Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS

GRAVIDA 2 PARA 1 ABORTUS 0 USIA 32 TAHUN HAMIL 7 MINGGU 4


HARI SUSP KET

Pembimbing :
dr. Marta Isyana Dewi, Sp.OG

Oleh :
Gilang Rara Amrullah (G4A015213)
Gilang Ridha F. (G4A015214)
Fickry Adiansyah (G4A015215)

SMF ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2016

1
PRESENTASI KASUS

GRAVIDA 2 PARA 1 ABORTUS 0 USIA 32 TAHUN HAMIL 7 MINGGU 4


HARI SUSP KET

Oleh :
Gilang Rara Amrullah (G4A015213)
Gilang Ridha F. (G4A015214)
Fickry Adiansyah (G4A015215)

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan
Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR.Margono Soekarjo
Disetujui dan dipresentasikan
Pada tanggal September 2016

Pembimbing

dr. Martha Isyana Dewi, Sp.OG

PRAKATA

2
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan laporan presentasi kasus ini.
Presentasi kasus yang berjudul Gravida 2 Para 1 Abortus 0 Usia 32 Tahun
Hamil 7 Minggu 4 hari dengan Susp Ket ini merupakan salah satu syarat yang
disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagi CoAss Universitas
Jenderal Soedirman yang sedang menjalani program kepaniteraan klinik di SMF
Ilmu Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Margono
Soekarjo.
Pada kesempatan ini, penulis berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dr. Martha Isyana Dewi, Sp.OG selaku pembimbing kami yang telah banyak
memberikan arahan dan masukan yang berarti, serta terima kasih bagi teman-
teman atas kerjasama yang baik.

Kami menyadari bahwa presentasi kasus ini masih jauh dari sempurna dan
memiliki banyak keterbatasan. Oleh sebab itu, penulis menerima dengan senang
hati segala kritik dan saran yang membangun demi kebaikan penulis. Akhir kata
semoga pembahasan kasus ini dapat berguna bagi penulis maupun pembaca
sekalian.

Purwokerto, September 2016

Penyusun

BAB I

3
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kehamilan ektopik Terganggu (KET) merupakan kehamilan yang
terjadi diluar endometrium. Keadaan ini merupakan salah satu masalah di
bidang ginekologi yang dapat menyebabkan mortalitas pada maternal.
Kehamilan ektopik sering disertai dengan gejala akut abdomen, keluhan haid
tidak teratur dan perdarahan pervaginam. Kehamilan ektopik merupakan
kondisi kondisi yang gawat dan perlu penanganan yang tepat.
Menurut American College of Obstericians and Gynecologists (2008),
2% dari seluruh kehamilan di trimester pertama di Amerika Serikat adalah
kehamilan ektopik. Jumlah ini berkontribusi sekitar 6% pada semua kematian
terkait kehamilan. Riset World Health Organization (WHO) 2007
menunjukkan bahwa, KET merupakan penyebab satu dari 200 (5-6%)
mortalitas maternal di negara maju.Dengan 60.000 kasus setiap tahun atau
3% dari populasi masyarakat, angka kejadian KET di Indonesia diperkirakan
tidak jauh berbeda dengan negara maju, menurut WHO (Cunningham,
2014).
Diagnosis yang tepat dan cepat merupakan hal yang sangat penting
karena dapat menurunkan angka kematian ibu dan mempertahankan kualitas
reproduksinya. Diagnosis kehamilan ektopik secara umum ditegakkan
berdasarkan beberapa faktor yaitu: Deteksi dini kelompok resiko tinggi.,
riwayat obstetrik dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium (tes
kehamilan), USG dan laparoskopi (Cunningham, 2014).

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang KET (Kehamilan Ektopik Terganggu)
2. Tujuan Khusus
Mengetahui sebab-sebab terjadinya KET (Kehamilan Ektopik Terganggu)

4
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. A
Umur : 32 tahun

5
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan Terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Alamat : Winduaji RT/RW11/02 Paguyangan
Nama Suami : Tn. G
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pendidikan Terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : Menikah
Alamat : Winduaji RT/RW11/02 Paguyangan
Tanggal masuk RSMS : 8 Agustus 2016 (23.43)
Tanggal periksa : 8 Agustus 2016

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri perut
2. Keluhan Tambahan
Flek perdarahan dari jalan lahir (+), pusing(-), flatus (-)3 hari yll, BAB(-),
demam (-), mual (-), muntah (-).

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien seorang ibu hamil datang ke VK IGD Rumah Sakit Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto diantar keluarganya, Pasien merasakan
nyeri perut bawah sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dirasakan hilang timbul,
disertai perdarahan dari jalan lahir. Perdarahan tampak berwarna merah
kehitaman, keluar banyak. Pasein tidak mengeluhkan demam, mual,
muntah. Sebelumnya pasien di rawat di RS Siti Aminah dengan diagnosis
sups ileus, Jam 12.00 Kemudian pasien dirujuk ke RS Ajibarang dengan
diagnosis KET. Lalu Pasien dirujuk ke RSMS dengan diagnosis suspek
KET. Dari hasil pemeriksaan USG di RSMS didapatkan hasil : kehamilan
ektopik terganggu.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

6
a. Riwayat hipertensi sebelum hamil : disangkal
b. Riwayat asma : disangkal
c. Riwayat alergi : disangkal
d. Riwayat kejang : disangkal
e. Riwayat kencing manis : disangkal
f. Riwayat penyakit jantung : disangkal
g. Riwayat penyakit paru : disangkal
h. Riwayat penyakit ginjal : disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat asma : disangkal
c. Riwayat kencing manis : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal
e. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
f. Riwayat penyakit kandungan : disangkal

6. Riwayat Menstruasi
a. Menarche : 12 tahun
b. Lama haid : 7 hari
c. Siklus haid : teratur/28 hari
d. Dismenorrhoe : tidak ada
e. Jumlah darah haid : normal (sehari ganti pembalut 2 kali)

7. Riwayat Menikah
Pasien menikah sebanyak satu kali, pernikahan selama 2 tahun.
8. Riwayat Obstetri
G2P1A0
I : laki-laki/usia1tahun/Spt/bidan/2,9kg
II : Hamil ini
HPHT : 26-06-2016
HPL : 02-04-2017
UK : 7 minggu 4 hari
9. Riwayat ANC
Pasien 1 kali kontrol kehamilan ke bidan sesuai waktu yang dijadwalkan.
10. Riwayat KB
Pasien mengaku pernah menggunakan KB suntik.

7
11. Riwayat Ginekologi
a. Riwayat Operasi : tidak ada
b. Riwayat Kuret : tidak ada
c. Riwayat Keputihan : tidak ada
12. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal bersama suaminya
yang bekerja sebagai pedagang. Kebutuhan hidup sehari-hari diakui
tercukupi oleh penghasilan suami. Pasien berobat ke Rumah Sakit
Margono Soekarjo dengan menggunakan BPJS KELAS III

C. PEMERIKSAAN FISIK 08/08/2016


Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : GCS E4M6V5
Vital Sign : TD : 110/60 mmHg
N : 100 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 37 0C
Status Gizi : BB: 53 kg, TB: 150

1. Status Generalis
a. Pemeriksaan kepala
Bentuk kepala : mesocephal, simetris
Mata : simetris, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks
pupil +/+ normal, isokor, diameter 3/3 mm, edema palpebra -/-
Telinga : discharge (-/-)
Hidung : discharge (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-/-)
b. Pemeriksaan leher
Trakea : deviasi (-)
Gld Tiroid : dbn
Limfonodi Colli : dbn
c. Pemeriksaan Toraks
1) Paru
Inspeksi : dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi
intercostal (-), pulsasi epigastrium (-), pulsasi
parasternal (-)
Palpasi : Vokal fremitus paru kanan = paru kiri, ketinggalan
gerak (-)
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : SD vesikuler, RBH (+/+), RBK (-/-), Wh (-/-)
2) Jantung

8
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis pada dinding dada
sebelah kiri atas.
Palpasi : Teraba ictus cordis tampak SIC V 2 jari medial
LMCS, ictus cordis kuat angkat (-)
Perkusi : Batas jantung kanan atas SIC II LPSD
Batas jantung kiri atas SIC II LPSS
Batas jantung kanan bawah SIC IV LPSD
Batas jantung kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCS
Auskultasi : S1>S2, regular, murmur (-), gallop (-)

d. Pemeriksaan Abdomen
Inspkesi : cembung gravid
Auskultasi : bising usus (+) N
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan perut sebelah kiri (+)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
e. Pemeriksaan ekstermitas
Superior : edema (-/-), jari tabuh (-/-), pucat (-/-), sianosis (-/-)
Inferior : edema (-/-), jari tabuh (-/-), pucat (-/-), sianosis (-/-)
2. Status Lokalis
Abdomen
Inspeksi : datar gravid
Auskultasi : BU (+) Normal
DJJ :-
Palpasi : TFU : - cm
LI :-
LII :-
LIII : -
LIV : -
His :-
Bischop Score : -
Perkusi : Pekak uterus
3. Status Genitalia
Status Genitalia Eksterna

Mons pubis : Distribusi rambut pubis tidak merata


Labia mayora : Massa (-), hiperemis (-)

9
Labia minora : Massa (-), hiperemis (-)
Introitus vagina : Fluksus (-), fluor albus (-), massa (-),hiperemis (-),
pembesaran kelenjar bartholini (-), perdarahan pervaginam (-)
Orifisium uretra eksterna: Dalam batas normal
Vaginal toucher :
a. Fluor albus : tidak ada
b. Perdarahan pervaginam : flek
c. Vagina : Dinding licin, Konsistensi kenyal, Massa (-)
a. Permukaan portio : licin
b. Konsistensi portio : lunak,
c. Ukuran portio : sebesar ibu jari tangan orang dewasa
d. Nyeri goyang postio : positif
e. OUE : terbuka kurang lebih 1 cm
f. Adneksa : Normal
g. Kavum Douglas : tidak ada penonjolan
D. Pemeriksaan USG
Janin tunggal hidup diluar uterin
E. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Darah Lengkap, Hitung Jenis, Uji Koagulasi, Kimia klinik,
Urin lengkap
Tabel 1. Pemeriksaan Laboratorium 8/8/2016

PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL


Darah Lengkap
Hemoglobin 8.9 12 - 16 g/dl
Leukosit 18010 4800 - 10.800/l
Hematokrit 25 35 - 47 %
Eritrosit 3,0 3,8 5,2/ l
Trombosit 276.000 150.000 450.000
MCV 84,8 79,0 99,0 fL
MCH 30,0 27,0 31,0 pg
MCHC 35,3 33,0 37,0 %
Hitung Jenis
Basofil 0,1 01%
Eosinofil 0,0 24%
Batang 0,2 35%
Segmen 82,0 50 70 %
Limfosit 10,8 25 40 %
Monosit 6,9 28%
Uji Koagulasi
PT 10,2 9,3 11,4 detik
APTT 28,1 29 40 detik
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu - <= 200 mg/dL

10
SGOT - 15 37 U/L
SGPT - 30 65 U/L
Ureum Darah - 100 190 U/L
Kreatinin Darah - 14,98 38,52 mg/dL
Urin Lengkap
Fisis
Warna Kuning Kuning muda-kuning
tua
Kejernihan Jernih Jernih
Bau Khas Khas
Kimia
Berat Jenis - 1,010-1,030
pH - 4,6-7,8
Leukosit Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Protein Negatif Negatif
Glukosa Normal Normal
Keton Negatif Negatif
Urobilinogen Normal Normal
Bilirubin Negatif Negatif
Eritrosit 10 Negatif
Sedimen
Eritrosit - Negatif
Leukosit - Negatif
Epitel - Negatif
Silinder Hialin Negatif Negatif
Silinder Lilin Negatif Negatif
Silinder Eritrosit Negatif Negatif

F. Diagnosa di IGD
Gravida 2 Para 1 Abortus 0 Usia 32 Tahun Hamil 7 Minggu 4 hari dengan
Susp Ket
G. Tindakan Dan Terapi
a. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) pasien mengenai penyakitnya
dan rencana terapi atau tindakan yang akan diberikan.
b. Monitoring keadaan umum, tanda vital ibu, DJJ
c. Cek lab PK dan lab rutin
d. Konsul anestesi
e. Pro Laparotomi Cito
f. Terapi :
i. Infus D5 20 tpm
ii. Inj Ceftriaxon 2x1 gr

iii. Inj Ranitidine 2x1 amp

11
iv. Inj Ketorolac 3x30 mg

v. Inj Kalnex 3x1 gr

H. Follow Up
Tabel 2. Catatan Perkembangan Pasien di IGD
Tanggal Tanda His Keadaan umum dll
Jam DJJ
Vital
08-08-16 TD: - KU : lemah
13.00 90/60 -
N 105
RR : 22
S 36,5
14.20 TD: - Lapor dr.Widodo, Intruksi akan periksa
90/60
USG.
N 105
Telfon Labprat, hasil belum jadi
RR : 22
S 36,5
14.40 TD: - dr. Widodo periksa USG, hasil KET.
90/60
Intruksi Laparotomi CITO, rawat HCU.
N 86
dr. Widodo Lapor dr. Daliman Sp.OG,
RR : 22
S 36,5 intruksi, usaha darah PRC 2, WB 2.
Informed concent Laparotomi KET (+)
Inj.Cefriaxone 2gr (+) diberi jam 14.50
Persiapan op (+)
15.00 TD: - KU baik
110/70 Acc anestesi dr. Rudi Sp.An
N 82
RR : 20
S 36,0
17.30 TD: - KU baik
100/70 Pasien dikirim ke OK IGD
N 86
RR : 21
S 36,1
18.45 TD: - KU baik
100/70 OP selesai
N 90
RR : 20
S 36,0
21.15 TD: - KU baik
100/70
N 86
RR : 20

12
S 36,5
09-08-16 TD: - KU baik
04.00 110/80
N 92
RR : 21
S 36,5
05.30 TD: - KU baik
110/70
N 90
RR : 21
S 36,5
08.30 TD: - KU baik
110/70 Lapor dr. Daliman intruksi,
N 82 Cek HB ulang
RR : 20 Rawat teratai
S 36,5 Jika Hb >7 transfusi 1 kolf saja
15.00 TD: - KU baik
110/70 Tranfusi darah 1 kolf (+)
N 82
RR : 20
S 36,5

Tabel 3. Catatan Perkembangan Pasien post OP di Bangsal Teratai


Tanggal S O A P
09/08/16 Nyeri bekas KU/ Kes: Baik/compos Para 1 Abortus 1 -Inf. RL
13.00 operasi, mentis -Klindamisin 2x1
Usia 32 Tahun
bak+ TD: 110/70 mmHg -Asam mefenamat
N: 82 x/mnt post laparotomi 2x1
RR: 22 x/mnt -Adfer 2x1
explorasi a.i KET
S: 36 C -inj cefriaxon 1x2
Status Generalis gr
Mata: CA (-/-) SI (-/-) -inj Kalnex 3x1mg
Thoraks: -inj ranitidin
P/ SD ves +/+, ST -/- 2x1amp
C/ S1>S2, reg, ST - -Diet TKTP
Status Lok. Abd. -Mobilisasi aktif
I: datar
A : BU (+) normal
Per: timpani
Pal: NT , TFU 2 jari
dibawah pusar
Status GE:
Lochea rubra (+), FA
(-)
Lab
Hb : 7.5 g/dL
Leu : 10620 U/L

13
Trombo : 212.000 /Ul

10/08/16 Nyeri, KU/ Kes: Baik/compos Para 1 Abortus 1 -Inf. RL


08.15 bak+, flatus mentis -Klindamisin 2x1
Usia 32 Tahun
+ TD: 110/70 mmHg -Asam mefenamat
N: 82 x/mnt post laparotomi 2x1
RR: 20 x/mnt -Adfer 2x1
explorasi a.i KET
S: 36,5 C -inj cefriaxon 1x2
Status Generalis gr
Mata: CA (-/-) SI (-/-) -inj Kalnex 3x1mg
Thoraks: -inj ranitidin
P/ SD ves +/+, ST -/- 2x1amp
C/ S1>S2, reg, ST - -Diet TKTP
Status Lok. Abd. -Mobilisasi aktif
I: datar
A : BU (+) normal
Per: timpani
Pal: NT TFU 2 jr
bawah pusat
Status GE:
Lochea rubra (+), FA
(-)
Lab
Hb :7.5 g/dL
Leu : 10620 U/L
Trombo : 212.000 /Ul

I. Diagnosis Akhir
Para 1 Abortus 1 Usia 32 Tahun post laparotomi explorasi salfingektomi
dextra a.i KET

14
BAB III

DISKUSI MASALAH

Diagnosis awal kasus saat di VK IGD adalah Gravida 2 Para 1 Abortus 0 Usia 32
Tahun Hamil 7 Minggu 4 hari dengan Susp Ket. Adapun masalah yang perlu
dibahas terkait dengan kasus tersebut adalah :

a. Riwayat obstetri
Pasien Ny. A memiliki riwayat obstetri G2P1A0, gravida 2 paritas 1
abortus 0. Jadi dapat diriwayatkan bahwa ini adalah kehamilan kedua pasien
dan pasien memiliki riwayat melahirakan 1 kali dan tidak memiliki riwayat
abortus sebelumnya.

15
BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Kehamilan ektopik adalah keadaan kehamilan dimana sel telur yang
dibuahi oleh spermatozoa berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium
kavum uterus. Sedangkan Kehamilan Ektopik Terganggu ialah kehamilan
ektopik yang mengalami abortus atau ruptur apabila masa kehamilan
berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi.
2. Epidemiologi
Di negara maju, sekitar 1-2 % dari kasus kehamilan yang dilaporkan
merupakan kehamilan ektopik (sebanding dengan insiden kehamilan kembar).
Insiden kehamilan ektopik dianggap lebih tinggi pada negara berkembang,
tetapi jumlahnya pasti belum diketahui. Meskipun di negara maju angka
kejadian kehamilan ektopik relative tetap dalam beberapa tahun terakhir, antara
tahun 1972-1992 diperkirakan terdapat kenaikan 6 kali kejadian kehamilan
ektopik. Peningkatan ini lebih disebabkan oleh tiga faktor: Peningkatan faktor
resiko seperti penyakit radang panggul dan merokok pada wanita usia
produktif, peningkatan penggunaan ART peningkatan kesadaran mengenai
kehamilan ektopik (Bakken, 2006; Cunningham, 2014).
Di inggris, kehamilan ektopik menjadi penyebab utama kematian terkait
kehamilan pada trimester pertama kematian ( 0,35/1000 kehamilan ektopik).
Namun di negara berkembang diperkirakan sekitar 10 % dari wanita yang
memeriksakan diri ke rumah sakit dengan diagnosis kehamilan ektopik
berakhir pada kematian. Kehamilan ektopik merupakan penyebab penting
dalam Morbiditas maternal, menyebabkan gejala akut seperti nyeri panggul dan
pendarahan vagina dan permasalahan kehamilan jangka panjang seperti
infertilitas (Bakken, 2006 ; Cunningham, 2014).
Di Indonesia, berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik Kesehatan
diketahui bahwa pada tahun 2007 terdapat 20 kasus setiap 1.000 kehamilan
menderita kehamilan ektopik atau 0,02%. (BPS Kesehatan, 2007). Di Rumah

16
Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2007 terdapat 153 kehamilan
ektopik diantara 4007 persalinan, atau 1 diantara 26 persalinan.
3. Etiologi dan Faktor Resiko
Etiologi kehamilan ektopik belum dapat diketahui penyebabnya.
Normalnya, sel telur dibuahi di tuba fallopii dan berjalan kedalam tuba
ketempat implantasi. diperkirakan implantasi tuba terjadi sebagai akibat dari
kombinasi penangkapan embrio di tuba fallopi dan perubahan lingkungan
mikro di tuba yang memungkinkan awal implantasi terjadi. Peradangan pada
tuba, yang dihasilkan dari Infeksi atau merokok, dapat mengganggu
transportasi embryo-tubal dengan mengganggu kontraktilitas otot polos dan
aktivitas siliar dan dapat juga mengaktifkan sinyal pro-implantasi
(Cunningham, 2014).
Mekanisme apapun yang mengganggu fungsi normal dari tuba fallopii
selama proses ini meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik. Terdapat
beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik
yang dibagi menjadi 3, yaitu (Wiknjosastro, 2011):
a. Faktor resiko tinggi
i. Rekonstruksi tuba
ii. Sterilisasi tuba
iii. Riwayat kehailan ektopik sebelumnya
iv. Paparan dietilstilbestrol (DES) intrauterin
v. Penggunaan IUD
vi. Patologi tuba
b. Faktor resiko sedang
i. Infertil
ii. Riwayat infeksi genital
iii. Multiple partner
c. Faktor resiko ringan
i. Riwayat operasi pelvik dan abdominal
ii. Merokok
iii. Douching
iv. Koitus sebelum usia 18 tahun

17
Selain itu, terdapat faktor-faktor pada tuba yang dapat mendukung
terjadinya kehamilan ektopik (Attar dan Erkut, 2004):
a. Faktor dalam lumen tuba :
i. Endosalpingitis dapat menyebabkan perlengketan endosalping,
sehingga lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu;
ii. Lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk yang dapat terjadi pada
hipoplasia uteri. Hal ini dapat disertai kelainan fungsi silia
endosalping;
iii. Lumen tuba sempit yang diakibatkan oleh operasi plastik tuba dan
sterilisasi
b. Faktor pada dinding tuba :
i. Endometriosis tuba, dapat memudahkan implantasi telur yang
dibuahi dalam tuba;
ii. Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat
menahan telur yang dibuahi ditempat tersebut.
c. Faktor diluar dinding tuba :
i. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat
menghambat perjalanan telur;
ii. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen
tuba.
d. Faktor lain :
i. Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovum kanan ke tuba kiri
atau sebaliknya, dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi
ke uterus. Pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan
implantasi premature;
ii. Fertilisasi in vitro.
4. Patomekanisme
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya
sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner
atau interkolumner. Implantasi secara kolumner yaitu telur berimplantasi pada
ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi
oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian
diresorpsi. Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara dua jonjot

18
endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen
tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan
pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna,
dengan mudah vili korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan
otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah (Prawirohardjo S.,
2005).
Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti
tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang
terjadi oleh invasi trofoblas. Di bawah pengaruh hormon estrogen dan
progesteron dari korpus luteum graviditas dan trofoblas, uterus menjadi besar
dan lembek. Endometrium dapat pula berubah menjadi desidua. Setelah janin
mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian dikeluarkan
berkeping-keping atau dilepaskan secara utuh. Perdarahan pervaginam yang
dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan disebabkan
oleh pelepasan desidua yang degeneratif. Tuba bukanlah tempat untuk
pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga tidak mungkin janin tumbuh secara utuh
seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur
kehamilan antara 6 sampai 10 minggu (Prawirohardjo S., 2005).
Terdapat beberapa kemungkinan mengenai nasib kehamilan dalam tuba
yaitu 1 : 1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi Pada implantasi secara
kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi kurang dan
dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak
mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari. Abortus ke
dalam lumen tuba Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-
pembuluh darah oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi
dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan
robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau
seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya dikeluarkan
dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba
abdominale. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar
dan kebiru-biruan (Hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir ke rongga
perut melalui ostium tuba, berkumpul di kavum douglas dan akan membentuk
hematokel retrouterina. Ruptur dinding tuba atau ruptur tuba sering terjadi bila

19
ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda
(Prawirohardjo S., 2005).
Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis terjadi pada kehamilan yang
lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan villi
koriales ke dalam lapisan muskularis tuba lalu ke peritoneum. Ruptur dapat
terjadi secara spontan atau karena trauma ringan. Darah dapat mengalir ke
dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale. Bila ostium tuba
tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba yang telah
menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-
kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk hematoma
intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum tersebut. Jika janin hidup, dapat
terjadi kehamilan intraligamenter (Cunningham, 2014).
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi
bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan
dari tuba. Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan kerusakan yang
diderita. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi seluruhnya, dan bila
besar dapat diubah menjadi litopedion. Janin yang dikeluarkan dari tuba
dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta masih
utuh kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut, sehingga terjadi
kehamilan ektopik lanjut atau kehamilan abdominal sekunder. Untuk
mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan
implantasinya ke jaringan sekitarnya misalnya ke sebagian uterus, ligamentum
latum, dasar panggul dan usus (Cunningham, 2014).
5. Penegakan Diagnosis
Pada kasus kehamilan ektopik, diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Dari hasil anamnesis, biasanya
pasien mengeluhkan nyeri pada perut dibagian bawah, terkadang nyeri bisa
satu sisi saja atau bisa juga nyeri diseluruh lapang abdomen. Nyeri juga bisa
dirasakan pada bagian bahu dan perut bagian atas, terutama pada kehamilan
intraabdominal yang telah mengiritasi diafragma. Berat atau ringannya nyeri
tergantung jumlah darah yang terkumpul. Selain itu terdapat keluhan terlambat
haid yang disebabkan karena kesalahan pada pasien yang menilai perdarahan
pervaginam pada hari-hari biasa. Keluhan lain biasanya terdapat perdarahan

20
pervaginam setelah nyeri bagian perut. Kadang terdapat gejala subjektif
kehamilan muda (Cunningham et. all., 2012).
Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan pasien tampak nyeri kesakitan,
terkadang tampak pucat dan anemis. Selain itu didapatkan hipotensi, takikardi,
akral dingin. Hal ini disebabkan karena terjadi syok hipovolemik pada pasien
kehamilan ektopik akibat perdarahan pervaginam yang terjadi. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan dibagian bawah, tenesmus.
Biasanya didapatkan perubahan uterus yang terdorong ke satu sisi akibat massa
kehamilan. Pada pemeriksaan ginekologi, didapatkan hasil portio teraba lunak,
nyeri saat portio digerakkan atau diputar (slinger pain). Pada adneksa
didapatkan adanya massa dengan konsistensi lunak hingga keras dan nyeri
tekan. Sedangkan pada kavum douglas teraba menonjol akibat terisi cairan
(Cunningham et. all., 2012).
Pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk kasus kehamilan
ektopik, pertama dilakukan pemeriksaan laboratorium, biasanya didapatkan
hasil penurunan Hb dan Ht akibat perdarahan yang terjadi, terkadang leukosit
normal kecuali jika disertai dengan infeksi yang mungkin terjadi akibat
kehamilan ektopik. Selain itu dilakukan pemeriksaan tes kehamilan (-hCG)
untuk memastikan terjadinya kehamilan pada pasien. Pada saat ini pemeriksaan
kuldosintesis jarang digunakan karena dapat menyebabkan perforasi pada
caecum dan menimbulkan komplikasi sepsis. Pemeriksaan USG transvaginal
saat ini sering digunakan untuk memastikan apakah terdapat kantong gestasi,
massa adneksa dan mendeteksi adanya cairan di kavum douglas. Kriteria
diagnosis menggunakan USG transvaginal yaitu adanya komplek atau massa
kistik adneksa atau terlihatnya embrio di adneksa, dan/atau tidak adanya
kantong gestasi dimana diketahui bahwa usia gestasi sudah lebih dari 38 hari,
dan/atau kadar hCG diatas ambang tertentu, biasanya antara 1500-2500
mIU/ml (Wiknjosastro, 2011).
6. Tatalaksana
Pada pasien yang belum didapatkan rupture dapat dilakukan pemberian
terapi medikamentosa, yaitu :
a. Anti-D Immunoglobulin
Pada wanita dengan kehamilan ektopik tidak sensitif terhadap Antigen
D, maka harus diberikan immunoglobulin Anti-D.
b. Methotrexate

21
Sebagai obat anti neoplatik bekerja dengan antagonist asam folat dan
memiliki efektifitas tinggi. Dapat diberikan secara injeksi atau sistemik.
Namun sebagian besar kehamilan ektopik perlu dilakukan manajemen
operasi. Tindakan operasi dilakukan melalui laparotomi ataupun laparoskopi.
Laparatomi merupakan teknik yang lebih dipilih bila pasien secara
hemodinamik tidak stabil. Pada pasien kehamilan ektopik yang
hemodinamiknya stabil dan dikerjakan salpingotomi dapat dilakukan dengan
teknik laparaskopi. Pertimbangkan jika penderita sudah memiliki anak cukup
dan terdapat kelainan pada tuba tersebut dapat dilakukan untuk mengangkat
tuba. Namun jika penderita belum mempunyai anak, maka kelainan tuba dapat
dipertimbangkan untuk dikoreksi supaya tuba berfungsi (Cunningham et. all.,
2012).
Manajemen operasi yang sering dilakukan adalah salpingostomi (milking
ektopik) dan salpingektomi. Tindakan salpingostomi dilakukan dengan cara
melubangi bagian tuba, tindakan operasi ini memungkinkan tuba untuk
berfungsi kembali dan perlu dilakukan evaluasi (-hCG). Salpingostomi
laparaskopik diindikasikan pada pasien hamil ektopik yang belum rupture dan
besarnya tidak lebih dari 5 cm pada diameter transversa yang terlihat komplit
melalui laparaskop. Sedangkan tindakan salpingektomi merupakan jenis
operasi radikal, dilakukan pengangkatan tuba pada pasien dan tidak perlu
dilakukan evaluasi (-hCG) (Attar dan Erkut, 2004).
7. Prognosis
Keberhasilan pengobatan dan fungsi reproduksi dengan berbagai pilihan
pengobatan sering dipengaruhi oleh bias seleksi. Sebagai contoh
membandingkan pasien yang dikelola dengan manajemen kehamilan dengan
pasien yang menerima methotrexate atau dengan pasien yang memiliki
salpingektomi laparoskopi sulit. Seorang pasien dengan pengeluaran bercak
darah, tidak ada rasa sakit perut, dan kadar awal -HCG yang rendah dapat
ditangani dengan tatalaksana manajemen kehamilan, sedangkan pasien yang
datang dengan ketidakstabilan hemodinamik, nyeri perut akut, dan - HCG
awal yang tinggi harus dikelola pembedahan. Kedua pasien tersebut mungkin
memiliki derajat kerusakan tuba yang berbeda (Cunningham, 2014).
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu
turun sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang

22
cukup. Kehamilan ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya
bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai
keturunan) setelah mengalami keadaan tersebut diatas, namun dapat juga
mengalami kehamilan ektopik terganggu lagi pada tuba yang lain
(Cunningham, 2014).
Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai
resiko 11% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang setelah
penatalaksanaan dengan medikamentosa, 12% setelah pembedahan konservatif
dan 9% setelah salphingektomi. Ibu yang sudah mengalami kehamilan ektopik
terganggu berisiko mengalami kehamilan ektopik terganggu berulang 50%.
Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas
wanita. Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60%
kemungkinan wanita steril. Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih
10% mengalami kehamilan ektopik berulang (Wiknjosastro, 2007).

BAB V
KESIMPULAN

1. Diagnosis awal pasien ini adalah Gravida 2 Para 1 Abortus 0 usia 32 tahun
hamil 7 minggu 4 hari janin tunggal hidup intra uterin dengan KET
2. Ketuban Pecah Dini merujuk pada pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan.
3. Hipertensi gestasional merujuk pada peningkatan tekanan darah 140/90
mmHg (pertamakali ditemukan saat hamil) pada ibu yang sebelumya

23
normotensive namun tidak mengalami proteinuria. Tekanan darah kembali
normal sebelum 12 minggu pascapartum.

DAFTAR PUSTAKA

Attar, Erkut. 2004. Endocrinology of Ectopic Pregnancy. Obstetric and


Gynecology Clinics. Volume 31 number 4. W.B Saunders Company.

Badder, Thomas J. 2005. OB/GYN SECRET third edition. Philadelphia: Elsevier


Mosby

Beckmann, CRB, et al. 2014. Obstetric and Ginecology Seventh Edition.


Philadelphia : Lippicont Williams and Wilkins

24
Brandon et al. 2002. The Johns Hoplins of Gynecology and Obstetrics 2nd
edition. Marryland: Lippincott Williams & Wilkons Publishers.

Cunnuingham, FG et. all. 2012. Reproductive Succes and Failure. Williams


Obstetrics, 23rd ed. Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange.
Connecticut.

Caughey, AB., Robinson, JN., Norwitz ER. 2008. Contemporary Diagnosis and
Management of Preterm Premature Rupture of Membrane. Medreview :
Review in Obstetric and Ginecology. Volume 1 : 1.

Departemen Kesehatan. Profil Kesehatan Jawa Timur 2010. Jakarta: Kemenkes


RI

Gahwagi, MM., Busarira, MO. Atia, M. 2015. Premature Rupture of Membrane :


Characteristics, Determinants, and Outcomes of in Beghazi, Libya. Open
Journal of Obstetric and Gynecology. Volume 5 :494-504.

Jazayeri, Allahyar. 2016. Premture Rupture of Membranes. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview#showall (diakses
pada 23 Juni 2016)

Kemenkes RI, POGI, WHO. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan edisi pertama. Jakarta:
Kementrian Kesehaan Republik Indonesia.

Kriebs, Varney & Gegor C. L. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.

Oxorn, H., 2010. Ilmu Kebidanan : Patofisiologi & Fisiologi Persalinan.


Yogyakarta : ANDI.

Prawirohardjo, S. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka

POGI. 2014. Usulan PNPK Ketuban Pecah Dini. Jakarta: Kemenkes RI

Saifudin, A.B., 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirahardjo

Wiknjosastro, Hanifa. 2011. Kehamilan Ektopik. Ilmu Kebidanan edisi ketiga.


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta. hal 201-208.

25

Anda mungkin juga menyukai