Anda di halaman 1dari 22

Bedside Teaching

Glaukoma Sekunder et causa Luksasi Lensa

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSMH Palembang

Oleh:

Rafiqy Saadiy Faizun, S.Ked

04054821618133

Pembimbing:
dr. Linda Trisna, Sp.M(K)

DEPARTEMEN KESEHATAN MATA


RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Bedsite Teaching

Glaukoma Sekunder ec Luksasi Lensa

Oleh:

Rafiqy Saadiy Faizun, S.Ked. 04054821618133

Bedsite teaching ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya periode 6 November s.d. 11 Desember 2017

Palembang, November 2017

dr. Linda Trisna, Sp.M(K)

2
BAB I
STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien
Nama : Ny. Y
Umur : 48 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Petani
Alamat : Desa Ujan Mas, Sungai Are, Kab. OKU
No. RM : 1032196
Tanggal Pemeriksaan : 7 November 2017

2. Anamnesis (Autoanamnesis dan Alloanamnesis)


a. Keluhan Utama
Nyeri pada mata kiri yang semakin memberat sejak 4 hari SMRS

b. Riwayat Perjalanan Penyakit


Tiga minggu SMRS mata kiri pasien terkena pentalan ranting pohon
saat bertani, keluhan mata merah (+), nyeri (+), mata berair-air (+),
pandangan kabur (+), gatal (-), mual (-), sakit kepala (-), pasien
berobat ke bidan setempat dan diberi obat tetes, keluhan tidak
berkurang
2 minggu SMRS pasien mengeluh pandangan semakin kabur terasa
memberat sejak 1 minggu SMRS, pandanga berasap (+), nyeri (+),
mata berair-air (+), gatal (-), mual (-), sakit kepala (-). Keluarga pasien
juga mengatakan mata yang sakit berubah menjadi putih.
4 hari SMRS rasa nyeri pada bola mata kiri semakin hebat, mata
berair (+), pandangan kabur (+), mual (+), muntah (+) dengan
frekuensi 3x, isi apa yang dimakan, sakit kepala (+). Pasien dibawa ke
IGD RS OKU dan kemudian dirujuk ke RSMH

3
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal
Riwayat trauma ada
Riwayat alergi obat-obatan dan/atau makanan disangkal
Riwayat memakai kacamata disangkal
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat darah tinggi disangkal
d. Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Riwayat anggota keluarga lainnya memiliki kelainan mata saat
kecil atau keluhan yang sama disangkal
Riwayat alergi pada keluarga disangkal

3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis

Keadaan umum : tampak sakit sedang


Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 94 kali/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 23 kali/menit
Suhu : 36,7o C

b. Status Oftalmologis
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Visus VOD : 6/6 VOS : 1/300
Tekanan P= N+0 P = 38,3
intraocular

4
KBM Ortoforia
GBM 0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
Palpebra Tenang Edema palpebra inferior (+)
Konjungtiva Tenang Mixed Injeksi (+)
Kornea Jernih Keruh (+)
Tampak fluorecent test(+)
diseparuh permukaan kornea
BMD Dangkal Tidak bisa dinilai, tampak
lensa di anterior
Iris Gambaran baik Tidak bisa dinilai, tampak
lensa di anterior
Pupil Bulat, Central, Refleks Tidak bisa dinilai, tampak
Cahaya (+), diameter 3 mm lensa di anterior

Lensa Jernih Tidak bisa dinilai, tampak


lensa di anterior
Segmen Posterior
Refleks
RFOD (+), RFOS (-)
Fundus
Bulat, batas tegas, warna
Papil Sulit dinilai
oranye, c/d ratio 0.3, a/v 2:3
Makula Refleks fovea (+) Sulit dinilai

Retina Kontur pembuluh darah baik Sulit dinilai

4. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan slit lamp
- Pemeriksaan tonometri
- Pemeriksaan fluorecent test

5. Diagnosis Banding
Glaukoma akut
6. Diagnosis Kerja
Glaukoma sekunder ec luksasi lensa OS
Katarak traumatika OS

5
7. Tatalaksana

- Penatalaksanaan Medikamentosa
Brinzolamid (Azopt) ED 1 gtt/8jam OS
Asetazolamid (Glauseta) tab 250 mg/8 jam
KSR tab 1 tab/24 jam
Levofloxacin (LFX) ED 1 gtt/3 jam
Polivinylpyrrolidone (Protagenta) ED 1 gtt/jam
Timolol (Timol) ED 1 gtt/ 12 jam OS

- Penatalaksanaan Pembedahan
Pro ekstraksi lensa

- KIE
Menjelaskan kepada pasien mengenai kondisi mata dan tentang
prognosisnya sehingga pasien tidak mengalami kecemasan yang
berlebih
Meminta pasien untuk menjaga hygiene diri terutama tangan
Menjelaskan pada pasien untuk tidak menggosok-gosok mata karena
akan memperparah kondisi mata
Menjelaskan pada pasien tentang efek samping obat dan pentingnya
keteraturan penggunaan obat.

8. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : malam
Quo ad sanationam : malam

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Glaukoma Sekunder

2.1.1 Definisi

Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang; biasanya
disertai peningkatan tekanan intraokuar, dan dapat menyebabkan kebutaan secara
permanen.3,4,5

Glaukoma sekunder adalah peningkatan tekanan intraokular yang didasari


oleh adanya penyakit mata lain.1 Glaukoma sekunder juga dapat disebabkan oleh
faktor-faktor seperti inflamasi, trauma, perdarahan, tumor, obat-obatan, dan pengaruh
fisik atau kimia.2

2.1.2 Epidemiologi

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia setelah


katarak. Penyakit mata ini biasanya terjadi pada usia 40 tahun ke atas. Etnis Afrika
dibandingkan etnis kaukasus pada glaukoma sudut terbuka primer adalah 4:1.
Glaukoma berpigmen terutama pada etnis Kaukasus. Pada orang Asia lebih sering
dijumpai glaukoma sudut tertutup.3

2.1.3 Faktor risiko

Faktor risiko glaukoma meliputi hipermetropi (glaukoma sudut tertutup),


miopi (glaukoma sudut terbuka), usia > 45 tahun, keturunan (riwayat glaukoma dalam
keluarga), dan ras (Asia lebih berisiko). Faktor risiko lainnya adalah migrain,
hipertensi, hipotensi, diabetes melitus, peredaran darah dan regulasinya (darah yang
kurang akan menambah kerusakan), fenomena autoimun, degenerasi primer sel
ganglion, dan pascabedah dengan hifema / infeksi.4

2.1.4 Klasifikasi

Klasifikasi Vaughan untuk glaukoma adalah sebagai berikut 6:


7
1. Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka (simpleks)
Penyebab glaukoma ini belum pasti , mula timbulnya gejala simpleks ini agak lambat
yang kadang tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya berlanjut dengan
kebutaan. Umumnya ditemukan pada pasien usia lebih dari 40 tahun. Gambaran
patologik utama pada glaukoma sudut terbuka adalah proses degeneratif di jalinan
trabekular, termasuk pengendapan bahan ekstrasel di dalam jalinan dan di bawah
lapisan endotel kanalis Schelmm. Hal ini berbeda dari proses penuaan normal.
Akibatnya adalah penurunan drainase cairan aquos yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraokular.

b. Glaukoma sudut tertutup, terdiri atas :


Akut
Glaukoma sudut tertutup akut primer terjadi apabila terbentuk iris bombe yang
menyebabkan sumbatan sudut bilik mata depan (BMD) oleh iris perifer. Hal ini
menyumbat aliran cairan aquos dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat.
Glaukoma sudut tertutup terjadi pada mata yang sudah mengalami penyempitan
anatomik BMD.

Sub akut
Pada glaukoma sudut tertutup sub akut episode peningkatan TIO berlangsung
singkat dan rekuren. Episode penutupan sudut membaik secara spontan, tetapi
terjadi akumulasi kerusakan pada sudut BMD berupa pembentukan sinekia anterior
perifer.

Kronik
Sejumlah kecil pasien dengan predisposisi penutupan BMD tidak pernah
mengalami episode peningkatan akut TIO tetapi mengalami sinekia anterior perifer
yang semakin meluas disertai peningkatan bertahap dari TIO.

2. Glaukoma kongenital : primer atau infantile dan disertai kelainan kongenital


lainnya.
3. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata yang
lain atau penyakit sistemik yang menyertainya, seperti :

8
Akibat perubahan lensa (dislokasi lensa, intumesensi lensa, glaukoma fakolitik
dan fakotoksik pada katarak, glaukoma kapsularis / sindrom eksfoliasi).
Akibat perubahan uvea (uveitis anterior, tumor, rubeosis iridis)
Akibat trauma (hifema, kontusio bulbi, robeknya kornea atau limbus yang disertai
prolaps iris)
Akibat post operasi (pertumbuhan epitel konjungtiva, gagalnya pembentukan
bilik mata depan post-operasi katarak, blok pupil post operasi katarak).
Akibat pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal dalam jangka waktu yang
lama.

