%, serta rasio bahan bakar (fuel ratio) kurang dari
2. Pembakaran dengan metode PCC ini akan menghasilkan abu yang terdiri diri
dari clinker ash sebanyak 15% dan sisanya berupa fly ash.
Gambar 3. PCC Boiler
(Sumber: Idemitsu Kosan Co., Ltd)

Ketika dilakukan pembakaran, senyawa Nitrogen yang ada di dalam


batubara akan beroksidasi membentuk NOx yang disebut dengan fuel NOx,
sedangkan Nitrogen pada udara pembakaran akan mengalami oksidasi suhu tinggi
membentuk NOx pula yang disebut dengan thermal NOx. Pada total emisi NOx
dalam gas buang, kandungan fuel NOx mencapai 80 90%. Untuk mengatasi
NOx ini, dilakukan tindakan denitrasi (de-NOx) di boiler saat proses pembakaran
berlangsung, dengan memanfaatkan sifat reduksi NOx dalam batubara.

Gambar 4. Proses denitrasi pada boiler PCC


(Sumber: Coal Science Handbook, 2005)

Pada proses pembakaran tersebut, kecepatan injeksi campuran batubara


serbuk dan udara ke dalam boiler dikurangi sehingga pengapian bahan bakar dan
pembakaran juga melambat. Hal ini dapat menurunkan suhu pembakaran, yang
berakibat pada menurunnya kadar thermal NOx.Selain itu, sebagaimana terlihat
pada gambar 4 di atas, bahan bakar tidak semuanya dimasukkan ke zona
pembakaran utama, tapi sebagian dimasukkan ke bagian di sebelah
atas burner utama. NOx yang dihasilkan dari pembakara utama selanjutnya
dibakar melalui 2 tingkat. Di zona reduksi yang merupakan pembakaran tingkat
pertama atau disebut pula pembakaran reduksi (reducing combustion), kandungan
Nitrogen dalam bahan bakar akan diubah menjadi N2.Selanjutnya, dilakukan
pembakaran tingkat kedua atau pembakaran oksidasi (oxidizing combustion),
berupa pembakaran sempurna di zona pembakaran sempurna. Dengan tindakan
ini, NOx dalam gas buang dapat ditekan hingga mencapai 150 200 ppm.
Sedangkan untuk desulfurisasi masih memerlukan peralatan tambahan yaitu alat
desulfurisasi gas buang.

3. Pembakaran Lapisan Mengambang (Fluidized Bed Combustion/FBC)


Pada pembakaran dengan metode FBC, batubara diremuk terlebih dulu
dengan menggunakan crusher sampai berukuran maksimum 25mm. Tidak seperti
pembakaran menggunakan stoker yang menempatkan batubara di atas kisi api
selama pembakaran atau metode PCC yang menyemprotkan campuran batubara
dan udara pada saat pembakaran, butiran batubara dijaga agar dalam posisi
mengambang, dengan cara melewatkan angin berkecepatan tertentu dari bagian
bawah boiler. Keseimbangan antara gaya dorong ke atas dari angin dan gaya
gravitasi akan menjaga butiran batubara tetap dalam posisi mengambang sehingga
membentuk lapisan seperti fluida yang selalu bergerak. Kondisi ini akan
menyebabkan pembakaran bahan bakar yang lebih sempurna karena posisi
batubara selalu berubah sehingga sirkulasi udara dapat berjalan dengan baik dan
mencukupi untuk proses pembakaran.
Karena sifat pembakaran yang demikian, maka persyaratan spesifikasi
bahan bakar yang akan digunakan untuk FBC tidaklah seketat pada metode
pembakaran yang lain. Secara umum, tidak ada pembatasan yang khusus untuk
kadar zat terbang (volatile matter), rasio bahan bakar (fuel ratio) dan kadar abu.
Bahkan semua jenis batubara termasuk peringkat rendah sekalipun dapat dibakar
dengan baik menggunakan metode FBC ini. Hanya saja ketika batubara akan
dimasukkan ke boiler, kadar air yang menempel di permukaannya (free moisture)
diharapkan tidak lebih dari 4%. Selain kelebihan di atas, nilai tambah dari metode
FBC adalah alat peremuk batubara yang dipakai tidak terlalu rumit, serta
ukuran boiler dapat diperkecil dan dibuat kompak.Bila suhu pembakaran pada
PCC adalah sekitar 1400 1500, maka pada FBC, suhu pembakaran berkisar
antara 850 900 saja sehingga kadarthermal NOx yang timbul dapat ditekan.
Selain itu, dengan mekanisme pembakaran 2 tingkat seperti pada PCC, kadar NOx
total dapat lebih dikurangi lagi.
Kemudian, bila alat desulfurisasi masih diperlukan untuk penanganan SOx
pada metode pembakaran tetap dan PCC, maka pada FBC, desulfurisasi dapat
terjadi bersamaan dengan proses pembakaran di boiler. Hal ini dilakukan dengan
cara mencampur batu kapur (lime stone, CaCO3) dan batubara kemudian secara
bersamaan dimasukkan ke boiler. SOx yang dihasilkan selama proses
pembakaran, akan bereaksi dengan kapur membentuk gipsum (kalsium sulfat).
Selain untuk proses desulfurisasi, batu kapur juga berfungsi sebagai media
untuk fluidized bed karena sifatnya yang lunak sehingga pipa pemanas (heat
exchanger tube) yang terpasang di dalam boiler tidak mudah aus.

