Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN EVALUASI PROGRAM POKOK PUSKESMAS

PENEMUAN KASUS TUBERKULOSIS


DI PUSKESMAS PEKUNCEN

Pembimbing
dr.Dhini Puspitosari

Disusun Oleh:
Auladi Mizani G4A015036

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2017

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN EVALUASI PROGRAM POKOK PUSKESMAS


ANGKA PENEMUAN KASUS TUBERCULOSIS
DI PUSKESMAS PEKUNCEN

Disusun untuk memenuhi syarat ujian


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman

Disusun Oleh
Auladi Mizani
G4A015036

Telah disetujui dan dipresentasikan


pada Tanggal Maret 2017

Perseptor lapangan,

dr. Dhini Puspitosari


NIP. 19810129 200501 2 011

2
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang berbagai organ
terutama paru-paru (Kemenkes RI, 2015). WHO mendefinisikan penderita TB
sebagai penderita yang terbukti secara positif terinfeksi tuberkulosis berdasarkan
hasil apusan basil tahan asam TB dibagi menjadi sputum positif atau sputum
negatif (WHO, 2011).
Tahun 2014 diperkirakan insidensi TB secara global adalah 9,4 juta.
Tahun 2015 jumlahnya meningkat diperkirakan secara global insidensi kasus TB
sebanyak 10,4 juta penduduk diantaranya 3,5 juta perempuan dan 5,9 juta laki
laki. Sekitar 1 juta adalah masih anak-anak. Indonesia tahun 2010 berada pada
ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Sedangkan pada tahun
2015 Indonesia berada di ranking 2 setelah India dengan menyumbang 10% kasus
secara global (WHO, 2016).
Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 dan estimasi
insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB
diperkirakan 61.000 kematian per tahunnya. Indonesia merupakan negara dengan
percepatan peningkatan epidemi HIV yang tertinggi di antara negara-negara di
Asia (Yoga et al., 2011). Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga (3)
setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua
kelompok usia, dan merupakan penyakit nomor satu dari golongan penyakit
infeksi (Kemenkes, 2014).
Kasus baru TB BTA positif di Indonesia pada tahun 2013 ditemukan
sebanyak 196.310 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di
provinsi dengan jumlah penduduk yang besar, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan
Jawa Tengah. Kasus baru TB BTA positif di tiga provinsi tersebut hampir sebesar
40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia (Kemenkes, 2014).

3
Puskesmas memiliki peran penting dalam penanggulangan TBC dan ikut
berperan penting dalam keberhasilan program pemerintah berupa program
pengendalian penyakit menular (P2M) TBC. Pada Puskesmas Pekuncen, CDR
(Case Detection Rate) TB Paru BTA Positif pada tahun 2015 sebesar 35 kasus
atau sebesar 50 % sedangkan penemuan kasus baru TB Paru BTA Positif tahun
2016 sebesar 40,29% dimana Target Nasional Standar Pelayanan Minimal (SPM)
untuk penemuan kasus baru TB Paru BTA Positif adalah 70 % sedangkan
Regional (Kabupaten Banyumas) yaitu sebesar 100% sehingga jika dibandingkan
dengan SPM maka program penemuan kasus baru TB Paru BTA Positif belum
memenuhi target. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk melakukan evaluasi
program Penemuan Pasien Baru TB Paru BTA Positif di Puskesmas Pekuncen
Kabupaten Banyumas.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu menganalisa masalah kesehatan dan metode pemecahan masalah
kesehatan di Puskesmas Pekuncen
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui perencanaan program P2M TB khususnya didalam
penemuan kasus tuberkulosis.
b. Mengetahui pelaksanaan dan keberhasilan program P2 TB khususnya
mengenai penemuan kasus tuberkulosis di Puskesmas Pekuncen
Kabupaten Banyumas.
c. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan tidak maksimalnya
program penemuan penemuan kasus tuberkulosis di Puskesmas
Pekuncen.
d. Memberikan alternatif pemecahan masalah terhadap hambatan program
tersebut.

4
C. Manfaat Penulisan
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi Puskesmas dalam melakukan evaluasi
dalam kinerja program Penemuan Pasien Baru TB Paru BTA Positif di
Puskesmas Pekuncen.
2. Sebagai bahan untuk perbaikan program Penemuan Pasien Baru TB Paru
BTA Positif kearah yang lebih baik guna mengoptimalkan mutu pelayanan
kepada masyarakat pada umumnya dan individu pada khususnya di wilayah
kerja Puskesmas Pekuncen.

