Anda di halaman 1dari 1

TANAMKAN SEMANGAT PATRIOTISME PADA MAHASISWA DALAM KULIAH AHAD PAGI

Pagi yang cerah dan sumringah menyambut awal hari ahad, 15 Mei 2016. Beberapa panitia
berseliweran sibuk mengatur tempat dan mengecek sound. Ada dua akhwat yang terlihat menjaga
presensi dan beberapa lagi menuntun peserta yang baru datang. Begitulah pemandangan yang terlihat
di aula kelurahan Sekaran sebelum acara Kuliah Ahad Pagi (KAP) IV dimulai.

Sembari menunggu acara dimulai, beberapa peserta yang datang tampak bercakap-cakap. Acara
baru dimulai sekitar pukul setengah sembilan, acara dibuka oleh dua MC, Ridho Joko dan Pandu. Dengan
mengenakan setelan pakaian yang berbeda warna, mereka memandu jalannya acara dari awal hingga
akhir. Terkadang, beberapa lelucon dilontarkan oleh keduanya untuk memecah suasana yang tidak
bersemangat tak lupa juga meneriakkan jargon KAP 2016; Ahad bermanfaat.

Usai Eric Rahman selaku CEO KAP menyampaikan sambutannya, acara inti pun tiba. MC
membacakan CV pembicara lalu memimpin takbir untuk mengiringi langkah pembicara menuju
panggung. KAP kali ini mengangkat tema Ghazwul Fikr atau perang pemikiran dan materi ini di kupas
oleh Bapak Walyono, pembiacara yang luar biasa.

Seorang siswa mati-matian mempertahankan pendapatnya mengenai soal operasi matematika


2 + 2 = 4. Hal ini karena gurunya bersikeras bahwa 2 + 2 = 5. Siswa tersebut ditembak secara kejam
hingga tewas di depan kelas disaksikan seluruh siswa. Demikian ilustrasi dari video yang ditampilkan
sebelum materi dimulai. Waliyono menuturkan bahwa sekarang bukan lagi zamannya perang fisik
namun perang pemikiran. Indonesia memang telah merdeka, dengan segala kekayaan sumber daya
alam yang dimiliki sudah sepatutnya Indonesia dijuluki sebagai negara kaya. Namun pada kenyataannya,
kalah dalam perang pemikiran telah menyebabkan Indonesia kehilangan alam dan sumber energi.

Hal yang benar adalah salah, begitu sebaliknya. Kebenaran masa kini adalah kebohongan yang
berulang. Kaum muda Indonesia telah terlena dengan amunisi 5F (Fun, Fashion, Food, Film, Fans). Oleh
karena itu, begitu mudahnya pemuda Indonesia dikontrol apalagi dengan adanya kemajuan globalisasi.
Namun demikian, tak seluruhnya kesalahan adalah dari golongan muda. Peran orang tua justru yang
paling menentukan. Pendidikan keagamaan yang ditanamkan dalam keluarga sangatlah penting. Karena
dengan minimnya pendidikan agama, maka sangat mudah untuk kehilangan iman dan islam yang
berarti kalah dalam perang pemikiran.

Di akhir materi, Walyono kembali membangkitkan optimism bahwa Indonesia masih


berkesempatan untuk memperbaiki dirinya. Memang, adalah hal yang sulit untuk memperbaiki yang
rusak. Tetapi, selemah-lemahnya kita, kita harus tetap memulainya. Karena siapa lagi kalau bukan dari
generasi kita sekarang. Justru hal yang demikian tentunya akan memberikan pengaruh bagi orang lain.
Pesan yang disampiakan adalah kuatkan ibadah, cerdaskan pemikiran, dan tumbuhkan energy positif.

Temanya sangat kontekstual sekali dengan kehidupan sehari-hari, sangat memotivasi untuk
membangun jiwa nasionalisme dalam diri pemuda

Anda mungkin juga menyukai