Gambar 5. Tipikal boiler FBC


(Sumber: Coal Science Handbook, 2005)

Berdasarkan mekanisme kerja pembakaran, metode FBC terbagi 2


yaitu Bubbling FBC dan Circulating FBC (CFBC), seperti ditampilkan pada
gambar 5 di atas. Dapat dikatakan bahwa Bubbling FBC merupakan prinsip dasar
FBC, sedangkan CFBC merupakan pengembangannya.Pada CFBC, terdapat alat
lain yang terpasang pada boiler yaitu cyclone suhu tinggi. Partikel media fluidized
bed yang belum bereaksi dan batubara yang belum terbakar yang ikut terbang
bersama aliran gas buang akan dipisahkan di cyclone ini untuk kemudian dialirkan
kembali ke boiler. Melalui proses sirkulasi ini, ketinggian fluidized bed dapat
terjaga, proses denitrasi dapat berlangsung lebih optimal, dan efisiensi
pembakaran yang lebih tinggi dapat tercapai. Oleh karena itu, selain batubara
berkualitas rendah, material seperti biomasa, sludge, plastik bekas, dan ban bekas
dapat pula digunakan sebagai bahan bakar pada CFBC. Adapun abu sisa
pembakaran hampir semuanya berupa fly ash yang mengalir bersama gas buang,
dan akan ditangkap lebih dulu dengan menggunakan Electric
Precipitator sebelum gas buang keluar ke cerobong asap (stack).

Gambar 6. CFBC Boiler


(Sumber: Idemitsu Kosan Co., Ltd)

Pada FBC, bila tekanan di dalam boiler sama dengan tekanan udara luar,
disebut dengan Atmospheric FBC (AFBC), sedangkan bila tekanannya lebih
tinggi dari pada tekanan udara luar, sekitar 1 MPa, disebut dengan Pressurized
FBC (PFBC).Faktor tekanan udara pembakaran memberikan pengaruh terhadap
perkembangan teknologi FBC ini. Untuk Bubbling FBC berkembang dari PFBC
menjadiAdvanced PFBC (A-PFBC), sedangkan untuk CFBC selanjutnya
berkembang menjadi Internal CFBC (ICFBC) dan kemudian Pressurized ICFBC
(PICFBC).
a. PFBC(Pressurized Fluidized Bed Combustion)
Pada PFBC, selain dihasilkan panas yang digunakan untuk memanaskan air
menjadi uap untuk memutar turbin uap, dihasilkan pula gas hasil pembakaran
yang memiliki tekanan tinggi yang dapat memutar turbin gas, sehingga PLTU
yang menggunakan PFBC memiliki efisiensi pembangkitan yang lebih baik
dibandingkan dengan AFBC karena mekanisme kombinasi (combined cycle) ini.
Nilai efisiensi bruto pembangkitan (gross efficiency) dapat mencapai 43%.
Sesuai dengan prinsip pembakaran pada FBC, SOx yang dihasilkan pada PFBC
dapat ditekan dengan mekanisme desulfurisasi bersamaan dengan pembakaran di
dalam boiler, sedangkan NOx dapat ditekan dengan pembakaran pada suhu relatif
rendah (sekitar 860) dan pembakaran 2 tingkat. Karena gas hasil pembakaran
masih dimanfaatkan lagi dengan mengalirkannya ke turbin gas, maka abu
pembakaran yang ikut mengalir keluar bersama dengan gas tersebut perlu
dihilangkan lebih dulu. Pemakaian CTF (Ceramic Tube Filter) dapat menangkap
abu ini secara efektif. Kondisi bertekanan yang menghasilkan pembakaran yang
lebih baik ini secara otomatis akan menurunkan kadar emisi CO2 sehingga dapat
mengurangi beban lingkungan.

Gambar 7. Prinsip kerja PFBC


(Sumber: Coal Note, 2001)

Untuk lebih meningkatkan efisiensi panas, unit gasifikasi sebagian (partial


gasifier) yang menggunakan teknologi gasifikasi lapisan mengambang (fluidized
bed gasification) kemudian ditambahkan pada unit PFBC. Dengan kombinasi
teknologi gasifikasi ini maka upaya peningkatan suhu gas pada pintu masuk
(inlet) turbin gas memungkinkan untuk dilakukan.
Pada proses gasifikasi di partial gasifier tersebut, konversi karbon yang
dicapai adalah sekitar 85%. Nilai ini dapat ditingkatkan menjadi 100% melalui
kombinasi dengan pengoksidasi (oxidizer). Pengembangan lebih lanjut dari PFBC
ini dinamakan dengan Advanced PFBC (A-PFBC), yang prinsip kerjanya
ditampilkan pada gambar 8 di bawah ini. Efisiensi netto pembangkitan (net
efficiency) yang dihasilkan pada A-PFBC ini sangat tinggi, dapat mencapai 46%.
Gambar 8. Prinsip kerja A-PFBC
(Sumber: Coal Science Handbook, 2005)

b. ICFBC(Internal Circulating Fluidized Bed Combustion)


Penampang boiler ICFBC ditampilkan pada gambar 9 di bawah ini.

Gambar 9. Penampang boiler ICFBC


(Sumber: Coal Note, 2001)

