Anda di halaman 1dari 28

TUGAS MAKALAH

ASKEP KEGAWATDARURATAN III

“TRAUMA SERVIKAL”

Dosen Mata Kuliah : Ns. Ariska, S.Kep.,M.Kep

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 3

1. ALAWIYAH M. ABDULLAH
2. PEBRIANA P DAMISI
3. APRILANI HIDUPA
4. POITON KOGOYA
5. AYU MAARISI
6. CRISTINE SINUBU

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO

FAKULTAS KEPERAWATAN

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan


bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan
yang mencakup pelayanan bio-psiko-sosio dan spiritual yang komprehensif serta
ditujukan kepada individu, keluarga serta masyarakat baik yang sakit maupun yang
sehat, keperawatan pada dasarnya adalah human science and human care and caring
menyangkut upaya memperlakukan klien secara manusiawi dan utuh sebagai manusia
yang berbeda dari manusia lainnya dan kita ketahui manusia terdiri dari berbagai sistem
yang saling menunjang, di antara sistem tersebut adalah sistem neurobehavior (Potter &
Perry, 2006).

Susunan tulang pada manusia terdiri dari berbagai macam tulang di antaranya
tulang vertebra (servikal, torakal, lumbal, sakral, koksigis). Tulang servikalis terdiri dari
7 tulang yaitu C1 atau atlas, C2 atau axis, C3, C4, C5, C6 dan C7. Apabila cidera pada
bagain servikal akan mengakibatkan terjadinya trauma servikal.di mana trauma servikal
merupakan keadaan cidera pada tulang bekalang servikal dan medulla spinalis yang
disebabkan oleh dislokasi, sublukasi atau frakutur vertebra servikalisdan di tandai
kompresi pada medulla spinal daerah servikal (Muttaqin, 2011).

Trauma medula spinalis terjadi pada 30.000 pasien setiap tahun di Amerika
serikat. Insidensi pada negera berkembang berkisar antara 11,5 hingga 53,4 kasus dalam
1.000.000 populasi. Umumnya terjadi pada remaja dan dewasa muda.2 Penyebab
tersering adalah kecelakaan lalu lintas (50%), jatuh (25%) dan cedera yang berhubungan
dengan olahraga (10%). Sisanya akibat kekerasan dan kecelakaan kerja. Hampir 40%-
50% trauma medulla spinalis mengakibatkan defisit neurologis, sering menimbulkan
gejala yang berat, dan terkadang menimbulkan kematian. Walaupun insidens pertahun
relatif rendah, tapi biaya perawatan dan rehabilitasi untuk cedera medulla spinalis
sangat besar, yaitu sekitar US$ 1.000.000 / pasien. Angka mortalitas diperkirakan 48%
dalam 24 jam pertama, dan lebih kurang 80% meninggal di tempat kejadian (Emma,
2011).

Di Indonesia kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah


penyakit jantung, kanker, dan stroke, tercatat ±50 meningkat per 100.000 populasi tiap
tahun, 3% penyebab kematian ini karena trauma langsung medulla spinalis, 2% karena
multiple trauma. Insiden trauma pada laki-laki 5 kali lebih besar dari perempuan.
Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan kecelakaan lalu
lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport, kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur
dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada usia
dekade 3 (Emma, 2011).

Dampak trauma servikal mengakibatkan syok neurogenik, syok spinal,


hipoventilasi, hiperfleksia autonomic, gangguan pada pernafasan, gangguan fungsi saraf
pada jari-jari tangan, otot bisep, otot trisep, dan otot- otot leher. Akibat atau dampak
lebih lanjut dari trauma servikal yaitu kematian.

Peran perawat sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan guna


mencengah komplikasi pada klien dan memberikan pendidikan kesehatan untuk
meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang trauma servikal.

