Anda di halaman 1dari 6

KERANGKA TEORI

2.1. Pedagang Kaki Lima (PKL)


2.1.1. Pengertian Pedagang Kaki Lima

Pengertian pedagang sektor informal sangat terkait dengan ekonomi informal. Kebanyakan usaha
informal terdiri dari aktivitas ekonomi yang sah dengan kelembagaan dan organisasi yang lemah,
sektor informal terdiri dari kegiatan komersil yang sah seperti warung sembako, penjual pakaian
di jalanan dan lainnya dengan tanpa persyaratan legal, seperti harus mempunyai ijin dan membayar
pajak.
Menurut Lili N. Schock dalam bukunya menyebutkan istilah kaki lima sudah lama dikenal di
tepi jalan.Istilah tersebut berasal dari zaman antara tahun 1811-1816, saat Napoleon menguasai
benua Eropa dan daerah-daerah koloni Belanda di Asia berada di bawah kekuasaaan administrasi
Inggris.Sedangkan istilah pedagang kaki lima pertama kali dikenal pada zaman Hindia Belanda,
tepatnya pada saat Gubernur Jenderal Stanford Raffles berkuasa. Ia mengeluarkan peraturan yang
mengharuskan pedagang informal membuat jarak sejauh 5 kaki atau sekitar 1,2 meter dari
bangunan formal di pusat kota (Danisworo, 2000).
Peraturan ini diberlakukan untuk melancarkan jalur pejalan kaki sambil tetap memberikan
kesempatan kepada pedagang informal untuk berdagang. Sampai sekarang sistem lalu lintas di
sebelah kiri masih berlaku, sedangkan trotoar untuk pejalan kaki tidak banyak bertambah.Pada
tempat yang sempit inilah para pedagang tepi jalan melakukan usahanya. Jadi, kaki lima adalah
trotoar, yaitu tepi jalan yang ditinggikan yang biasanya mengitari rumah, bangunan-bangunan.
Maksud sebenarnya kaki lima adalah untuk tempat bagi mereka yang berbelanja standar
pasar, tetapi biasanya tempat ini menjadi terlalu sempit dan penuh sesak dengan manusia yang
saling mendorong karena dari kaki lima biasanya tempatnya tidak terlalu lebar.
Pemahaman pedagang kaki lima saat ini telah berkembang dan dilihat dari berbagai sudut pandang.
Dalam pandangan pemerintah disebutkan bahwa pedagang kaki lima adalah pelaku usaha yang
melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak
bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik
pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap (Permendagri nomor 41/2012
pasal 1).
Pengertian pedagang kaki lima menurut ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia adalah istilah
untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan
gerobak. Kelima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga (kaki) gerobak (yang
sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Dari
beberapa pandangan tersebut dapat diambil satu benang merahnya bahwa yang dimaksud dengan
pedagang kaki lima adalah mereka yang berjualan di tempattempat umum yang sifatnya tidak
permanen, bermodal kecil dan dilakukan secara pribadi atau berkelompok. Untuk lebih jelasnya,
kegiatan pedagang kaki lima dalam sektor ekonomi yang dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik karena timbulnya unit usaha tidak
mempergunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sektor formal;
b. Pada umumnya unit usaha tidak memiliki ijin usaha;
c. Pola kegiatannya tidak teratur, baik dalam arti lokasi maupun jam kerjanya;
d. Pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak
menyentuh ke sektor tersebut;
e. unit usaha mudah masuk dari sub sektor ke sub sektor lain;
f. teknologi yang dipergunakan bersifat tradisional;
g. modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasinya juga
relatif kecil;
h. pendidikan yang diperlukan untuk menjalankan usaha tidak membutuhkan
pendidikan khusus;
i. pada umumnya unit usaha termasuk one man enterprises, dan kalau
mengerjakan buruh berasal dari keluarga;
j. sumber dana modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri
atau lembaga tidak resmi;
k. hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi untuk masyarakat golongan
berpenghasilan rendah dan kadang-kadang juga menengah.
Oleh sebab itu, pedagang kaki limadapat dianggap sebagai kegiatan
ekonomi masyarakat bawah.Memang secara defactopedagang kaki lima adalah
sebagai pelaku ekonomi di pinggiran jalan. Pedagang kaki lima dalam melakukan

12
aktivitasnya di mana barang dagangannya diangkut dengan gerobak dorong,
bersifat sementara, dengan alas tikar dan atau tanpa meja serta memakai atau
tanpa tempat gantungan untuk memajang barang-barang jualannya, dan atau tanpa
tenda, dan kebanyakan jarak tempat usaha antara mereka tidak dibatasi oleh batas
batas yang jelas. Para pedagang kaki limaini tidak mempunyai kepastian hak atas
tempat usahanya.
Perlu kita akui bahwa kegiatan sektor informal telah memainkan peranan
yang penting dalam perekonomian di negara berkembang.Sektor informal
bukanlah suatu fenomena yang esklusif dalam ekonomi transisi atau ekonomi
berkembang (developing economies) seperti yang terjadi di wilayah Asia
Tenggara. Pedagang kaki lima sebagai suatu jenis kegiatan ekonomi pada sektor
infomal telah menunjukkan eksistensinya dalam wilayah perkotaan.
Menurut Tri Kurniadi dan Hassel (2003 : 5) bahwa secara kasat mata
perkembangan pedagang kaki lima tidak pernah terhentinya timbul seiring dengan
pertumbuhan penduduk. Hal ini membawa akibat positif dan negatif.Positifnya
perdagangan terlihat dari fungsinya sebagai alternatif dalam mengurangi jumlah
pengangguran serta dapat melayani kebutuhan masyarakat ekonomi masyarakat
menengah kebawah. Negatifnya dapat menimbulkan masalah dalam
pengembangan tata ruang kota seperti mengganggu ketertiban umum dan
timbulnya kesan penyimpangan terhadap peraturan akibat sulitnya mengendalikan
perkembangan sektor informal ini.
Penyebab menjamurnya pedagang kaki lima terutama lima tahun
belakangan ini seiring dengan adanya krisis moneter yang sudah begitu akut,
adalah ciri-ciri yang khas dari sektor informal, yaitu:

13
a. Mudah dimasuki,
b. Fleksibel (waktu dan tempat beroperasinya),
c. Bergantung pada sumber daya lokal,
d. Skala operasinya yang kecil.
Sehingga ada kemungkinan para pedagang makanan atau pedagang
komoditi lainnya pada saat diperlukan misalnya pada bulan Puasa banting stir dan
berdagang bahan-bahan untuk keperluan Lebaran. Keberadaan pedagang sektor
informal ini kadang-kadang terlupakan, sehingga pada setiap kebijaksanaan
pemerintah yang berkaitan dengan ekonomi praktis, sektor informal sering
terlupakan.
Sebetulnya pedagang sektor informal terutama pedagang kaki lima ini bisa
dipakai sebagai penarik wisatawan dari manca negara, seperti misalnya Yogya
dengan jalan Malioboronya, Tokyo-Jepang dengan Naka Okachi - Machi dan
Harajukunya, Bangkok dengan jalan Petchburi dan jalan Pratunamnya, Singapura
dengan Bugis street, Arab street dan Change alley-nya.
Pedagang kakilimamerupakan suatu kelengkapan kota-kota diseluruh
dunia dari masa dahulu. Sebagai suatu kelengkapan, pedagang kaki limatidak
mungkin dihindari atau ditiadakan. Karena itu kalau ada suatu pemerintahan kota
ingin meniadakan pedagang kaki lima akan menjadi kebijaksanaan atau tindakan
yang sia-sia.
Pedagang kaki limabagi sebuah kota tidak hanya mempunyai fungsi
ekonomi, tetapi juga fungsi sosial budaya. Sebagai suatu fungsi ekonomi,
pedagang kaki lima tidak pula semestinya hanya dilihat sebagai tempat pertemuan
penjual dan pembeli secara mudah.Tidak pula hanya dilihat sebagai lapangan

14
kerja tanpa membutuhkan syarat tertentu.Tidak pula dilihat sebagai alternatif
lapangan kerja informal yang mudah terjangkau akibat suatu keadaan ekonomi
yang sedang merosot. Pedagang kaki limaharuslah dilihat sebagai pusat-pusat
konsentrasi kapital, sebagai pusaran kuat yang menentukan proses produksi dan
distribusi yang sangat menentukan tingkat kegiatan ekonomi masyarakat dan
negara.
Sebagai sebuah fungsi sosial, pedagang kaki lima tidak semestinya hanya
dilihat sebagai pedagang yang serba lemah, tidak teratur, berada ditempat yang
tidak dapat ditentukan, mengganggu kenyamanan dan keindahan, sehingga harus
selalu ditertipkan oleh petugas.Sebagai suatu gejala sosial, pedagang kaki lima
menjalankan fungsi sosial yang sangat besar. Mereka lah yang menghidupkan dan
membuat kota selalu semarak tidak sepi dan dinamis.
Sebagai pola-pola dan sistem tertentu pedagang kaki limamerupakan daya
tarik tersendiri bagi sebuah kota. Demikian pula dari sudut budaya, pedagang kaki
limamenjadi pengemban perkembangan budaya bahkan menjadi modal budaya
tertentu. Melalui pedagang kaki limakarya-karya budaya diperkenalkan kepada
masyarakat. Selain itu, pedagang kaki limasendiri merupakan gejala budaya bagi
sebuah kota dan menciptakan berbagai corak budaya tersendiri pula.
Pemerintah Kota Medan pun sebetulnya bisa meniru hal ini dengan menata
suatu daerah untuk dijadikan daerah khusus untuk pedagang kaki lima dengan
beberapa syarat yaitu setiap pedagang diharuskan mempunyai bentuk kios yang
seragam, kebersihan yang harus selalu terjaga yang dikelola oleh mereka sendiri
dan pelaksanaannya diperiksa oleh aparat pemda yang jika dilanggar lahannya
akan disita dan tidak diperbolehkan lagi berjualan. Dihindarinya praktek jual

15
belilapak yang biasanya terjadi baik itu yang dilakukan Pemkot maupun oleh
organisasi kepemudaan, dihilangkannya pungutan liar atau uang jago yang
biasanya ada. Karena kedua hal yang terakhir disebutkan masih ada maka
biasanya pedagang akan bertindak seenaknya karena merasa mereka telah
membeli lapak, dan mempunyai penjamin yang menghalalkan mereka untuk
bertindak semaunya.
Keberadaan pedagang kaki lima tidak jarang menimbulkan konflik dengan
Pemerintah Kota, yang cenderung menganggap mereka sebagai pengganggu
kelancaran aktivitas dan ketertiban kota, sehingga perlu disingkirkan. Kemudian
tempat-tempat penampungan pedagang kaki lima ini jika ingin menarik perhatian
masyarakat atau turis asing, maka harus dibuat spesifik dengan menjual barang
barang khusus yang laku tidak hanya oleh masyarakat kota juga laku sebagai buah
tangan untuk wisatawan asing atau mancanegara. Dan dari segi lokasi harus
mudah dijangkau dari segala arah, mempunyai sarana parkir cukup, dan tidak
menimbulkan kemacetan yang bisa membebani kota di kemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai