Anda di halaman 1dari 33

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagian besar obat yang mempengaruhi SSP bekerja dengan

mengubah beberapa tahapan dalam proses neurotransmisi.Obat-obat

yang mempengaruhi SSP dapat bekerja pada prasinaps dengan

memengaruhi produksi, penyimpanan, atau pengakhiran kerja

neurotransmiter.

System saraf pusat (SSP) merupakan system saraf yang dapat

mengendalikan system saraf lainnya didalam tubuh dimana bekerja

dibawah kesadaran atau kemauan. SSP biasa juga disebut system

saraf sentral karena merupakan sentral atau pusat dari saraf lainnya.

System saraf pusat dapat ditekan seluruhnya oleh penekan

saraf pusat yang tidak spesifik misalnya hipnotik sedative. Obat yang

bekerja pada system saraf pusat terbagi menjadi obat depresan saraf

pusat yaitu anastetik umum, hiptonik sedative, psikotropik, antikonvulsi,

analgetik, antipiretik, inflamasi, perangsang susunan saraf pusat.

B. Maksud Praktikum

Adapun maksud praktikum ini yaitu mengetahui efek

farmakologis dari obat-obat yang bekerja pada sistem saraf pusat yang

meliputi obat-obat golongan NSAID yakni analgetik (Asam

mefenamat), antiinflamasi (Natrium diclofenak), dan antipiretik

(Paracetamol) yang diberikan kepada hewan coba tikus (Rattus

norvegicus)
2

C. Tujuan Praktikum

Adapun tujuan praktikum kali ini yaitu :

a) Untuk menentukan efektivitas dari obat analgetik yaitu Asam

mefenamat pada hewan coba Tikus (Rattus norvegicus)

b) Untuk menentukan efektivitas dari obat antipiretik yaitu Paracetamol

pada hewan coba tikus (Rattus norvegicus).

c) Untuk menentukan efektivitas dari obat antiinflamasi yaitu Natrium

diklofenak pada hewan coba tikus (Rattus norvegicus) .

D. Prinsip Percobaan

Adapun prinsip dari praktikum ini yaitu :

1. Untuk menentukan efektivitas dari obat analgetik yaitu asam

mefenamat berdasarkan jumlah geliat pada hewan coba tikus (Rattus

norvegicus) yang diinduksi dengan asam asetat glasial 0,1%.

2. Untuk menentukan efektivitas dari obat antipiretik yaitu Paracetamol

berdasarkan parameter pengukuran suhu rektal pada hewan coba

tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi pepton 1%.

3. Untuk menentukan efektivitas dari obat antiinflamasi yaitu Natrium

diklofenak berdasarkan pengukuran volume kaki pada hewan coba

tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi karagen 1%.


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan

berkesinambungan serta terutama terdiri dari jaringan saraf. Dalam

mekanisme sistem saraf, lingkungan internal dan stimulus eksternal

dipantau dan diatur. Susunan saraf terdiri dari susunan saraf pusat dan

susunan saraf tepi. Susunan saraf pusat terdiri dari otak (ensevalon) dan

medula spinalis (sumsum tulang belakang) (Tjay, 2007).

Demam merupakan reseptor fisiologis dimana suhu tubuh meningkat

akibat pengaturan suhu tulang pada saat point di hipotalamus (Patrick,

2003).

Mekanisme demam dimulai dengan timbulnya reaksi tubuh pirogen

(zat yang dapat menyebabkan efek perangsang terhadap pusat pengatur

suhu sehingga akan menyebabkan demam). Pada mekanisme

difagositosis oleh leukosit darah, magrofag jaringan, oleh limfosit

pembuluh darah bergranula besar.Seluruh sel ini selanjutnya mencerna

hasil pemecahan bakteri dan melepaskan zat interleukin-1 kedalam cairan

tubuh yang disebut juga zat pirogen leukosit atau pirogen endogen.

Interleukin-1 ketika sampai dihipotalamus akan menimbulkan demam

dengan cara meningkatkan temperatur tubuh dalam waktu 8-10 menit.

Interleukin-1 menyebabkan demam dengan menginduksi pembentukan

salah satu prostaglandin E2, suatu zat yang mirip dan selanjutnya bekerja

dihipotalamus untuk meningkatkan reaksi demam (Guyton, 2008).


4

Atas dasar kerja farmakologisnya analgetika dibagi dalam dua

kelompok besar, yakni :

a. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak

bersiafat narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgetika anti radang

termasuk kelompok ini.

b. Analgetika narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri

hebat, seperti pada fraktur dan kanker.

Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dilawan dengan

beberapa cara yakni dengan : (Tjay, 2015)

a. analgetika perifer, yang menghalangi terbentuknya rangsangan pada

reseptor.

b. Anastetika local, yang menghalangi penyaluran rangsangan di saraf-

saraf sensoris.

c. Analgetika sentral (narkotika), yang memblokir pusat nyeri di SSP

dengan anestesi umum.

d. Antidepresif trisiklis, yang digunakan pada nyeri kanker dan saraf,

mekanisme kerjanya belum diketahui, misalnya amitriptilin.

e. Antiepileptika, yang meningkatkan jumlah neurotransmitter di ruang

sinaps pada nyeri, mis. Pregabalin, karmazepin, okskarzepin, fenitoin,

dan valproate.

Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang

mengurangi atau yang menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan

kesadaran (perbedaan dengan anestetika umum).Nyeri adalah perasaan

sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan (ancaman)


5

kerusakan jaringan.Keadaan psikis sangat memengaruhi nyeri, misalnya

emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau memperhebatnya, tetapi

dapat pula menghindarkan sensasi rangsangan nyeri (Tjay, 2007).

Analgesik opioid merupakan obat yang memiliki sifat-sifat seperti

opium dan morfin.Measkipun memperlihatkan berbagai efek

farmakodinamik yang lain,golongan obat ini terutama digunakan untuk

meredakan atau menghilangkan rasa nyeri. Tetapi semua analgesik opioid

menimbulkan adiksi,maka usaha untuk mendapatkan sesuatu

analgasik,yang ideal masih tetap di teruskan dengan tujuan mendapatkan

analgesik yang sama kuat dengan morfin tapi tidak menimbulkan bahaya

adiksi (Katzung, 2014).

Penggolongan obat analgesik opioid yaitu (Harvey, 2013) :

1. Agonis kuat

Mekanisme kerjanya yaitu opioid menghasilkan efek utama

dengancara berinteraksi dengan reseptor opioid pada SSP dan

struktur anatomis lainnya, seperti saluran cerna dan kandung

kemih.Opioid menyebabkan hiperpolarisasi sel saraf, hambatan

pencetusan impuls, dan hambatan prasinaps pelepasan

transmitter.Contoh obatnya yaitu Alfentanil, Fentanyl, Heroin,

meperidine, Methadone, Morphine, Oxycodon, Remifentanil, dan

Sufentanil.

2. Agonis sedang / lemah

Contohnya codein dengan kerja analgesiknya yaitu berkaitan

dengan perubahannya menjadi morphine, sedang efek antitusifnya


6

disebabkan karena codein itu sendiri.Dengan demikian, codein

merupakan analgesic yang jauh kurang poten dibanding morphine,

tetapi obat ini memiliki keefektifan oral yang lebih tinggi.Contoh obat

lainnya yaitu propoxyphene yang merupakan derivate

methadone.Isomer dekstro digunakan sebagai analgesic untuk

meredakan nyeri ringan sampai sedang.Propexyphene meruapakan

analgesic yang lebih lemah dari pada codein, memerlukan sekitar 2

kali dosis untuk mendapatkan efek yang setara dengan codein.

3. Antagonis-agonis campuran dan agonis parsial

Mekanisme kerjanya yaitu obat yang merangsang satu reseptor,

tapi menghambat yang lainnya.Efek obat ini tergantung pada paparan

sebelumnya terhadap opioid.Pada orang yang baru-baru ini tidak

menggunakan opioid, campuran agonis-antagonis memperlihatkan

aktivitas agonis dan digunakan untuk meredakan nyeri.Pada pasien

dengan ketergantungan opioid dapat memperlihatkan efek

penghambatan yaitu dengan menghasilkan gejala-gejala putus

zat.Contoh obatnya yaitu Buprenorphine, Butorphanol, Nalbuphine,

dan Pentazocine.

4. Antagonis

Mekanisme kerjanya yaitu berikatan dengan reseptor opioid dengan

afinitas tinggi, tetapi gagal mengaktifkan respon yang diperantai

reseptor.Pemberian antagonis opioid tidak menghasilkan efek yang

besar pada individu normal.Namun, pada pasien yang kecanduan


7

opioid, antagonis membalikkan efek agonis dengan cepat. Contoh obat

yaitu Naloxone, Naltrexone, dan Nalmefene

5. Analgesik lainnya

Contoh obatnya yaitu tramadol yang merupakan analgesic kerja

sentral yang berikatan dengan reseptor -opioid.Selain itu, obat ini

menghambat secara lemah ambilan kembali norepinefrin dan

serotonin.Obat ini digunakan untuk manatalaksana nyeri sedang

sampai dan agak berat.

Inflamasi adalah respons perlindungan normal terhadap cedera

jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, bahan kimia berbahaya,

atau agen mikrobiologi.inflamasi adalah usaha tubuh untuk

menginaktifkan atau menghancurkan organism penginvasi,

menghilangkan iritan, dan persiapan tahapan untuk perbaikan jaringan

(Harvey, 2013).

Pada efek antiinflamasi, prostaglandin berperan dalam

menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan permebialitas vaskular.

Akan tetapi, inhibisi sintesis prostaglandin oleh OAINS mengurangi

inflamasi daripada menghilangkannya karena obat ini tidak

menghambat mediator inflamasi lainnya.Meskipun demikian, pada

sebagian besar pasien dengan artritis reumatoid, efek antiinflamasi

OAINS yang relatif ringan mengurangi nyeri, kekakuan dan

pembengkakan.Namun OAINS tidak mengubah perjalanan penyakit

(Neal, 2006).
8

Obat-obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) merupakan obat yang

bekerja melalui penghambatan enzim siklooksigenase yang mengatalisis

langkah pertama dalam biosintesis prostanoid. Contoh obat golongan

OAINS yaitu Aspirin, Diflunisal, Diklofenak, Etodolak, Fenamat,

fenoprofen, Flurbiprofen, Ibuprofen, Indometacin, ketorolak, ketoprofen,

Meloxicam, Metil salisilat, Nabumeton, Naproxen, Oxaprozin, Sulindac,

dan Tolmetin (Harvey, 2013).

Obat-obat analgesic lainnya seperti paracetamol (acetaminophene)

merupakan obat yang menghambat sintesis prostaglandin pada SSP. Hal

ini menjelaskan sifat antipiretik dan analgesiknya.Acetaminophene

mempunyai efek yang lebih sedikit terhadap siklooksigenase pada

jaringan perifer, yang bertanggung jawab atas aktivitas anti-inflamasinya

yang lemah (Harvey, 2013).

Terdapat dua jalur utama dalam sintesis eicosanoid dari asam

arakidonat (Harvey,2013)

1. Jalur siklooksigenase: semua eicosanoid dengan struktur cincin yaitu,

prostaglandin, tromboksan, dan prostasiklin-disintesis melalui jalur

siklooksigenase.siklooksigenase-1 (COX-1) bertanggung jawab atas

produksi fisiologis prostanoid, sedangkan siklooksigenase-2 (COX-2)

menyebabkan kenaikan produksi prostanoid yang terjadi pada lokasi

penyakit dan inflamasi. COX-1 dijabarkan sebagai enzim pengurus

rumah (housekeeping enzyme) yang mengatur proses seluler normal,

seperti sitoproteksi lambunh, homeostatis vascular, agregasi trombosit,

dan fungsi ginjal. COX-2 diekspresikan secara konstitutif alam jaringan,


9

seperti otak, ginjal dan tulang. Ekspresinya pada lokasi lain meningkat

selama keadaan inflamasi.

2. Jalur lipoksigenase: sebagai alternative, beberapa lipoksigenase dapat

bekerja pada asam arakidonat utuk membentuk 5-HPETE, 12-HPETE,

dan 15-HPETE, yang merupakan derivate terperoksidasi tidak stabil

yang diubah, menjadi derivate terhidroksilasi yang sesuai (HETE) atau

menjadi leukotrien atau lipoksin, tergantung pada jaringan .obat

annntileukotrien, sepperti zileuton, zafirlukast dan montelukast,

beranfaat mengobati asma alerggik derajat sedang hingga berat.

Penggolongan Obat Antiinflamasi nonsteroid (OAINS), Yaitu :

1. Derivat asam salisilat yaitu aspirin.

Cara kerja asam mefenamat adalah seperti OAINS (Obat Anti-

Inflamasi Non-Steroid atau NSAID) lain yaitu menghambat sintesa

prostaglandin dengan menghambat kerja enzim cyclooxygenase

(COX-1 & COX-2). Asam mefenamat mempunyai efek antiinflamasi,

analgetik (anti nyeri) dan antipiretik. Asam mefenamat mempunyai

khasiat sebagai analgesik dan antiinflamasi. Asam mefenamat

merupakan satu-satunya fenamat yang menunjukan kerja pusat dan

juga kerja perifer. Dengan mekanisme menghambat kerja enziim

sikloogsigenase (Goodman, 2006).

2. Derivat asam propionat yaitu ibuprofen dan naprokson

Ibuprofen menimbulkan efek analgesik dengan menghambat

secara langsung dan selektif enzim-enzim pada sistem saraf pusat

yang mengkatalis biosintesis prostaglandin seperti siklooksigenase


10

sehingga mencegah sensitasi reseptor rasa sakit oleh mediator-

mediator rasa sakit seperti bradikinin, histamin, serotonin, prostasiklin,

prostaglandin, ion hidrogen dan kalium yang dapat merangsang rasa

sakit secara mekanis atau kimiawi (Goodman, 2006).

3. Lainnya yaitu diklofenak, indometasin, fenilbutazon.

Diklofenak adalah turunan asam fenilasetat sederhana yang

menyerupai florbiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah

penghambat siklooksigenase yang kuat dengan efek anti inflamasi,

analgesik dan anti piretik. Diklofenak cepat diabsorbsi setelah

pemberian oral dan mempunyai waktu paruh yang pendek. Seperti

flurbiprofen, obat ini berkumpul di cairan sinovial. Potensi diklofenak

lebih besar dari pada naproksen. Obat ini dianjurkan untuk kondisi

peradangan kronis seperti artritis rematoid dan osteoartritis serta untuk

pengobatan nyeri otot rangka akut (Katzung, 2013).

4. Inhibitor COX-2 selektif yaitu celecoxib dan valdecoxib

Inhibitor COX-2 selektif diperkenalkan pada tahun 1999. NSAID

selektif menghambat COX-2 yang pertama kali diperkenalkan adalah

celecoxib dan rofecoxib. Lumiracoxib memiliki struktur yang berbeda

dengan coxib lainnya, tidak menyebabkan efek samping pada

kardiovaskuler dan komplikasi gastrointestinal yang rendah. Insiden

serangan jantung yang lebih tinggi menjadi faktor risiko semua inhibitor

COX-2 selektif. Tahun 2004, rofecoxib ditarik dari pasaran. Valdecoxib

selain menyebabkan infark miokard juga dapat menyebabkan skin


11

rash. Valdecoxib dan parecoxib dihubungkan dengan insiden penyakit

jantung.

