Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai dengan rendahnya massa
tulang dan terjadinya perubahan mikroarsitektur jaringan tulang sehingga tulang menjadi
rapuh dan mudah patah.

Pada tahun 2001, National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru
osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength
sehingga tulang mudah patah.

Osteoporosis yang merupakan penyakit metabolik tulang disebut juga tulang rapuh atau
tulang keropos. Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering dialami
perempuan setelah menopause. Osteoporosis diistilahkan juga sebagai silent disease karena
sering tidak memberikan gejala hingga pada akhirnya terjadi fraktur.

Proses osteoporosis sebenarnya sudah dimulai sejak usia 40-50 tahun. Pada usia tersebut,
baik laki-laki maupun perempuan akan mengalami proses penyusutan massa tulang yang
akan menyebabkan kerapuhan tulang. Hanya saja pada perempuan proses kerapuhan tulang
menjadi lebih cepat setelah menopause karena kadar hormon estrogen yang mempengaruhi
kepadatan tulang sangat menurun. Osteoporosis bahkan sudah dapat dijumpai setelah
menopause berlangsung 5-10 tahun.

Fraktur tulang yang paling sering terjadi terdapat di ruas tulang belakang, bagian leher
tulang paha, dan pergelangan lengan bawah.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Definisi

Osteoporosis ialah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya penurunan massa
tulang dan kemunduran structural jaringan tulang, yang mengarah pada kerapuhan
tulang dan peningkatan risiko patah tulang.

B. Patogenesis

Massa tulang mengalami perubahan selama hidup melalui tiga fase, yaitu fase
tumbuh, fase konsolidasi, dan fase involusi. Sekitar 90% massa tulang dibentuk pada
fase tumbuh. Setelah masa pertumbuhan, pertumbuhan tulang berhenti sehingga
berhenti pula proses pertumbuhan pemanjangan tulang. Ini berarti tinggi badan sudah
tidak mungkin bertambah.

Setelah fase pertumbuhan berhenti, mulai fase konsolidasi yang berlangsung 10-15
tahun. Pada fase ini kepadatan tulang bagian kortex dan trabekular akan bertambah
dan mencapai puncaknya pada usia 30-35 tahun. Keadaan ini disebut massa tulang
puncak (peak bone mass). Seseorang yang mempunyai massa tulang puncak yang
tinggi akan mempunyai kekuatan tulang yang cukup bila terjadi penurunan densitas
tulang akibat usia, sakit berat, atau menurunnya produksi seks steroid. Pencapaian
massa puncak tulang ini ternyata lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan.

Untuk jangka waktu tertentu, keadaan massa tulang tetap stabil sampai akhirnya
memasuki fase involusi, yaitu mulai terjadinya pengurangan massa tulang sesuai
dengan pertambahan usia. Pada usia 40-45 tahun, baik laki-laki maupun perempuan
mulai terjadi proses penipisan massa tulang yang penyusutannya berkisar 0,3-0,5%
per tahun. Seiring dengan turunnya kadar hormon estrogen yang terjadi secara
fisiologis pada perempuan, maka kehilangan massa tulang akan meningkat menjadi 2-
3% per tahun yang dimulai sejak masa premenopause dan terus berlangsung sampai
5-10 tahun setelah menopause. Pada usia lanjut, yaitu setelah usia 65 yahun atau usia
geriatrik, kehilangan massa tulang tetap terjadi, tetapi dengan kecepatan yang lebih
rendah.

Secara keseluruhan, selama hidupnya pada perempuan akan kehilangan 40-50%


massa tulangnya, sedangkan pada laki-laki hanya sekitar 20-30%. Penurunan massa
tulang ini ternyata tidak sama diseluruh tulang rangka. Penurunan yang paling cepat
terjadi di tulang-tulang metacarpal, collum femoris, dan corpus vertebrae. Tulang
kerangka lainnya juga mengalami proses tersebut, tetapi berlangsung lebih lambat.

Pada osteoporosis, resorpsi tulang meningkat sehingga kepadatan massa tulang


menurun. Bila massa tulang yang hilang sedemikian besarnya maka benturan ringan
pun dapat menyebabkan fraktur. Pada osteoporosis, tulang-tulang yang sering
mengalami fraktur yaitu ruas vertebrae, proksimal femur dan distal radius.

C. Gejala klinis

1. Nyeri

Gejala awal tersering adalah nyeri pinggang tanpa tanda-tanda sebelumnya,


biasanya nyeri ini timbul sesudah mengangkat barang berat. Sifat nyeri tersebut
tajam atau seperti terbakar, yang bertambah hebat bila bergerak membungkuk,
mengangkat beban berat, melompat atau tanpa trauma sedikitpun.

2. Deformitas

Osteoporosis tidak menyebabkan deformitas pada ekstremitas, kecuali bila ada


fraktur. Deformitas kolumna vertebralis akan terjadi sesudah episode fraktur
kompresi yang berulang-ulang. Terkadang deformitas muncul tanpa ada nyeri
pinggang yang nyata. Deformitas tersebut meliputi : Penurunan tinggi badan,
dorsal kifosis

3. Fraktur

Fraktur patologis pada ekstremitas dapat menyebabkan deformitas. Tempat yang


paling sering terkena fraktur akibat dari osteoporosis adalah kolum femoris dan
radius distalis yang terjadi karena jatuh. Hal ini dapat di mengerti karena pada
lansia terjadi penurunan reflex keseimbangan.

D. Epidemologi

Sementara ini diperkirakan 1 dari 3 wanita dan 1 dari 12 pria di atas usia 50 tahun di
seluruh dunia mengidap osteoporosis. Ini menambah kejadian jutaan fraktur lainnya
pertahunnya yang sebagian besar melibatkan lumbar vertebra, panggul dan
pergelangan tangan (wrist). Fragility fracture dari tulang rusuk juga umum terjadi
pada pria.

Fraktur Panggul

Fraktur panggul paling sering terjadi akibat osteoporosis. Di AS, lebih dari 250.000
fraktur panggul pertahunnya merupakan akibat dari osteoporosis. Ini diperkirakan
bahwa seorang wanita kulit putih usia 50 tahun mempunyai waktu hidup 17,5%
berisiko fraktur femur proksimal. Insidensi fraktur panggul meningkat setiap dekade
dari urutan ke 6 menjadi urutan ke 9 baik untuk wanita maupun pria pada semua
populasi. Insidensi tertingi ditemukan pada pria dan wanita usia 80 tahun ke atas.

Fraktur Vertebral

Antara 35-50% dari seluruh wanita usia di atas 50 tahun setidaknya satu mengidap
fraktur vertebral. Di AS, 700.000 fraktur vertebra terjadi pertahun, tapi hanya sekitar
1/3 yang diketahui. Dalam urutan kejadian 9.704 wanita usia 68,8 tahun pada studi
selama 15 tahun, didapatkan 324 wanita sudah menderita fraktur vertebral pada saat
mulai dimasukkan ke dalam penelitian; 18.2% berkembang menjadi fraktur vertebra,
tapi risiko meningkat hingga 41.4% pada wanita yang sebelumnya telah terjadi fraktur
vertebra.

Fraktur Pergelangan Tangan

Di AS, 250.000 fraktur pergelangan tangan setiap tahunnya merupakan akibat dari
osteoporosis. Fraktur pergelangan tangan merupakan tipe fraktur ketiga paling umum
dari osteoporosis. Resiko waktu hidup yang ditopang fraktur Colles sekitar 16% untuk
wanita kulit putih. Ketika wanita mencapai usia 70 tahun, sekitar 20%-nya setidaknya
terdapat satu fraktur pergelangan tangan.

Fraktur Tulang Rusuk

Fragility fracture dari tulang iga umumnya terjadi pada laki-laki usia muda 25 tahun
ke atas. Tanda-tanda osteoporosis pada pria ini sering diabaikan karena sering aktif
secara fisik dan menderita fraktur pada saat berlatih aktivitas fisik. Contohnya ketika
jatuh saat berski air atau jet ski. Bagaimanapun, tes cepat dari tingkat testosteron
individu berikut diagnosis fraktur akan nampak dengan mudah apakah individu
kemungkinan berisiko.

