Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO) remaja adalah suatu masa

dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda-

tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

Batasan usia remaja adalah 12-24 tahun, sedangkan menurut survey

kesehatan reproduksi remaja indonesia (SKRRI) yang dilakukan pada tahun

2007, remaja adalah laki-laki dan perempuan yang belum kawin dengan

batasan usia meliputi 15-24 tahun (Wijaya, 2009).

Masa remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia

yang sering disebut sebagai masa pubertas yaitu masa peralihan dari anak-

anak ke masa dewasa. Pada tahap ini remaja akan mengalami suatu

perubahan fisik, emosional, seksual dan sosial sebagai ciri dalam masa

pubertas. Salah satu perubahan reproduksi dari masa pubertas wanita adalah

menstruasi (Aulia, 2009).

Dismenore merupakan nyeri perut yang berasal dari kram rahim dan

terjadi selama menstruasi. Masalah yang sering muncul dalam disminorea

adalah tingkat penurunan nyerinya. Ketika nyeri itu timbul, beberapa efek akan

muncul seperti sakit kepala, mual, sembelit atau diare, dan sering berkemih.

Kadang sampai terjadi muntah (Manuaba, 2001).

Penyebab dysmenorhea sendiri, bermacam-macam yaitu karena suatu

proses penyakit atau kecemasan yang belebihan, tetapi penyebab tersering

terjadi karena ketidakseimbangan hormonal (Price, 2005).

1
Di Amerika Serikat, diperkirakan hampir 90% wanita mengalamii

dysmenorhea, dan 10 15% diantaranya mengalami dysmenorhea berat yang

menyebabkan wanita tidak mampu melakukan kegiatan apapun (Jurnall

Occupation And Enviromental Medicine, 2008).

Angka kejadian dismenore di Indonesia sebesar 64,25 % yang terdirii

dari 54,89% dismenore primer dan 9,36 % dismenore sekunder (Info sehat,

2008). Frekuensi dismenore cukup tinggi hampir 90% wanita mengalamii

dismenore, 10-15% di antaranya mengalami dismenore berat yang

menyebabkan mereka tidak mampu melakukan kegiatan apapun dan inii

menurunkan kualitas hidup (Jurnal Occupation And Environmental Medicine,

2008 dalam iin Zuliyati 2013).

Studi yang dilakukan di SMAN 3 Bojonegoro tahun 2010 kepada 25

siswi, didapatkan 20% siswi dari 5 siswi tidak mengalami nyeri saat menstruasi

dan sebagian besar dengan persentase 80% dari 25 siswi diidapatkan

sebanyak 20 siswi mengalami nyeri saat menstruasi yang menganggu proses

belajar. Karena nyeri tersebut, banyak siswi yang menggunakan obat pereda

nyeri menstruasi. Beberapa jenis obat yang digunakan remaja putri untuk

mengatasi nyeri saat menstruasi seperti feminax, asam mefenamat dan

beberapa obat baru seperti kiranti.

Di Surabaya didapatkan 1,07%-1,31% dari jumlah penderita

dysmenorhea datang kebagian kebidanan (Harurianto, 2008). Dari hasil survei

pendahuluan yang telah dilakukan terhadap 10 Siswi MAN 2 Model Medan,

ditemukan semua Siswi mengalami dysmenorhea dan 3 diantaranya,

mengalami dysmenorhea yang sangat mengganggu aktivitas Siswi tersebut.

2
Prevalensi dismenore primer penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

wa ode sitti aminah pada tahun 2012 di sulawesi tenggara, belum ada angka

yang pasti, namun jika mengacu pada perkiraan para ahli bahwa sekitar 45%

hingga 95% pada wanita usia produktif menderita dismenore maka

prevalensinya mencapai 77,052-162,665 orang dan 171, 226 orang wanita

usia produktif (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, 2008).

Di Kabupaten Muna sendiri angka kejadian dysmenorhea primer belum

dapat dikemukakan secara signifikan, hal ini diakibatkan oleh tidak adanya

penderita dysmenorhea primer yang melaporkan masalahnya ke Rumah Sakit

atau Puskesmas. Dimana, mereka beranggapan bahwa rasa nyeri tersebut

merupakan suatu hal yang wajar ketika mangalami menstruasi.

Dismenore primer biasanya dimulai pada saat seorang wanita berumur

2-3 tahun setelah menerche dan akan mencapai puncaknya pada usia 15-25

tahun. Berdasarkan data, dismenore primer dialami oleh 60-75% wanita

penyebabnya adalah adanya peningkatan kontraksi rahim yang dirangsang

oleh prostagladin (Dita Andira, 2010).

Hasil pengambilan data awal pada tahun 2014 di SMA Negeri 1

Kontunaga Kecamatan Watopute Kabupaten Muna, jumlah siswi kelas 1

sebanyak 75 orang. Berdasarkan hasil wawancara awal peneliti pada bulan

April di SMA Negeri 1 Kontunaga kecamatan watopute kabupaten muna tahun

2014, beberapa orang siswi mengatakan sering mengalami dysmenorhea

primer dan terdapat beberapa siswi yang tidak masuk tiap bulan, di karenakan

dismenore dan ada juga yang tetap mengikuti pelajaran dengan mencoba

mengatasi nyerinya dengan obat penghilang rasa nyeri atau membiarkan nyeri

tersebut.

3
Hal ini sangat mengganggu aktivitas sehari-hari sebagai pelajar dan

menurunkan keaktifan siswi menerima pelajaran. Oleh karena itu untuk

meringankan dismenorea tersebut peneliti tertarik memberikan terapi kompres

hangat dan teknik effleurage.

Terapi kompres hangat merupakan pemberian hotpack (kantong) air

panas yang telah diisi air hangat dan dibungkus handuk diletakkan pada perut

bagian bawah termasuk dalam stimulasi alternatif pilihan sebagai terapi non

farmakologi dalam menurunkan tingkat dismenore pada remaja

(Smeltzer&Bare, 2002). Kompres hangat memberikan rasa hangat kepada

pasien untuk mengurangii nyeri dengan menggunakan cairan yang berfungsi

untuk melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah. Sedangkan

Teknik effleurage merupakan suatu rangsangan pada kulit abdomen dengan

melakukan usapan menggunakan ujung ujung jari telapak tangan dengan arah

gerakan kupu kupu abdomen seiring dengan pernafasan abdomen.

Kedua teknik tersebut, bertujuan untuk meningkatkan sirkulasi darah,

memberi tekanan, menghangatkan otot abdomen dan meningkatkan relaksasii

fisik. Dampak yang ditimbulkan jika terapi tersebut tidak diberikan maka

penderita tidak mampu melakukan kegiatan apapun, tersiksa dan nyeri tidak

berkurang (Jurnal Occupational and Enviromental Medicine, 2008).

Berdasarkan fenomena di atas pentingnya peran perawat dalam hal ini

sebagai pemberi asuhan, pendidik kesehatan maupun fasilitator dengan

menerapkan terapi non farmakologi yaitu memberikan teknik effleurage dan

kompres hangat sebagai terapi alternatif untuk manajemen nyeri pada

dismenore primer. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

perbedaan teknik effleurage dan kompres hangat terhadap penurunan skala

4
nyeri dismenore pada siswi SMA Negeri 1 Kontunaga Kecamatan Watopute

Kabupaten Muna Tahun 2014?

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah pemberian teknik effleurage efektif dalam menurunkan skala nyeri

dismenore primer pada sisiwi SMA Negeri 1 Kontunaga Kecamatan

Watopute Kabupaten Muna tahun 2014?

2. Apakah pemberian kompres hangat efektif dalam menurunkan skala nyeri

dismenore primer pada sisiwi SMA Negeri 1 Kontunaga Kecamatan

Watopute Kabupaten Muna tahun 2014?

3. Apakah ada perbedaan teknik effleurage dan kompres hangat terhadap

penurunan skala nyeri dismenore primer pada siswi SMA Negeri 1

Kontunaga Kecamatan Watopute Kabupaten Muna tahun 2014?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahaui perbedaan teknik Effleurage dan Kompres

Hangat Terhadap Penurunan Tingkat Dismenore primer pada siswi SMA

Negeri 1 Kontunaga Kecamatan Watopute Kabupaten Muna tahun 2014?

2. Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui efektifitas pemberian teknik effleurage terhadap

penurunan skala nyeri dismenore primer pada siswi SMA Negeri 1

Kontunaga Kecamatan Watopute Kabupaten Muna tahun 2014?

5
2) Untuk mengetahui efektifitas pemberian kompres hangat terhadap

penurunan skala nyeri dismenore primer pada siswi SMA Negeri 1

Kontunaga Kecamatan Watopute Kabupaten Muna tahun 2014?

3) Untuk mengetahui perbedaan teknik effeluarage dan kompres hangat

terhadap penurunan skala nyeri dismenore primer pada siswi SMA

Negeri 1 Kontunaga Kecamatan Watopute Kabupaten Muna tahun

2014?

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang

kesehatan.

b. Sebagai materi referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Profesi

Sebagai masukan dan informasi dalam rangka pengembangan program

seperti misalnya penyuluhan kepada masyarakat mengenai obat non

farmakologi dalam mengatasi dismenore primer pada wanita.

b. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi atau masukan kepada

masyarakat dan khususnya pada wanita yang mengalami dismenore

saat menstruasi.

c. Bagi Tempat penelitian

Penelitian ini diharapakan dapat menambah pengetahuan siswi dalam

mengatasi dismenore primer yang dihadapinya tiap bulan.

6
d. Bagi Peneliti

1) Agar dapat menambah pengalaman pembelajaran dibidang penelitian,

dan mengembangkan ilmu yang didapatkan selama dibangku kuliah

dan sebagai suatu sumbangan ilmiah dalam menyelesaikan studi di

program S.I keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan mandala

waluya kendari.

2) Memberi pengalaman baru bagi peneliti dalam melaksanakan

penelitian dan dapat mengetahui perbedaan pengaruh teknik

effeluarge dalam dan kompres hangat dalam menangani masalah

dismenore primer dan mengatasi masalah dismenore primer pada

peneliti sendiri.

Anda mungkin juga menyukai