4. Glaukoma absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (sempit/terbuka) dimana
sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi
lanjut. Pada glaukoma absolute terlihat kornea keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi
dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dengan rasa sakit.

Gambar 1. Klasifikasi Glaukoma

9
2.1.5 Patofisiologi

Patofisiologi peningkatan tekanan intraokular baik disebabkan oleh

mekanisme sudut terbuka atau sudut tertutup pada glaukoma sekunder, sesuai dengan

bentuk kelainan klinis yang menjadi penyebabnya. Efek peningkatan tekanan

intraokuler didalam mata dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar peningkatan

intraokuler.8

Kerusakan saraf optik berupa penggaungan dan degenerasi papil saraf optik diduga

disebabkan oleh:

Gangguan pendarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi berkas serabut

saraf pada pupil saraf optik.

Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik.

Ekskavasio papil saraf optik

Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atropi sel

ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam

retina dan berkurangnya akson disaraf optikus. Diskus optikus menjadi atropik,

disertai pembesaran cekungan optikus, iris dan korpus siliaris juga.5

Glaukoma sekunder akibat perubahan lensa

Kelainan ini dapat berupa mekanik yaitu lensanya dan kimiawi yaitu fokolitik

atau fokotoksik. Dislokasi lensa dapat berupa subluksasi ke depan atau ke belakang.

Trauma tumpul lensa dapat mengakibatkan dislokasi lensa., antara lain. 5,6

Glaukoma pada subluksasi ke depan :

Subluksasi lensa ke depan dapat menyebabkan glaukoma karena terjadinya hambatan

pupil sehingga aliran aqueous dari bilik mata belakang ke bilik mata depansehingga
10
menyebabkan penutupan sudut bilik mata depan dan mata depan. Subluksasi ini juga

dapat mendorong iris ke depan sehingga menyebabkan penutupan sudut bilik mata

depan dan perlengketan di sudut tersebut yang kedua-duanya dapat menyebabkan

glaucoma.

Glaukoma pada subluksasi ke belakang :

Pada subluksasi ke belakang dapat terjadi rangsangan yang menahun pada badan siliar

akibat tarikan-tarikan zonula ziin atau geseran lensa pada badan siliar.Rangsangan ini

menyebabkan produksi aqueous yang berlebihan yang dapat menimbulkan glaukoma.

Glaukoma pada luksasi ke depan :

Pada luksais ke depan lensa terletak langsung dalam bilik mata depan dan ini menutup

jalur keluar aqueous sehingga terjadi glaukoma.

Glaukoma pada luksasi ke belakang :

Dalam keadaan ini lensa terletak langsung dalam bilik mata depan dan ini menutup

jalur keluar aqueous sehingga terjadi glaukoma.

Kelainan kimiawi dapat terjadi pada katarak hipermatur dimana protein lensa

dan makrofag menutup sudut bilik mata depan, hal ini disebut glaukoma fakolitik.

Protein lensa yang terlepas dari kapsulnya dapat menyebabkan iridosiklitis, hai ini

disebut glaukoma fakotoksik.

2.1.6 Tatalaksana

Pengobatan glaukoma sekunder et causa dislokasi lensa

Dapat diberikan obat-obat anti glaukoma

Bila tidak berhasil dapat dilakukan iridektomi perifer

11
Operasi pengeluaran lensa merupakan cara untuk menghilangkan penyebab utamanya

dan hal ini merupakan pengobatan yag paling berhasil

2.2 Dislokasi Lensa

2.2.1 Definisi

Dislokasi lensa atau Ektopia lentis adalah suatu kondisi lensa mata yang
mengalami kesalahan letak karena zonula Zinni melemah atau rusak. Zonula Zinni
merupakan ratusan string seperti serat yang memegang lensa yang tersuspensi dalam
posisi dan memungkinkan untuk berubah bentuk untuk penglihatan dekat atau
jauh. Lensa mengalami dislokasi dan berada sepenuhnya di luar tempat lensa, di ruang
depan, bebas mengambang di vitreous atau langsung pada retina. Kelemahan zonula
Zinni menyebabkan pergeseran lensa. Lensa menjadi lebih bundar dan mata menjadi
lebih miopik.12,13,14