5. Anakgesik yaitu parasetamol.

Parasetamol termasuk kelompok obat yang dikenal memiliki

aktivitas sebagai analgesik antipiretik, termasuk juga prekursornya

yaitu fenasetin, aminopiron dan dipiron.Banyak dari obat ini yang tidak

ada di pasaran karena toksisitasnya terhadap leukosit, tetapi dipiron

masih digunakan di beberapa negara. Parasetamol menghambat

lemah baik COX-1 maupun COX-2 dan berdasarkan penelitian

diketahui bahwa mekanisme kerjanya melalui penghambatan terhadap

COX-3, yaitu derivat dari COX-1, yang kerjanya hanya di sistem saraf

Kortikosteroid

Dexametsaon , Prednisolon , Kortisol , Kortison dll. Obat-obat

kortikosteroid , cara kerjanya dengan menghambat enzim fosfolipase ,

sehingga menghambat pembentukan fosfolipase menjadi asam

arakidinat. Obat AINS mekanisme kerjanya menghambat enzim

siklooksigenase sehingga menghambat pembentukan Asam

Arakidonat endoperoksid. Obat-obat selektif COX2 , menghambat

selektif COX2 , prostaglandin (PGE2 , PGF2, PGD2). Pengunaan obat-

obat kortikosteroid digunakan untuk jangka panjang , sedangkan untuk

obat-oabt AINS digunakan jangka pendek dengan efektifitas yang

cepat (Tjay, 2015).


12

B. Uraian Bahan dan obat

1. Uraian bahan

a. Asam asetat glasial (Ditjen POM, 1979)

Nama resmi : ACIDUM ACETICUM GLACIALE

Nama lain : Asam asetat glasial

RM : C2H4O2

BM : 60,05

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna; bau khas,

tajam; jika diencerkan dengan air, rasa asam.

Kelarutan : Dapat campur dengan air, dengan etanol

(95%)P dan dengan gliserol P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

Kegunaan : sebagai penginduksi analgetik .

b. Pepton (Dirjen POM, 1979)

Nama Resmi : PEPTON

Nama Lain : Pepton

Pemerian : Serbuk, kuning kemerahan sampai coklat; bau

khas tidak busuk.

Kelarutan : Larut dalam air; larutan yang berwarna

coklat kekuningan yang bereaksi agak asam;

praktis tidak larut dalam etanol (95%) P dan

dalam eter P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

Kegunaan : Sebagai penginduksi demam


13

c. Karagen (Dirjen POM, 1979)

Nama resmi : Karagen

Nama Lain : Karagen

Pemerian : Serbuk, kuning kemerahan sampai

coklat, bau khas tidak busuk.

Kelarutan : Larut dalam air, memberikan larutan

berwarna coklat kekuningan yang

bereaksi asam

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

Kegunaan : Penginduksi radang

2. Uraian Obat

a. Paracetamol (Ditjen ,1997)

Golongan obat : PARA AMINO FENOLS

Indikasi : Sebagai analgesic dan antipiretik

Farmakokinetik : Diabsorbsi cepat dan sempurna melalui

saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam

plasma dicapai dalam waktu jam dan masa

paruh plasma antara 1-3 jam.Obat ini

tersebar diseluruh tubuh.Dimetabolisme oleh

enzim mikrosom hati, dan diekskresikan

melalui ginjal, sebagian kecil sebagai

paracetamol (3%) dan sebagian besar dalam

bentuk terkonjugasi.
14

Farmakodinamik : Efek analgesik serupa dengan salisilat yaitu

menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan

sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu

tubuh dengan mekanisme yang diduga juga

berdasarkan efek sentral seperti salisilat.

Dosis : Dewasa 300 mg 1g/sekali, dengan

maksimum 4 g/ hari; anak 6-12 tahun: 150-

300 mg/kali; dan bayi dibawah 1 tahun:

60mg/hari.

Efek samping : Reaksi alergi terhadap derivat para-

aminofenol jarang terjadi. Manifestasinya

berupa eritem atau urtikaria dan gejala yang

lebih berupa demam dan lesi pada mukosa.

b. Natrium diklofenak (Ditjen Pom, 1997)

Golongan Obat : Antiinflamasi nonsteroid

Indikasi : Pengobatan penyakit rheumatoid artritis,

osteoarthritis, dan ankylosing spondilitis.

Farmakokinetik : Diabsorpsi melalui saluran cerna yang

berlangsung cepat dan lengkap. Obat ini

terikat 99% pada protein plasma dan

mengalami efek metabolisme lintas pertama

(first-pass) sebesar 40-50%. Waktu paruh 1-3

jam .diekskresikan melalui ginjal.