E. Klasifikasi

Menurut pembagiannya, osteoporosis dapat dibedakan atas :


1. osteoporosis primer etiologi tidak diketahui dan tidak berhubungan dengan
penyakit lain. Dibagi lagi atas :

osteoporosis tipe I (pasca menopause)

osteoporosis tipe II (senilis)

osteoporosis idiopatik, terjadi pada usia muda dengan penyebab yang tidak diketahui

2. osteoporosis sekunder bersifat herediter, didapat atau karena gangguan fisiologis


atau penyakit lain antara lain hiperparatiroid, gagal ginjal kronis, malabsorpsi,
keadaan yang berhubungan dengan imobilitas dan lain-lain.

Perbedaan osteoporosis tipe pasca menopause dengan tipe senilis dapat dilihat pada
tabel dibawah ini

Tipe Pasca Menopause Tipe Senilis

1. Usia terjadinya (tahun) 51-75 >70

2.Rasio jenis kelamin (W:P) 6:1 2:1

3. Hilangnya tulang Terutama trabekuler Trabekuler dan kortikal

4. Derajat hilang tulang Dengan percepatan Tanpa percepatan

5. Letak fraktur Vertebrae dan radius (distal) Vertebrae dan pinggul (collum femur)

6. Penyebab utama Faktor yang berhubungan dengan menopause Faktor yang


berhubungan dengan proses menua

F. Faktor Risiko

1) Faktor resiko turunan

a) Jenis kelamin perempuan

Perempuan mempunyai resiko 6 kali lebih besar daripada laki-laki untuk terkena
osteoporosis primer. Hal ini disebabkan massa tulang puncaknya yang lebih rendah
dan kehilangan massa tulangnya yang lebih cepat setelah menopause.

b) Usia

Semakin lanjut usia seseorang, semakin besar kehilangan massa tulangnya dan
semakin besar pula kemungkinan timbulnya osteoporosis. Di samping itu, semakin
tua akan semakin berkurang pula kemampuan saluran cerna untuk menyerap kalsium.
Setiap peningkatan umur 1 dekade akan meningkatkan resiko osteoporosis 1,4-1,8
kali.

c) Ras

Perempuan kulit putih dan asia cenderung berpeluang mengalami osteoporosis.

d) Struktur tulang dan berat tubuh

Orang yang rangka tulangnya kecil cenderung lebih sering mengalami osteoporosis
dibandingkan orang yang kerangka tulangnya besar. Bentuk tulang dan tubuh yang
kurus beresiko lebih besar untuk mengalami osteoporosis.

e) Sejarah keluarga dan pribadi

Secara genetik, bila dalam satu keluarga terdapat riwayat osteoporosis, kemungkinan
anggota keluarga lain menderita osteoporosis sekitar 60-80%. Kerentanan terhadap
patah tulang, mungkin sebagian disebabkan keturunan. Perempuan muda yang ibunya
pernah mengalami patah tulang belakang, peluangnya lebih besar mengalami
pengurangan massa tulang. Pengalaman patah tulang pada usia dewasa juga menjadi
indikasi bertambahnya resiko mengalami osteoporosis.

f) Berat badan dan body mass index (BMI) rendah

Orang kurus lebih mudah terserang osteoporosis daripada orang gemuk.

g) Ruas tulang belakang membelok ke samping (scoliosis)

Orang yang pernah mengalami patah tulang osteoporosis, sehingga tulang


membengkok ke samping atau belakang mempunyai resiko lebih tinggi mengalami
patah tulang lagi. Penyebabnya belum dipahami, namun bisa jadi ini tanda bahwa
orang yang pernah mengalami patah tulang memiliki tulang yang lebih rapuh. Kondisi
ini nyata pada wanita yang pernah mengalami patah tulang belakang, resiko patah
tulang meningkat tujuh kali.

2) Faktor resiko lingkungan

a) Kekurangan hormon estrogen.

Estrogen sangat penting untuk menjaga kepadatan massa tulang. Turunnya kadar
estrogen bisa terjadi akibat kedua indung telur telah diangkat atau diradiasi karena
kanker, telah menopause, menopause dini atau dalam keadaan hipogonadisme.
Kekurangan hormon estrogen akan mengakibatkan lebih banyak resorpsi tulang
daripada pembentukan tulang. Akibatnya, massa tulang yang sudah berkurang karena
bertambahnya usia, akan diperberat lagi dengan berkurangnya hormon estrogen
setelah menopause.

b) Kekurangan hormon testosteron.

Kadar testosteron pada laki-laki sangat penting guna mencapai dan menjaga massa
tulang yang maksimal. Pubertas yang terlambat pada laki-laki juga merupakan faktor
resiko berkurangnya massa tulang yang cenderung mengakibatkan timbulnya
osteoporosis. Biasanya osteoporosis yang dialami pria terjadi pada usia 60 tahun dan
berlangsung lebih lambat daripada perempuan.

Rendahnya kejadian osteoporosis pada pria diduga karena pria dapat mencapai massa
tulang puncak yang lebih tinggi dan tingkat kehilangan massa tulang kortikal yang
lebih rendah. Disamping itu, penurunan massa tulang trabekular pada pria lebih
bersifat penipisan daripada perforasi, sehingga arsitektur tulang masih bisa
dipertahankan.

c) Diet ketat untuk menurunkan berat badan sampai menyebabkan terhentinya haid.
d) Menderita penyakit kronis.

Resiko terkena osteoporosis meningkat pada penderita diabetes, hipertiroidisme.


Penggunaan obat-obatan tertentu berjangka panjang seperti penggunaan steroid untuk
menangani asma dan arthritis, obat anti kejang juga dapat meningkatkan resiko
terkena osteoporosis

e) Makanan yang kurang kalsium dan vitamin D.

Selain dibutuhkan oleh sel tubuh, kalsium juga dibutuhkan untuk mencegah rapuhnya
tulang. Untuk menjaga keseimbangan kalsium darah, dibutuhkan hormon paratiroid
(PTH), vitamin D, dan kalsitonin. Yang juga berperan pada metabolisme kalsium di
tulang antara lain hormon estrogen, hormon androgen, kadar kalsium, fosfat, usia.

Vitamin D dibutuhkan dalam penyerapan kalsium di usus. Dengan bertambahnya usia,


penyerapan kalsium di usus akan terganggu karena berkurangnya vitamin D dan
enzim pencernaan (laktase), rendahnya pengeluaran asam lambung, dan berkurangnya
kemampuan usus mengangkut kalsium.

Berkurangnya kadar kalsium darah di usia lanjut akan mengakibatkan naiknya kadar
hormon paratiroid sehingga tulang melepaskan kalsium agar kadar kalsium darah
tetap normal. Selanjutnya terjadi proses penipisan massa tulang dan terjadi
osteoporosis.

f) Rokok, alkohol, kopi, garam dan minuman ringan.


Merokok, terutama pada perempuan yang sudah dimulai sejak remaja, akan
menurunkan kadar estrogen di dalam darah sehingga pencapaian densitas puncak
tulang akan berkurang, menopause terjadi lebih dini, dan terganggunya penggunaan
obat pengganti hormon.

Merokok dan minum alkohol yang berlebihan dapat meningkatkan resiko


osteoporosis dua kali lipat.

Kafein akan meningkatkan pembuangan kalsium melalui urin. Makanan yang


diasinkan juga dapat mempercepat timbulnya rapuh tulang. Dalam minuman ringan
(soft drinks) terdapat kandungan fosfat. Tingginya asupan fosfat akan menyebabkan
ratio fosfat-kalsium yang abnormal. Bila ratio menjadi 1 : 6 maka resiko terjadinya
osteoporosis dan hiperparatiroid akan meningkat. Namun, bila konsumsi kalsiumnya
cukup, osteoporosis tidak akan terjadi.

g) Asupan protein berlebih.

Kekurangan protein akan mengganggu proses pertumbuhan anak karena


berkurangnya pembentukan tulang kortikal dan tidak tercapainya puncak massa
tulang.

h) Obat-obatan.