5
II. ANALISIS SITUASI

A. Gambaran Umum
1. Keadaan geografi
Kecamatan Pekuncen merupakan salah satu kecamatan yang berbatasan
langsung dengan wilayah kabupaten lain yaitu Kabupaten Brebes. Kecamatan
Pekuncen memiliki luas wilayah kurang lebih 9.27 Km2. Kecamatan Pekuncen
terdiri dari 16 desa yaitu: Desa Pekuncen, Desa Kranggan, Desa Karangkemiri,
Desa Banjaranyar, Desa Cikawung, Desa Krajan, Desa Glempang, Desa
Pasiraman Lor, Desa Pasiraman Kidul, Desa Karangklesem, Desa Candinegara,
Desa Cikembulan, Desa Cibangkong, Desa Semedo dan Desa Petahunan.
Dari 16 desa yang ada di Kecamatan Pekuncen tersebut, desa yang
mempunyai wilayah terluas adalah Desa Krajan yaitu sekitar 24,6 Km2
sedangkan Desa Pasiraman Kidul merupakan desa yang mempunyai wilayah
paling sempit yaitu sekitar 0,8 Km2.
Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Pekuncen adalah:
Sebelah Utara : Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes
Sebelah Selatan : Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas
Sebelah Barat : Kecamatan Gumelar Kabupaten Banyumas
Sebelah Timur : Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas
2. Keadaan demografi
a. Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan data Desa, tahun 2016 jumlah penduduk Kecamatan
Pekuncen adalah 81.914 jiwa, yang terdiri dari 41.585 jiwa laki-laki
(50.76%) dan 40.329 jiwa perempuan (49.24 %). Penduduk di Kecamatan
Pekuncen terdiri dari 22.970 rumah tangga/KK dengan rata-rata jiwa/rumah
tangga adalah 4 orang. Apabila data 2016 dibandingkan dengan tahun 2015,
jumlah penduduk dalam wilayah Puskesmas Pekuncen mengalami
peningkatan.

6
Jumlah penduduk Kecamatan Pekuncen tahun 2016 yang
tertinggi/terbanyak adalah di desa Pekuncen yaitu sebanyak 8.928 jiwa dan
paling sedikit adalah Desa Pasiraman Kidul sebanyak 2.269 jiwa.
b. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur
Berdasarkan data statistik kecamatan, dapat diketahui bahwa proporsi
penduduk menurut umur di Kecamatan Pekuncen adalah kelompok umur
terbesar pada umur 35-39 tahun yaitu sebanyak 6.665 jiwa, sedangkan
kelompok umur terkecil yaitu pada kelompok umur 70-74 tahun sebanyak
2.163 jiwa.
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur di Kecamatan
Pekuncen tahun 2016
Kelompok Umur
Laki-laki Perempuan Jumlah
(tahun)
04 1.781 1.545 3.326
59 2.929 2.536 5.465
10 14 3.129 2.835 5.964
15 19 3.374 3.024 6.398
20 24 3.347 3.305 6.652
25 29 2.947 3.127 6.074
30 34 3.308 3.148 6.456
35 39 3.455 3.210 6.665
40 44 3.349 3.297 6.646
45 49 2.909 3.001 5.910
50 54 2.479 2.731 5.210
55 59 2.398 2.289 4.687
60 64 2.117 2.143 4.260
65 69 1.432 1.414 2.846
70 74 1.073 1.090 2.163
> 75 1.558 1.634 3.192
Jumlah 41.585 40.329 81.914

Sumber : Kecamatan Pekuncen dalam Angka Tahun 2016

c. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk Kecamatan Pekuncen Tahun 2016 sebesar
884jiwa/km2, dengan tingkat kepadatan tertinggi yaitu di desa Pasiraman

7
Kidul sebesar 2872 jiwa/km2, sedangkan tingkat kepadatan terendah yaitu di
desa Krajan sebesar 234 jiwa/km2.

Tabel 2.2 Kepadatan Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Pekuncen Tahun


2016
Kepadatan
Luas Wilayah
No Desa Penduduk
(km2)
(jiwa/km2)
1 Pekuncen 10,0 894
2 Kranggan 1,6 2503
3 Karang Kemiri 6,8 998
4 Banjaranyar 3,1 1637
5 Cikawung 2,1 2288
6 Krajan 24,6 234
7 Glempang 9,6 328
8 Pasiraman Lor 1,1 2625
9 Pasiraman Kidul 0,8 2872
10 Karang Klesem 3,3 1928
11 Candi Negara 2,8 1433
12 Tumiyang 7,0 900
13 Cikembulan 2,0 2661
14 Cibangkong 6,8 1070
15 Semedo 6,1 898
16 Petahunan 5,2 725
Jumlah 92,7 884

Sumber : Kecamatan Pekuncen dalam Angka Tahun 2016

3. Keadaan sosial, ekonomi dan budaya


a. Tingkat Pendidikan
Data pendidikan penduduk berdasarkan data tahun 2016, pendidikan
di kecamatan Pekuncen terbanyak adalah tamat Sekolah Dasar (SD). Rincian
data pendidikan penduduk adalah sebagai berikut:

8
Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Kecamatan Pekuncen Tahun 2016
No. Tingkat Pendidikan Jumlah penduduk
9.540
1 Tidak/Belum tamat SD
21.122
2 SD/MI
9.182
3 SMP/MTs
5.757
4 SMA/MA
216
4 Sekolah Menengah Kejuruan
258
5 Diploma I/Diploma II
333
Akademi/Diploma III
454
Universitas/Diploma IV
16
6 S2/S3 (Master/Doktor)

b. Mata pencaharian penduduk


Penduduk kecamatan Pekuncen sebagian besar bekerja sebagai
petani. Mata pencaharian terbanyak setelah petani adalah bekerja di bidang
perdagangan.. Bekerja di bidang industri adalah mata pencaharian di posisi
ketiga setelah bidang pertanian dan perdagangan. Selain ketiga bidang
tersebut masyarakat Kecamatan Pekuncen bekerja di bidang pertambangan
dan penggalian, listrik, gas dan air, angkutan dan komunikasi, jasa-jasa serta
lembaga keuangan.
c. Budaya
Masyarakat di wilayah Kecamatan Pekuncen masih menganut unsur
budaya, dimana masih ditemui kelompok masyarakat yang memiliki
kepercayaan kejawen yaitu di Desa Pekuncen. Selain itu terdapat beberapa
masyarakat yang dalam pengambilan keputusan masih dipegang oleh suami
maupun hasil musyawarah keluarga besar. Sebagai contoh pada kasus
rujukan gawat darurat, keluarga masih sulit memberikan keputusan sebelum

9
ada hasil musyawarah keluarga. Hal tersebut berpengaruh pada terlambatnya
proses rujukan pada kasus gawat darurat.
4. Petugas kesehatan
Tenaga kesehatan adalah salah satu sumber daya yang dapat
digunakan untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat Kecamatan
Pekuncen yang optimal. Puskesmas Pekuncen memiliki 63 orang tenaga
kesehatan dengan perincian sesuai tabel sebagai berikut:

Tabel 2.4 Jenis Ketenagaan di Puskesmas Pekuncen Tahun 2016


No Jenis Tenaga Jumlah (orang)
1 Dokter Umum 3
2 Dokter Spesialis 0
3 Dokter Gigi 1
4 Dokter Gigi Spesialis 0
5 Bidan 25
6 Perawat 14
7 Perawat Gigi 1
8 Tenaga Farmasi 2
9 Nutrisionis 1
10 Kesehatan Lingkungan 2
11 Kesehatan Masyarakat 1
12 Analisis Kesehatan 1
Jumlah 63

Sumber: Profil Puskesmas Pekuncen 2016

Data pada Tabel 2.4 menunujukkan jumlah tenaga kesehatan di


Puskesmas Pekuncen pada tahun 2016. Puskesmas Pekuncen tahun 2016
memiliki sumber daya manusia yang terdiri dari tenaga medis sebanyak 4
orang (3 orang dokter umum, 1 orang dokter gigi), tenaga perawat 14 orang,
perawat gigi 1 orang, bidan 25 orang, tenaga gizi 1 orang, tenaga kesehatan
masyarakat 1 orang, sanitarian 2 orang, tenaga staf administrasi sebanyak 12
orang, tenaga farmasi 2 orang, tenaga analis 1 orang, staf kebersihan dan
lain-lain sejumlah 5 orang.

10
5. Sarana Kesehatan
a. Sarana Kesehatan Dengan Kemampuan Labkes
Puskesmas Pekuncen satu-satunya sarana kesehatan yang mempunyai
kemampuan Labkes di wilayah Puskesmas Pekuncen.
b. Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan 4 Pelayanan Dasar
Rumah Sakit yang menyelenggarakan 4 pelayanan dasar tidak ada.
c. Pelayanan Gawat Darurat
Pelayanan gawat darurat di wilayah Puskesmas Pekuncen hanya ada di
Puskesmas.

6. Pembiayaan Kesehatan
Penyelenggaraan pembiayaan di Puskesmas Pekuncen berasal dari
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dan Bantuan Operasional Kesehatan
(BOK). Semua anggaran ini tujuannya adalah agar semua program kesehatan
di Puskesmas Pekuncen ini berjalan dengan lancar dan mencapai target yang
telah ditentukan. Oleh karena itu semua anggaran ini saling melengkapi satu
sama lain.

B. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakatat


Gambaran derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Pekuncen berdasarkan resume profil kesehatan di wilayah kerja Puskesmas
Pekuncen pada tahun 2016.

1. Angka Kesakitan (Morbiditas)

a. Penyakit Diare
Berdasarkan data dari programer P2M Diare Puskesmas
Pekuncen, jumlah target penemuan kasus diare di tahun 2016 yaitu

11
sebanyak 1725 kasus atau sebesar 2,14 % dari jumlah penduduk.
Berdasarkan analisis pelaporan kasus dapat diketahui bahwa kejadian
diare tahun 2016 sebanyak 917 kasus sudah tertangani 100%.

b. Penyakit Malaria
Kasus penyakit Malaria Klinis tahun 2016 sebanyak 0 kasus atau
sebesar 0,00 per 1.000 penduduk. Kasus Malaria di Puskesmas Pekuncen
biasanya merupakan kasus import dari luar jawa. Meski demikian ini
perlu diwaspadai oleh petugas kesehatan.