15

Farmakodinamik : inhibitor COX-2 preferential. Meringankan

gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan

dengan penyakitnya secara simomatik, tidak

menghentikan, memperbaiki atau mencegah

kerusakan jaringan pada kelainan

musculoskeletal ini.

Dosis : Dewasa 100-150 mg sehari terbagi 2 atau 3

dosis.

Efek samping : Mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala

sama seperti semua obat AINS, pemakaian

obat ini harus hati-hati pada pasien tukak

lambung

c. Asam Mefenamat (Ditjen Pom , 1997 )

Indikasi : Mencegah terjadinya nyeri ringan

sampaisedang seperti sakit kepala, sakit gigi,

dismenore, nyeri reumatik, nyeri pasca

operasi dan nyeri otot.

Kontraindikasi : Bronkospasme, dan alergi rhinitis serta

urtikuria setelah pemakaian asetosal.

Efek samping : Mual-mual, muntah, diare, nyeri perut,

dan leukopenia, pusing, penglihatan kabur,

dan insomnia.

Dosis : Dewasadananak 14 tahun. Diawali 500

mg selanjutnya dengan 250 mg tiap 6 jam.


16

Farmakokinetik : Diabsorbsi cepat dan sempurna melalui

saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam

plasma dicapai dalam waktu jam dan masa

paruh plasma antara 1-3 jam.

Farmakodinamik : Efek analgesik serupa dengan salisilat yaitu

menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan

sampai sedang.
17

C. Klasifikasi dan Karakteristik Hewan Coba

1. Klasifikasi Hewan Coba Mencit (Rattus norvegicus) (itis.gov)

Kingdom :Animalia

Filum : Cordata

Class : Mamalia

Sub Class : Theria

Infra Class : Eutheria

Ordo :Rodentia

Familia : Muridae

Genus : Rattus

Spesies :Rattus norvegicus

2. Karakteristik Hewan Coba (Malole, 1989)

Berat badan dewasa : Jantan: 20 40g, betina: 18 35g

Mulai dikawinkan : 8 minggu (jantandanbetina)

Lama kehamilan : 19 21 hari

Jumlah pernapasan :140-180/menit, turunmenjadi 80 dengan

panestesi, naiksampai 230 dalam stress.

Tidal volume :0,09 - 0,23

Detak jantung :600-650/menit, turunpmenjadi 350 dengan

anestesi, naiksampai 750 dalam stress.

Volume darah :76-80 ml/kg

Kolesterol :26,0-82,4 mg/100 mL


18

BAB III

CARA KERJA

A. Alat yang digunakan

Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah

benang godam, gelas kimia, kanula, labu takar 10 mL, penggaris,

spoit, stopwatch, thermometer rectal dan timbangan analitik.

B. Bahan yang digunakan

Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah

asam mefenamat, asam asetat glacial 1%, karagen 1%, Na.CMC,

natrium diklofenak, paracetamol dan pepton.

C. Hewan yang digunakan

Adapun hewan yang digunakan dalam percobaan ini adalah

tikus (Rattus norvegicus)

D. Pembuatan Bahan

Pembuatan Na-CMC 1%.

Disiapkan alat dan bahan, kemudian Na-CMC ditimbang sebanyak

1 gram. Selanjutnya, 100 mL air suling dipanaskan hingga suhu 70 0C,

laluNa-CMC dilarutkan dengan air suling yang sudah dipanaskan tadi

sedikit demi sedikit dan kemudian diaduk.Setelah itu, larutan Na-CMC

dimasukkan kedalam wadah, kemudian disimpan didalam lemari

pendingin.

Pembuatan Asam asetat glacial 1%

Dimasukkan I mL asam asetat glasial kedalam labu ukur 100 mL,

ditambahkan NaCl hingga tanda batas, homogenkan dan beri etiket.


19

Pembuatan Pepton 1%

Ditimbang pepton sebanyak 0,1 gram, dimasukkan kedalam

labu ukur 10 mL, ditambahkan NaCl hingga tanda batas, homogenkan

dan beri etiket.

Pembuatan Karagen 1%

Ditimbang karagen sebanyak 1 gram, dimasukkan kedalam labu

ukur 100 mL, ditambahkan NaCl hingga tanda batas, homogenkan dan

beri etiket.

E. Pembuatan Obat

1. Asam Mefenamat

Disiapkan alat dan bahan, setelah itu obat asam mefenamat

ditimbang sebanyak 26,120mg, dimasukkan dalam labu takar 10

mL, lalu dilarutkan dengan Na-CMC 1% sebanyak 10 mL. Larutan

siap diberikan ke hewan coba (tikus).

2. Paracetamol

Disiapkan alat dan bahan, setelah itu obat paracetamol

ditimbang sebanyak 21,654 mg, dimasukkan dalam labu takar 10

mL, lalu dilarutkan dengan Na-CMC 1% sebanyak 10 mL. Larutan

siap diberikan ke hewan coba (tikus).

3. Natrium Diklofenak

Disiapkan alat dan bahan, setelah itu obat natrium diklofenat

ditimbang sebanyak 5,839 mg, dimasukkan dalam labu takar 10 mL,

lalu dilarutkan dengan Na-CMC 1% sebanyak 10 mL. Larutan siap

diberikan ke hewan coba (tikus).


