Anda di halaman 1dari 8

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Hiperbilirubin
2.1.1 Definisi
Hiperbilirubin/ Ikterus neonatorum/ Bayi Kuning adalah keadaan ikterus yang terjadi
pada bayi baru lahir yaitu meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler
sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Hidayat,
2009).
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya
bilirubin darah 5-7mg/dL ( Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2011).
Jadi, Hiperbilirubin adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan
kuning pada kulit dan mata.

2.1.2 Klasifikasi Hiperbilirubin


Menurut (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2011) hiperbilirubin atau ikterus dibagi
menjadi 2 yaitu :
1. Ikterus fisiologis
1) Terjadi pada bayi baru lahir setelah 24 jam pertama
2) Pada bayi cukup bulan yg mendapat susu formula kadar bilirubin meningkat
pada hari ke-3 dan akan menurun cepat selama 2-3 hari.
3) Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI.
4) Kadar bilirubin bisa terjadi dalam waktu 2-4 minggu bahkan sampai 6 minggu.
2. Ikterus Non Fisiologis
1) Ikterus terjadi sebelum bayi berumur 24 jam
2) Peningkatan kadar bilirubin serum memerlukan fototerapi
3) Peningkatan kadar bilirubin serum > 5 mg/dL/Jam
4) Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari (muntah, letargis, malas menetek,
penurunan berat badan yg cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil ).
2.1.3 Etiologi Hiperbilirubin
Penyebab dari hiperbilirubin ini bisa disebabkan oleh proses fisiologis dan patologis
atau kombinasi keduanya. Resiko hiperbilirubin meningkat pada bayi yang mendapat ASI,
bayi kurang bulan dan bayi mendekati cukup bulan. Neonatal hiperbilirubin terjadi karena
peningkatan produksi atau penurunan clearance bilirubin dan lebih sering terjadi pada bayi
imatur ( Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2011).
Bayi yang mendapat ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi disbanding
bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor (misal:
frekuensi menyususi yang tidak adekuat, kehilangan berat badan/dehidrasi) ( Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2011).
Menurut ( Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2011), faktor penyebab yang mungkin
berhubungan dengan hiperbilirubin pada bayi yang mendapat ASI:
1. Asupan Cairan :
1) Kelaparan
2) Frekuensi menyusui
3) Kehilangan berat badan/dehidrasi
2. Hambatan ekskresi bilirubin hepatik akibat sumbatan dalam liver (karena infeksi atau
kerusakan liver)
3. Penyerapan bilirubin di usus
1) Pasase mekonium
2) Pembentukan urobilinoid bakteri
4. Produksi yang berlebihan, misalnya pada pemecahan darah (hemolisis) yang
berlebihan pada incompatibilitas (ketidaksesuaian) darah bayi dengan ibunya.
5. Gangguan fungsi hati.

2.1.4 Tanda-tanda Hiperbilirubin


Menurut ( Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2011), tanda dan gejala dari hiperbilirubin
yaitu:
1. Pasien tampak lemah
2. Refleks hisap kurang
3. Urine pekat
4. Perut buncit
5. Feses seperti dempul
6. Ketika kadar bilirubin meningkat dalam darah maka warna kuning akan dimulai dari
kepala (sklera dan membrane mukosa) kemudian turun ke lengan, badan, dan akhirnya
kaki. Jika kadar bilirubin sudah cukup tinggi, bayi akan tampak kuning hingga di
bawah lutut serta telapak tangan.
7. Cara yang mudah untuk memeriksa warna kuning ini adalah dengan menekan jari
pada kulit yang diamati dan sebaiknya dilakukan di bawah cahaya/sinar matahari.

2.1.5 Patofisiologi Hiperbilirubin


Ketika eritrosit pecah pada akhir siklus kehidupan eritrosit neonatal, hemoglobin terpisah
menjadi fragmenglobin (protein) dan heme (besi). Fragmen heme membentuk bilirubin tak
terkonjunggasi (indirek) yang akan terikat dengan albumin ketika dibawa ke sel hati untuk
menjalani konjugas dengan gukuronida hingga terbrntuk bilirubin direk. Karena bilirubin
tak terkonjugasi bersifat larutlemak dan tidak dapat diekresikan kedalam urine ataupun
getah empedu, senyawa ini dapat merembes ke jaringan ekstravaskular, khususnya
jaringan lemak serta otak dengan menimbulkan hiperbilirubinemia.

Obat-obatan (seperti aspirin,obat penenang/tranquilizer, serta sulfonamide)dan beberapa


keadaan tertentu (seperti hipotermia, anoreksia, hipoglikemia, serta hipoalbuminemia)
dapat mengganggu konjugasi dan menguasai tempat-tempat pengikatan albumin.

Penurunan fungsi hati Juga mengurangi konjunggasi bilirubin.obstruksi bilier atau


hepatitis dapatmenyebabkan hiperbilirubinea dengan menghalangi aliran empedu yang
normal.

