Anda di halaman 1dari 13

CASE REPORT SESSION

BENIGN PROSTATIC HIPERPLASIA

Preceptor :
dr. Sawkar Vijay Pramod, SpU

Disusun Oleh :
Muhammad Ibrahim Sugiyono 130112160654
Rifqi Rosyadi 130112160615
Michelle Angelica Wijaya 130112160627
Yee Li Yue 130112163532

SMF / BAGIAN BEDAH UROLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN
BANDUNG
2017
I. Keterangan Umum
Nama : Tn.E
Umur : 68 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kp. Maja
Pekerjaan :-
Agama : Islam
No. Medrek : 0001446516
Tanggal Masuk RS : 9 November 2017 (dari poliklinik)
Tanggal Pemeriksaan : 9 November 2017

II. Anamnesis
Keluhan Utama : Sulit buang air kecil
Anamnesis Khusus :
Sejak 3-4 tahun sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh sulit buang air
kecil, nyeri, dan panas pada perut bagian bawah tengah. Pasien merasa tidak puas
mengeluarkan air kencingnya, seperti merasakan masih terdapat sisa sesudah kencing.
Pasien merasa sering buang air kecil, yaitu setiap 1.5 jam sekali, namun tidak dirasakan
bertambah sering, karena pasien juga menderita kencing manis. Pasien selalu merasa
ingin buang air kecil dan tidak bisa menahan pada saat ingin kencing. Penderita harus
mengedan saat buang air kecil. Pasien bangun 3-4 kali dalam semalam untuk buang air
kecil. Tidak terdapat riwayat buang air kecil yang terputus-putus, buang air kecil berpasir,
batu, merah/darah, keruh, pancaran lemah, pancaran kecil seperti lidi, bengkak pada
wajah maupun tungkai, dan demam. Tidak terdapat riwayat trauma.
Pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi, dengan tekanan darah tertinggi
150/90, dan rutin mengonsumsi Herbesser, mini Aspilet, dan Valsartan. Pasien pernah
dilakukan PCI di RSHS pada bulan Agustus 2015. Pasien juga memiliki riwayat kencing
manis dan rutin mengonsumsi Metformin 3x500 mg sejak 20 tahun SMRS. Tidak
terdapat riwayat pemasangan kateter maupun operasi urologi sebelumnya.

Skor IPSS: 13 (moderate)


III. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan


Kesadaran : Compos mentis
Status gizi : Kesan baik
Tanda Vital :Tekanan darah 140/70 mmHg
Respirasi 16 x/menit
Nadi 76 x/menit
Suhu 36.5 C

Status Generalis
Kepala : Konjungtiva tidak anemis
Sklera tidak ikterik
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
Thorax : Bentuk dan gerak simetris
VF kiri=kanan, sonor, VBS kiri=kanan, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Datar, lembut
Hepar dan lien tidak teraba
Bising Usus (+) normal.
Ekstremitas : KGB inguinal tidak teraba membesar

Status Lokalis
a/r lumbalis dextra et sinistra : ballotement -/-, nyeri tekan -/-,
nyeri ketok CVA -/-
a/r suprapubis : kesan kandung kemih tidak penuh, nyeri
tekan (-)
a/r genitalia eksterna : meatal stenosis (-), testis dan epididimis
dalam batas normal
Rectal Toucher :
Sphincter kuat, mukosa licin, ampula tidak kolaps, teraba prostat dengan ukuran 20-40 gr,
simetris, permukaan rata, konsistensi kenyal, massa tidak teraba, nodul (-), nyeri tekan
(-), darah (-), feses (-), lendir (-).