c. TB Paru
Jumlah kasus TB Paru Positif pada tahun 2016 sebanyak 33 kasus
atau CDR (Case Detection Rate) BTA positif sebesar 40,29%. Pada
tahun 2016 jumlah pasien TB Paru yang diobati sebanyak 33 kasus dan
yang sembuh sebanyak 35 kasus dari total 69 penderita TB yang ada,
pasien TB yang belum sembuh karena masih menjalani pengobatan,
dengan pengobatan lengkap.

d. Demam Berdarah Dengue (DBD)


Jumlah kasus DBD di Kecamatan Pekuncen tahun 2016 sebanyak
8 kasus. Dari semua kasus DBD yang ada tersebut, semuanya (100%)
mendapat penanganan dan tidak terdapat kematian akibat DBD.

e. HIV
Jumlah kasus HIV-AIDS di kecamatan Pekuncen pata tahun 2016
adalah 0 kasus. Kasus HIV-AIDS merupakan fenomena gunung es
sehingga kemungkinan adanya kasus HIV-AIDS yang tidak terdeteksi
atau tidak terdata. Dan belum adanya kerjasama tentang laporan data
penyakit HIV AIDS dari rumah sakit.

f. Acute Flaccid Paralysis (AFP)


Jumlah penemuan kasus AFP di kecamatan Pekuncen pada tahun
2016 sebanyak 0 kasus.

12
g. Pneumonia Balita
Jumlah kasus pneumonia pada balita ditemukan/ditangani di
kecamatan Pekuncen adalah sebanyak 24 kasus dari jumlah perkiraan
penemuan kasus pneumonia balita sebanyak 292 atau hanya sebesar
8.23%.

2. Angka Kematian (Mortalitas)


Derajat kesehatan suatu masyarakat dapat dilihat dari kejadian
kematian dalam masyarakat. Disamping itu angka kematian juga dapat
digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan
kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya. Berikut ini akan
diuraikan perkembangan tingkat kematian pada periode tahun 2016 yaitu
sebagai berikut:

a. Angka Kematian Bayi


Berdasarkan tabel 4, lampiran Profil Kesehatan
Puskesmas Pekuncen dapat diketahui bahwa, pada tahun 2016 terdapat
1011 kelahiran hidup dimana jumlah lahir mati sebanyak 8 bayi.
Angka kematian bayi (AKB) di kecamatan Pekuncen pada tahun 2016
adalah sebesar 7.3 per 1000 kelahiran hidup.

b. Angka Kematian Ibu


Berdasarkan hasil laporan dari petugas KIA Puskesmas
Pekuncen diketahui tidak ada kematian ibu di tahun 2016, jumlah
kematian ibu bersalin sebanyak 0 orang, dan jumlah kematian ibu nifas
juga sebanyak 0 orang. Sehingga Angka Kematian Ibu (AKI) di
Kecamatan Pekuncen sebesar 0 per 100.000 kelahiran hidup

c. Angka Kematian Balita


Berdasarkan tabel 5, maka dapat diketahui bahwa jumlah
kematian Balita sebanyak 5 balita.

13
3. Status Gizi Masyarakat
Tujuan umum upaya perbaikan gizi puskesmas adalah meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan setiap keluarga di wilayah Puskesmas
untuk mencapai Keluarga Sadar Gizi agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Sedangkan tujuan khususnya adalah:
1) Meningkatkan cakupan dan kualitas pemberdayaan Keluarga menuju
Keluarga Sadar Gizi.
2) Meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan gizi (Pelayanan gizi
masyarakat dan pelayanan gizi perorangan).
Berdasarkan pemantauan status gizi Balita pada tahun 2016 dengan
jumlah balita yang ditimbang 4.137 balita dari 4.224 balita semua,
menunjukan bahwa d/s atau tingkat partisipasi masyarakat sebanyak 97.9
%. Jumlah balita dibawah garis merah (BGM) di wilayah Puskesmas
Pekuncen adalah 17 balita dan Gizi Buruk sebanyak 3 anak dan dari jumlah
tersebut semuanya mendapat perawatan. SPM untuk balita gizi kurang
maupun gizi buruk mendapatkan perawatan adalah sebesar 100%. Sehingga
cakupan gizi kurang dan gizi buruk mendapat perawatan di Kecamatan
Pekuncen dibanding dengan SPM sudah memenuhi target.

14
III. ANALISIS POTENSI DAN IDENTIFIKASI ISU STRATEGIS

A. Analisis Situasi
1. Input
a. Man
Berdasarkan data sekunder dari Puskesmas Pekuncen tahun 2016
didapatkan jumlah tenaga kesehatan sebagai berikut :
No Jenis Tenaga Jumlah
(orang)
1 Dokter Umum 3
2 Dokter Spesialis 0
3 Dokter Gigi 1
4 Dokter Gigi Spesialis 0
5 Bidan 25
6 Perawat 14
7 Perawat Gigi 1
8 Apoteker 1
9 Teknis Kefarmasiaan 1
10 Nutrisionis 1
11 Dietisien 0
12 Kesehatan Lingkungan 2
13 Kesehatan Masyarakat 1
14 Analisis Kesehatan 1
Jumlah 51
Program P2M TB dipegang oleh seorang perawat. Perawat tersebut
bertanggung jawab terhadap setiap kegiatan P2M TB. Pada saat ini
programer TB juga memegang tanggung jawab sebagai bendahara.
Programer TB juga sudah membentuk kader khusus TB namun dalam
penjaringan kurang aktif.