Peningkatan produksi atau pemecahan eritrosit pada gangguan hemolitik atau


inkompatibilitas Rh atau ABO dapat menyebabkan hperbilirubinea. Proses lisis
membebaskan bilirubin dan menstimulasi aglut inasi sel. Sebagai akibatnya, kemempuan
hati untuk melakukan konjugasi bilirubin mendapat beban berlebih
2.1.6 FAKTOR RESIKO HIPERBILIRUBIN
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2011), guna mengantisipasi komplikasi yang
mungkin timbul, maka perlu diketahui faktor resiko terjadinya hiperbilirubin meliputi:
3. Faktor Resiko Mayor
Ikterus muncul dalam 24 jam pertama bayi lahir
Umur kehamilan 35-36 minggu
Riwayat anak sebelumnya yg mendapat fototerapi
Sefalhematom atau memar yang bermakna
ASI ekslusif dengan cara perawatan tidak baik dan kehilangan berat badan yang
berlebihan
Ras Asia Timur
4. Faktor Resiko Minor
Umur kehamilan 37-38 minggu
Sebelum pulang bayi tampak kuning
Riwayat anak sebelumnya kuning
Bayi Makrosomia dari ibu DM
Umur ibu > 25th
Laki-laki
5. Faktor Resiko Kurang
Umur kehamilan > 41 minggu
Bayi mendapat susu formula penuh
Kulit hitam
Bayi dipulangkan setelah 72 jam

2.1.7 BAHAYA HIPERBILIRUBIN


Bilirubin indirek yang larut dalam lemak bila menembus sawar darah otak akan terikat
oleh sel otak yang terdiri terutama dari lemak. Sel otak dapat menjadi rusak, bayi kejang,
menderita kernikterus, bahkan menyebabkan kematian. Bila kernikterus dapat dilalui, bayi
dapat tumbuh tapi tidak berkembang. Selain bahaya tersebut, bilirubin direk yang bertumpuk
di hati akan merusak sel hati menyebabkan sirosis hepatik (pengerutan hati) ( Ikatan Dokter
Anak Indonesia, 2011).
2.1.8 PENANGANAN KUNING PADA BAYI BARU LAHIR
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2011), penanganan kuning pada bayi baru lahir
yaitu:
6. Penanganan dirumah
Berikan ASI yang cukup (8-12 kali sehari) Pemberian ASI jangan dihentikan dan jangan
diganti dengan air putih atau air gula
Penyinaran oleh Matahari (Berjemur). Sinar matahari dapat membantu memecah
bilirubin sehingga lebih mudah diproses oleh hati. Penyinaran dilakukan antara jam 7-8
pagi agar bayi tidak kepanasan, atur posisi kepala agar wajah tidak menghadap matahari
langsung. Lakukan penyinaran selama 30 menit, 15 menit terlentang dan 15 menit
tengkurap. Sebaiknya bayi tidak memakai pakaian agar kontak sinar dengan kulit dapat
terjadi seluas mungkin tetapi hati-hati jangan sampai kedinginan
7. Penanganan Kuning/Jaundice
Segera hubungi dokter bila bayi tampak kuning:
Timbul segera dalam 24 jam pertama kelahiran, ATAU
Kuning menetap lebih dari 8 hari pada bayi cukup bulan dan lebih dari 2 minggu pada
bayi prematur, ATAU
Pada observasi di rumah bayi tampak kuning sudah menyebar sampai ke lutut/siku atau
lebih, ATAU
Tinja berwarna pucat
2.1.9 Segera bawa bayi ke unit gawat darurat rumah sakit bila:
Jika bayi tampak sakit (menolak untuk minum, tidur berlebihan, atau lengan dan kaki
lemas) atau
Jika bayi tampak mengalami kesulitan bernapas
bila suhu tubuh lebih dari 37,50C

2. PENATALAKSANAAN atau TERAPI MEDIS


1. Fototerapi / Terapi Sinar
Dokter akan memutuskan untuk melakukan terapi sinar (phototherapy) sesuai dengan
peningkatan kadar bilirubin pada nilai tertentu berdasarkan usia bayi dan apakah bayi lahir
cukup bulan atau prematur. Bayi akan ditempatkan di bawah sinar khusus. Sinar ini akan
mampu untuk menembus kulit bayi dan akan mengubah bilirubin menjadi lumirubin yang
lebih mudah diubah oleh tubuh bayi. Selama terapi sinar penutup khusus akan dibuat untuk
melindungi mata.
2. Selimut fiber optic atau terapi sinar ganda/triple
Jika terapi sinar yang standar tidak menolong untuk menurunkan kadar bilirubin, maka
bayi akan ditempatkan pada selimut fiber optic atau terapi sinar ganda/triple
3. Tranfusi Tukar
Jika gagal dengan terapi sinar maka dilakukan transfusi tukar yaitu penggantian darah
bayi dengan darah donor. Ini adalah prosedur yang sangat khusus dan dilakukan pada fasilitas
yang mendukung untuk merawat bayi dengan sakit kritis. Secara keseluruhan, hanya sedikit
bayi yang akan membutuhkan transfusi tukar.
( Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2011)

3. PENCEGAHAN HIPERBILIRUBIN
Tidak memberikan cairan tambahan rutin, seperti air pada bayi yang mendapat asi dan
tidak mengalami dehidrasi
Sering menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari
Menunjang bakteri flora normal
Merangsang aktifitas usus halus
Mencegah sedini mungkin infeksi pada janin, dan kekurangan oksigen pada janin di
dalam rahim.
( Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2011)
Komplikasi

Komplikasi meliputi:

1. Kernikterus
2. Paralisis serebral,epilepsy atau retardasi mental
3. Disabilitas perceptual motorik dan gangguan dalam belajar

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan bilirubin serum

a. Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah

lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.

b. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari

setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.

2. Pemeriksaan radiology

Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan

pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma

3. Ultrasonografi

Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.

4. Biopsy hati

Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk

membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk

memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.

5. Peritoneoskopi

Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk

perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.

6. Laparatomi

Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk

perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini


Bibliography
Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2011). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia
Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Anda mungkin juga menyukai