Dari uraian diatas kelompok tertarik untuk membahas masalah asuhan


keperawatan kegawatdaruratan dengan masalah trauma servikal.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan fenomena diatas kelompok merasa tertarik untuk membahas tentang


masalah asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien Tn. A dengan kasus trauma
servikal.
C. Tujuan

1. Tujuan umum

Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada


pasien Tn. A dengan kasus trauma servikal

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Tn. A dalam asuhan


keperawatan kegawatdaruratan pada trauma serikal

b. Mahasiswa mampu mengelompokkan data sesuai dengan tanda dan gejala


pada trauma servikal

c. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan dalam asuhan


keperawatan kegawatdaruratan pada trauma serikal

d. Mahasiswa mampu membuat perencanaan dalam asuhan keperawatan


kegawatdaruratan pada trauma serikal

e. Mahasiswa mampu melakukan implementasi atau tindakan keperawatan


dalam rangka penerapan asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada trauma
serikal.

f. Mahasiswa mampu mengevaluasi terhadap intervensi yang telah dilakukan


dalam asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada trauma serikal

g. Mahasiswa mampu melakukan pendokumentasian pada Asuhan Keperawatan


kegawatdaruratan pada trauma serikal

D. Manfaat

1. Bagi mahasiswa

a. Mahasiswa dapat memahami tentang konsep penyakit trauma servikal


b. Mahasiswa mendapat memahami dan mempraktekkan tentang asuhan
keperawatan gawatdaruratan pada penyakit trauma servikal

2. Bagi akademik

a. Akademik mendapatkan tambahan referensi untuk melengkapi bahan


pembelajaran

b. Akademik mendapat dorongan untuk memotivasi mahasiswa tentang trauma


servikal melalui proses belajar dan praktik dilapangan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Trauma servikal adalah suatu keadaan cedera pada tulang belakang servikal dan
medulla spinalis yang disebabkan oleh dislokasi, subluksasi, atau fraktur vertebra
servikalis dan ditandai dengan kompresi pada medula spinalis daerah servikal.

B. Etiologi

Cedera medulla spinalis servikal disebabkan oleh trauma langsung yang


mengenai tulang belakang di mana tulang tersebut melampaui kemampauan tulang
belakang dalam melindungi saraf-saraf belakangnya.

Menurut Emma, (2011) Trauma langsung tersebut dapat berupa :

1. Kecelakaan lalulintas

2. Kecelakaan olahraga

3. Kecelakaan industri

4. Jatuh dari pohon/bangunan

5. Luka tusuk

6. Luka tembak

7. Kejatuhan benda keras

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Anatomi Cervikal

secara otomatis, tulang vertebra servikalis terbagi atas dua bagian yaitu bagian
atas (CV1 dan CV2) dan bagian bawah (CV3-CV7). Ada tiga tulang vertebra
servikalis yang memiliki struktur anatomi yang unik dan memiliki nama khusus.
Vertebra servikal yang pertama disebut dengan atlas, yang kedua disebut axis
dan yang ketujuh disebut vertebra prominens.
Tulang belakang cervikal terdiri dari tujuh buah. Dimulai tepat di bawah
tengkorak dan berakhir di bagian atas tulang thorakalis. Tulang belakang
cervikal memiliki backward "C" bentuk (lordotic kurva) dan jauh lebih mobile
dari tulang thorakal atau lumbal.

Struktur vertebre secara umum memiliki corpus, arcus, dan 7 prosesus yang
berada di arcus. Sehingga secara umum vertebre cervikal memiliki bagian-
bagian tulang seperti:

•Korpus/body terletak di anterior,berbentuk silinder,dengan permukaan posterior

yang rata.
• Pedikel/pedicle terletak di kedua bagian lateral corpus,tebal dan membulat.

• Lamina terletak pada ujung posterior pedikel,berbentuk lempengan tipis.Kedua


pedikel bertemu di midline membentuk prosesus spinosus.

• Foramen vertebralis,lubang yang terletak di bag.posterior corpus dibatasi oleh


arcus di bagian posterior dengan foramen vertebralis yang lain membentuk
canalis vertebralis sebagai tempat spinal cord.

• Incisura vertebralis/vertebral notch (superior dan inferior),lengkungan yang


terletak pada bagian atas dan bawah pedikel.Incisura vertebralis inferior
(vertebre yang atas) bersatu dengan incisura vertebralis superior (vertebre di
bawahnya) membentuk foramen intervertebralis;sebagai tempat keluarnya
nervus spinalis dari spinal cord.

• Prosesus transverses ada 2 kanan dan kiri, terletek pada pertemuan antara
corpus dan arcus,mencuat kearah lateral.