b. Money
Penyelenggaraan pembiayaan di Puskesmas terdiri dari operasional
umum, Jamkesmas, Jampersal, dana BOK serta dana BLUD. Semua
anggaran ini tujuannya adalah agar semua program kesehatan di
puskesmas bisa berjalan sesuai yang diharapkan dan bisa mencapai target

15
target yang telah ditentukan. Oleh karena itu semua anggaran ini saling
melengkapi satu sama lain.

c. Material
Di wilayah kerja Puskesmas Pekuncen terdapat 2 puskesmas
pembantu (Pustu), yaitu Pustu Legok di desa Pekuncen dan Pustu
Karangklesem di desa Karang Klesem. Puskesmas Pekuncen juga
mempunyai 124 Posyandu dan 16 Poskesdes yang tersebar di semua desa.
Puskesmas Pekuncen satu-satunya sarana Kesehatan yang mempunyai
kemampuan Labkes di wilayah Puskesmas Pekuncen dan pelayanan gawat
darurat di wilayah Puskesmas Pekuncen.
Logistik dan obat pada TB didapatkan dari Dinas Kesehatan Tingkat
II Kabupaten Banyumas. Jumlah dan jenisnya disesuaikan dengan
perencanaan yang telah diajukan oleh Puskesmas Pekuncen.

d. Metode
Metode pelaksanaan program pemberantasan penyakit tuberkulosis
dan pengobatan tuberkulosis dilakukan oleh dokter-dokter puskesmas
bersama dengan 1 orang petugas TB. Penjaringan penderita TB
dilaksanakan di Puskesmas Pekuncen pada saat pasien memeriksakan diri
ke Balai Pengobatan. Keluarga pasien yang anggotanya menderita TB
disarankan untuk datang ke puskesmas untuk diperiksa juga sputumnya.
Saat pasien dicurigai menderita TB, dokter menganjurkan pemeriksaan
dahak SPS kepada pasien yang kemudian akan dilakukan oleh petugas
pemegang program P2M TB. Pasien baru yang yang dinyatakan BTA
positif akan diberikan konseling oleh pihak kesehatan lingkungan
mengenai rumah pasien. Apabila diperlukan, dokter dapat merujuk pasien
ke RS terdekat untuk dilakukan pemeriksaan rontgen thoraks. Setelah
terdiagnosis TB, pasien diberikan pengobatan TB dan diedukasi mengenai
penyakit TB, penularan, pencegahan dan proses pengobatannya, serta

16
menentukan PMO (Pengawas Minum Obat) yang biasanya merupakan
kader atau keluarga pasien. Petugas TB di Puskesmas bertugas memantau
pasien tiap bulannya agar pasien tidak putus obat. Apabila diperlukan,
petugas TB dapat melaksanakan home visit ke rumah pasien.
Penjaringan penderita TB juga dilakukan dengan active case finding.
Petugas TB juga menjaring keluarga dan tetangga yang kontak dengan
pasien TB. Namun, kegiatan ini tidak berjalan dengan optimal.
e. Minute
Pelaksanaan program pemberantasan TB dengan menjaring
penderita TB dilakukan setiap hari pada saat pengobatan di Balai
Pengobatan Puskesmas. Pemantauan pengobatan TB dilaksanakan setiap
bulannya pada saat pasien mengambil obat.
f. Market
Sasaran masyarakat pada pelaksanaan program pemberantasan TB
dan pemantauan pengobatan TB ditujukan kepada seluruh masyarakat
wilayah kerja Puskesmas Pekuncen.

2. Proses
a. Perencanaan (P1)
Visi Puskesmas Pekuncen adalah Pelayanan kesehatan dasar
paripurna menuju masyarakat sehat dan mandiri. Misi Puskesmas
Pekuncen adalah mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat,
meningkatkan kinerja dan mutu pelayanan kesehatan, meningkatkan
profesionalisme sumber daya manusia, meningkatkan kerjasama lintas
program dan linstas sektoral, meningkatkan tertib administrasi dan
keuangan.
Perencanaan program P2M TB dilakukan setiap tahun dan dapat
diperbaiki setiap saat. Perencanaan kegiatan berupa promotif dan preventif
seperti penyuluhan, penemuan TB Paru, dan pemantauan penyakit TB
Paru.

