Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

IMUNISASI

I. Konsep Dasar Penyakit


1.1 Definisi Imunisasi
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan
kekebalan (imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari
penyakit. (Yupi S, 2004).
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak terpajan pada
antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. (Ranuh, 2001).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Imunisasi merupakan usaha memberikan
kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan antigen yang berupa
virus atau bakteri ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud vaksin
adalah bahan yang di pakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang
dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT,
Campak, dan melalui mulut seperti vaksin Polio.
Pemberian imunisasi pada anak yang mempunyai tujuan agar tubuh kebal
terhadap penyakit tertentu, kekebalan tubuh juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor di antaranya terdapat tingginya kadar antibodi pada saat
dilakukan imunisasi, potensi antigen yang disuntikan, waktu antara
pemberian imunisasi, mengingat efektif dan tidaknya imunisasi tersebut
akan tergantung dari faktor yang mempengaruhinya sehingga kekebalan
tubuh dapat diharapkan pada diri anak.
1.2 Jenis Jenis Imunisasi
Imunisasi sebagai salah satu cara untuk menjadikan kebal pada bayi dan
anak dari berbagai penyakit, diharapkan bayi atau anak tetap tumbuh
dalam keadaan sehat. Pada dasarnya dalam tubuh sudah memiliki
pertahanan secara sendiri agar berbagai kuman yang masuk dapat
dicegah, pertahan tubuh tersebut meliputi pertahanan nonspesifik dan
pertahanan spesifik, proses mekanisme pertahanan dalam tubuh pertama
kali adalah pertahanan nonspesifik seperti complemen dan makrofag
dimana complemen dan makrofag ini yang pertama kali akan
memberikan peran ketika ada kuman yang masuk ke dalam tubuh. Setelah
itu maka kuman harus melawan pertahanan tubuh yang kedua yaitu
pertahanan tubuh spesifik terdiri dari system humoral dan seluler. System
pertahanan tersebut hanya bereaksi terhadap kuman yang mirip dengan
bentuknya. System pertahanan humoral akan menghasilkan zat yang
disebut imonuglobulin (IgA, IgM, IgG, IgE, IgD) dan system pertahanan
seluler terdiri dari limfosit B dan limfosit T, dalam pertahanan spesifik
selanjutnya akan menghasilkan satu sel yang disebut sel memori, sel ini
akan berguna atau sangat cepat dalam bereaksi apabila sudah pernah
masuk ke dalam tubuh, kondisi ini yang digunakan dalam prinsip
imunisasi. Berdasarkan proses tersebut diatas maka imunisasi dibagi
menjadi dua yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif :
1.2.1 Imunisasi aktif
Merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan
terjadi suatu proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi
imonologi spesifik yang menghasilkan respons seluler dan humoral
serta sel memori, sehingga apabila benar-benar terjadi infeksi maka
tubuh secara cepat dapat merespons. Dalam imunisasi aktif terdapat
empat macam kandungan dalam setiap vaksinnya antara lain :
1.2.1.1 Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi
sebagai zat atau mikroba guna terjadinya semacam infeksi
buatan dapat berupa poli sakarida, toksoid atau virus
dilemahkan atau bakteri dimatikan.
1.2.1.2 Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan
kultur jaringan.
1.2.1.3 Preservatif, stabilizer, dan antibiotika yang berguna untuk
menhindari tubuhnya mikroba dan sekaligus untuk
stabilisasi antigen.
1.2.1.4 Adjuvant yang terdiri dari garam aluminium yang
berfungsi untuk meningkatkan imonogenitas antigen.
1.2.2 Imunisasi pasif
Merupakan pemberian zat (immunoglobulin) yaitu suatu zat yang
dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari
plasma manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi
mikroba yang diduga sudah masuk di dalam tubuh yang terinfeksi.
Dalam pemberian imunisasi pada anak DepKes (2000) menetapkan
bahwa ada tujuh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi:

1.2.2.1 Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin)