Penggunaan steroid akan mengeluarkan kalsium dari tulang, mempercepat terjadinya


osteoporosis pada perempuan serta menghambat pertumbuhan tulang pada balita dan
remaja. Idealnya, penggunaan steroid selama 2 bulan atau lebih perlu dilakukan
pemeriksaan densitas mineral tulang karena resikonya tinggi terhadap terjadinya
fraktur osteoporotik.

Beberapa obat yang dapat menyebabkan rapuhnya tulang adalah hormon kelenjar
gondok, obat antikonvulsan, heparin, antasida yang mengandung alumunium, obat
kanker, obat TBC, diuretik dan tetrasiklin.

i) Gaya hidup inaktif.

Ada hubungan langsung antara massa otot dan massa tulang. Olahraga seperti lari,
naik gunung, beladiri, serta pekerjaan berat yang membangun massa otot dan telah
dilakukan sejak muda akan meningkatkan massa tulang menjadi padat.

Sebaliknya, tidak pernah berolahraga, sakit berat yang menyebabkan penderitanya


harus berbaring di tempat tidur (imobilisasi), dan pekerjaan dengan banyak duduk
akan menyebabkan otot mengecil dan berkurangnya massa tulang. Pada usia lanjut,
imobilisasi yang lama akan menyebabkan timbulnya osteoporosis
G. Pencegahan

Pencegahan osteoporosis meliputi:

Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan mengkonsumsi


kalsium yang cukup
Melakukan olah raga dengan beban

Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu).

Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama sebelum
tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun). Minum 2 gelas susu dan
tambahan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah
baya yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium. Akan tetapi tablet kalsium dan
susu yang dikonsumsi setiap hari akhir - akhir ini menjadi perdebatan sebagai pemicu terjadi
osteoporosis, berhubungan dengan teori osteoblast.
Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan meningkatkan kepadatan
tulang. Berenang tidak meningkatkan kepadatan tulang.
Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan sering diminum
bersamaan dengan progesteron. Terapi sulih estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun
setelah menopause; tetapi jika baru dimulai lebih dari 6 tahun setelah menopause, masih bisa
memperlambat kerapuhan tulang dan mengurangi risiko patah tulang. Raloksifen merupakan
obat menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada estrogen dalam
mencegah kerapuhan tulang, tetapi tidak memiliki efek terhadap payudara atau rahim. Untuk
mencegah osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa digunakan sendiri atau
bersamaan dengan terapi sulih hormon.

H. Latihan Fisik untuk Pencegahan Osteoporosis

1. Posisi Duduk

Latihan 1a

Tujuan : Mencegah terjadinya fraktur kifosis dan menguatkan otot-otot belakang atas.

Posisi : Duduk tegak di kursi tanpa menyandar, kedua siku berada di samping dada,
lengan bawah horizontal dan mengarak ke depan.

Gerakan: Tarik bahu ke belakang dan taha sampai lima hitungan. Lakukan latihan ini
sampai 10 kali

Latihan 1b

Tujuan : Mencegah terjadinya postur kifosis dan menguatkann otot-otot punggung.

Posisi : Duduk tegak bersandar pada kursi.


Gerakan : Tekan punggung ke belakang pada sandaran kursi. Tahan sampai 5 hitungan
.

Lakukan latihan ini sampai 10 kali.

Latihan 2

Tujuan : Penguatan otot ekstensor punggung, peningkatan inspirasi, dan pergerakan

Otot pektoralis.

Posisi : Seperti latihan satu, kecuali tangan berada di bagian belakang kepala.

Gerakan : Dorong kedua siku ke belakang hingga melewati samping kepala. Tarik

Napas dalam selama melakukan gerakan tersebut kemudian mengeluarkan

Napas dengan rileks.

2. Posisi Tidur

Latihan 3

Tujuan : Penguatan otot ekstensor punggung.

Posisi: Tidur tengkurap dengan dada dan perut diganjal dengan bantal. Kedua lengan l
urus di samping badan (telapak tangan) menghadap ke atas kaki ekstensi dengan ibu j
ari kaki menyentuh lantai.