17
b. Pengorganisasian (P2)
1) Penggalangan kerjasama lintas program
Kerjasama lintas program secara secara garis besar cukup baik. Namun
masih ada kekurangannya. Salah satunya kerjasama dengan bagian
kesehatan lingkungan. Pada pasien yang dinyatakan BTA positif
seharusnya dilakukan konseling mengenai rumah sehat. Namun
kenyataannya pasien yang dinyatakan BTA positif langsung
dipulangkan ke rumah tanpa dilakukan konseling rumah sehat terlebih
dahulu.
2) Penggalangan kerjasama lintas sektoral
Kerjasama lintas sektoral berupa kerjasama dengan kader-kader desa
dan kader khusus TB dirasa kurang baik ditandai dengan kader-kader
desa yang kurang aktif melakukan penjaring suspek penderita TB.
3) Pelaksanaan Program P2M TB
Proses pelaksanaan program P2M TB dapat dilihat dari
perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan serta evaluasi program.
P2M TB memiliki perencanaan yaitu pada tahun 2017 merencanakan
penyuluhan dengan masyarakat langsung mengenai penyakit
tuberkulosis.
Kegiatan di dalam puskesmas seperti pemeriksaan bakteriologis
TB Paru melalui sputum dan konsultasi TB Paru. Konsultasi mengenai
penyakit TB Paru, tanda dan gejala, penularan, pencegahan penularan,
pengobatan, efek pengobatan, efek samping pengobatan, serta
memotivasi pasien TB Paru agar senantiasa rutin minum obat dan
mencegah penularan kepada masyarakat sekitar.
Kegiatan di luar puskesmas seperti melakukan penyuluhan ke
kader kesehatan mengenai penyakit, penularan serta pencegahan
penyakit TB Paru, melakukan kunjungan kerumah pasien yang terkena
TB Paru dengan tujuan melakukan follow up pasien, melihat keadaan

18
lingkungan rumah serta memberikan edukasi kepada pasien dan
keluarga pasien mengenai penyakit.
Sejauh ini P2M TB berupa penemuan kasus TB Paru paling
dominan didapatkan secara pasif dengan deteksi dini tanda dan gejala
penyakit TB Paru di ruang periksa umum Puskesmas oleh dokter umum.
c. Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian Kinerja (P3)
1) Pengawasan internal dilakukan oleh kepala puskesmas dan pelaksana
pemegang program
2) Pengawasan eksternal oleh Perangkat desa setempat, Dinas Kesehatan
Kabupaten Banyumas dan pemerintah daerah
3) Pengendalian dilakukan untuk menjamin kesesuaian pelaksanaan
kegiatan dengan rencana yang telah dibuat sebelumnya dengan cara
membandingkan capaian saat ini dengan target yang telah ditetapkan
sebelumnya

3. Output
Berdasarkan profil kesehatan Puskesmas Pekuncen, hanya terdapat
40,29% kasus TB Paru positif yang terdeteksi hingga pada tahun 2016. Hal ini
masih di bawah Standar Pelayanan Medis (SPM) 2016 yaitu sebesar 100%. Ini
menunjukkan kelemahan program P2M TB Paru dari segi output, dikarenakan
petugas pemegang program P2M TB kurang aktif dalam melakukan pencarian
penemuan kasus baru pada keluarga atau lingkungan yang kontak dengan
pasien TB BTA (+) dikarenakan kesibukan lainnya dan belum melakukan
penyuluhan langsung ke masyarakat sekitar mengenai penyakit TB Paru
tersebut.
4. Outcome (Impact)
Dampak program yang diharapkan adalah menurunnya angka morbiditas dan
mortalitas akibat penyakit menular, khususnya TB.

19
B. Analisis Strength, Weakness, Opportunity, Threat (SWOT)
Program P2M TB memiliki beberapa masalah dalam pelaksanaannya.
1. Strength
Aspek kekuatan yang berperan dalam keberhasilan program P2M TB
dijabarkan sebagai berikut:
INPUT
a. Man
1) Adanya tiga orang dokter yang memiliki pengetahuan dalam
penemuan dan penjaringan kasus TB di Puskesmas Pekuncen.
2) Adanya satu orang perawat sebagai pemegang program P2M TB.
3) Adanya analisis kesehatan yang dapat membantu pelaksanaan
program P2M TB.
4) Adanya bidan desa dan tenaga kesehatan lainnya yang dapat
membantu pelaksanaan penemuan dan penjaringan TB.
b. Money
Sumber dana dalam pelaksanaan program P2M TB sudah
dianggarkan dari pemerintah, yaitu sumber Dana Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK). Dana ini berasal dari Kementerian Kesehatan. Selain
itu, terdapat juga pendanaan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Dana BLUD Puskesmas Pekuncen paling besar dibandingkan dengan
puskesmas lain di Banyumas. Dana ini dapat digunakan untuk kegiatan
promotif dan preventif seperti penyuluhan, penemuan TB Paru, dan
pemantauan penyakit TB Paru.
c. Material
1) Puskesmas Pekuncen memiliki letak yang strategis, yaitu berada di
pusat kecamatan sehingga memudahkan akses layanan kesehatan.
2) Puskesmas memiliki 2 mobil ambulans alat transportasi untuk
merujuk pasien TB Paru.

20
3) Tersedianya laboratorium sebagai sarana untuk pemeriksaan dahak
suspek TB dan peralatan untuk membuat preparat dengan kondisi
yang baik
4) Tersedianya OAT jenis Kombinasi Dosis Tetap (KDT) gratis.
5) Tersedianya buku pedoman TB, formulir pencatatan, dan pelaporan
yang rutin.
6) Terdapat ruang khusus TB DOTS.
d. Metode
Program yang dimiliki oleh puskesmas untuk pelaksanaan program
penemuan kasus baru TB BTA Positif berupa:
1. Penemuan secara pasif di ruang periksa umum Puskesmas oleh
dokter umum setiap hari kerja puskesmas.
2. Pelaporan bidan, tenaga kesehatan lainnya atau kader akan temuan
suspek TB Paru ke pemegang program P2M TB.
3. Penemuan secara aktif terhadap keluarga atau tetangga yang
kontak langsung dengan penderita TB, kelompok khusus yang
rentan atau beresiko tinggi sakit TB seperti pada pasien dengan
HIV, pemeriksaan terhadap anak pada keluarga TB apakah
diperlukan pengobatan TB atau pegobatan pencegahan.
4. Promosi aktif kepada masyarakat untuk melakukan pemeriksaan
ke puskesmas apabila terdapat gejala TB paru.
e. Minute
Penemuan secara pasif di ruang periksa umum Puskesmas oleh dokter
umum setiap hari kerja puskesmas. Penemuan secara aktif dilakukan
saat terdapat keluarga didiagnosis positif TB.
f. Market
Sasaran kegiatan program P2 TB paru meliputi seluruh desa di wilayah
kerja Puskesmas Pekuncen.

21
PROSES
Proses penemuan kasus TB paru BTA Positif dilakukan secara pasif
dengan promosi aktif. Selain itu juga melakukan penemuan kasus secara
aktif kepada masyarakat yang rentan terinfeksi TB dan kontak langsung
dengan penderita TB.

2. Weakness
Aspek kelemahan dari program pencegahan dan P2M TB Paru terdapat
pada beberapa aspek yaitu:
a. Man
1) Petugas P2M TB menjabat di bidang lain sehingga kurang fokus dan
kurang aktif dalam melakukan penemuan kasus TB Paru.
2) Bidan desa kurang aktif dalam penemuan penderita TB.

b. Pelaksanaan program
1) Perencanaan program P2M kurang matang mengenai kegiatan yang akan
dilakukan selama setahun sehingga kegiatan penyuluhan dalam program
P2M tidak terjadwal dengan baik.
2) Kurangnya promosi atau penyuluhan secara berkala kepada masyarakat
langsung mengenai penyakit TB karena kesibukan lainnya di luar menjadi
petugas P2M TB.
3) Penemuan kasus TB Paru secara aktif kepada kelompok rentan dan
kontak kontak dengan penderita TB belum berjalan secara optimal.
4) Kurang optimalnya kerjasama lintas program dan tenaga kesehatan
lainnya dalam mendeteksi kelompok masyarakat yang rentan.
5) Pemegang program P2M TB kurang optimalnya kerjasama dengan lintas
sektoral dalam penemuan kasus TB.
6) Puskesmas tidak bekerja sama dengan baik dengan klinik praktik swasta
yang ada di wilayah Puskesmas mengenai penjaringan kasus TB.

22
3. Opportunity
a. Terdapat pemantauan dan pelatihan bagi dokter, pemegang program, serta
analisis kesehatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas tentang
pemberantasan penyakit TB Paru.
b. Adanya program cek preparat BTA dari Dinas Kesehatan untuk monitoring
kinerja laboratorium dalam cek sputum.
c. Adanya dana pemerintah yang diberikan yang dapat digunakan dalam
program P2M TB.
d. Adanya kader kesehatan dan kader khusus TB yang dapat membantu
program P2M TB.

4. Threat
a. Tingkat pengetahuan masyarakat yang rendah mengenai tanda dan gejala
penyakit tuberkulosis sehingga masyarakat jarang memeriksakan diri ke
tenaga kesehatan setelah mengalami batuk disertai darah.
b. Kader khusus TB atau kader kesehatan lainnya kurang aktif dalam
penjaringan suspek TB.
c. Kurang optimalnya kerjasama antar pemegang program dengan lintas
sektoral seperti camat, lurah, kepala dusun dan lain lain.
d. Adanya dokter praktik swasta yang tidak yang kurang optimal dalam
pelaporan data terkait temuan kejadian TB Paru BTA positif dikarenakan
kurang adanya kerjasama antar pihak puskesmas dan praktik swasta.

23
IDENTIFIKASI ISU DAN ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

A. Identifikasi Isu
Belum tercapainya target yang telah ditentukan Dinas Kesehatan dalam
pencapaian program TB paru dapat disebabkan berbagai hal. Selanjutnya akan
dilakukan analisis untuk menentukan kemungkinan penyebab masalah tidak
tercapainya target puskesmas dan kemungkinan penyebab yang menimbulkan
masalah tersebut adalah :
1. Kurangnya tenaga kesehatan yang menangani program P2M TB, yaitu hanya
satu orang. Selain itu, petugas P2M TB juga menjabat bidang lain sehingga
kurang fokus.
2. Belum terlaksananya dengan baik kerjasama lintas program maupun lintas
sektor yang mendukung penemuan penderita TB.
3. Kurang optimalnya pemanfaatan bidan desa, kader kesehatan dan kader khusus
TB sehingga metode yang digunakan dalam penjangkauan penderita TB adalah
lebih kepada penemuan kasus TB secara pasif.
4. Penemuan secara aktif pada sekelompok orang yang rentan dan kontak
penderita TB belum dilakukan secara optimal dikarenakan adanya kesibukan
antar individu.
5. Kurangnya mengadakan penyuluhan langsung ke masyarakat mengenai
penyakit TB sehingga menyebabkan masyarakat masih banyak yang tidak
paham mengenai penyakit TB Paru, tanda dan gejala, cara penularan, serta
pencegahannya.
6. Kurangnya sarana-sarana untuk promosi kesehatan seperti poster, leaflet, flip
chart, dan lainnya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai TB
Paru.
7. Adanya dokter praktik swasta yang tidak yang kurang optimal dalam pelaporan
data terkait temuan kejadian TB Paru BTA positif dikarenakan kurang adanya
kerjasama antar pihak puskesmas dan praktik swasta.

24
B. Alternatif Pemecahan Masalah
Melihat hasil analisis SWOT, didapatkan isu strategis yang dapat dilakukan
untuk mendapatkan alternatif pemecahan masalah, meliputi :
1. Pemegang program penemuan kasus Baru TB Paru BTA Positif di Puskesmas
hanya memegang program P2M TB Paru saja, sehingga pemegang program
lebih fokus dalam melakukan tugasnya.
2. Penyuluhan mengenai penyakit tuberkulosis secara berkala kepada masyarakat
langsung yang dilakukan pada program puskesmas lain seperti puskesmas
keliling, posyandu balita, maupun posyandu lansia untuk menambah
pengetahuan dan informasi mengenai pengetian, tanda dan gejala, cara
penularan dan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit TB Paru.
3. Melakukan home visite rutin dengan bantuan kader dan bidan desa dalam
rangka mendeteksi kontak serumah dan tetangga pasien TB.
4. Pengaktifan kembali kader khusus TB dengan cara membuat kegiatan rutin
setiap bulan berkenaan dengan P2M TB yang diharapkan akan mengoptimalkan
proses penjaringan, pelaporan, dan penanganan kasus TB Paru di setiap desa.
5. Penyuluhan dan pelatihan rutin kepada kader khusus TB maupun kader
kesehatan lainnya.
6. Peningkatan kerjasama dan koordinasi TB dari dari kader, perangkat desa,
bidan desa, dan puskesmas baik dalam penjaringan, pelaporan, dan pemantauan
penderita TB setiap desa.
7. Adanya mekanisme pemberian insentif pada setiap kader yang aktif dalam
proses penemuan TB positif.
8. Meningkatkan kerjasama lintas program seperti promosi kesehatan, kesehatan
lingkungan, dan bidan desa. Kerjasama antar pemegang program bertujuan
untuk mengendalikan TB secara komprehensif salah satunya dalam bentuk
deteksi aktif kepada kelompok yang rentan dan kontak penderita TB..
9. Edukasi secara intensif dengan lisan dan memperbanyak sarana-sarana untuk
promosi kesehatan melalui tulisan seperti poster, leaflet, flip chart, dan lainnya

25
untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit TB, cara
pengobatan, serta pentingnya menjaga kepatuhan minum obat.

26
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Jumlah angka penemuan kasus TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Pekuncen
dari tahun 2016 sebesar 40,29%, dibawah target nasional.
2. Kelebihan memiliki Puskesmas Pekuncen memiliki sarana prasana yang
lengkap, memiliki tenaga kesehatan yang dapat membantu keberhasilan
program P2M TB.
3. Kelemahan yang dimiliki dari program penjangkauan penderita TB paru
Puskesmas Pekuncen adalah kurang adanya kerjasama antara pemegang
program dengan lintas program dan lintas sektoral. Belum terlaksananya
penyuluhan yang berkala kepada masyarakat secara langsung sehingga banyak
masyarakat yang tidak mengetahui tentang tanda dan gejala tuberkulosis,
pemegang program P2M TB yang juga menjabat bidang lain sehingga menjadi
kurang fokus.

B. SARAN
1. Mengoptimalkan kerjasama lintas program, antar lintas sektoral.
2. Mengoptimalkan pelaporan kader desa dan tenaga kesehatan akan temuan
kasus baru TB Paru BTA positif
3. Mengoptimalkan kegiatan Promosi kesehatan (penyuluhan, pemberian leaflet,
poster) mengenai TB Paru setiap 1 bulan sekali kepada masyarakat.

27
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta :


Kemeterian Kesehatan RI.
World Health Organization. 2011. World Global Tuberculosis Control 2011.
Yoga, T., Aditama M. S., Dyah E. M., Asik S., Adi U., et al., 2014. Strategi
Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014. Jakarta: Menkes RI.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Period Prevalence TB Paru Jakarta: Badan
Litbangkes Depkes RI 2013.
World Health Organization. 2016. Global Tuberculosis Report 2016.

28

Anda mungkin juga menyukai