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah


terjadinya penyakit TBC yang berat sebab terjadinya
penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat terjadi
walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG, pencegahan
imunisasi BCG untuk TBC yang berat seperti TBC pada
selaput otak, TBC milier (pada seluruh lapangan paru),
atau TBC tulang. Imunisasi BCG ini merupakan vaksin
yang mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan.
Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah 1 kali dan
waktu pemberian imunisasi BCG pada umur 0 11 bulan,
akan tetapi pada umumnya diberikan pada bayi umur 2 3
bulan, kemudian cara pemberian imunisasi BCG melalui
intradermal. Efek samping pada BCG dapat terjadi ulkus
pada daerah suntikan dan dapat terjadi limfadenitis
regional dan reaksi panas. Untuk pemberian kekebalan
aktif terhadap tuberculosis

Cara pemberian dan dosis :

a. Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan


terlebih dahulu. Melarutkan dengan menggunakan alat-
alat suntik steril dan menggunakan cairan pelarut
(NacL 0,9 %) sebanyak 4 cc

b. Dosis pemberian 0,05 ml sebanyak 1 kali

c. Disuntikkan secara intracutan di daerah lengan kanan


atas pada insersio musculus deltoideus

d. Vaksin harus digunakan sebelum lewat 3 jam dan


Vaksin akan rusak bila terkena sinar matahari
langsung. Botol kemasan, biasanya terbuat dari bahan
yang berwarna gelap untuk menghindari cahaya karena
cahaya atau panas dapat merusak vaksin BCG
sedangkan pembekuan tidak merusak vaksin BCG.
Vaksin BCG di buat dalam vial, di mana kemasannya
ada 1 cc dan 2 cc.

Kontra indikasi :

a. Uji Tuberculin > 5 mm

b. Sedang menderita HIV

c. Gizi buruk

d. Demam tinggi

e. Infeksi kulit luas

f. Pernah menderita TBC

Efek samping :

Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi umum


seperti demam. Setelah 1-2 minggu penyuntikan
biasanya akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat
suntikan yang akan berubah menjadi pustula dan akan
pecah menjadi luka dan hal ini tidak perlu pengobatan
dan akan sembuh spontan dalam 8-12 minggu dengan
jaringan parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran
kelenjar limfe di ketiak atau pada leher yang terasa
padat dan tidak sakit serta tidak menimbulkan demam.
Reaksi ini normal dan tidak memerlukan pengobatan
dan akan hilang dengan sendirinya.

1.2.2.2 Imunisasi DPT (Diphteri, Pertusis, dan Tetanus)

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah


terjadinya penyakit diphteri, pertusis dan tetanus. Imunisasi
DPT ini merupakan vaksin yang mengandung racun kuman
diphteri yang telah dihilangkan sifat racunnya akan tetapi
masih dapat merangsang pembentukan zat anti (Toxoid).
Frekuensi pemberian imunisasi DPT adalah 3 kali dengan
maksud pemberian pertama zat anti terbentuk masih sangat
sedikit (tahap pengenalan) terhadap vaksin dan
mengaktifkan organ organ tubuh membuat zat anti,
kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup. Waktu
pemberian imunisasi DPT antara umur 2 11 bulan
dengan interval 4 minggu. Cara pemberian imunisasi DPT
melalui intramuscular. Efek samping pada DPT
mempunyai efek ringan dan efek berat, efek ringan seperti
pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan, demam
sedangkan efek berat dapat menangis hebat kesakitan
kurang lebih 4 jam, kesadaran menurun, terjadi kejang,
enchefalopati, dan syok.

1.2.2.3 Imunisasi Polio

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah


terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan
kelumpuhan pada anak. Kandungan vaksin ini adalah virus
yang dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi Polio
adalah 4 kali. Waktu pemberian imunisasi Polio antara
umur 0 11 bulan dengan interval 4 minggu. Cara
pemberian imunisasi Polio melalui oral.

Cara pemberian dan dosis :

a. Diberikan secara oral sebanyak 2 tetes di bawah lidah


langsung dari botol tanpa menyentuh mulut bayi.
Diberikan 4 x dengan interval waktu minimal 4 minggu

b. Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes


(dropper) yang baru.

Kontraindikasi :

a. Pada individu yang menderita imunedeficiency tidak


ada efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian
Polio pada anak yang sedang sakit. Namun, jika ada
keraguan misalnya sedang menderita diare atau muntah,
demam tinggi >38,5C, maka dosis ulangan dapat di
berikan setelah sembuh.
b. Pasien yang mendapat imunosupresan

Efek samping :

Pada umumnya tidak ada efek samping. Tetapi ada hal


yang perlu diperhatikan setelah imunisasi polio yaitu
setelah anak mendapatkan imunisasi polio maka pada tinja
si anak akan terdapat virus polio selama 6 minggu sejak
pemberian imunisasi. Karena itu, untuk mereka yang
berhubungan dengan bayi yang baru saja diimunisasi polio
supaya menjaga kebersihan dengan mencuci tangan setelah
mengganti popok bayi.

1.2.2.4 Imunisasi Campak

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah


terjadinya penyakit campak pada anak karena penyakit ini
sangat menular. Penyakit infeksi ini disebabkan oleh virus
morbilli yang menular melalui droplet. Gejala awal
ditunjukkan dengan adanya kemerahan yang mulai timbul
pada bagian telinga, dahi dan menjalar kewajah dan
anggota badan. Selain itu, timbul gejala seperti flu disertai
mata berair dan kemerahan (konjungtivitis). Setelah 3-4
hari, kemerahan mulai hilang dan berubah menjadi
kehitaman yang akan tampak bertambah dalam 1-2 minggu
dan apabila sembuh , kulit akan tampak seperti bersisik.
Imunisasi campak diberikan pada anak usia 9 bulan
sebanyak satu kali dengan rasional kekebalan dari ibu
terhadap penyakit campak berangsur akan hilang sampai
usia 9 bulan. Kandungan vaksin ini adalah virus yang
dilemahkan. Waktu pemberian imunisasi campak pada
umur 9 11 bulan. Cara pemberian imunisasi campak
melalui subkutan kemudian efek sampingnya adalah dapat
terjadi ruam pada tempat suntikan dan panas.

1.2.2.5 Imunisasi Hepatitis B

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah


terjadinya hepatitis yang kandungannya adalah HbsAg
dalam bentuk cair. Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis
3 kali. Waktu pemberian imunisasi hepatitis B pada umur 0
11 bulan. Cara pemberian imunisasi hepatitis ini adalah
intramuscular.

Cara Pemberian dan Dosis

a. Sebelum digunakan vaksin dikocok terlebih dahulu


agar suspense menjadi homogeny

b. Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5 ml secara IM


sebaiknya pada anterolateral paha.

c. Pemberian imunisasi Hepatitis B sebanyak 3 x

d. Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari dan


selanjutnya dengan interval waktu minimal 4 minggu.

Kontraindikasi :

Hipersensitif terhadap komponen vaksin dan penderita


infeksi berat disertai kejang, masih diizinkan untuk pasien
batuk/pilek.

Efek Samping :

a. Reaksi local seperti rasa sakit, kemerahan dan


pembengkakkan disekitar tempat bekas penyuntikan.

b. Reaksi sistemik seperti demam ringan, lesu dan


perasaan tidak enak pada saluran cerna

c. Reaksi yang terjadi akan hilang dengan sendirinya


setelah 2 hari.

Selain imunisasi di atas, imunisasi tambahan yang dapat


diberikan ada anak yaitu sebagai berikut:

1.2.2.6 Imunisasi MMR (Measles, Mumps, Rubella)

Merupakan imunisasi yang digunakan dalam


memberikan/mencegah terjadinya penyakit campak
(measles), gondong, parotis epidemika (mumps), dan
rubella (campak Jerman). Dalam imunisasi MMR ini
antigen yang dipakai adalah virus campak strain Edmonson
yang dilemahkan, virus Rubella strain RA 27/3, dan virus
gondong. Vaksin ini tidak dianjurkan pada bayi usia
dibawah 1 tahun karena dikhawatirkan terjadi interferensi
dengan antibody maternal yang masih ada. Khusus pada
daerah endemic sebaiknya diberikan imunisasi campak
yang monovalen dahulu pada usia 4 6 bulan atau 9 11
bulan dan booster dapat dilakukan MMR pada usia 15 18
bulan.

1.2.2.7 Imunisasi Thypus Abdominalis

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah


terjadinya penyakit thypus abdominalis, dalam
persediaannya, khususnya di Indonesia terdapat 3 jenis
vaksin thypus abdominalis diantaranya kuman yang
dimatikan, kuman yang dilemahkan (vivotif, berna), dan
antigen kapsular Vi Polysaccharide (Typhimvi, Pasteur
meriux). Pada vaksin kuman yang dimatikan, dapat
diberikan untuk bayi 6 12 bulan adalah 0,1 mL, 1 2
tahun 0,2 mL, dan 2 12 tahun adalah 0,5 mL, pada
imunisasi awal dapat diberikan sebanyak 2 kali dengan
interval 4 minggu kemudian penguat setelah 1 tahun
kemudian. Pada vaksin kuman yang dilemahkan dapat
diberikan dalam bentuk capsul enteric coated sebelum
makan pada hari 1, 2, 5, pada anak diatas usia 6 tahun dan
pada antigen kapsular diberikan pada usia diatas 2 tahun
dan dapat diulang tiap 3 tahun.

1.2.2.8 Imunisasi Varicella

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah


terjadinya penyakit varicella (cacar air). Vaksin varicella
merupakan virus hidup varicella zoster strain OK yang
dilemahkan. Pemberian vaksin varicella dapat diberikan
suntikan tunggal pada usia 12 tahun di daerah tropic dan
bila diatas usia 13 tahun dapat diberikan 2 kali suntikan
dengan interval 4 8 minggu.
1.2.2.8 Imunisasi Hepatitis A

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah


terjadinya hepatitis A. Pemberian imunisasi ini dapat
diberikan pada usia diatas 2 tahun. Untuk imunisasi awal
dengan menggunakan vaksin Havrix (isinya virus hepatitis
A strain HM 175 yang inactivated) dengan 2 suntikan
dengan interval 4 minggu dan booster pada 6 bulan
kemudian dan apabila menggunakan vaksin MSD dapat
dilakukan 3 kali suntikan pada usia 0, 6, dan 12 bulan.

1.2.2.9 Imunisasi HiB (Haemophilus influenza tipe B)

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah


terjadinya penyakit influenza tipe B. Vaksin ini adalah
bentuk polisakarida murbi (PRP: Purified Capsular
Polysacharide) kuman H. Influenza tipe B antigen dalam
vaksin tersebut dapat dikonjugasi dengan protein protein
lain seperti Toxoid tetanus (PRP T), Toxoid diphteri
(PRP D atau PRP CR 50), atau dengan kuman
monongokokus. Pada pemberian imunisasi awal dengan
PRP T dilakukan dengan 3 suntikan dengan interval 2
bulan kemudian vaksin PRP OMPC dilakukan dengan 2
suntikan dengan interval 2 bulan, kemudian boosternya
dapat diberkan pada usia 18 bulan.

1.3 Cara Dan Waktu Pemberiaan Imunisasi

Berikut ini adalah cara pemberiaan dan waktu yang tepat untuk
pemberian imunisasi. Cara Pemberiaan Imunisasi Dasar. (Petunjuk
Pelaksanaan Program Imunisasi di Indonesia, DepKes 2000, hlm. 40)

Vaksin Dosis Cara Pemberian

Intrakutan tepat di insersio muskulus


BCG 0,05 cc
deltoideus kanan.

DPT 0,5 cc Intramuskular.

Polio 2 tetes Di teteskan ke mulut.


Campak 0,5 cc Subkutan, biasanya di lengan kiri atas.

Intrmuskular pada paha bagian luar


Hepatitis B 0,5 cc
(anterolateral paha).

Intramuscular dalam biasa di muskulus


TT 0,5 cc
deltoideus.

Waktu Yang Tepat Untuk Pemberiaan Imunisasi Dasar (Petunjuk


Pelaksanaan Program Imunisasi di Indonesia, Depkes 2000).

Selang
Pemberian Umur
Vaksin Waktu Keterangan
Imunisasi Pemberiaan
Pemberiaan

BCG 1 kali 0-11 bulan

DPT 3 kali 4 minggu 2-11 bulan

Polio 4 kali 4 minggu 0-11 bulan

Campak 1 kali 4 minggu 9-11 bulan

Untuk bayi
yang lahir di
RS/puskesmas,
Hepatitis
3 kali 4 minggu 0-11 bulan hep. B, BCG,
B
dan polio dapat
diberikan
segera.

1.3 Rantai Dingin (Cold Chain)

Merupakan cara menjaga agar vaksin dapat digunakan dalam keadaan


baik, atau tidak rusak sehingga mempunyai kemampuan atau efek
kekebalan pada penerimanya, akan tetapi apabila vaksin diluar
temperature yang dianjurkan maka akan mengurangi potensi
kekebalannya.
Dibawah ini potensi vaksin dalam temperature :

Vaksin 2 8oC 35 37o C

DT 3 7 tahun 6 minggu

Dibawah 50% dalam 1


Pertusis 18 24 bulan
minggu

BCG
1 tahun Dibawah 20% dalam 3
- Kristal
Dipakai dalam 1 kali kerja 14 hari
- Cair
Dipakai dalam 1 kali kerja

Campak

- Kristal 2 tahun 1 minggu

- Cair Dipakai dalam 1 kali kerja Dipakai dalam 1 kali kerja

Polio 6 12 bulan 1 3 hari

1.5 Hal hal yang di perhatikan sebelum pemberian imunisasi

Apapun imunisasi yang diberikan, ada beberapa hal penting yang harus
diperhatikan perawat, orang tua anak harus ditanyakan aspek berikut.

1.5.1 Status kesehatan anak saat ini, apakah dalam kondisi sehat atau
sakit.

1.5.2 Pengalaman/reaksi terhadap imunisasi yang pernah didapat


sebelumnya.

1.5.3 Penyakit yang dialami di masa lalu dan sekarang.

1.5.4 Orang tua harus mengerti tentang hal-hal yang berkaitan dengan
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) terlebih
dahulu sebelum menerima imunisasi (informed consent). Pengertian
mencakup jenis imunisasi, alasan diimunisasi, manfaat imunisasi,
dan efek sampingnya.

1.5.5 Catatan imunisasi yang lalu (apabila sudah pernah mendapat


imunisasi sebelumnya), pentingnya menjaga kesehatan melalui
tindakan imunisasi.

1.5.6 Pendidikan kesehatan untuk orang tua. Pemberian imunisasi pada


anak harus didasari pada adanya pemahaman yang baik dari orang
tua tentang imunisasi sebagai upaya pencegahan penyakit. Perawat
harus memberikan pendidikan kesehatan ini sebelum imunisasi
diberikan pada anak. Gali pemahaman orang tua tentang imunisasi
anak. Gunakan pertanyaan terbuka untuk mendapatkan informasi
seluas luasnya tentang pemahaman orang tua berkaitan dengan
pemeliharaan kesehatan anak melalui pencegahan penyakit dengan
imunisasi supaya dapat memberikan pemahaman yang tepat. Pada
akhirnya diharapkan adanya kesadaran orang tua untuk memelihara
kesehatan anak sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan anak.

1.6 Kontraindikasi pemberiaan imunisasi

Ada beberapa kondisi yang menjadi pertimbangan untuk tidak


memberikan imunisasi pada anak, yaitu:

Flu berat atau panas tinggi dengan penyebab yang serius

1.6.1 Perubahan pada system imun yang tidak dapat memberi vaksin
virus hidup.
1.6.2 Sedang dalam pemberian obat-obat yang menekan system imun,
seperti sitostatika, transfusi darah, dan imonoglobulin
1.6.3 Riwayat alergi terhadap alergi terhadap pemberian vaksin
sebelumnya seperti pertusis.