20

F. Perlakuan Hewan

1. Disiapkan hewan yang telah diberi tanda

2. Dikelompokkan hewan menjadi tiga kelompok

a) Analgetik

Tikus seberat 189 gr diberikan obat asam mefenamat sebanyak

4,725 mL secara oral, dibiarkan selama 15 menit, kemudian

diinduksi dengan asam asetat glacial 1% sebanyak 0,1 mL

secara i.p, dihitung frekueansi geliat.

b) Antipiretik

Tikus seberat 164 gr diukur suhu tubuh awal, diinduksi dengan

pepton 1% sebanyak 0,1 mL secara i.p, dibiarkan selama 15

menit, diukur suhu tubuh demam. Kemudian diberikan obat

paracetamol sebanyak 4,1mL secara oral, diukur suhu tubuh

setelah pemberian obat.

c) Antiinflamasi

Tikus seberat 197 gr diukur volume kaki awal, diinduksi dengan

karagen 1% secara intraplantar, dibiarkan selama 15 menit,

diukur volume kaki bengkak. Kemudian diberikan obat natrium

diklofenak sebanyak 4,925 mL secara oral, diukur volume kaki

setelah pemberian obat.

3. Dilakukan pengamatan terhadap efek obat pada menit 15, 30, dan

60.

4. Dicatat efek yang terjadi.


21

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

A. Tabel Pengamatan

Pada percobaan ini telah dilakukan pengujian Sistem Saraf

Pusat (SSP) yang meliputi analgetik, antipiretik dan antiinflamasi, yang

dapat dilihat dibawah ini :

1. Efek yang terjadi setelah pemberian obat Asam mefenamat (Analgetik)

dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Jumlah geliat
pada menit ke- %penurunan
Obat BB Vp 15 30 60

Asam 189 gr 4,724 mL 10 8 6 40


Mefenamat
2. Efek yang terjadi setelah pemberian obat Paracetamol (antipiretik)

dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Dosis Suhu Suhu Suhu Perlakuan (0C)


BB %
Obat Obat Awal Demam 15 30 60
(g) Penurunan
(mL) (0C) (0C) Menit Menit Menit

Paracetamol 154 4,1 36 39 37,6 35,9 34 12,82 %

3. Efek yang terjadi setelah pemberian pemberian obat Natrium

diklofenat (antiinflamasi) dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

V. setelah
Dosis V.kaki V.kaki
BB Perlakuan (cm) %
Obat Obat Awal Bengkak
(g) 15 30 60 Penurunan
(mL) (cm) (cm)
Menit Menit Menit
Natrium
197 4,925 2,8 4 3,7 3,5 3,2 20 %
Diklofenat
22

B. Pembahasan

pada praktikum ini obat yang digunakan yaitu asam mefenamat

sebagai obat anlgetik , paracetamol sebagai obat antipiretik dan natrium

diklofenak obat antiinflamsi .Hewan coba yang digunakan pada praktikum

ini yaitu tikus (Rattus norvegicus).

Mekanisme kerja obat asam mefenamat adalah seperti OAINS (Obat

Anti-Inflamasi Non-Steroid atau NSAID) lain yaitu menghambat sintesa

prostaglandin dengan menghambat kerja enzim cyclooxygenase (COX-1

& COX-2). Asam mefenamat mempunyai khasiat sebagai analgesik dan

antiinflamasi.

Mekanisme kerja obat paracetamol yaitu diduga menghambat isoenzim

COX-3, suatu variant dari COX-1.COX-3 ini hanya ada di otak.

Menghambat biosintesis PG ( yang dibentuk sebagai reaksi terhadap zat

pirogen dari infeksi bakteri) di dalam hipotalamus (sebagai pusat pengatur

suhu dan termoregulasi).

Mekanisme kerja obat natrium diklofenak yatu dengan menghambat

cyclooxygenase tidak secara selektif, yaitu menghambat cyclooxygenase-

1 (COX-1) dan cyclooxygenase-2 (COX-2), sehingga menghasilkan

penghambatan sintesis prostaglandin (yang merupakan mediator nyeri).

Pada praktikum ini tikus diinduksikan asam asetat glasial.Pemberian

sediaan asam asetat glasial pada hewan coba tersebut, yaitu untuk

merangsang prostaglandin agar menimbulkan rasa nyeri akibat adanya

kerusakan jaringan atau inflamasi. Untuk melihat efek analgetik dari asam

mefenamat dilihat parameter frekuensi geliat dari hewan coba (tikus).


23

Berdasarkan data percobaan yang telah dilakukan didapatkan bahwa

pemberian obat pada hewan coba tikus adalah jumlah geliat pada menit

ke 15 sebanyak 10, menit 30 sebanyak 8, dan menit ke 60, dan %

Penurunan sebanyak 40 %.Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa

obat asam mefenamat memiliki efek analgesic yang dilihat dari parameter

penurunan geliat tikus.