Seperti terlihat pada gambar, ruang pembakaran utama (primary combustion


chamber) dan ruang pengambilan panas (heat recovery chamber) dipisahkan oleh
dinding penghalang yang terpasang miring. Kemudian, karena pipa pemanas (heat
exchange tube) tidak terpasang langsung pada ruang pembakaran utama, maka
tidak ada kekhawatiran terhadap keausan pipa sehingga pasir silika digunakan
sebagai pengganti batu kapur untuk media FBC. Batu kapur masih tetap
digunakan sebagai bahan pereduksi SOx, hanya jumlahnya ditekan sesuai dengan
keperluan saja.
Di bagian bawah ruang pembakaran utama terpasang windbox untuk
mengalirkan angin ke boiler, dimana angin bervolume kecil dialirkan melalui
bagian tengah untuk menciptakan lapisan bergerak (moving bed) yang lemah, dan
angin bervolume besar dialirkan melewati kedua sisi windbox tersebut untuk
menimbulkan lapisan bergerak yang kuat. Dengan demikian maka pada bagian
tengah ruang pembakaran utama akan terbentuk lapisan bergerak yang turun
secara perlahan, sedangkan pada kedua sisi ruang tersebut, media FBC akan
terangkat kuat ke atas menuju ke bagian tengah ruang pembakaran utama dan
kemudian turun perlahan lahan, dan kemudian terangkat lagi oleh angin
bervolume besar dari windbox. Proses ini akan menciptakan aliran berbentuk
spiral (spiral flow) yang terjadi secara kontinyu pada ruang pembakaran utama.
Mekanisme aliran spiral dari media FBC ini dapat menjaga suhu lapisan
mengambang supaya seragam. Selain itu, karena aliran tersebut bergerak dengan
sangat dinamis, maka pembuangan material yang tidak terbakar juga lebih mudah.
Kemudian, ketika media FBC yang terangkat kuat tersebut sampai di bagian
atas dinding penghalang, sebagian akan berbalik menuju ke ruang pengambilan
panas. Karena pada ruang pengambilan panas tersebut juga dialirkan angin dari
bagian bawah, maka pada ruang tersebut akan terbentuk lapisan bergerak yang
turun perlahan juga. Akibatnya, media FBC akan mengalir dari ruang pembakaran
utama menuju ke ruang pengambilan panas kemudian kembali lagi ke ruang
pembakaran utama, membentuk aliran sirkulasi (circulating flow) di antara kedua
ruang tersebut. Menggunakan pipa pemanas yang terpasang pada ruang
pengambilan panas, panas dari ruang pembakaran utama diambil melalui
mekanisme aliran sirkulasi tadi.
Secara umum, perubahan volume angin yang dialirkan ke ruang
pengambilan panas berbanding lurus dengan koefisien hantar panas secara
keseluruhan. Dengan demikian maka hanya dengan mengatur volume angin
tersebut, tingkat keterambilan panas serta suhu pada lapisan mengambang dapat
dikontrol dengan baik, sehingga pengaturan beban dapat dilakukan dengan mudah
pula.Untuk lebih meningkatkan kinerja pembangkitan, proses pada ICFBC
kemudian diberi tekanan dengan cara memasukkan unit ICFBC ke dalam wadah
bertekanan (pressurized vessel) yang selanjutnya disebut dengan Pressurized
ICFBC (PICFBC). Dengan mekanisme ini maka selain uap air, akan dihasilkan
pula gas hasil pembakaran bertekanan tinggi yang dapat digunakan untuk
memutar turbin gas sehingga pembangkitan secara kombinasi (combined cycle)
dapat diwujudkan.
SUMBER ENERGI NUKLIR

Energi Nuklir merupakan energi hasil dari sebuah proses kimia yang dikenal
dengan reaksi fisi dan reaksi fusi pada sebuah inti atom. Sudah berpuluh tahun
manusia memanfaat potensi energi yang dihasilkan dari reaksi fisi (pembelahan)
inti uranium dan plutonium. Penemuan ini juga berasal dari coba-cobanya para
ilmuan menembakkan neutron ke inti untuk mendapatkan inti baru, namun pada
bebarapa inti berat hal itu menyebabkan inti menjadi pecah (terbagi) sekaligus
melepaskan neutron lain yang konsekuensinya menimbulkan panas disekitarnya.
Panas ini kemudian di ambil dengan menempatkan reaksi tersebut didalam air, air
yang panas tadi dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin. untuk bagian turbinnya
hampir sama dengan pembangkit listrik tenaga uap. Namun selain panasnya yang
diambil, neutron yang lepas ini juga dimanfaatkan untuk banyak hal, seperti untuk
mengukur dimensi dari suatu zat, untuk memutasikan tumbuhan agar didapatkan
bibit unggul dan lain sebagainya.

Reaktor Nuklir
Reaktor nuklir adalah tempat terjadinya reaksi inti berantai terkendali, baik
pembelahan inti (Fisi) atau penggabungan inti (Fusi). Awalnya, reaktor nuklir
pertama digunakan untuk memproduksi Plutonium sebagai bahan senjata nuklir.
Hingga saat ini telah ada berbagai jenis dan ukuran reaktor nuklir, tetapi semua
reaktor atom tersebut memiliki lima komponen dasar yang sama, yaitu: elemen
bahan bakar, moderator netron, batang kendali, pendingin dan perisai beton.
Reaktor nuklir digunakan untuk banyak tujuan, diantaranya sebagai reaktor
penelitian dan reactor daya. Saat ini reaktor nuklir banyak digunakan untuk
membangkitkan listrik. Hal ini biasanya melibatkan panas dari reaksi nuklir untuk
tenaga turbin uap. Sedangkan reaktor penelitian digunkan untuk pembuatan
radioisotop (isotop radioaktif) dan penelitian lebih lanjut.
Sebagaimana diketahui bahwa reaktor nuklir adalah tempat terjadinya reaksi
inti berantai terkendali, baik pembelahan inti (Fisi) atau penggabungan inti (Fusi).
Reactor menghasilkan panas dalam beberapa cara:
1. Energi kinetik produk-produk fisi diubah menjadi energi panas ketika inti
bertabrakan dengan atom di dekatnya
2. Sebagian dari sinar gamma yang dihasilkan selama fisi deserap oleh reaktor,
energy mereka diubah menjadi panas
3. Panas yang dihasilkan oleh peluruh radioaktif produk fisi dan bahan-bahan
yang telah diaktifkan oleh penyerapan neutron. Sumber panas pembusukan ini
akan tetap selama beberapa waktu bahkan setelah reaktor mati. Kekuatan panas
yang dihasilkan oleh reaksi nuklir adalah 1.000.000 kali dari massa yang sama
batubara