Gerakan: Tegakkan/ angkat kepala dan bagian atas tubuh dengan dada dan perut bertu
mpu pada bantal. Tahan sampai 5 hitungan.

Latihan 4

Tujuan : Penguatan otot ekstensor lumbal dan otot ekstensor sendi panggul.

Posisi : Seperti merangkak dengan lutut di lantai. Tubuh ditahan dengan lengan eksten
si.

Gerakan: Angkat satu kaki menjauhi lantai dengan ekstensi sendi panggul dan lutut ag
ak fleksi. Tahan sampai 5 hitungan.

Latihan 5a

Tujuan : Penguatan otot-otot abdominal.

Posisi: Tidur telentang pada permukaan yang rata dan keras. Lutut ditekuk hingga me
mbentuk sudut 90o

Gerakan: Meluruskan sendi lutut secara bergantian. Tahan sampai 5 hitungan. Lakuka
n latihan ini 5 kali untuk setiap kaki.
Latihan 5b

Tujuan : Penguatan otot-otot abdominal dengan gerakan isometrik.

Posisi: Tidur telentang pada permukaan yang rata dan keras. Tumit menyentuh lantai
dan kedua tangan diatas perut.

Gerakan : Angkat kedua tungkai lurus hingga setinggi 15-20cm. Tahan sampai 5 hitun
gan. Lakukan latihan ini sampai 10 kali.

Latihan 6

Tujuan : Penguluran otot ekstensor punggung dan peningkatan LGS sendi panggul da
n lutut.

Posisi : Telentang pada permukaan yang rata dan keras.

Gerakan: Tarik lutut (dalam keadaan fleksi) ke atas hingga sedapat mungkin menyent
uh dada. Tahan sampai 5 hitungan. Lakukan latihan ini sampai 10 kali.

Latihan 7a

Tujuan : Peregangan otot ekstensor punggung dan otototot abdominal hingga ekstensi
maksimal.

Posisi: Tidur telentang pada permukaan yang rata dan keras. Lengan ekstensi di atas k
epala dengan telapak tangan menghadap ke atas.

Gerakan : tarik lengan ke atas dan tumit ke bawah (seakanakan memanjangkan tubuh)
dan perut dikempiskan untuk meratakan punggung pada posisi lurus. Tahan sampai 5
hitungan. Lakukan latihan ini sampai 10 kali.

Latihan 7b

Tujuan : Penguatan otot-otot punggung, gluteus, dan tungkai.

Posisi : Tidur telentang pada permukaan yang rata dan keras. Kedua lengan di sampin
g tubuh.

Gerakan: Tekan tangan dan lutut ke lantai / tempat tidur. Kontraksikan otot punggung,
gluteus dan paha. Tahan sampai 5 hitungan. Lakukan latihan ini sampai 10 kali

Latihan 8a

Tujuan : Penguatan otot ekstensor punggung dan otot-otot abdominal.

Posisi: Tidur telentang pada permukaan yang rata dan keras. Lutut di tekuk hingga me
mbentuk sudut 90o. lengan atas di buka (ke samping), siku refleksi hingga membentuk
sudut 90o dengan lantai. Lengan bawah tegak.
Latihan 8b

Tujuan : Penguatan otot ekstensor punggung dan otot-otot lengan.

Posisi: Tidur telentang pada permukan yang rata dan keras. Lutut ditekuk hingga mem
bentuk sudut 90o. Kedua lengan lurus ke atas (fleksi sendi bahu 90o)

Gerakan: Gerakkan lengan ke samping kepala, tekan lengan ke lantai / tempat tidur. T
ahan sampai 5 hitungan. Lakukan latihan ini sampai 10 kali.

Latihan 9

Tujuan : Penguatan otot abduktor sendi panggul.

Posisi: Tidur miring pada permukaan yang rata dan keras, sendi panggul dan lutut ekst
ensi. Kepala diletakkan di atas ditekuk ke depan untuk mempertahankan posisi.