IV. Diagnosis Banding


Lower urinary tract syndrome e.c Benign Prostatic Hiperplasia
Lower urinary tract syndrome e.c Prostate Carcinoma
Lower urinary tract syndrome e.c striktur uretra
Infeksi saluran kemih

V. Diagnosis Kerja
Lower urinary tract syndrome e.c suspect Benign Prostatic Hiperplasia + Diabetes
Mellitus tipe II + Hipertensi grade 1

VI. Usulan Pemeriksaan Penunjang


o USG
o PSA
o Urinalisis
o Gula darah puasa
o Gula darah 2 jam PP
o HbA1c
o Ureum dan Kreatinin

VII. Hasil Pemeriksaan Penunjang


Ureum : 0.91 mg/dl
Kreatinin : 27 mg/dl
GDP : 161 mg/dl
GD2PP : 262 mg/dl
PSA : 1.07 ng/dl
USG :
Prosat: ukuran tampak membesar (ukuran 4,75 x 3,34 x 3,58 cm dengan volume 29,69
ml), tekstur parenkim inhomogen, kalsifikasi (-).

Kesan:
- Pembesaran prostat
- USG ginjal kanan kiri dan vesica urinaria saat ini tidak tampak kelainan.

VIII. Diagnosis Kerja


Lower urinary tract syndrome e.c Benign Prostatic Hiperplasia + Diabetes Mellitus tipe II
+ Hipertensi grade 1

IX. Penatalaksanaan :
Umum :
Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita dan edukasi jangan
mengkonsumsi kopi dan minum banyak air setelah makan malam (menjelang tidur)
Khusus :
1. Harnal ocas 1 x 0.4 mg malam
2. Metformin 3 x 500 mg (konsultasi penyakit dalam)
3. Lanjutkan terapi jantung dan hipertensi sebelumnya (konsultasi penyakit dalam)

X. Prognosis :
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sananctionam : dubia ad bonam
BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA
DEFINISI
Benign Prostatic Hyperplasia atau BPH adalah sebuah diagnosis histologis yang
menunjukkan proliferasi otot polos dan sel epitel pada zona transitional prostat.
Pembesaran kelenjar prostat yang biasanya ditandai dengan Lower Urinary Tract
Symptoms (LUTS) yang disebabkan (1) bladder outlet obstruction dari jaringan yang
membesar dan (2) meningkatnya tonus otot polos dan resistensi pada kelenjar yang
membesar.

EPIDEMIOLOGI
BPH merupakan tumor jinak yang paling sering terjadi pada laki-laki.Gejala yang sering
timbul pada BPH adalah LUTS yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup dari
penderitanya karena terganggunya aktivitas sehari-hari dari penderita dan pola tidurnya.
Insidensi dari BPH terkait erat dengan pertambahan usia, biasanya perkembangannya
dimulai setelah umur 40 tahun dan pada umur 60 tahun prevalensinya menjadi lebih dari
50% dan pada umur 85 tahun prevalensinya dapat mencapai 90%.

ETIOLOGI
Etiologi BPH hingga saat ini masih belum dapat dipastikan. Teori umum digunakan
adalah bahwa BPH bersifat multifaktorial dan dipengarui oleh sistem endokrin. Penelitian
yang ada menunjukkan adalanya korelasi positif antara kadar testoteron bebas dan
estrogen dengan ukuran volume BPH. Selain itu, ada pula yang menyatakan bahwa
penuaan menyebabkan peningkatan kadar estrogen yang menginduksi reseptor androgen
sehingga meningkatkan sensitivitas prostat terhadap testoteron bebas.

FAKTOR RISIKO
Terdapat dua jenis faktor resiko untuk BPH yaitu non-modifiable dan modifiable. Faktor
resiko non-modifiable terdiri atas:
Umur; semakin tua semakin besar kemungkinan terkena BPH
Genetik
Faktor resiko modifiable terdiri atas:
Metabolic syndrome
Level sex steroid hormone dalam tubuh
Obesitas
Diabetes
Aktifitas fisik

PATOGENESIS
Terdapat beberapa teori yang mengenai perjalanan penyakit dari BPH. Teori yang
pertama, DHT hypothesis, mengatakan bahwa seiring dengan bertambahnya umur terjadi
perubahan metabolism pada androgen prostat yang menyebabkan akumulasi dari
dihydrotestoterone pada kelenjar yang menjadi mediator pada hyperplasia prostat
tersebut. Teori lainnya, embryonic reawakening theory, mengatakan bahwa terdapat
perubahan pada interaksi stroma dan epitel pada prostat yang terjadi karena proses
penuaan yang menyebabkan peningkatan pertumbuhan dari prostat.