2.2.2 Etiologi

Ektopia lentis dapat disebabkan berbagai macam faktor antara lain trauma,
gangguan metabolisme sejak lahir (misalnya homosistinuria, kelainan resesif dengan
defek mental dan cirri skeletal. Lensa biasanya bergeser ke bawah), sindrom tertentu
(sindrom Marfan, kelainan dominan dengan abnormalitas skeletal dan jantung dan
resiko diseksi aneurisma aorta. Lensa biasanya bergeser ke arah atas), Sindrom Weill-
Marshecani, katarak hipermatur, peradangan uvea, tumor intraokuler, tekanan bola
mata yang tinggi seperti pada buftalmus.13,14

12
Gambar 3. Pasien dengan ektopia lentis et pupil pada gambar A dan pada gambar B
pasien sama yang telah dilatasi pupil tampak jelas dislokasi lensa inferior.

2.2.3 Klasifikasi

Dislokasi lensa dapat diklasifasikan berdasarkan luksasi anterior dan luksasi


posterior. Bila zonula Zinnii putus sebagian maka lensa akan mengalami subluksasi
dan bila seluruh zonula Zinnii putus maka lensa akan mengalami luksasi kedepan
(luksasi anterior) atau luksasi ke belakang (luksasi posterior).14,15

Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zonula Zinni sehingga lensa
berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita
kelainan pada zonula Zinni yang rapuh seperti pada Sindrom Marfan. Pada subluksasi
kadang kadang penderita tidak memberikan keluhan kecuali keluhan myopia atau
astigmat. Hal ini disebabkan karena zonula Zinni putus sebagian maka lensa bebas
mencembung. Selain itu dapat pula ditemukan penurunan penglihatan diplopia,
monokular dan iridodonesis (iris tremulans). 14,15

1. Luksasi Anterior
Trauma atau kelainan kongenital yang mengakibatkan seluruh zonula putus
disertai perpindahan letak lensa ke depan akan memberikan keluhan penurunan tajam
penglihatan yang mendadak. Akibat kedudukan lensa di dalam bilik mata depan akan
terjadi gangguan pengaliran humor akuous sehingga terjadi serangan glaukoma
kongestif. Pasien akan mengeluh rasa sakit yang sangat, muntah, mata merah dengan
blefarospasme. Pada pemeriksaan akan ditemukan edema kelopak, injeksi siliar,

13
edema kornea dengan pupil lebar disertai terlihatnya lensa di dalam bilik mata
depan.14,16

2. Luksasi Posterior
Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi lensa posterior
akibat putusnya zonula Zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga lensa jatuh
ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah polus posterior fundus okuli 4.
Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya akibat lensa
mengganggu lapangan pandang. Mata ini akan menunjukkan gejala afakia. Pasien
akan melihat normal dengan lensa + 10.0 D untuk jauh, bilik mata depan dalam dan
iris tremulans. Lensa yang terlalu lama berada di polus posterior dapat menimbulkan
penyulit akibat degenerasi lensa, berupa glaukoma fakolitik ataupun uveitis
fakotoksik.14,16

2.2.4 Gejala

1. Dislokasi parsial yang asimptomatik


2. Miopia atau astigmat
3. Penurunan penglihatan, diplopia monokular dan iridodonesis (iris tremulans).

2.2.5 Pemeriksaan

Pemeriksaan oftalmologikus yang penting untuk ektopia lentis adalah:

1. Pemeriksaan Visus

Ektopia lentis berpotensi melemahkan visus. Ketajaman visus bervariasi


dengan tingkat malposisi lensa. Ambliopia adalah penyebab umum dari visus menurun
pada ektopia lentis bawaan dan dapat dicegah dan diobati.17

2 .Pemeriksaan Okular Eksternal

Perhatian terhadap anatomi orbital adalah penting untuk mengevaluasi


kelainan herediter (misalnya, enophthalmos dengan penampilan miopati wajah terlihat
pada pasien dengan sindrom Marfan). Ukur diameter kornea (megalokornea dikaitkan
dengan sindrom Marfan).

14
3. Pemeriksaan senter / slit lamp

Pada pemeriksaan dengan senter / slit lamp akan terlihat pada bagian zonula
Zinni yang terlepas, bilik mata dalam dengan iris tremulens, sedang pada bagian
zonula Zinni yang utuh terlihat bilik mata yang dangkal akibat lensa tertarik dan
mencembung pada bagian ini. Perubahan akibat subluksasi akan memberikan penyulit
glaukona atau penutupan pupil oleh lensa cembung.17

4. Retinoskopi dan refraksi

Retinoskopi dengan hati-hati dan refraksi adalah penting, sering menemukan


miopia dengan silindris. Keratometri dapat membantu memastikan tingkat astigmat
kornea.17

2.2.6 Penatalaksanaan

1.Koreksi Optik

Koreksi optik dari kesalahan refraksi yang disebabkan oleh dislokasi lensa seringkali
sulit. Tergantung pada sejauh mana dislokasi, pasien dapat melihat lebih baik dengan
koreksi miopia dengan astigmatik tau koreksi aphakic. Dengan subluksasi sangat
ringan, pasien hanya mungkin miopia dan setelah dikoreksi visus mungkin baik. Dan
jika ada pasien glaukoma penyulit harus diatasi dahulu.18

2. Lensektomi

Lensektomi adalah proses koreksi penglihatan untuk orang penderita ektopia lentis,
yaitu dalam prosedurnya lensa mata akan dihapus dan diganti dengan lensa buatan
khusus denga kemampuan fokus yang jelas. Hal ini digunakan untuk koreksi yang
sangat tinggi, atau ketika operasi laser tidak dianjurkan. Setiap mata dikoreksi pada
hari bedah yang berbeda.18

3. Implantasi Lensa Phakic


Lensa yang digunakan untuk refraksi adalah Lensa Phakic.
Adapun metode implantasi Lensa Phakic yaitu memasukkan lensa tambahan ke
mata, baik di depan iris mata atau hanya di belakangnya. Lensa intraokular Phakic
terbuat dari bahan lembut, lentur, mirip dengan bahan yang digunakan untuk membuat
lensa kontak lunak.18

15
2.2.7 Komplikasi

1. Glaukoma Sekunder
2. Uveitis Posterior
3. Kebutaan

2.2.8 Prognosis

Tergantung pada derajat dislokasi lensa, usia onset, dan komplikasi yang
terkait sekunder, prognosis kebanyakan pasien adalah dubia ad bonam. Pasien yang
memiliki trauma terkait ektopia lentis mungkin memiliki komplikasi yang lebih
mengancam jiwa lainnya (tergantung pada beratnya trauma)18.

16
ANALISIS KASUS

Pasien perempuan berusia 48 tahun datang dengan keluhan utama mata kiri nyeri yang
semakin memberat sejak empat hari lalu. Keluhan timbul setelah mata kiri pasien terkena
pentalan kayu. Pasien juga mengeluh mata berair air. Keluhan pasien disebabkan oleh
kerusakan yang terjadi pada kornea dan inflamasi yang terjadi pada struktur-struktur sekitar.
Kerusakan epitel kornea menyebabkan penglihatan kabur. Inflamasi pada palpebra, kornea,
konjungtiva, dan sistem nasolakrimal menyebabkan mata perih, berair, terasa mengganjal, dan
sulit membuka kelopak mata.
Pasien mengeluh pandangan semakin kabur dan keluarga pasien mengatakan bagian
tengah mata berubah menjadi putih. Hal ini dikarenakan terjadi karena adanya dislokasi lensa
dan lensa menjadi keruh. Benturan yang keras menyebabkan putusnya zonula zinii yang
menyebabkan dislokasi lensa. Dislokasi lensa dapat terjadi ke bilik depan, ke vitreus,
subskleral, ruang interretina, konjungtiva, dan subtenon. Dislokasi ke bilik depan sering
menyebabkan glaukoma akut yang hebat, sehingga harus segera diekstraksi. Dislokasi ke
posterior biasanya lebih tenang dan sering tidak menimbulkan keluhan, tetapi dapat
menyebabkan vitreus menonjol ke bilik depan dan menyebabkan blok pupil dan peninggian
TIO.
Pada pemeriksaan ditemukan visus mata kiri menurun 1/300, visus mata kanan normal.
Terdapat peningkatan tekanan intraokular. Tekanan intraokular penting diperiksa karena
dislokasi lensa ke anterior dapat menghambat aliran aquos humour, sehingga tekanan
intraokular meningkat. Kedudukan dan gerakan bola mata normal. Palpebra kiri spasme, kanan
normal. Konjungtiva kiri tampak mixed injection dan kanan tenang. Kornea kiri tampak keruh,
kornea kanan tampak normal. Bilik mata depan, iris, dan pupil kiri sulit dinilai karena tampak
massa lensa berada di bilik mata depan. Bilik mata depan, iris, dan pupil kanan dalam batas
normal. Refleks fundus kiri tidak dapat dinilai dan kanan normal. Papil, makula, dan retina kiri
sulit dinilai dan kanan normal. Pemeriksaan fluorescein test (FT) dilakukan untuk mendeteksi
defek epitel kornea. Hasil pemeriksaan FT didapatkan mata kiri tampak hijau pada setengah
bagian kornea, menunjukkan bahwa telah terjadi defek epitel kornea pada mata kiri pasien.
Pasien didiagnosis dengan glaucoma sekunder ec luksasi lensa. Pasien harus segera
dilakukan ekstraksi lensa untuk mencegah peningkatan tekanan intraokular. Selain
pembedahan, medikamentosa perlu diberikan. Brinzolamid, Asetazolamid, KSR,
Levofloxacin, Polivinylpyrrolidone, dan Timolol. Polivinylpyrrolidone berfungsi sebagai
17
lubrikan untuk mengurangi trauma gesek. Brinzolamid merupakan golongan obat karbonik
andhidrase yang menghambat produksi aquos humour oleh corpus cilliar. Asetazolammid
merupakan obat yang menghambat aktivitas enzim karbonik anhidrase yang merupakan enzim
penting dalam produksi aquos humour. KSR merupakan kalium yang diberikan secara oral
untuk mencegah terjadinya hipokalemia pada pemberian diuretik seperti asetazolamid.
Levofloxacin merupakan obat golongan fluoroquinolon untuk mencegah terjadinya infeksi.
Timolol merupakan obat golongan blocker yang meningkatkan resistensi vaskular periper
sehingga produksi aquos humour menurun.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Adam et al. Glaucoma. Last update July 2005. Available from:


http://www.urac.org/adams/glaucoma.html
2. Anonyma. Glaucoma : Introduction to Glaucoma & Medical Management of Glaucoma.
Section 10. USA. American Academy of Ophtalmology. 2002.
3. Anonyma. Drug Treatment for Glaucoma. Last update July 2005. Available from: http://
www.agingeye.com/glaukoma/drug.html
4. Friedman, NJ. Review of Ophthalmology : Pharmacology. 1st Edition. Philadelphia.
Elsevier Saunders. 2003.
5. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2007.
6. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2008.
7. Kanski, JJ. Clinical Ophthalmology : A Systematic Approach. 5th Edition. USA. McGraw-
Hill. 2003.
8. Vaughan, GD. & Riordan-Eva, P. Glaukoma dalam Oftalmologi Umum. Edisi 14. Alih
Bahasa : Jan Tambajong & Brahm U. Pendit. Jakarta. Widya Medika. 2001.
9. Wijana, N., 1993 Ilmu Penyakit Mata, cetakan 6, halaman 135-137 & 219-225, Abadi Tegal,
Jakarta.
10. Gordon, S., 2004 Mechanism of Secondary Glaukoma from uveitis,
http/www.thehighligts.com.
11. James,Bruce dkk. 2005. Lecture Notes : Oftalmologi. Jakarta : Erlangga
12. American Academy of Opthalmology. Lens and Cataract. Section 11. San Fransisco: MD
Association, 2012
13. Johns J.K Lens and Kataract. Basic and Clinical Science Section 11. American Academy
of Ophthalmology. 2002.
14. Jarrett WH II. Dislocation of the lens. A study of 166 hospitalized cases. Arch
Ophthalmology. Sep 1987;78(3):289-96. [Medline].

15. Nirankari MS, Chaddah MR. Displaced lens. Am J Ophthalmol. Jun 1967;63(6):1719-
23. [Medline].

19
16. Nelson L. Ectopia lentis in childhood. J Pediatr Ophthalmol Strabismus. Jan-Feb
2008;45(1):12. [Medline].

17. Omulecki W, Wilczynski M, Gerkowicz M. Management of bilateral ectopia lentis et


pupillae syndrome.Ophthalmic Surg Lasers Imaging. Jan-Feb 2006;37(1):68-71.

18. Konradsen T, Kugelberg M, Zetterstrm C. Visual outcomes and complications in surgery


for ectopia lentis in children. J Cataract Refract Surg. May 2007.

20
LAMPIRAN

21
Pre Ekstraksi Post Ekstraksi

22

Anda mungkin juga menyukai