Gerakan: Angkat tungkai yang atas dengan lurus semaksimal mungkin hingga sendi p
anggul dan lutut ekstensi. Lakukan latihan ini sampai 10 kali. Apabila sudah melakuk
an pada satu sisi, lakukan pada sisi lain dengan cara yang sama.

Latihan 10

Tujuan : Mengurangi lordosis.

Posisi: Tidur telentang dengan lutut fleksi dan telapak kaki bertumpu pada lantai. Ked
ua tangan terletak diatas kepala (dengan rileks).

Gerakan: Tekan bagian lumbal ke bawah sehingga menyentuh lantai dengan perut dik
empiskan. Pada saat lumbal turun, tahan hingga 5 hitungan. Lakukan sampai 10 kali.

Latihan 11

Tujuan : Penguatan otototot ekstensor punggung dan peningakatan LGS sendi panggu
l dan lutut.

Posisi : Posisi duduk di lantai dengan sendi lutut fleksi.

Gerakan: Dari posisi duduk, tubuh direbahkan ke depan, tangan lurus ke atas dan men
ekan perut dan dada ke permukaan paha. Saat berada pada posisi ini, tahan sampai sek
itar 5 hitungan dan kembali duduk. Lakukan sampai 10 kali.

1. Posisi Berdiri

Latihan 12

Tujuan : Penguatan otot-otot punggung dan pengurangan kifosis.

Posisi : Berdiri dengan punggung menempel pada tembok, lengan disamping tubuh.
Gerakan: Tekan punggung rata ke tembok semaksimal mungkin dengan satu lengan di
angkat di samping kepala. Pertahankan punggung tetap lurus. Tahan sampai 5 hitunga
n. Lakukan latihan ini sampai 10 kali.

Latihan 13

Tujuan : Pengurangan kifosis dan pemberian kompresi pada sendi ekstermitas atas.

Posisi : Berdiri menghadap tembok dan kedua lengan menempel di tembok.

Gerakan: Badan condong ke depan dan dorong ke arah tembok. Sendi siku tetap lurus.
Tahan sampai 5 hitungan. Lakukan latihan ini sampai 10 kali.

Latihan 14

Tujuan : Pengurangan kifosis dan penguatan otot tungkai.

Posisi : Berdiri dan kedua tangan berpegang ada kursi.

Gerakan: Merendahkan dngan menekuk lutut, pertahankan punggung tetap lurus. Tah
an sampai 5 hitungan. Lakukan latihan ini sampai 10 kali.

Latihan 15

Tujuan : Pengurangan/ pencegahan postur kifosis dan penguatan otot ekstensor bahu.

Posisi: Berdiri, salah satu kaki sedikit maju untuk mengurangi tekanan pada tulang bel
akang khususnya lumbal. Salah satu tangan berpegangan.

Gerakan: Kombinasi antara keseimbangan tubuh dan gerak ekstensi sendi bahu denga
n beban. Dimulai dengan memberikan beban 200-400gram sesuai dengan kemampuan
lansia. Beban dapat ditingkatkan sampai maksimal 1kg untuk tiap tangan. Penambaha
n dipertimbangkan dengan keadaan kondisi tulang.

Latihan 16

Tujuan : Pengurangan ketegangan otot punggung dan keseimbangan pada posisi terten
tu.

Posisi : Berdiri dengan membawa beban pada kedua tangan.

Gerakan: Angkat kedua lengan kesamping sampai di atas kepala dengan beban. Pada
saat beban sudah melewati kepala, kedua lutut sedikit ditekuk untuk menghindari teka
nan pada tulang belakang. Beban dimulai dari 200-400 gram sesuai dengan kemampu
an lansia. Beban dapat ditingkatkan sampai maksimal 1kg untuk tiap tangan. Penamba
han dipertimbangkan dengan keadaan kondisi tulang.

Latihan 17
Tujuan : Penguatan otototot punggung dan ekstermitas atas. Latihan ini untuk lansia d
engan keterbatasan gerak abduksi sendi bahu.

Posisi : Berdiri, kedua tangan membawa beban.

Gerakan : Angkat beban dengan bahu abduksi 90o sampai beban berada di depan dada

Anda mungkin juga menyukai