Komponen Dasar Reaktor Nuklir


1. Elemen Bahan Bakar
Elemen bahan bakar ini berbentuk batang-batang tipis dengan diameter kira-
kira 1 cm. Dalam suatu reaktor daya besar, ada ribuan elemen bahan bakar yang
diletakkan saling berdekatan. Seluruh elemen bahan bakar dan daerah sekitarnya
dinamakan teras reaktor. Umumnya, bahan bakar reaktor adalah uranium-235.
2. Moderator Netron
Netron yang mudah membelah inti adalah netron lambat yang memiliki
energi sekitar 0,04 eV (atau lebih kecil), sedangkan netron-netron yang dilepaskan
selama proses pembelahan inti (fisi) memiliki energi sekitar 2 MeV. Oleh karena
itu, sebuah reaktor atom harus memiliki materaial yang dapat mengurangi
kelajuan netron-netron yang energinya sangat besar sehingga netron-netron ini
dapat dengan mudah membelah inti. Material yang memperlambat kelajuan netron
dinamakan moderator. Moderator yang umum digunakan adalah air. Ketika netron
berenergi tinggi keluar dari sebuah elemen bahan bakar, netron tersebut memasuki
air di sekitarnya dan bertumbukan dengan molekul-molekul air. Netron cepat akan
kehilangan sebagian energinya selama menumbuk molekul air (moderator)
terutama dengan atom-atom hidrogen. Sebagai hasilnya netron tersebut
diperlambat.
3. Batang Kendali
Jika keluaran daya dari sebuah reactor dikehendaki konstan, maka jumlah
netron yang dihasilkan harus dikendalikan. Sebagaimana diketahui, setiap terjadi
proses fisi ada sekitar 2 sampai 3 netron baru terbentuk yang selanjutnya
menyebakan proses berantai. Batang kendalli terbuat dari bahan-bahan penyerap
netron, seperti boron dan kadmium. Jika reaktor menjadi superkritis, batang
kendali secara otomatis bergerak masuk lebih dalam ke dalam teras reaktor untuk
menyerap kelebihan netron yang menyebabkan kondisi itu kembali ke kondisi
kritis. Sebaliknya, jika reaktor menjadi subkritis batang kendali sebagian ditarik
menjauhi teras reactor sehingga lebih sedikit netron yang diserap. Dengan
demikian, lebih banyak netron tersedia untuk reaksi fisi dan reaktor kembali ke
kondisi kritis. Untuk menghentikan operasi reaktor (misal untuk perawatan)
batang kendali turun penuh sehingga seluruh netron diserap dan reaksi fisi
berhenti.
4. Pendingin
Energi yang dihasilkan oleh reaksi fisi meningkatkan suhu reaktor. Suhu ini
dipindahkan dari reaktor dengan menggunakan bahan pendingin misalnya air atau
karbon dioksida. Bahan pendingin (air) disirkulasikan melalui system pompa,
sehingga air yang keluar dari bagian atas teras reactor digantikan air dingin yang
masuk melalui bagian bawah teras reactor.
5. Perisai/Wadah
Terbuat dari bahan yang mampu menahan radiasi agar pekerja reactor dapat
bekerja dengan aman dari radiasi.

Reaksi Nuklir
Dikenal dua reaksi nuklir, yaitu reaksi fusi nuklir dan reaksi fisi nuklir.
1. Reaksi Fusi
Fusi nuklir (reaksi termonuklir) adalah sebuah proses di mana dua inti atom
bergabung, membentuk inti atom yang lebih besar dan melepaskan energi. Fusi
nuklir adalah sumber energi yang menyebabkan bintang bersinar dan bom
Hidrogen meledak.
2. Reaksi Fisi
Reaksi fisi nuklir adalah reaksi pembelahan inti atom akibat tubrukan inti atom
lainnya, dan menghasilkan energi dan atom baru yang bermassa lebih kecil, serta
radiasi elektromagnetik. Reaksi ini bereaksi dengan melepas energy dalam bentuk
panas.

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir


Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir adalah sebuah pembangkit daya thermal
yang menggunakan satu atau beberapa reaktor nuklir sebagai sumber panasnya.
Prinsip kerja sebuah PLTN hampir sama dengan sebuah Pembangkilt Listrik
Tenaga Uap, menggunakan uap bertekanan tinggi untuk memutar turbin. Putaran
turbin inilah yang diubah menjadi energi listrik. Perbedaannya ialah sumber panas
yang digunakan untuk menghasilkan panas. Sebuah PLTN menggunakan
Uranium sebagai sumber panasnya. Reaksi pembelahan (fisi) inti Uranium
menghasilkan energi panas yang sangat besar.
Daya sebuah PLTN berkisar antara 40 Mwe sampai mencapai 2000 MWe, dan
untuk PLTN yang dibangun pada tahun 2005 mempunyai sebaran daya dari 600
MWe sampai 1200 MWe. PLTN dikategorikan berdasarkan jenis reaktor yang
digunakan. Namun pada beberapa pembangkit yang memiliki beberapa unit
reaktor yang terpisah memungkinkan untuk menggunakan jenis reaktor yang
berbahan bakar seperti Uranium dan Plutonium.Hingga saat ini, terdapat 442
PLTN berlisensi di dunia dengan 441 diantaranya beroperasi di 31 negara yang
berbeda. Keseluruhan reaktor tersebut menyuplai 17% daya listrik dunia.