• Prosesus articularis (superior dan inferior), terletak di bagian superior dan


inferior pada dasar (base) prosesus. transversus.Persendian antara prosesus
articularis inferior (vertebre yang atas) dengan prosesus articularis superior
(vertebre di bawahnya) membentuk zygapophyseal, Vertebre cervikal
mempunyai foramen transversum yang dilalui oleh arteri dan vena vertebralis
dan nervus spinalis.

Bagian-bagian dari tulang cervical:

a. Cervikal I (Atlas)

Tulang vertebra servikalis yang pertama disebut dengan atlas karena ruas tulang
yang pertama mendukung keseluruhan tengkorak kepala. Atlas tidak memiliki korpus
sehingga bentuknya hampir menyerupai cincin. Atlas juga tidak mempunyai prosessur
spinosus, namun mempunyai tuberkulum arterior dan tuberkulum pasterior.
Tidak mempunyai corpus, mempunyai 2 arcus (anterior dan posterior), arcus
anterior bersendi dengan prosesus odontoideus (dens epistrofeus) gerakan rotasi kepala,
massa lateral atlas mempunyai facies articularis (superior dan inferior), facies articularis
superior atlas bersendi dengan condilus occipitalis disebut articulation occipitoatlantal
(occipitocervikal) gerakan kepala fleksio/ekstensio,facies articularis inferior atlas
bersendi dengan facies articularis superior axis.

b. Cervikal II (Axis)

Tulang vertebra servikalis yang kedua Tulang vertebra servikalis yang kedua
disebut dengan axis atau epistripheus karena membentuk poros diatasnya dan kepala
berputar disekitar tulang axis. Axis merupakan bagian yang paling besar dari tulang
vertebra servikalis. Ciri khas dari tulang ini adalah prosesur odontoid yang kuat dan
tegak lurus dari permukaan atas korpus (dens).

Mempunyai prosesus odontoideus (dens epistropheus, dens/dental:gigi), yang


bersendi dengan arcus anterior atlas.

c. Cervikal III-VI (Typical Cervikal Vertebrae)

Anatomi tulang vertebra servikal ketiga hingga keenam dianggao memiliki ciri
yang sama, yaitu memiliki procesus spinosus yang bercabang (bifida), pada prosesus
transversus terdapat foramen transversarium pada setiap sisi yang dilewati oleh
pembuluh arteri dan vena serta pleksus saraf simpatik. Prosessus transversus terdiri atas
bagian arterior dan posterior yang bergabung diluar foramen.

Bentuknya kecil, letaknya tranversal, dan korpusnya membujur dengan daerah


permukaan anterior sedikit “langsing”
d. Cervikal VII (Vertebra Prominens)

Memiliki nama lain vertebra prominens karena memiliki ciri khas yaitu adanya
prosesus spinosus yang panjang dan menonjol serta tidak bercabang, memiliki prosesus
transversum yang cukup besar dan foramen transveriumnya tidak selalu ada atau
umumnya memiliki ukuran yang lebih kecil pada suatu atau kedua sisi.
Mempunyai prosesus spinosus yang panjang, dapat dijadikan patokan (localizer)
untuk menentukan letak tulang vertebre yang lain.
C. Patofisiologi

Kolumna vertebralis normal dapat menahan tekanan yang berat dan


mempertahankan integritasnya tanpa mengalami kerusakan pada medula spinalis. Akan
tetapi, beberapa mekanisme trauma tertentu dapat merusak sistem pertahanan ini dan
mengakibatkan kerusakan pada kolumna vertebralis dan medula spinalis. Pada daerah
kolumna servikal, kemungkinan terjadinya cedera medula spinalis adalah 40%. Trauma
servikal dapat ditandai dengan kerusakan kolumna vertebralis (fraktur, dislokasi, dan
subluksasi), kompresi diskus, robeknya ligamen servikal, dan kompresi radiks saraf
pada setiap sisinya yang dapat menekan spinal dan menyebabkan kompresi radiks dan
distribusi saraf sesuai segmen dari tulang belakang servikal (Price, 2009).

Pada cidera hiperekstensi servikal, pukulan pada wajah atau dahi akan memaksa
kepala kebelakang dan tidak ada yang menyangga oksiput dan diskus dapat rusak atau
arkus saraf mengalami kerusakan. Pada cidera yang stabil dan merupakan tipe frakutur
vertebra yang paling sering di temukan. Jika ligamen posterior robek, cedera, bersifat
tidak stabil dan badan vertebra bagian atas dapat miring ke depan di atas badan vertebra
di bawahnya. Trauma servikal dapat menyebabkan cedera yang komponen vertebranya
tidak akan tergeser oleh gerakan normal sehingga sumsum tulang tidak rusak dan resiko
biasanya lebih rendah (Muttaqin, 2011).

Cedera yang tidak stabil adalah cedera yang dapat mengalami pergeseran lebih
jauh dan perubahan struktur oseoligamentosa posterior (pedikulis, sendi permukaan,
arkus tulang posterior, ligamen interspinosa, dan supraspinosa), komponen pertengahan
(sepertiga bagian posterior badan vertebra, bagian posterior diskus intervertebra, dan
ligamen longitudinal posterior), dan kolumna anterior (duapertiga bagian anterior
korpus vertebra, bagian anterior diskus intervertebra dan ligamen longitudinal anterior)
(Muttaqin, 2011).

Cedera spinal tidak stabil menyebabkan resiko tinggi cedera pada korda
sehingga menimbulkan masalah aktual atau resiko ketidakefektifan pola napas dan
penurunan curah jantung akibat kehilangnya kontrol organ viseral. Kompresi saraf dan
spasme otot servikal memberikan stimulasi nyeri. Kompresi diskus menyebabkan
paralisis dan respons sistemik dengan munculnya keluhan mobilisasi fisik, gangguan
defekasi akibat penurunan peristaltik usus, dan ketidak seimbangan nutrisi (Price,
2002).

Tindakan dekompresi dan stabilitas pada pascabedah akan menimbulkan port de


entree luka pascabedah yang menyebabkan masalah resiko tinggi infeksi. Selain itu,
tindakan tersebut dapat menyebabkan kerusakan neuromuskular, yang menimbulkan
resiko trauma sekunder akibat ketidaktahuan tentang teknik mobilisasi yang tepat.
Kondisi psikologis karena prognosis penyakit menimbulkan respons anastesi.
Manipulasi yang tidak tepat akan menimbulkan keluhan nyeri dan hambatan mobilitas
fisik (Muttaqin, 2011).

F. Manifestasi Klinis

Menurut Hudak & Gallo, (1996) menifestasi klinis trauma servikal adalah sebagai
berikut :
1. Lesi C1-C4

Pada lesi C1-C4. Otot trapezius, sternomastoid dan otot plastisma masih
berfungsi. Otot diafragma dan otot interkostal mengalami partalisis dan tidak
ada gerakan (baik secara fisik maupun fungsional0 di bawah transeksi spinal
tersebut. Kehilangan sensori pada tingkat C1 malalui C3 meliputi daerah
oksipital, telinga dan beberapa daerah wajah. Kehilangan sensori diilustrasikan
oleh diagfragma dermatom tubuh.

Pasien dengan quadriplegia pada C1, C2, atau C3 membutuhkan


perhatian penuh karena ketergantungan pada semua aktivitas kebutuhan sehari-
hari seperti makan, mandi, dan berpakaian. quadriplegia pada C4 biasanya juga
memerlukan ventilator mekanis tetapi mengkn dapat dilepaskan dari ventilator
secara. intermiten. pasien biasnya tergantung pada orang lain dalam memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari meskipun dia mungkin dapat makan sendiri dengan
alat khsus.

2. Lesi C5

Bila segmen C5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi


diafragma rusak sekunder terhadap edema pascatrauma akut. paralisis intestinal
dan dilatasi lambung dapat disertai dengan depresi pernapasan. Ekstremitas atas
mengalami rotasi ke arah luar sebagai akibat kerusakan pada otot supraspinosus.
Bahu dapat di angkat karena tidak ada kerja penghambat levator skapula dan
otot trapezius. setelah fase akut, refleks di bawah lesi menjadi berlebihan.
Sensasi ada pada daerah leher dan triagular anterior dari daerah lengan atas.

3. Lesi C6

Pada lesi segen C6 disters pernafasan dapat terjadi karena paralisis


intestinal dan edema asenden dari medulla spinalis. Bahu biasanya naik, dengan
lengan abduksi dan lengan bawah fleksi. Ini karena aktivitasd tak terhambat dari
deltoid, bisep dan otot brakhioradialis.

4. Lesi C7

Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan


aksesori untuk mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Ekstremitas atas
mengambil posis yang sama seperti pada lesi C6. Fleksi jari tangan biasnya
berlebihan ketika kerja refleks kembali.
Menurut Price, (2002 )menyampaikan manifestasi klinik pada fraktur adalah sebagai
berikut:

a. Nyeri

Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya
spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarny

b. Bengkak/edama

Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada
daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya

c. Memar/ekimosis

Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di


jaringan sekitarnya

d. Spasme otot

Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur

e. Penurunan sensasi

Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema

f. Gangguan fungsi

Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot.
paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf

g. Mobilitas abnormal

Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi


normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.

h. Krepitasi

Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan

i. Deformitas

Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya
j. Shock hipovolemik

Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat

G. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Doenges, (2000) ada pun pemeriksaan penunjang trauma servikal yaitu:

1) Sinar X spinal

Menentukan loksi dan jenis cedera tulang (fraktur, disloksi) untuk kesejajaran,
reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi.

2) CT scan

Menentukan tempat luka/jejas, mengevaluasi gangguan struktural

3) MRI

Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi

4) Mielografi

Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor


patologisnya tidak jelas atau di curigai adanya oklusi pada ruang subarakhnoid
medulla spinalis

5) Foto rontgen torak

Memperlihatkan keadaan paru (contohnya: perubahan pada diagfragma,


anterlektasis)

6) GDA

Menunjukkan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi

7) CSS (Central cord syndrom)


Pemeriksaan fisik menunjukkan kelemahan lengan dengan utuhnya kekuatan
dengan ektremitas bawah
H. Komplikasi

Menurut Emma, (2011) komplikasi pada trauma servikal adalah :

a. Syok neurogenik

Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang desending
pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor
dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah maka terjadi
penumpukan darah dan konsekuensinya terjadi hipotensi

b. Syok spinal

Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah
terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak
seperti lesi komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak.

c. Hipoventilasi

Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari
cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau
torakal atas.

d. Hiperfleksia autonomic

Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak, kongesti nasal,


bradikardi dan hipertensi.

I. Penatalaksanaan

Menurut ENA, (2000) penatalaksanaan pada pasien truama servikal yaitu :

1. Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)

2. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : headtil, chin lip, jaw
thrust. Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi),
mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring
3. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar,
imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang

4. Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 - C7) dengan
menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi), member lipatan
selimut di bawah pelvis kemudian mengikatnya

5. Menyediakan oksigen tambahan

6. Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, HcO3, dan pulse oksimetri

7. Menyediakan ventilator mekanik jika diperlukan

8. Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan pengaruh dari
hipotensi dan bradikardi

9. Meningkatkan aliran balik vena ke jantung

10. Berikan antiemboli

11. Tinggikan ekstremitas bawah

12. Gunakan baju antisyok

13. Meningkatkan tekanan darah

14. Berikan terapi farmakologi ( vasokontriksi)

15. Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika terjadi gejala
bradikardi

16. Mengetur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy

17. Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina


18. Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan spinal cord :
steroid dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih dari 24 jam, dimulai dari
8 jam setelah kejadian

 Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran


pasien.

 Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan kemungkinan


aspirasi jika ada indikasi.

 Memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih.

 Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya dekubitus.

 Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan).

 Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang teridentifikasi secara


konsisten untuk menumbuhkan kepercayaan pasien pada tenaga kesehatan.

 Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses penyembuhan

J. Pengkajian Teoritis

Menurut ENA, (2000) pengkajian pada pasien trauma servikal adalah:

a. Pengkajian primer

Data Subyektif

1. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

 Keadaan Jantung dan pernapasan

 Penyakit Kronis
Data Obyektif

1. Airway

Adanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat cedera spinal sehingga
mengganggu jalan napas

2. Breathing

Pernapasa dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan dinding


dada

3. Circulation

Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg), Bradikardi, Kulit teraba


hangat dan kering, Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh,
yang mana suhu tubuh bergantung pada suhu lingkungan)

4. Disability

Kaji Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak,


kehilangan sensasi, kelemahan otot.

5. Exposure

Adanya deformitas tulang belakang, kelumpuhan aggota gerak

b. Pengkajian Sekunder

1. Five Intervensi
Hasil AGD menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi, CT
Scan untuk menentukan tempat luka atau jejas, MRI untuk mengidentifikasi
kerusakan saraf spinal, foto Rongen Thorak untuk mengetahui keadaan paru,
sinar – X Spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang
(Fraktur/Dislokasi)

2. Give Comfort

Kaji adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak

3. Head to Toe

 Leher : Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera

 Dada : Pernapasa dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan


dinding dada, bradikardi, adanya desakan otot diafragma dan interkosta
akibat cedera spinal

 Pelvis dan Perineum : Kehilangan control dalam eliminasi urin dan feses,
terjadinya gangguan pada ereksi penis (priapism)

 Ekstrimitas : terjadi paralisis, paraparesis, paraplegia atau


quadriparesis/quadriplegia

 Inspeksi Back / Posterior Surface

 Kaji adanya spasme otot, kekakuan, dan deformitas pada tulang


belakang

c. Diagnosa keperawatan

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan


dispnea,terdapat otot bantu napas.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan pada anggota
gerak.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif akibat tindakan


pemasangan inkubasi/trakeostomi
4. ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk membersihkan secret yang menumpuk.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

NO DIAGNOSA TUJUAN/KRITERI INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN A HASIL

1. Pola nafas tidak efektif Setelah diberikan 1. Pantau ketat 1. perubahan


berhubungan dengan tindakan keperawatan tanda-tanda vital pola nafas
hiperventilasi ditandai selama 2 x 15 menit, dan pertahankan dapat
dengan dispnea, diharapkan pola napas ABC mempengar
terdapat otot bantu pasien efektif dengan 2. Monitor usaha uhi tanda-
napas. kriteria hasil : pernapasan tanda vital
a. Pasien pengembangan 2. pengemban
melaporkan dada, gan dada
sesak napas keteraturan penggunaan
berkurang pernapasan otot bantu
b. Pernapasan nafas bibir dan pernapasan
teratur penggunaan otot mengindika
c. Takipnea tidak bantu sikan
ada pernapasan gangguan
d. Pengembangan 3. berikan posisi pola napas
dada simetris semifowler jika 3. mempermu
antara kanan tidak ada dah
dan kiri kontraindikasi ekspansi
e. Tanda vital 4. gunakan paru
dalam batas servikal collar, 4. stabilisasi
normal ( nadi imobilisssi tulang
60-100x/menit, lateral kepala, servikal
RR 16- meletakkan 5. oksigen
20x/menit, papan di bawah yang
Tekanan darah tulang belakang adekuat
110-140/ 60- 5. berikan oksigen dapat
90 mmHg, sesuai indikasi menghindar
Suhu 36,5 – i resiko
37,5 °C kerusakan
f. Tidak ada jaringan
penggunaan
otot bantu
napas.

2. Kerusakan mobilitas Tujuan perawatan : 1. Kaji secara teratur a. Mengevaluasi

fisik berhubungan fungsi motorik keadaan secara


Selama perawatan
dengan kelumpuhan umum
gangguan mobilisasi 2. Intruksikan pasien
pada anggota gerak
bisa diminimalisasi untuk memanggil bila b. Memberikan rasa

sampai cedera diatasi meminta pertolongan aman.

dengan pembedahan.
3. Lakukan log rolling c. Membantu ROM

Kriteria hasil : secara pasif.


4. Ukur tekanan darah

1. Tidak ada sebelum dan sesudah d. Mengetahui


konstraktur log rolling. adanya hipotensi

ortostatik.
2. Kekuatan otot 5. Kolaborasi dengan

meningkat dokter untuk pemberian

analgesic
3. Klien mampu e. Berguna untuk

beraktifitas kembali membatasi &

secara bertahap mengurangi nyeri

yang berhubungan

dengan spastisitas.

Setelah dilakukan 1. Jaga agar barier kulit 1. Monitor tanda


3. Resiko infeksi
asuhan keperawatan yang terbuka tidak dan gejala infeksi
berhubungan dengan
selama 2 x 15 menit terpapar lingkungan sistemik tau lokal
prosedur infasif akibat
diharapkan tidak dengan cara menutup 2. Monitor hitung
tindakan pemasangan
terjadi infeksi, dengan dengan kasa steril granulosit
inkubasi/trakeostomi
kriteria hasil : 2. Batas jumlah 3. Berikan
1. Tidak ada punggun perawatan kulit
kemerahan 3. Ajarkan pasien dan 4. inspeksi kulit
2. Tidak terjadi keluarga untuk dan membran
hipertermia menghindari infeksi mukosa terhadap
3. Tidak ada nyeri 4. kolaborasi pemberian kemerahan panas
4. Tidak ada antibiotik dan drainase
pembengkakan
5. Tidak ada drainase
purulen
4. Ketidakefektifan Setelah diberikan Air Management
bersihan jalan nafas asuhan keperawatan
1. Posisikan pasien
berhubungan dengan selama 2 x 15 menit
untuk memaksimalkan
ketidakmampuan untuk klien mampu
ventilasi
membersihkan secret menunjukan perilaku
2. lakukan fisioterapi
yang menumpuk mencapai bersihan
dada bila perlu
jalan nafas dengan
3. Keluarkan secret
kriteria hasil :
dengan batuk dan
- Respiratory status : suctioning
ventilation
4. Auskultasi suara
- Respiratory status :
Airway patency nafas, catat adanya
suara nafas tambahan
5. Atur intake dan
output untuk
mengoptimalkan
keseimbangan
PATHWAY

Kecelakaan lalu lintas,luka tusuk, luka tembak, kecelakaan


olahraga

Fraktur servikal

C1-C2 C3-C5 C4-C7 C5-C7

Kerusakaan kerusakaan
Kerusakan kerusakaan nervus frenikus tulang servikal Pengaruh pada
Fungsi atlanto batang otak otot napas
Oksipitasis penjepitan (interkostal
Hilang inervasasi medulla spinalis
parasternal
Ketidakmampuan gangguaan otot pernapasan aksesori oleh ligamentum
Menggerakan kepala regulasi pusat & interkosta flavum posterior scalenus & otot
Pernapasan abdominal
Penurunaan compliance kompresi material (diafragma
Paru diskusi anterior trapezius
Kerusakaan pectoralis mayor
mobilitas fisik
Pola napas
tidak efektif
Gangguan ventilasi
Spontan Pola napas
tidak efektif
Stimulasi pelepasa mediator
kimia
Adanya refluks kebutuhan
Gastrointestinal penggunaan ventilator
Kerusakaan myelin
& akson
Resiko aspirasi
Gangguan saraf sensorik &
Pemasangan intubasi motorik
Resiko
/trakeostomi
infeksi
Kerusakan
mobilitas fisik

Kerusakaan Ketidakefektifan
komunikasi verbal bersihan jalan napas
Defesit
DAFTAR PUSTAKA
Resiko kerusakaan perawatan diri
intergritas
Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem kulit
Apley, Jakarta : Widya
Medika

Bulecheck, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016).


Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia Edisi
Keenam. Singapore : Elsevier.

Black, J.M, et al. 1995. Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing Process
Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company.

Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawaan. Jakarta :

EGC.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1999. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta

Henderson, M.A. 1997. Ilmu Bedah Untuk Perawat.Yogyakarta: Yayasan Esentia


Medika

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). NANDA International Inc. Diagnosa


Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
Hudak and Gallo. 1994. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC

Ignatavicius, Donna D. 1995. Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach,


W.B. Saunder Company.

Long, Barbara C. 1996. Perawat Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapitia Selekta Kedokteran. Jakarta : Medika Aesculapius.

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Jakarta : EGC

Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M, L., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes
Classification (NOC) Pengukuran Outcomes Kesehatan Edisi Bahasa Indonesia
Edisi Keenam. Singapore: Elsevier.

Oswari, E. 1993. Bedah dan Perawatannya. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Price Sylvia, A. 1994. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:


EGC

Smeltzer 7 Bare. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart, Jakarta: EGC

Reksoprodjo, Soelarto. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara

Tucker, Susan Martin, 1998. Standar Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai