Pembimbing :
dr. Setya Dian Karika, Sp.OG
Disusun Oleh:
2016
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun Oleh :
Melly Fitriani Syam G4A015162
Tomy Gyanovan G4A015163
Tedi Ismayadi G4A015164
Mengetahui,
Dokter Pembimbing,
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) merupakan kehamilan ektopik yang
disertai dengan gejala akut abdomen. Kondisi ini merupakan kondisi yang gawat
yang bila lambat ditangani akan berakibat fatal bagi penderita. Kehamilan Ektopik
BAB II
LAPORAN KASUS
A Identitas
Nama : Ny. A.K
Umur : 32 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : Winduaji 11/02 Paguyangan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Nama Suami : Tn. T
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pendidikan Terakhir : SMP
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Winduaji 11/02 Paguyangan
Agama : Islam
Tanggal masuk RSMS : 8 Agustus 2016
Tanggal periksa : 8 Agustus 2016
No.CM : 00254294
B Anamnesis
I. Keluhan Utama
Nyeri perut bawah
II. Keluhan Tambahan
Perdarahan jalan lahir berupa flek
3
2 Pemeriksaan leher
Trakea : deviasi trakea (-)
Gld Tiroid : tidak teraba
Limfonodi Colli : tidak teraba
3 Pemeriksaan Toraks
a Paru
Inspeksi : Dada simetris, ketertinggalan gerak (-), retraksi intercosta (-),
pulsasi epigastrium (-), pulsasi parasternal (-)
Palpasi : Vokal fremitus paru kanan = paru kiri
Ketertinggalan gerak (-)
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara Dasar vesikuler +/+ , SuaraTambahan -/-
b Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak SIC V 2 jari medial LMCS
Palpasi : Ictus cordis tampak SIC V 2 jari medial LMCS
ictus cordis kuat angkat (-)
Perkusi : Batas jantung
Kanan atas SIC II LPSD
Kiri atas SIC II LPSS
Kanan bawah SIC IV LPSD
Kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCS
Auskultasi : S1>S2, regular, ST -/-
4 Pemeriksaan ekstermitas
Superior : Edema (-/-), jari tabuh (-/-), pucat (-/-), sianosis -/-
Inferior : Edema (-/-), jari tabuh (-/-), pucat (-/-), sianosis -/-
b) Status Lokalis
Abdomen
Inspeksi : datar, venektasi (-), Spider nevi (-), striae gravidarum
(-)
7
c) Pemeriksaan Genitalia
1 Regio Genitalia
Inspeksi :
Rambut pubis tersebar merata, Edema vulva (-), Benjolan (-), Varises (-),
Fluor (-), Perdarahan (+) warna merah kehitaman
2 Vaginal toucher :
a Fluor albus : tidak ada
b Perdarahan pervaginam : flek
c Vagina : Dinding licin, Konsistensi kenyal, Massa (-)
a. Permukaan portio : licin
b. Konsistensi portio : lunak,
c. Ukuran portio : sebesar ibu jari tangan orang dewasa
d. Nyeri goyang postio : positif
e. OUE : terbuka kurang lebih 1 cm
f. Adneksa : Normal
g. Kavum Douglas : tidak ada penonjolan.
D Pemeriksaan Laboratorium
E Diagnosis
G2P1A0 Usia 30 tahun Hamil 6 Minggu 1 Hari Dengan Kehamilan Ektopik
Terganggu
F Diagnosis Banding
Appendisitis akut
Adneksitis
Kista ovarii
Abortus imminen
Ureteritis
G Tatalaksana
Infus D5 20 tpm
Inj Ceftriaxon 2x1 gr
Inj Ranitidine 2x1 amp
Inj Ketorolac 3x30 mg
Inj Kalnex 3x1 gr
Pro laparotomy cito
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kehamilan ektopik merupakan keadaan blastokista yang tertanam di luar
lapisan endometrium rongga uterus. Kata ini berasal dari bahasa Yunani ektopos di
luar tempatnya (Cunningham, 2014).
B. Etiologi
Etiologi yang pasti dari kehamilan ektopik masih tidak diketahui, namun
diperkirakan implantasi tuba terjadi sebagai akibat dari kombinasi penangkapan
embrio di tuba fallopi dan perubahan lingkungan mikro di tuba yang
memungkinkan awal implantasi terjadi. Peradangan pada tuba, yang dihasilkan
dari Infeksi atau merokok, dapat mengganggu transportasi embryo-tubal dengan
mengganggu kontraktilitas otot polos dan aktivitas siliar dan dapat juga
mengaktifkan sinyal pro-implantasi (Cunningham, 2014).
12
C. Faktor risiko
Risiko tertinggi terjadinya kehamilan ektopik adalah riwayat kerusakan tuba,
baik karena kehamilan ektopik sebelumnya atau disebabkan pembedahan tuba
untuk mengatasi infertilitas atau untuk sterilisasi. Kemungkinan mengalami
kehamilan ektopik setelah 1 kali mengalami kehamilan ektopik sebesar 10%.
Infertilitas dan pemakaian ART (Assisted Reproductive Technology) dilaporkan
berkaitan dengan peningkatan substantive risiko kehamilan ektopik. Riwayat
infeksi tuba atau penyakit menular seksual lain juga merupakan faktor risiko
umum. Merokok juga menjadi faktor risiko kehamilan etopik yang menjadi
penanda bagi infeksi infeksi di atas karena perilaku risiko tingi. Perlekatan
perituba akibat salpingitis, infeksi pasca-abortus atau masa nifas, apendisitis, atau
endometriosis, mungkin meningkatakan risiko kehamilan tuba. Serangan
salpingitis sebanyak 1 x kali dapat meningkatkan risiko kehamilan ektopik hampir
sebesar 9% (Arnolu, 2005; Cunningham, 2014).
Meskipun perempuan dengan kehamilan ektopik cenderung tidak
diidentifikasi dengan faktor risiko, namun penelitian case-controlled prospective
menunjukkan bahwa peningkatan kesadaran tentang kehamilan ektopik dan
pengetahuan tentang faktor resiko yang terkait perempuan membantu
mengidentifikasi wanita dengan faktor risiko lebih tinggi dalam rangka untuk
memfasilitasi diagnosis awal yang lebih akurat. Kebanyakan faktor resiko terkait
dengan kerusakan tuba falopi (tabel 1.) (Arnolu, 2005; Cunningham, 2014).
13
D. Epidemiologi
1. Insidensi
Di negara maju, sekitar 1-2 % dari kasus kehamilan yang dilaporkan
merupakan kehamilan ektopik (sebanding dengan insiden kehamilan kembar).
Insiden kehamilan ektopik dianggap lebih tinggi pada negara berkembang,
tetapi jumlahnya pasti belum diketahui. Meskipun di negara maju angka
kejadian kehamilan ektopik relative tetap dalam beberapa tahun terakhir, antara
tahun 1972-1992 diperkirakan terdapat kenaikan 6 kali kejadian kehamilan
ektopik. Peningkatan ini lebih disebabkan oleh tiga faktor: Peningkatan faktor
resiko seperti penyakit radang panggul dan merokok pada wanita usia
produktif, peningkatan penggunaan ART peningkatan kesadaran mengenai
kehamilan ektopik (Bakken, 2006; Cunningham, 2014).
2. Mortalitas dan morbiditas
Di inggris, kehamilan ektopik menjadi penyebab utama kematian terkait
kehamilan pada trimester pertama kematian ( 0,35/1000 kehamilan ektopik).
14
E. Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya
sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Implantasi secara kolumner yaitu telur berimplantasi pada ujung
atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh
kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian
diresorpsi. Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara dua jonjot
endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba
oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis.
Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna, dengan mudah vili korialis
menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan
merusak jaringan dan pembuluh darah (Prawirohardjo S., 2005).
Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti
tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi
oleh invasi trofoblas. Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari
korpus luteum graviditas dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek.
Endometrium dapat pula berubah menjadi desidua. Setelah janin mati, desidua
dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian dikeluarkan berkeping-keping
atau dilepaskan secara utuh. Perdarahan pervaginam yang dijumpai pada
kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan
desidua yang degeneratif. Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil
konsepsi, sehingga tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus.
15
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai
10 minggu (Prawirohardjo S., 2005).
Terdapat beberapa kemungkinan mengenai nasib kehamilan dalam tuba
yaitu 1 : 1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi Pada implantasi secara
kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi kurang dan dengan
mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa
dan haidnya terlambat untuk beberapa hari. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi
koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari
dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini
dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dan
selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke
arah ostium tuba abdominale. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan
tuba membesar dan kebiru-biruan (Hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir
ke rongga perut melalui ostium tuba, berkumpul di kavum douglas dan akan
membentuk hematokel retrouterina. Ruptur dinding tuba atau ruptur tuba sering
terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda
(Prawirohardjo S., 2005).
Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis terjadi pada kehamilan yang lebih
lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan villi koriales ke
dalam lapisan muskularis tuba lalu ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara
spontan atau karena trauma ringan. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut
melalui ostium tuba abdominale. Bila ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder
dapat terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba yang telah menipis oleh invasi trofoblas,
pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi di arah
ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter antara 2 lapisan
ligamentum tersebut. Jika janin hidup, dapat terjadi kehamilan intraligamenter
(Cunningham, 2014).
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila
robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba.
16
Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan kerusakan yang diderita. Bila
janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi seluruhnya, dan bila besar dapat
diubah menjadi litopedion. Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih
diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan
tumbuh terus dalam rongga perut, sehingga terjadi kehamilan ektopik lanjut atau
kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin,
plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya misalnya
ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul dan usus (Cunningham,
2014).
F. Klasifikasi
Hampir 95% kehamilan ektopik terimplantasi di berbagai segmen tuba
uterine. Dari kehamilan yang terjadi, sebagian besar terletak di ampula. Tempat
lain sebesar 5% tertanam di ovarium, rongga peritoneum, atau di dalam serviks
(Cunningham, 2014).
1. Kehamilan Tuba
17
Ovum yang telah dibuahi dapat tersangkut di bagian mana saja dari tuba
uterine yang menyebabkan kehamilan tuba ampula, ismus dan interstitium.
Pada kasus kasus yang jarang, ovum yang telah dibuahi mungkin tertanam di
ujung tuba uterine yang berfimbria. Ampula adalah tempat tersering, diikuti
oleh ishmus. Kehamilan interstisium terjadi hanya sekitasr 2% kasus. Dari tipe
tipe primer ini, kadang terjadi bentuk sekunder berupa kehamilan tubo-
abdomen, tubo-ovarium, dan ligamentum latum. Karena tuba tidak memiliki
lapisan submucosa, maka ovum yang telah dibuahi segera menembus epitel,
dan zigot akhirnya berada di dekat atau di dalam otot. Trofoblas yang cepat
berproliferasi dapat menginvasi muskularis sekitar, tetapi separuh dari
kehamilan ektopik ampula tetap berada di lumen tuba dengan lapisan otot tidak
terkena pada 85% kasus (Cunningham, 2014).
2. Kehamilan Pars Interstisialis Tuba
Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis
tuba. Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua kehamilan
tuba. Rupture pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat
mencapai akhir bulan keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila
tidak segera dioperasi akan menyebabkan kematian. Tindakan operasi yang
dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan isi kavum abdomen dari
darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup sumber perdarahan
(Cunningham, 2014).
3. Kehamilan abdomen
Secara ketat, kehamilan abdomen adalah implantasi di rongga peritoneum
di luar implantasi tuba, ovarium, atau intraligamentum. Meskipun zigot dapat
melewati tuba dan tertenam secara primer di rongga peritoneum, namun
sebagian besar kehamilan abdomen diperkirakan terjadi setelah tuba rupture
atau aboertus. Pada kasus-kasus kehamilan ekstrauterine tahap lanjut, tidak
jarang plasenta masih melekat secara parsial ke uterus atau adneksa
(Cunningham, 2014).
4. Kehamilan ovarium
18
G. Gambaran Klinis
Pada kehamilan ektopik belum terganggu, gambaran klinik tidak khas
sampai terjadinya abortus tuba atau rupture tuba. Meskipun begitu pasien akan
menyampaikan gangguan haid atau amenorea, namun sebagian penderita tidak
mengalami amenore karena kematian janin sebelum haid berikutnya. Selain itu,
keluhan nyeri perut bawah disampaikan penderita walaupun kehamilan ektopik
belum mengalami ruptur. Sementara itu, pada kehamian ektopik terganggu
memiliki tanda dan gejala yang berbeda-beda bergantung pada lamanya
20
kehamilan, abortus atau rupture tuba, derajat perdarahan yang terjadi dan
keadaan umum penderita sebelum hamil (Hacker, 2010 ; Cunningham, 2014).
Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu
(KET). Pada rupture tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba.
Intensitas dan perdarahan yang terjadi dapat memengaruhi keadaan umum pasien
mulai dari tekanan darah menurun, nadi meningkat dan perdarahan yang lebih
banyak dapat menyebabkan syok hemoragik. Keluhan nyeri dapat dirasakan pada
satu sisi, namun setelah darah masuk ke dalam rongga abdomen, rasa nyeri dapat
menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut bagian bawah dan bila
membentuk hematokel retrouterina dapat menyebabnyan nyeri ketika defekasi
(Hacker, 2010 ; Cunningham, 2014).
Di bawah pengaruh estrogen dan progesteron di korpus luteum graviditas
dan trofoblas, uterus membesar. Namun setelah janin mati, desidua yang
terbentuk di endometrium berdegenerasi dan dilepaskan sehingga terjadi ruptur.
Pelepasan desidua yang berdegeneratif inilah yang menyebabkan perdarahan
pervaginam pada kehamilan ektopik terganggu. Namun ruptur dapat pula terjadi
bila penembusan vili koriales ke dalam lapisan muskularis tuba hingga ke
peritoneum. Hal ini dapat menyebabkan perkumpulan darah di kavum douglas
dan membentuk hematokel retrouterina (Hacker, 2010 ; Cunningham, 2014).
Penderita akan mengeluh kesakitan dan ditemukan tanda-tanda syok
akibat perdarahan yang terjadi. Pada pemeriksaan ginekologis dapat teraba
hematokel retrouterina sebagai suatu tumor dalam berbagai ukuran dengan
konsistensi lunak di kavum Douglas yang dapat diketahui pada pergerakan nyeri
goyang porsio. Selain itu, akibat perdarahan ke dalam rongga abdomen dapat
merangsang peritoneum sehingga pada pasien kehamilan ektopik terganggu
dapat ditemukan nyeri tekan, nyeri lepas (rebound tenderness) dan defens
muskular (Cunningham, 2014).
H. Penegakkan Diagnosis
Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan amenorea, nyeri abdominal
bagian bawah, dan perdarahan pervaginam. Diperlukan pula informasi riwayat
21
pelvis atau infeksi apendiks, darah segar berwarna merah yang dalam beberapa
menit akan membeku. Sementara hasil positif jika ditemukan darah berwarna
coklat hingga kehitaman yang tidak membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil
(Cunningham, 2014).
Ultrasonografi merupakan cara yang paling baik untuk mengonfirmasi
adanya suatu kehamilan intrauterin. Kriteria diagnosis USG dengan
menggunakan transduser transvagina untuk kehamilan ektopik termasuk adanya
kompleks atau massa kistik adneksa atau terlihatnya embrio di adneksa dapat
dideteksi dan/ atau tidak adanya kantong gestasi (Cunningham, 2014).
Pada dasarnya ultrasonografi transvaginal dapat memperlihatkan aktivitas
jantung ektopik, kantung gestasi ektopik, massa ektopik, cairan di kavum
Douglas, dan kantung gestasi intrauterin. Selain itu, saat serum kadar hCG lebih
dari 1500 mIU/mL, usia gestasi lebih dari 38 hari, atau serum kadar progesteron
kurang dari 5 ng/mL dan tidak ada kantong gestasi interuterin yang terlihat
dengan transvaginal USG, dapat dilakukan kuretase kavum endometrial dengan
pemeriksaan histologi (Cunningham, 2014).
Laparoskopi merupakan alat bantu diagnostic terakhir untuk kehamian
ektopik jika hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan. Melalui
prosedur laparoskopik, ovarium, tuba falopi, uterus, ligamentum maupun kavum
Douglas dapat dinilai. Adanya darah dalam rongga pelvis mempersulit visualisasi
tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparotomi (Cunningham, 2014)
J. Penatalaksanaan
L. Prognosis
Keberhasilan pengobatan dan fungsi reproduksi dengan berbagai pilihan
pengobatan sering dipengaruhi oleh bias seleksi. Sebagai contoh membandingkan
28
BAB IV
MASALAH DAN PEMBAHASAN
inspeksi ditemukan perdarahan pada jalan lahir (+) berwarna merah kehitaman. Pada
pemeriksaan dalam (Vaginal Touche) ditemukan perdarahan berwarna merah
kehitaman, tidak terdapat penonjolan kavum Douglas, terbuka 1 cm pada ostium uteri
eksterna dan ditemukan nyeri goyang porsio.
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 8 Agustus 2016 dengan hasil
pemeriksaan Hb 8.9 g/dL, leukosit 18.010 U/L, hematokrit 25%, eritrosit 3,0
10^6/uL, trombosit 276.000/uL. Penurunan kadar Hb merupakan indikasi telah terjadi
kehiangan darah. Pada pemeriksaan urin ditemukan hasil positif untuk test kehamilan.
Penegakkan diagnosis kehamilan ektopik dikonfirmasi dengan pemeriksaan
USG yang dilakukan dua kali oleh dr. Widodo pada tanggal 8 Agustus 2016 dengan
interpretasi KET.
Penatalaksanaan pasien saat di rumah sakit yaitu sebagai berikut :
Pemberian IVFD RL 20 tpm berfungsi untuk mempertahankan
keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan
dan elektrolit yang hilang untuk mengatasi syok dan mengupayakan
kestabilan hemodinamik
Ceftriakson 2x300 mg, adalah antibiotik yang dapat bekerja baik secara
bakteriostatik maupun bakterisidal, tergantung konsentrasi tempat obat
bekerja. Obat ini diberikan kepada pasien untuk mencegah terjadinya
infeksi.
Ranitidin 2x1 amp, mekanisme kerja sebagai H2 reseptor bloker sehingga
mengurangi produksi asam lambung.
Ketorolac 3x30mg, sebagai analgetic bagi pasien.
Kalnex 3x1 gr, mencegah degradasi fibrin, pemecahan platelet, menambah
kerapuhan vascular dan pemecahan faktor koagulasi. Efek ini dibuktikan
secara klinis dengan berkurangnya jumlah pendarahan, mengurangi waktu
pendarahan dan periode pendarahan.
Rencana laparotomi salphingektomi. Pada salpingektomi, bagian tuba
antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan kemudian
sisanya (stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi,
sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang direseksi
31
BAB V
KESIMPULAN
1. Kehamilan ektopik merupakan keadaan blastokista yang tertanam di luar lapisan
endometrium rongga uterus
2. Kehamilan ektopik merupakan penyebab satu dari 200 (5-6%) mortalitas
maternal di negara maju
3. Kehamilan ektopik ditandai oleh trias klasik yaitu amenore, nyeri abdomen akut dan
perdarahan pervaginam
4. Kehamilan ektopik diklasifikasikan menjadi kehamilan tuba, kehamilan pars
intersialis tuba, kehamilan abdomen, kehamilan ovarium, kehamilan servik,
kehamilan ektopik ganda, kehamilan ektopik lanjut
5. Test diagnosis untuk kehamilan ektopik adalah tes kehamilan, ultrasonografi,
pemeriksaan laboratorium, kadar beta-hCG, kuldosintesis dan laparoskopi.
33
DAFTAR PUSTAKA
Arnolu, RI., 2005. Risk Factors for Ectopic Pregnancy in Logos, Nigeria, 1999.
Jurnal Obtetricia et Gynecologica Scandinavica, Vol 84, No 2, hal 184-188
Bakken, I.J. 2006. Time trends in ectopic pregnancies in Norwegian County 1970-
2004-a population based study. Human Reproduction, Vol 21, No 12.
Cunningham FG. Mc Donald PC, Gant NF. 2014. Obsteric William Edisi 24. Jakarta :
EGC
Hacker Moore. 2010. Essential Obstetries dan Gynekology, Edisi 2, W.B Saunder
Company, Philadelphia, Pennsylvania, 297-309.
Wiknyosastro H. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta : 80-87, 170-197.