Teori lainnya, stem cell theory, mengatakan bahwa terdapat penambahan jumlah prostatic
stem cell yang diakibatkan oleh penuaan yang mengakibatkan terjadinya makroskopik
BPH. Ketika prostat membesar, kapsul di sekitar prostat menahan prostat agar tidak
membesar berlebihan ke arah luar dan hal itu mengakibatkan terjadinya kompresi dari
uretra.Kompresi tersebut menyebabkan timbulnya gejala obstruksi pada pasien BPH.
Ketika terdapat hambatan dari uretra, maka pengosongan kandung kemih tidak dapat
dilakukan secara maksimal dan mengakibatkan sensasi tidak selesai berkemih. Ketika
urin tidak dapat dikeluarkan semuanya dari kandung kemih, maka kandung kemih akan
berusaha lebih keras dan terjadi gangguan pada kanduh kemih yang menyebabkan
timbulnya gejala iritasi.

MANIFESTASI KLINIS
Pada umumnya, pasien BPH datang dengan gejala-gejala traktus urinarius bawah (LUTS)
yang terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi.
Gejalan obstruksi terdiri dari:
Miksi terputus
Hesitancy;saat miksi pasien harus menunggu sebelum urine keluar karena terdapat
obstruksi pada uretranya
Harus mengedan saat mulai miksi
Berkurangnya kekuatan dan pancaran urin
Sensasi tidak selesai berkemih
Menetes pada akhir miksi
Gejala iritasi terdiri dari :
Frekuensi miksi meningkat; karena ada perubahan dari dinding kandung kemih dan
juga pengosongan kandung kemih yang tidak total, menyebabkan pasien menjadi
sering miksi
Urgensi; rasa tidak dapat menahan lagi saat ingin miksi diaibatkan oleh hipersensitif
dari kandung kemih
Nokturia;terbangun saat malam hari untuk miksi
Inkontinensia; urine keluar di luar kehendak

KLASIFIKASI
Klasifikasi BPH dibagi berdasarkan gejala-gejala yang timbul. Klasifikasinya dibagi
berdasarkan The International Prostate Symptom Score (IPSS).

Klasifikasi Skor
Mild <7
Moderate 8-19
Severe 20-35
DIAGNOSIS
Anamnesis
Tanyakan frekuensi buang air kecil, urgensi, hesitancy, pancaran urin, nocturia.
Pada anamnesis, kita dapat menggunakan kuesioner The International Prostate
Symptom Score (IPSS), sekaligus untuk melihat derajat keparahan BPH.
ditanyakan juga komplikasi, riwayat operasi, riwayat pasang selang, dan riwayat
retensi urin
Pemeriksaan fisik
Inspeksi, palpasi dan perkusi pada region suprapubic untuk menilai distensi
vesika memeriksa urin yang tersisa pada kandung kemih dan fungsi
neuromuscular ekstrimitas bawah. DRE/RT untuk memeriksa pembesaran prostat,
konsistensi, dan ada tidaknya nodul.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urinalisis untuk melihat adanya darah, leukosit, bakteri, protein, atau glukosa.
Kultur urin dilakukan jika ada indikasi infeksi, dari hasil urinalisis.
Ultrasonography USG (abdomen, renal dan transrectal) dan intravenous
urography berguna untuk melihat kandung kemih, ukuran prostat, dan melihat
derajat hidronefrosis.
Prostate-Specific Antigen. Nilai normal PSA berdasarkan usia dan prevalensi kanker
prostat berdasarkan nilai PSA:

Usia PSA PSA Prevalensi kanker


(ng/mL prostat
)

4049 02.5 ng/mL 0.5 or 6.6%


less

5059 03.5 ng/mL 0.61.0 10.1%

6069 04.5 ng/mL 1.12.0 17%

7079 06.5 ng/mL 2.13.0 23.9%

3.14.0 26.9%

DIAGNOSIS BANDING
Infeksi saluran kencing
Striktur uretra
Kanker kandung kemih
Kanker prostat
Batu kandung kemih (bladder stones)

PENATALAKSANAAN
1. Observasi waspada
a. Tidak semua pasien BPH yang bergejala akan terus mengalami perburukan.
Observasi waspada dapat dilakukan pada pasien bergejala ringan dengan skor
IPSS 0-7. Evaluasi dilakukan secara berkala yaitu pada 3, 6, dan 12 bulan
kemudian. Kemudian dilanjutkan 1 kali pertahun.
2. Terapi farmakologi
a. Penyekat adrenergic selektif
a. Cara kerja: bekerja di reseptor alfa pada otot polos prostat dan mengurangi
tonus
b. Contoh obat: tamsulosin, teratozin, doksazosin
c. Efek samping: hipotensi postural, dizziness, ejakulasi retrograde
b. Penyekat 5-reductase
a. Cara kerja: mencegah konversi testosteron menjadi beberapa bentuk aktif
dihidrosteron, mengecilkan prostat dalam beberapa bulan
b. Contoh obat: dutasterid, finasteride
c. Efek samping: penurunan ilibido, ginekomastia, dan menurunkan nilai
PSA (masking effect)
Obat dapat diberikan sendiri ataupun kombinasi keduanya sebagai terapi BPH.
3. Intervensi bedah (Transurethral resection of the prostate = TURP) menjadi
pengobatan tahap kedua jika terapi farmakologis tidak efektif, terjadi retensi urin
berulang, infeksi saluran kencing berulang, batu ginjal, dan hematuria berulang.
TURP efektif dalam meningkatkan aliran dan mengurangi sisa urin. Komplikasi yang
jarang berupa inkontinensia, dan penyerapan cairan irigasi hipotonik yang digunakan
saat reseksi dapat menyebabkan transurethral resection syndrome. Hal ini disebabkan
hyponatremia dan overload cairan, serta dapat menyebabkan kematian. Perubahan
status mental dan edema pulmonal dapat ditangani dengan diuresis dan suplementasi
natrium dan saline hipertonik pada kasus berat. Komplikasi lainnya adalah infeksi
saluran kencing dan uretral stricture.
4. Saat Prostat sangat membesar (>100g), manajemen endoskopi kurang efektif dan
prosedur bedah open dapat digunakan. Suprapubik (simple) prostatektomi melibatkan
enukleasi sebagian besar prostat, tapi kapsul dibiarkan sehingga menimbulkan efek
minimal pada fungsi kontinensi dan fungsi erektil.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita BPH adalah:

Retensi urin
Infeksi Saluran Kencing
Gangguan pada kandung kemih
Gangguan pada ginjal
Batu kandung kemih
Prostatitis
Diabetes Melitus
Parkinsons disease
Multiple sclerosis
REFERENSI
1. McVary, K.T., Roehrborn, C.G. and Avins, A.L., 2010. Management of benign
prostatic hyperplasia (BPH). American Urological Association website:
http://www. auanet. org/content/guidelines-and-quality-care/clinical-guidelines.
cfm.
2. Carter, H.B., 2004. Prostate cancers in men with low PSA levelsmust we find
them?. The New England journal of medicine, 350(22), p.2292.
3. Jack W. McAninch, Tom F. Lue. 2012. Smith and Tanagho's General Urology,
Eighteenth Edition. McGraw Hill Professional. New York
4. F. Brunicardi, Dana A, Timothy B, David D, John H, Jeffrey M, Raphael E. P.
2009. Schwartz's Principles of Surgery, Ninth Edition. McGraw Hill Professional.
New York
5. Courtney M. Townsend, R. Daniel Beauchamp, B. Mark Evers, Kenneth L.
Mattox. 2016. Sabiston Textbook of Surgery. Elsevier Health Science. New York.

Anda mungkin juga menyukai