Pada percobaan antiinflamasi obat yang digunakan adalah obat

natrium diklofenak.Natrium diklofenak merupakan golongan obat

antiinflamasi non-steroid.Mekanisme kerja natrium diklofenak adalah

dapat menurunkan konsentrasi asam amino bebas didalam leukosit,

kemungkinan dengan mengganggu pelepasan atau ambilannya.Natrium

diklofenak bekerja menghambat enzim COX-1 dan enzim COX-2 yang

menghasilkan penurunan terbentuknya prekusor prostaglandin, dimana

prostaglandin merupakan mediator nyeri.

Pada praktikum ini tikus diinduksikan karagen.Pemberian karagen

pada hewan coba tersebut, yaitu ketika karagen masuk kedalam tubuh

akan merangsang pelepasan mediator radang seperti histamine sehingga

menimbulkan radang akibat antibodi tubuh bereaksi terhadap antigen

tersebut Untuk melihat efek antiinflamasi dari natrium diklofenak dilihat

parameter frekuensi volume kaki hewan coba (tikus). Berdasarkan data

percobaan yang telah dilakukan didapatkan bahwa pemberian obat pada

hewan coba tikus volume kaki awal sebelum diinduksikan karagen 2,8 cm

dan volume kaki bengkak setelah diberikan karagen secara intraplantar

menjadi 4 cm. setelah diinduksikan dengan obat Natrium diklofenak


24

volume kaki tikus tersebut berubah pada menit ke 15, yaitu 3,1 cm, pada

menit ke 30, yaitu 3,5 cm, dan pada menit ke 60, yaitu 3,2 cm. dan %

Penurunan sebanyak 20 %.Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa

obat natrium diklofenakmemiliki efek antiinflamasi yang dilihat dari

parameter penurunan volume kaki tikus.

Pada percobaan antipiretik obat yang digunakan adalah obat

paracetamol.paracetamol merupakan golongan obat analgesic -

antipiretik.Mekanisme kerja paracetamol adalah dapat menghambat

prostaglandin (mediator nyeri) diotak tetapi sedikit aktivitasnya sebagai

penghambat prostaglandin perifer. Enzim siklooksigenase dihambat oleh

parasetamol yang berperan dalam proses nyeri dan demam sehingga

menghambat aksi anti inflamasi. Hal ini menyebabkan parasetamol tidak

memiliki khasiat langsung pada tempat inflamasi, namun malah bekerja di

sistem saraf pusat untuk menurunkan temperature tubuh.

Pada praktikum ini tikus diinduksikan pepton. Pemberian pepton pada

hewan coba tersebut, yaitu ketika pepton masuk kedalam tubuh akan

merangsang sistem pusat panas yang berada dihipotalamus. Pepton

merupakan suatu protein biasanya disebut pirogen yaitu suatu zat yang

menyebabkan demam.Untuk melihat efek antipiretik dari paracetamol

dilihat parameter frekuensi suhu hewan coba (tikus). Berdasarkan data

percobaan yang telah dilakukan didapatkan bahwa pada hewan coba tikus

suhu awal hewan coba yaitu 360C, suhu demam hewan tersebut, yaitu

390C, setelah diinduksikan dengan pepton kemudian setelah pemberian

paracetamol suhu tikus tersebut setelah perlakuan, yaitu pada menit ke 15


25

suhu tikus tersebut 37,60C, menit ke 30 suhu tikus tersebut 35,90C, dan

pada menit ke 60 suhu tikus tersebut 340C, dan % penurunan sebanyak

12,82%. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa obat

paracetamolmemiliki efek antipiretiki yang dilihat dari parameter

penurunan suhu tikus.

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil efek

farmakodinamik dari obat yang digunakan beberapa sesuai dengan

literature. Adapun faktor kesalahan yang dapat ditimbulkan diantaranya :

1. Kurang teliti dalam melakukan pengamatan.

2. Adanya obat yang terbuang pada saat diinduksi sehingga

menyebabkan dosis berkurang.

3. Kurangnya pengetahuan praktikan dalam mengenali gejala-gejala

yang ditimbukan.
26

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan pada praktikum ini yaitu :

1. Pada percobaan analgetik dengan menggunakan Asam mefenamat

pada tikus diperoleh persen penurunan bengkak sebanyak 40%.

2. Pada percobaan antipiretik dengan menggunakan obat paracetamol

pada tikus diperoleh persen penurunan suhu sebesar 12,82%.

3. Pada percobaan antiinflamasi dengan menggunakan natrium

diklofenak pada tikus diperoleh persen penurunan volume bengkak

pada kaki yaitu 20%.s

B. Saran

Agar asisten tetap semangat dalam mengawasi praktikannya

dan mengajari praktikannya dalam perlakuan atau teknik memegang

mencit.
27

DAFTAR PUSTAKA

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia: Jakarta.

Ditjen POM. 1997. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia: Jakarta.

Goodman, A. 2006., Dasar Farmakologi dan Terapi. EGC : Jakarta.

Guyton, A.C., dan Hell, J.E. 2008. The Pharmacological Basis Of


Tharapeutics. The MC Graw-Hill: New York.
ITIS (Integrated taxonomic information system). Taxonomic Hierarchy :
Artocarpus heterophyllus Lam.
Katzung, G. Bertram.,2014., Farmakologi Dasar dan Klinik.,Jakarta
:Salemba Medika.

Malole, Dipramono. C. S. U. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan


Percobaan di Laboratorium. Pusat antar Universitas bioteknologi
IPB: Bogor.

Mycek, Harvey. R. A., Champe. P. C., 2013. Farmakologi Ulasan


Bergambar. Jakarta : Widya Medika.
Neal, M.J.,2006. At a Glance Farmakologi Medis. Erlangga: Jakarta.

Patrick. 2003. Medicine At A Glance. Erlangga: Jakarta

Tjay, Tan Hoan., 2007.,Obat-Obat Penting., Jakarta : Penerbit PT Elex


Media Komputindo Kelompok Kompas-Gramedia.

Tjay, Tan Hoan., 2015.,Obat-Obat Penting., Jakarta : Penerbit PT Elex


Media Komputindo Kelompok Kompas-Gramedia.
28

LAMPIRAN

A. Skema Kerja

1. Analgetik

Hewan coba mencit

Ditimbang dan hitung Vp

Diberikan asam mefenamat secara oral

Diinduksi dengan asam asetat glacial 1% secara ip

Dihitung frekueansu geliat pada menit ke 15, 30 dan 60

2. Antipiretik

Hewan coba mencit

Ditimbang dan hitung Vp

Diukur suhu tubuh awal

Diinduksi dengan pepton 1% secara ip

Diukur suhu tubuh demam

Diberikan obat paracetamol secara oral


29

Diukur suhu tubuh pada menit ke 15, 30 dan 60

3. Antiinflamasi

Hewan coba mencit

Ditimbang dan hitung Vp

Diukur volume kaki awal

Diinduksi dengan karagen 1% secara intraplantar

Diukur volume kaki bengkak

Diberikan obat natrium diklofenat secara oral

Diukur volume kaki pada menit ke 15, 30 dan 60


30

B. Perhitungan Dosis

Perhitungan Bahan

1. Asam asetat glacial 1% dalam 100 mL

V1 V2
=
V1 V2

1 mL V2
=
100 mL 100 mL

100 mL x 1 mL
V2 =
100 mL

V2 = 1 mL

2. Pepton 1% dalam 10 mL

b1 b2
=
V1 V2

1 gr b2
=
100 mL 10 mL

1 gr x 10 mL
b2 =
100 mL

b2 = 0,1 gr

3. Karagen 1% dalam 100 mL

b1 b2
=
V1 V2

1 gr b2
=
100 mL 100 mL

100 mL x 1 gr
31

b2 =
100 mL

b2 = 1 gr

Perhitungan Obat

1. Asam mefenamat

Dosis obat = 500 mg

Berat rata-rata = 635,4 mg


500
- Dosis dewasa = 60 = 8,333 /

37
- Dosis tikus = 8,333 / = 51,386 /
6

51,386
- Dosis max tikus = x 200 gr = 10,277 mg
1000

10
- Larutan stock = 10,277 = 20,554 /10 mL
5

20,554 mg
- BYD = x 635,4 mg = 26,120 mg
500 mg

2. Paracetamol

Dosis obat = 500 mg

Berat rata-rata = 526,78 mg


500
- Dosis dewasa = 60 = 8,333 /

37
- Dosis tikus = 8,333 / = 51,386 /
6

51,386
- Dosis max tikus = x 200 gr = 10,277 mg
1000

10
- Larutan stock = 1 10,277 = 20,554 / 10 mL

20,554 mg
- BYD = x 526,78 mg = 21,654mg
500 mg

3. Natrium diklofenat

Dosis obat = 25 mg
32

Berat rata-rata = 142,3 mg


25
- Dosis dewasa = 60 = 0,416 /

37
- Dosis tikus = 0,416 / = 2,565 /
6

2,565
- Dosis max mencit = 1000 x 200 gr = 0,513 mg

10
- Larutan stock = 5 0,513 = 1,026 /10 mL

1,026 mg
- BYD = x 142,3mg = 5,839 mg
25 mg

Perhitungan Vp
189
1. Asam mefenamat Untuk tikus 189 gram =200 5 = 4,725

164
2. Paracetamol Untuk tikus 164 gram =200 5 = 4,1

197
3. Natrium diklofenat Untuk tikus 197 gram =200 5 =

4,925

Perhitungan % Penurunan

1. Asam Mefenamat
(a - b)
% Penurunan = x 100%
a
10 - 6
= x 100%
10
4
= 10 x 100 %
= 40 %
ket : a =jumlah geliat pada menit ke 15

b =jumlah geliat pada menitke 60

2. Paracetamol
(a - b)
% Penurunan = x 100%
a

39 - 34
= x 100%
39
5
= 39 x 100 %
33

= 12,82 %

ket : a =Suhu Demam


b =Suhu pada menit ke 60

3. Natrium Diklofenat
(a - b)
% Penurunan = x 100%
a

4 3,2
= x 100%
4
0,8
= x 100 %
4
= 20 %
ket : a =Volume kaki bengkak
b =volume kaki pada menit ke 60

Anda mungkin juga menyukai