Gambar 10. Bagian-bagian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir


Listrik pada umumnya dibangkitkan dari turbin yang digerakkan uap air.
Uap air dihasilkan dengan mendidihkan air dalam bejana (boiller). Bahan bakar
yang sering digunakan untuk mendidihkan air inilah yang membedakan nama
pembangkit listrik. Ada yang menggunakan bahan bakar fosil, seperti minyak
bumi, gas, batu bara atau nuklir. Pembangkit yang menggunakan bahan bakar
fosil, biasanya disebut dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan yang
menggunakan nuklir disebut PLTN.PLTU telah banyak didirikan di Indonesia,
dan telah banyak pula pengalaman yang kita rasakan, baik masalah pergiliran
pasokan arus listrik, harga, dan polusi. Masalah pergiliran pasokan arus listrik
disebabkan masalah pasokan yang terbatas, karena tak adanya cadangan sumber
listrik. Harga telah dipastikan naik terus mengikuti harga minyak bumi. Padahal
minyak bumi dan gas dapat dimanfaatkan untuk pembuatan plastik, pupuk, kain,
kendaraan bermotor atau keperluan lain yang lebih bermanfaat untuk kehidupan.
PLTN memang merupakan salah satu pilihan yang tepat untuk mengatasi
krisis ekonomi di Indonesia. Selain bersih dan tak mencemari lingkungan, harga
listriknya sangat murah dan dapat bersaing. Bahkan dengan reaktor temperatur
tinggi, selain listrik yang dihasilkan, pendinginnya dapat digunakan untuk
memproses batu bara menjadi bahan bakar minyak dan gas untuk kendaraan
bermotor, serta desalinasi air laut, untuk menjadi air minum dan garam. Harga
listrik yang murah tidak hanya didukung harga bahan bakar nuklir yang lebih
murah dari harga minyak bumi atau batu bara, tetapi volume bahan bakar nuklir
yang diperlukan jauh lebih kecil, sehingga harga transportasinya murah.

Prinsip Kerja PLTN


Pada dasarnya sama dengan pembangkit listrik konvensional, yaitu air
diuapkan di dalam suatu ketel melalui pembakaran. Uap yang dihasilkan dialirkan
ke turbin yang akan bergerak apabila ada tekanan uap. Perputaran turbin
digunakan untuk menggerakkan generator, sehingga menghasilkan tenaga listrik.
Perbedaannya pada pembangkit listrik konvensional bahan bakar untuk
menghasilkan panas menggunakan bahan bakar fosil seperti : batu bara, minyak
dan gas. Dampak dari pembakaran bahan bakar fosil ini, akan mengeluarkan
karbon dioksida (CO2), sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOx), serta
debu yang mengandung logam berat. Sisa pembakaran tersebut akan teremisikan
ke udara dan berpotensi mencemari lingkungan hidup, yang bias menimbulkan
hujan asam dan peningkatan suhu global. Sedangkan pada PLTN panas yang akan
digunakan untuk menghasilkan uap yang sama, dihasilkan dari reaksi pembelahan
inti bahan fisi (uranium) dalam reaktor nuklir. Sebagai pemindah panas biasa
digunakan air yang disalurkan secara terus menerus selama PLTN beroperasi.
Proses pembangkit yang menggunakan bahan bakar uranium ini tidak
melepaskan partikel sperti CO2, SO2, atau NOx, juga tidak mengeluarkan asap
atau debu yang mengandung logam berat yang dilepas ke lingkungan. Oleh karena
itu PLTN merupakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan. Limbah
radioaktif yang dihasilkan dari pengoperasian LTN, adalah berupa elemen bakar
bekas dalam bentuk padat. Elemen bakar bekas ini untuk sementara bisa disimpan
di lokasi PLTN, sebelum dilakukan penyimpanan secara lestari.
Reaktor daya dirancang untuk memproduksi energi listrik melalui PLTN. Reaktor
daya hanya memanfaatkan energi panas yang timbul dari reaksi fisi, sedang
kelebihan neutron dalam teras reaktor akan dibuang atau diserap menggunakan
batang kendali. Karena memanfaatkan panas hasil fisi, maka reaktor daya
dirancang berdaya thermal tinggi dari orde ratusan hingga ribuan MW.

Gambar 11. Sistem Kerja Pembangkit Tenaga Listrik


Proses pemanfaatan panas hasil fisi untuk menghasilkan energi listrik di
dalam PLTN adalah sebagai berikut :
1. Bahan bakar nuklir melakukan reaksi fisi sehingga dilepaskan energi dalam
bentuk panas yang sangat besar.
2. Panas hasil reaksi nuklir tersebut dimanfaatkan untuk menguapkan air
pendingin, bisa pendingin primer maupun sekunder bergantung pada tipe
reaktor nuklir yang digunakan.
3. Uap air yang dihasilkan dipakai untuk memutar turbin sehingga dihasilkan
energi gerak (kinetik). Energi kinetik dari turbin ini selanjutnya dipakai untuk
memutar generator sehingga dihasilkan arus listrik.

Perbandingan Energi
Densitas energi nuklir sangat tinggi, lebih tinggi dibandingkan dengan batu
bara ataupun minyak bumi. Sebagai ilustrasi, dalam 1 kg uranium dapat
menghasilkan energi listrik sebesar 50.000 kWh bahkan dengan proses lebih
lanjut dapat mencapai 3.500.000 kWh. Sementara 1 kg batu bara dan 1 kg minyak
bumi hanya dapat menghasilkan energi sebesar 3 kWh dan 4 kWh.
Pada sebuah pembangkit listrik non-nuklir berkapasitas 1000 MWe
diperlukan 2.600.000 ton batu bara atau 2,000,000 ton minyak bumi sebagai
bahan bakarnya. Sementara pada pembangkit listrik tenaga nuklir dengan
kapasitas listrik yang sama hanya memerlukan 30 ton uranium dengan teras
reaktor 10 m3, sebagai bahan bakarnya. Saat ini, kontribusi energi nuklir terhadap
pasokan kebutuhan energi primer dunia sekitar 6% dan pasokan kebutuhan energi
listrik global sekitar 17%.
SUMBER ENERGI GAS BUMI

Proses Pembentukan Gas Bumi


Bahan utama dalam gas alam adalah metana, gas (atau senyawa) yang
terdiri dari satu atom karbon dan empat atom hidrogen. Jutaan tahun lalu, sisa-sisa
tanaman dan binatang (diatom) membusuk dan tertutup dalam lapisan tebal. Sisa
tanaman dan hewan yang disebut bahan organik itu kemudian membusuk. Seiring
waktu, pasir dan lumpur berubah menjadi batu, menutupi bahan organik yang
terjebak di bawah bebatuan. Tekanan dan panas mengubah sebagian bahan
organik menjadi batubara, sebagian menjadi minyak (petroleum), dan sebagian
menjadi gas alam - gelembung kecil gas tidak berbau.
Proses pembentukan gas alam yang kita gunakan sebagai bahan bakar
kendaraan, bahan bakar perapian dan bahan pembangkit listrik ternyata telah
melalui berbagai tahapan. Terdapat tiga teori yang mengemukakan tentang
pembentukan gas alam. Tiga teori proses pembentukan gas alam yaitu:
1. Teori organik
Teori organik juga disebut dengan teori biogenetik. Menurut teori organik,
minyak bumi dan gas berasal dari tubuh hewan dan tumbuhan yang mati jutaan
tahun yang lalu dan terpendam didalam endapan lumpur. Kemudian seiring
dengan berjalannya waktu endapan lumpur tersebut mengalir ke arah lautan dan
mengendap selama beribu ribu tahun. Endapan lumpur dari hewan dan
tumbuhan yang mati di daratan terus mengalir ke arah lautan dan terakumulasi di
dasar lautan. Karena pengaruh waktu dan suhu membuat jasad tumbuhan dan
binatang tersebut berubah menjadi bintik bintik dan gelembung minyak atau gas.
2. Teori anorganik
Teori Anorganik mengemukakan bahwa proses pembentukan minyak
bumi dan gas alam terjadi karena adanya aktivitas bakteri. Unsur oksigen,
belerang, nitrogen dari jasad yang terkubur berasal dari aktivitas bakteri yang
kemudian berubah menjadi minyak bumi dan gas.
3. Teori duplex
Teori yang merupakan perpaduan antara teori organik dan teori anorganik
menjelaskan bahwa minyak bumi dan gas berasal dari organisme laut baik
tumbuhan maupun hewan. Berdasarkan teori duplex, minyak bumi berasal dari
materi hewani dan gas alam berasal dari materi nabati. Akibat pengaruh waktu
dan suhu, endapan lumpur berubah menjadi batuan sedimen. Batuan tersebut
mengandung bintik bintik minyak dan gas yang kemudian bermigrasi menuju
tempat yang mempunyai tekanan rendah dan akhirnya terakumulasi di suatu
tempat tertentu. Tempat tersebut adalah tempat yang disebut dengan trap atau
tempat yang akan di lakukan pengeboran minyak dan gas bumi.

Instalasi dan komponen dari PLTG


Di dalam tanah banyak terkandung gas bumi (Petrogas) atau sering pula
disebut Gas alam, yang timbul pada saat proses pembentukan minyak bumi, gas
tambang dan gas rawa (CH atau methane). Seperti halnya dengan minyak bumi,
gas alam tersebut diperoleh dengan jalan pengeboran dari dalam tanah, baik di
daratan maupun di lepas pantai terhadap lokasi-lokasi yang diduga terdapat
kandungan gas alam. Kemudian PLN berupaya untuk membangun PLTG dengan
simulasi:

Gambar 12. Instalasi PLTG dengan komponennya

Gambar di atas adalah simulasi kecil dari PLN, dimana proses utamanya ialah
terdapat pada generator hingga menghasilkan tenaga listrik yang kemudian
dialirkan kepada konsumen. PLN memiliki beberapa pembangkit listrik raksasa
PLTG yang dijalankan dengan gas.
Pemanfaatan gas alam di Indonesia dimulai pada tahun 1960-an dimana
produksi gas alam dari ladang gas alam PT Stanvac Indonesia di Pendopo,
Sumatera Selatan dikirim melalui pipa gas ke pabrik pupuk Pusri IA, PT Pupuk
Sriwidjaja di Palembang. Perkembangan pemanfaatan gas alam di Indonesia
meningkat pesat sejak tahun 1974, dimana PERTAMINA mulai memasok gas
alam melalui pipa gas dari ladang gas alam di Prabumulih, Sumatera Selatan ke
pabrik pupuk Pusri II, Pusri III dan Pusri IV di Palembang.Karena sudah terlalu
tua dan tidak efisien, pada tahun 1993 Pusri IA ditutup,dan digantikan oleh Pusri
IB yang dibangun oleh putera-puteri bangsa Indonesia sendiri. Pada masa itu Pusri
IB merupakan pabrik pupuk paling modern di kawasan Asia, karena
menggunakan teknologi tinggi. Di Jawa Barat, pada waktu yang bersamaan, 1974,
PERTAMINA juga memasok gas alam melalui pipa gas dari ladang gas alam di
lepas pantai (off shore) laut Jawa dan kawasan Cirebon untuk pabrik pupuk dan
industri menengah dan berat di kawasan Jawa Barat dan Cilegon Banten.
Sementara itu pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar gas banyak
digunakan di pabrik (peleburan besi dan tekstil) dan hotel. Berarti energi panas
yang dibutuhkan di kedua tempat itu bisa diambil dari panas gas buang dengan
menggunakan teknologi gas fired cogeneration. Berdasarkan sumber
panasnya,cogeneration dibagi menjadi dua yaitu:
1. Cogeneration Siklus Topping
Terjadi apabila bahan bakar dipakai langsung untuk memproduksi energi
listrik, kemudian gas panasnya digunakan untuk panas/uap proses. Jadi energi
listriknya terlebih dahulu diproduksi kemudian baru panas buangnya
dimanfaatkan. Bila cogeneration siklus topping digunakan pada PLTG, maka gas
panas yang digunakan untuk menghasilkan energi listrik pada turbin harus
mempunyai suhu 1600-1700 oF. Hal ini karena akan menghasilkan gas buang
o
dengan suhu 800-900 F dan gas buang itu akan dimanfaatkan dengan
menggunakan Heat Recovery Steam Generation atau panas proses dengan
exchanger yang berfungsi untuk membangkitkan uap proses.
2. Siklus Bottoming
Yaitu pemanfaatan gas buang melalui heat recovery sehingga menghasilkan
panas/uap proses. Selanjutnya digunakan untuk menggerakan turbin uap sehingga
dihasilkan energi listrik. Bila PLTG menggunakan bahan bakar bermutu tinggi
seperti bahan bakar sulfur rendah, maka gas buang yang dihasilkannya bersih
sehingga bisa digunakan langsung untuk panas proses. Bila pada pengolahan gas
buang ditambah bahan bakar, sementara bila kapasitas terpasang PLTG turun
maka efisiensinya juga turun dengan demikian volume gas buang meningkatkan
hal ini berarti banyak gas buang tak terpakai.
Selain untuk kebutuhan dalam negeri, gas alam di Indonesia juga di ekspor
dalam bentuk LNG (Liquefied Natural Gas) Salah satu daerah penghasil gas alam
terbesar di Indonesia adalah Nanggre Aceh Darussalam. Sumber gas alam yang
terdapat di daerah Kota Lhokseumawe dikelola oleh PT Arun NGL Company.
Selain itu di Krueng Geukuh, Nanggre Aceh Barh (kabupaten Aceh Utara) juga
terdapat PT Pupuk Iskandar Muda pabrik pupuk urea, dengan bahan baku utama
dari gas alam.

Proses kerja dari PLTG


Apabila kita berbicara tentang PLTG maka kita harus berpikir tentang
open cycle. Pada open cycle dimulai dari pemompaan bahan bakar dan pemasukan
udara dari intake air filter menuju combuster. Di combuster campuran bahan
bakar dan udara disemprotkan oleh nozzle sehingga di ruang bakar terjadi
pembakaran. Pembakaran tadi akan memutar turbin gas yang selanjutnya akan
memutar generator yang akan menghasilkan energi listrik.

Gambar 13. Skala Proses Pembuatan listrik Tenaga Gas


Pusat listrik tenaga gas (PLTG) mempunyai Aliran generator pada Gambar 4.2
yang di dalamnya terdiri dari beberapa peralatan utama seperti:
1. Turbin gas (Gas Turbine).
2. Kompresor (Compressor).
3. Ruang Bakar (Combustor).
Sedangkan pinsip kerja dari sebuah PLTG didasarkan pada siklus Brayton seperti
pada diagram (p, v dan t, s) dibawah ini:

Gambar 14. Diagram siklus Brayton

Pada Gambar diatas dijelaskan bahwa mula-mula udara dari atmosfir ditekan di
dalam kompresor hingga temperature dan tekanannya naik dan proses ini biasa
disebut dengan proses kompresi dimana sebagian udara yang dihasilkan ini
digunakan sebagai udara pembakaran dan sebagiannya digunakan untuk
mendinginkan bagian-bagian turbin gas. Didalam ruang bakar sebagian udara
pembakaran tersebut akan bercampur dengan bahan bakar yang diinjeksikan
kedalamnya dan dipicu dengan spark plug akan menghasilkan proses pembakaran
hingga menghasilkan gas panas (energi panas) dengan temperature dan tekanan
yang tinggi, dari energi panas yang dihasilkan inilah kemudian akan dimanfaatkan
untuk memutar turbin dimana didalam sudu-sudu gerak dan sudu-sudu diam
turbin, gas panas tersebut temperature dan tekanan mengalami penurunan dan
proses ini biasa disebut dengan proses ekspansi. Selanjutnya energi mekanis yang
dihasilkan oleh turbin digunakan untuk memutar generator hingga menghasilkan
energi listrik.Ada beberapa macam siklus kerja turbin gas sebagai berikut:
1. Turbin gas siklus terbuka (open cycle)
Seperti pada proses kerja turbin gas diatas, dimana gas panas yang
diekspansi didalam turbin akan menghasilkan gas bekas (flue gas) dengan
temperature yang masih cukup tinggi dan tekanan diatas sedikit dari tekanan
atmosfir, selanjutnya gas bekas ini dibuang atau dialirkan ke udara luar, yang
ditunjukkan seperti pada gambar dibawah ini:

Gambar 15. Turbin Gas siklus terbuka

2. Turbin gas siklus tertutup (closed cycle)


Seperti pada proses kerja turbin gas diatas, dimana gas panas yang
diekspansi didalam turbin akan menghasilkan gas bekas (flue gas) dengan
temperature yang masih cukup tinggi dan tekanan diatas sedikit dari tekanan
atmosfir, selanjutnya gas bekas ini dialirkan ke kedalam penukar panas (heat
rejected) untuk didinginkan dengan menggunakan media pendingin air atau udara
hingga temperaturnya turun dan dialirkan lagi kedalam sisi masuk (suction)
kompresor untuk dikompresi lagi, yang ditunjukkan seperti pada Gambar
dibawah.

Gambar 16. Turbin gas siklus tertutup


3. Turbin gas siklus terbuka dilengkapi dengan regenerator
Seperti pada kedua proses kerja turbin gas diatas, dimana gas panas yang
diekspansi didalam turbin akan menghasilkan gas bekas (flue gas) dengan
temperature yang masih cukup tinggi dan tekanan diatas sedikit dari tekanan
atmosfir, selanjutnya gas bekas (flue gas) ini dialirkan kedalam heat exchanger
yang dikenal dengan istilah regenerator dimana didalamnya gas bekas ini
digunakan untuk memanaskan udara keluar kompresor sebelum digunakan
sebagai udara pembakaran didalam ruang bakar (combustion chamber), seperti
ditunjukkan pada gambar 8.

Gambar 17. Turbin gas siklus terbuka dengan regenerator

4. Turbin gas siklus terbuka dilengkapi dengan intercooler, regenerator dan


reheater.
Pada siklus ini baik kompresor maupun turbin gas masing-masing terdiri
dari 2 (dua) bagian yang terpisah dan biasa disebut dengan kompresor tekanan
rendah dan kompresor tekanan tinggi serta turbin gas tekanan rendah dan turbin
gas tekanan tinggi. Aliran udara dan gas-gas yang dihasilkan dapat dijelaskan
sebagai berikut, mula-mula udara atmosfir masuk kedalam kompresor tekanan
rendah untuk dikompresi, dari udara tekan yang dihasilkan dialirkan kedalam
intercooler untuk didinginkan hingga menghasilkan temperature dan kelembaban
serta tekanan yang diinginkan dengan menggunakan media pendingin air atau
media pendingin lainnya, dari sini udara tersebut dialirkan ke dalam kompresor
tekanan tinggi untuk dikompresi lagi hingga menghasilkan temperature yang
tinggi dan tekanan dengan kepadatan yang lebih tinggi.
Gambar 18. Turbin gas siklus terbuka dilengkapi dengan intercooler,
regenerator dan reheater

Dari keluaran kompresor tekanan tinggi udara tersebut dialirkan kedalam


regenerator untuk mendapatkan temperature yang lebih tinggi lagi yang bertujuan
untuk memudahkan terjadinya proses pembakaran dengan melalui media pemanas
gas bekas/buang (flue gas) yang memanfaatkan gas bekas hasil dari turbin tekanan
rendah. Selanjutnya udara keluaran dari regenerator dialirkan kedalam ruang
bakar utama (primary combustionchamber) yang menghasilkan proses
pembakaran dan dari proses ini dihasilkan gas panas yang digunakan untuk
memutar turbin tekanan tinggi, hasil ekspansi gas panas dari turbin tekanan tinggi
ini berupa gas bekas (flue gas) dialirkan kedalam ruang bakar kedua (secondary
combustion chamber) dan biasa disebut juga dengan reheater chamber yang
selanjutnya gas bekas tersebut digunakan untuk udara pembakaran didalamnya
yang mampu menghasilkan gas panas lagi dan digunakan untuk memutar turbin
tekanan rendah.

Dari ketiga terakhir siklus turbin gas diatas secara keseluruhan


dimaksudkan untuk menghasilkan sebuah pusat listrik tenaga gas (PLTG) dengan
tingkat efisiensi yang diharapkan lebih tinggi dari turbin gas siklus terbuka.
Adapun sebagai pendukung pusat listrik tenaga gas ini digunakan untuk beberapa
alat bantu (auxiliary equipments) untuk membantu proses siklus turbin gas
berjalan dengan baik, seperti:

1. Sistem pelumas (lube oil system).


2. Sistem bahan bakar (fuel system).
3. Sistem pendingin (cooler system).
4. Sistem udara kontrol (air control system).
5. Sistem hidrolik (hydraulic system).
6. Sistem udara tekan (air pressure system).
7. Sistem udara pengkabutan (atomizing air system).
Udara masuk ke kompresor untuk dinaikkan tekanannya menjadi kira-kira
13 kg/cm2kemudian udara tersebut dialirkan ke ruang bakar. Dalam ruang bakar,
udara bertekanan 13 kg/cm2 ini dicampur dengan bahan bakar dan dibakar.
Apabila digunakan bahan bakar gas (BBG), maka gas dapat langsung dicampur
dengan udara untuk dibakar, tetapi apabila digunakan bahan bakar minyak
(BBM), maka BBM ini harus dijadikan kabut terlebih dahulu kemudian baru
dicampur dengan udara untuk dibakar. Teknik mencampur bahan bakar dengan
udara dalam ruang bakar sangat mempengaruhi efisiensi pembakaran.
Pembakaran bahan bakar dalam ruang bakar menghasilkan gas bersuhu
tinggi sampai kira-kira 1.3000C dengan tekanan 13 kg/cm2. Gas hasil pembakaran
ini kemudian dialirkan menuju turbin untuk disemprotkan kepada sudu-sudu
turbin sehingga energi (enthalpy) gas ini dikonversikan menjadi energi mekanik
dalam turbin penggerak generator (dan kompresor udara) dan akhirnya generator
menghasilkan tenaga listrik. Karena pembakaran yang terjadi pada turbin gas
mencapai suhu sekitar 1.3000C, maka sudu-sudu turbin beserta porosnya perlu
didinginkan dengan udara. Selain masalah pendinginan, operasi turbin gas yang
menggunakan gas hasil pembakaran dengan suhu sekitar 1.3000C memberi risiko
korosi suhu tinggi, yaitu bereaksinya logam kalium, vanadium, dan natrium yang
terkandung dalam bahan bakar dengan bagian-bagian turbin seperti sudu dan
saluran gas panas (hot gas path).
Oleh karena itu, bahan bakar yang digunakan tidak boleh mengandung
logam-logam tersebut di atas melebihi batas tertentu. Kebanyakan pabrik pembuat
turbin gas mensyaratkan bahan bakar dengan kandungan logam kalium,
vanadium, dan natrium tidak boleh melampaui 1 part per mill (rpm). Di
Indonesia, BBM yang bisa memenuhi syarat ini hanya minyak Solar, High Speed
Diesel Oil, atau yang sering disebut minyak HSD yang disediakan oleh
PERTAMINA. Sedangkan BBG umummya dapat memenuhi syarat tersebut di
atas.

Anda mungkin juga menyukai