II. Rencana Asuhan Keperawatan


2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah anak pernah mengalami sakit sebelumnya.
Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang bersifat
menular dan menurun.
2.1.2 Pemeriksaan fisik : Data Fokus
2.1.2.1 Subjektif
a. Orang tua mengungkapkan keinginan untuk
meningkatkan perilaku mencegah penyakit infeksi.
b. Orang tua mengekspresikan keinginan untuk
meningkatkan pengetahuan mengenai standar imunisasi
c. Mengungkapkan kebigungan dan kekhawatiran ketika
anak tiba-tiba mengalami hipertermi, demam, rewel.
2.1.2.2 Objektif
a. Anak gelisah
b. Pernafasan cepat dan nadi meningkat
c. Orang tua memperlihatkan perubahan psikologi
(tampak bingung, cemas)

2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : Defisiensi pengetahuan keluarga (ibu) mengenai jadwal
imunisasi, jenis imunisasi efek samping imunisasi berhubungan dengan
kurang terpajannya informasi.
2.2.1 Definisi : Ketidaktahuan atau defisiensi informasi kognitif yang
berkaitan dengan topik tertentu
2.2.2 Batasan karakteristik
2.2.2.1 Perilaku hiperbola
2.2.2.2 Ketidakakurata mengikut perintah
2.2.2.3 Ketidakakuratan melakukan tes
2.2.2.4 Perilaku tidak tepat
2.2.2.5 Pengungkapan masalah
2.2.3 Faktor yang berhubungan
2.2.3.1 Keterbatasan kognitif
2.2.3.2 Salah interpretasi informasi
2.2.3.3 Kurang pajanan
2.2.3.4 Kurang minat beajar
2.2.3.5 Kurang dapat mengingat
2.2.3.6 Tidak familiar dengan sumber informasi
Diagnosa 2 : Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
2.2.4 Definisi : Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
2.2.5 Batasan karakteristik
2.2.5.1 Konvulsi
2.2.5.2 Kulit kemerahan
2.2.5.3 Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
2.2.5.4 Kejang
2.2.5.5 Takikardi
2.2.5.6 Takipnea
2.2.5.7 Kulit terasa hangat
2.2.6 Faktor yang berhubungan
2.2.6.1 Anastesia
2.2.6.2 Penurunan respirasi
2.2.6.3 Dehidrasi
2.2.6.4 Pemajanan lingkungan yang panas
2.2.6.5 Penyakit
2.2.6.6 Pemakaian pakaian yang tidak sesuai dengan suhu
lingkungan
2.2.6.7 Peningkatan metabolisme
2.2.6.8 Medikasi
2.2.6.9 Trauma
2.2.6.10 Aktivitas berlebihan

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : Defisiensi pengetahuan keluarga (ibu) mengenai jadwal
imunisasi, jenis imunisasi efek samping imunisasi berhubungan dengan
kurang terpajannya informasi
2.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil :
Tujuan : Knowledge/disease process, health behavior
Kriteria hasil :
2.3.1.1 Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang
penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
2.3.1.2 Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
2.3.1.3 Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya.
2.3.2 Intervensi keperawatan :
Teaching : disease process
2.3.2.1 Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan keluarga
tentang imunisasi
2.3.2.2 Jelaskan tentang efeksamping imunisasi dan gejala yang
muncul
2.3.2.3 Gambarkan proses imunisasi dengan cara yang tepat
2.3.2.4 Identifikasi kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat
2.3.2.5 Sediakan informasi pada keluarga dan orang tua dengan
cara yang tepat
2.3.2.6 Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

Diagnosa 2 : Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi


2.3.3 Tujuan : Termoregulation
Kriteria hasil : TTV normal, tidak ada perubahan warna kulit dan
tidak ada pusing
2.3.4 Intervensi Keperawatan
2.3.4.1 Monitor suhu tubuh sesering mungkin
2.3.4.2 Monitor warna dan suhu kulit
2.3.4.3 Monitor vital sign
2.3.4.4 Kompres pasien dilipatan paha dan aksila
2.3.4.5 Tingkatkan sirkulasi udara
2.3.4.6 Kolaborasi pemberian anti piretik
2.3.4.7 Kolaborasi pemberian cairan intravena
2.3.4.8 Monitor frekuensi dan irama nadi
III. DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, H. A & Kusuma, H. (2015). APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN
BERDASARKAN DIAGNOSA MEDIS & NANDA. Edisi Revisi. Jilid 1.
Jogjakarta : Mediaction
Ranuh. (2005). Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta : EGC.
Yupi. S. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.

Banjamasin, Juli 2017

Preseptor akademik, Preseptor klinik,

( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai