Anda di halaman 1dari 20

BRONKIEKTASIS

BATASAN
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi
(ektasis) dan distorsi bronkus local yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten
atau ireversibel. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan
dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastic, otot-otot polos
bronkus, tulang rawan dan pembuluh-pembuluh darah. Bronkus yang terkena umumnya
adalah bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus besar umumnya jarang.

KEKERAPAN PENYAKIT
Di negeri-negeri barat, kekerapan bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3 % di
antara populasi. Kekerapan setinggi itu ternyatam engalami penurunan yang berarti
sesudah dapat ditekannya frekuensi kasus-kasus infeksi paru dengan pengobatan
memakai antibiotic.
Di Indonesia belu ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai
penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan
diderita oleh laki-laki maupun perempuan. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak,
bahkan dapat merupakan kelainan congenital.

ETIOLOGI
Penyebab bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas.
Pada kenytaannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara congenital maupun
didapat.

Kelainan Kongenital
Dalam hal ini bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Factor
genetic atau factor pertumbuhan dan perkembangan fetus memegang peran penting.
Bronkietkasis yang timbul congenital mempunyai cirri sebagai berikut. Pertama,
bronkiektasis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru.
Kedua, bronkiektasis congenital sering menyertai penyakit-penyakit congenital lainnya,
misalnya Mucoviscidosis (Cystic pulmonary fibrosis), sindrom Kargener (Bronkiektasis
congenital, sinusitis, paranasal dan situs inversus), hipo atau agamaglobulinemia,
bronkiektasis pada anak kembar satu telur (anak yang satu dengan bronkiektasis,
ternyata saudara kembarnya juga menderita bronkiektasis), bronkiektasis sering
bersamaan dengan kelainan congenital berikut : tidak adanya tulang rawan bronkus,
penyakit jantung bawaan, kofskoliosis congenital.

Kelainan Didapat
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan
akibat proses berikut :
Infeksi. Bronkiektasis sering terjadi sesudah seseorang anak menderita pneumonia
yang sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia ini umumnya merupakan
komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberculosis paru,
dan sebagainya.
Obstruksi bronkus. Obstruksi bronkus yang dimaksud di sini dapat disebabkan oleh
berbagai macam sebab : korpus alienum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar
lainnya terhadap bronkus. Menurut penelitian para ahli diketahui bahwa adanya infeksi
ataupun obstruksi bronkus tidak selalu secara nyata (automatis) menimbulkan
bronkiektasis. Oleh karenanya diduga mungkin masih ada factor instrinsik (yang sampai
sekarang belum diketahui) ikut berperan terhadap timbulnya bronkiektasis.

PERUBAHAN PATOLOGI ANATOMIS


Terdapat bebagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atau luasnya
bronkus yag terkena maupun beratnya penyakit.

Tempat Presdisposisi Bronkiektasis


Bronkiektasis dapat mengenai bronkus pada satu segmen paru, bahkan dapat secara
difus mengenai kedua paru. Bagian paru yang sering terkena dan merupakan tempat
predisposisi bronkiektasis adalah lobus tengah paru kanan, bagian lingual paru kiri
lobus atas, segmen basal pada lobus bawah kedua paru.
Bronkus yang Terkena
Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus ukuran sedang (medium size),
sedangkan bronkus besar jarang terkena. Bronkus yang terkena dapat hanya satu
segmen paru saja (local) maupun diffuse mengenai bronkus kedua paru.

Perubaham Morfologis Bronkus yang Terkena


Dinding Bronkus. Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa
proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan reversible. Pada pemeriksaan patologi
anatomi sering ditemukan berbagai tingkatan keaktifan proses inflamasi serta terdapat
proses fibrosis. Jaringan bronkus yang mengalami kerusakan selain otot-otot polos
bronkus juga elemen-elemen elastic pembuluh darah dan tulang rawan bronkus.

Mukosa bronkus. Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, sillia pada sel
epitel menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa, dan terjadi sebukan hebat
sel-sel inflamasi. Apabila terjadi eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan terjadi
pengelupasan, ulserasi dan pernanahan.

Jaringan paru peribronkial. Pada parenkim paru peribronkial dapat ditemukan


kelainan antara lain berupa pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis apabila prosesnya
dekat pleura. Pada keadaan yang berat, jaringan paru distal bronkiektasis akan diganti
oleh jaringan fibrotic dengan kista-kista berisi nanah.
Arteri bronkialis disekitar bronkiektasis dapat mengalami pelebaran (aneuysma
Rasmussen) atau membentuk anyaman/anastomosis dengan pembuluh sirkulasi
pumonal.

Variasi kelainan anatomis bronkiektasis


Telah dikenal ada 3 variasi bentuk kelainan anatomis bronkiektasis, yaitu :
a. Bentuk tabung (Tubular Cylincdrical, Fusiform bronchiectasis). Variasi ini
merupakan bronkiektasis yang paling ringan, dan sering ditemukan pada
bronkiektasis yang menyertai bronchitis kronik.
b. Bentuk kantong (Sacular bronchiectasis). Bentuk ini merupakan bentuk
bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan
bronkus yang bersifat irregular. Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista
(Cystic bronchiectasis)
c. Varicose Kbronchiectasis. Bentuknya merupakan bentuk di antara bentuk tabung
dan kantong. Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus menyerupai
varises pembuluh vena.
Adanya variasi bentuk-bentuk anatomis bronkus tadi secara klinis tidak begitu
penting, karena kelainan-kelainan yang berbeda tadi dapat berasal dari etiologi yang
sama dan tidak mempengaruhi gejala klinis, dan manajemen pengobatannya sama
saja. Bahkan beberapa bentuk kelainan tadi bisa terdapat pada satu pasien.

Pseudobronkiektasis
Bentuk ini tidak termasuk bronkiektasis yang sebenarnya karena terdapat pelebaran
bronkus yang bersifat sementara, uumnya bentuk silindris dan tidak terdapat
kerusakan dinding bronkus. Kelainan ini bersifat sementara karena dalam beberapa
bulan akan menghilang. Bentuk ini biasanya merupakan komplikasi pneumonia.

PATOGENESIS
Patogenesis bronkiektasis tergantung factor penyebabnya. Apabila bronkiektasis
timbul congenital patogenesisnya tidak diketahui, didua erat hubungannya dengan
factor genetic serta factor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan.
Pada bronkiektasis yang didapat patogenesisnya diduga melalui beberapa
mekanisme. Ada beberapa factor yang diduga ikut berperan, antara lain :
1. Factor obstruksi bronkus
2. Faktor infeksi pada bronkus atau paru
3. Factor adanya beberapa penyakit tertenty seperti fibrosis paru, asthmatic
pulmonary eosinophilia, dan
4. Factor intrinsic dalam bronkus atau paru.
Patogenesis pada kebanyakan bronkiektasis yang didapat diduga melalui dua
mekanisme dasar.
Pemulaannya didahului adanya factor infeksi bacterial
Mula-mula karena adanya infeksi pada bronkus atau paru, kemudian timbul
bronkiektasis. Mekanisme kejadiannya sangat rumit. Secara ringkas dapat dikatakan
bahwa infeksi pada bronkus atau paru, akan diikuti oleh proses destruksi dinding
bronkus daerah infeksi dan kemudian timbul bronkiektasis.
Permulaannya didahului adanya obstruksi bronkus
Adanya obstruksi bronkus oleh beberapa penyebab (misalnya tuberculosis kelenjar
liimfe pada anak;karsinoma bronkus, korpus alienum dalam bronkus) akan diikuti
terbentuknya bronkiektasis. Pada bagian distal obstruksi biasanya akan terjadi
infeksi dan destruksi bronkus, kemudian terjadi bronkiektasis. Mekanisme
kejadiannya sangat rumit.
Pada bronkiektasis didapat pada keadaan yang amat jarang, dapat terjadi atau
timbul sesudah masuknya bahan kimia kororsif (biasanya bahan hidrokarbon) ke dalam
saluran napas, dan karena terjadinya aspirasi berulang bahan/cairan lambung ke dalam
paru.
Seperti diketahui, bronkiektasis merupakan penyakit paru yang mengenai
bronkus dan sifatnya kronik. Keluhan-keluhan yang timbul juga berlangsung kronik dan
menetap. Keluhan-keluhan yang timbul berhubungan erat dengan :
1. Luas atau banyaknya bronkus yang terkena
2. Tingkatan beratnya penyakit
3. Lokasi bronkus yang terkena
4. Ada atau tidak adanya kompikasi lanjut.
Pada bronkiektasis, keluhan-keluhan timbul umumnya sebagai akibat adanya
beberapa hal berikut :
1. Adanya kerusakan dinding bronkus (dilatasi, distorsi dinding bronkus, elemen
elastic, tulang rawan, otot-otot polos, mukosa dan siliia) menimbulkan stasis
sputum, gangguan ekspektorasi, gangguan reflex batuk dan sesak napas
2. Adanya kerusakan fungsi bronkus
3. Adanya akibat lanjut bronkiektasis atau kompliakasi dan sebagainya
Mengenai infeksi dan hubungannya dengan pathogenesis bronkiektasis dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Infeksi pertama (primer). Kecuali pada bentuk brokniektasis congenital, tiap
bronkiektasis kejadiannya didahului oleh infeksi bronkus (bronchitis) maupun jaringan
paru (pneumonia). Masih menjadi pertanyaan apakah infeksi yang mendahului
terjadinya bronkiektasis tersebut disebabkan oleh bakteri atau virus. Menurut hasil
penelitian para ahli terdahulu ditemukan bahwa infeksi yang mendahului bronkiektasis
adalah infeksi bakterialk, yaitu mikroorganisme penyebab pneumonia atau bronchitis
yang mendahuluinya. Dikatakan bahwa hanya infeksi bakteri saja yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding bronkus sehingga terjadi bronkiektasis,
sedangkan infeksi virus tidak dapat. Boleh jadi bahwa pneumonia atau bronchitis yang
mendahului bronkiektasi tadi didahului oleh virus (misalnya adenovirus tipe 21, virus
influenza, campa, dan sebagainya).
Infeksi sekunder. Tiap pasien bronkiektasis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada
lesi 9daerah bronkiektasis). Secara praktis apabila sputum pasien bronkiektasis bersifat
mukoid dan putih jernih, menandakan tidak atau belum ada infeksi sekunder.
Sebaliknya apabila sputum pasien yang semla berwarna putih jernih kemudian berubah
warnanya menjadi kuning atau kehijauan atau berbau busuk berarti telah terjadi infeksi
sekunder. Untuk menentukan jenis kumannya bisa dilakukan pemeriksaan
mikrobiologis. Sputum berbau busuk menandakan adanya infeksi sekunder oleh kuman
anaerob. Contoh kuman anaerob ini misalnya Fusifornis fusiformis, Treponema vincenti,
anaerobic streptococci dan sebagainya. Kuman-kuman aerob yang sering ditemukan
dan meng-infeksi bronkiektasis misalnya : Streptococcus pneumonia, Haemophilus
influenza, Klebsiella ozaena, dan sebagainya.

PERUBAHAN FAAL PARU


Kelainan fungsi paru yang terjadi padda pasien bronkiektasis sangat bervariasi dan
tingkatan beratnya tergantung pada luasnya kerusakan parenkim paru dan seberapa
jauh beratnya komplikasi yang telah terjadi. Akibatnya dapat dijumpai pasien
bronkiektasis ringan tanpa kelainan fungsi paru atau hanya kelainan ringan saja,
bronkiektasis sedang dengan kelainan fungsi paru derajat sedang dan bronkiektasis
berat dengan kelainan fungsi paru berat. Selain itu perlu dinyatakan bahwa kelainan
fungsi paru (faal ventilasi) yang terjadi selain jeninya tidak sama (artinya bisa tipe
obstruktif, restriktif atau campuran), jenis kelainannya jgua tidak khas. Jenis kelainan
fungsi paru tadi tergantung pada macam kerusakan jaringan paru atau saluran napas
yang terjadi, sehingga pengaruhnya pada fungsi paru dapat berbeda-beda.

GAMBARAN KLINIS
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada puas
dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi lanjut.
Cirri khas penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya
hemoptisis dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis tersebut dapat demikian
hebag pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit
yang ringan.
Bronkiektasis yang mengenai bronkus pada lobus atas sering dan memberikan gejala.

Keluhan-keluhan
Batuk : batuk pada bronkiektasis mempunyai cirri antara lain batuk produktif
berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronik( bronchitic-like
symptoms), jumlah sputum bervatiasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi
hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi
sekunder sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya
purulen, dapat memberikan bau mulut yang tidak sedap (fetof ex ore). Apabila terjadi
infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan menimbulkan sputum sangat berbau
busuk. Pada kasus yang ringan, pasien dapat tanpa batuk atau hanya timbul batuk
apabila ada infeksi sekunder.
Pada kasus yang sudah berat, misalnya pada saccular type bronchlectesis, sputum
jumlahn ya banyak sekali, purulen dan apabila ditampung beberapa lama, tampak
terpusah menjadi 3 lapisan
a. Lapisan teratas agak keruh, terdiri atas mucus
b. Lapisan tengah jernih terdiri atas saliva (ludah)
c. Lapisan terbawah keruh, terdiri atas nanah an jaringan nekrosis dari bronkus
yang rusak (cellular debris).
Hemoptisis. Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50% kasus bronkiektasis.
Kelainian ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh
darah (pecah) dan timbul perdarahan. Perdarahan yang terjadi bervariasi, mulai yang
paling ringan (streaks of blood) sampai perdarahan yang cukup banyak (massif) yaitu
apabila nekrosis yang mengenai muksoa amat hebat atau terjadi nekrosis yang
mengenai cabang arteri bronkialis (daerah berasal dari peredaran darah sistemik).
Pada dry bronkchiectasis (bronkiektasis kering) hemoptisis justru merupakan
gejala satu-satunya karena bronkiektasis jenis ini letaknya di lobus atas paru,
drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan reflex
batuk. Pasien tanpa batuk atau batuknya minimal. Dapat diambil pelajaran, bahwa
apabila ditemukan kasus hemoptisis hebat tanpa adanya gejala-gejala batuk
sebelumnya atau tanpa kelainan fisis yang jelas hendaknya diingat dry bronchiectasis
ini. Hemoptisis pada bronkiektasis walaupun kadang-kadang hebat jarang fatal. Pada
tuberculosis paru, bronkiektasis (sekunder) ini merupakan penyebab utama komplikasi
hemoptisis.
Sesak napas (Dispnea). Pada sebagaian besar pasien (50% kasus) ditemukan
keluhan sesak napas. Timbul dan beratnya sesak napas tergantung pada seberapa
luasnya bronchitis kronik yang terjadi serta seberapa jauh timbulnya kolaps paru dan
destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat infeksi berulang (ISPA), yang
biasnaya menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak napas
tadi. Kadang-kadang ditemukan pula suara mengi (wheezing), akibat adanya obstruksi
bronkus. Wheezing dapat local atau tersebar tergantung pada distribusi kelainannya.
Demam berulang. Bronkiektasis merupkaan penyakit yang berjalan kronik, sering
mengaami infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul
demam (demam berulang).

Kelainan Fisis
Pada saat pemeriksaan fisis, mungkin pasien sedang mengalami batuk-batuk
dengan pengeluaran sputum, sesak napas, demam atau sedang batuk darah. Tanda-
tanda fisis umum yang dapat ditemukan meliputi sianosis jari tubuh, manifestasi klinis
komplikasi bronkiektasis. Pada kasus yang berat dan lanjut dapat ditemukan tanda-
tanda kor pulmonal kronik maupun payah jantung kanan.
Kelainan paru yang timbul tergantung pada beratnya serta tempat kelainan
bronkiektasis terjadi, dan kelainannya apakah local atau diffuse. Pada pemeriksaan fisis
paru kelainannya harus dicari pada tempat-tempat predisposisi. Pada bronkiektasis
biasanya ditemukan ronki basah yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan
keadaannya menetap dari waktu ke waktu, atau ronki basah ini hilang sesudah pasien
mengalami dainase postural dan timbul lagi di waktu yang lain. Apabilabagian paru
yang diserang amat luas serta kerusakannya hebat, dapat menimbulkan kelainan
berikut : terjadi retraksi dinding dada dengan berkurangnya gerakan dada daerah yang
terkena serta dapat terjadi penggeseran mediastimum ke daerah pearu yang terkena.
Bial terdapat komplikasi pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai dengan
pneumonia. Wheezing sering ditemukan apabila terjadi obstruksi bronkus.

Sindrom Kartagener. Sindrom ini terdiri atas gejala-gejala berikut :


1. Bronkiektasis congenital, sering disertai dengan silia bronkus imotil
2. Situs inversus atau pembalikan letak organ-organ dalam, dalah hal ini terjadi
dekstrokardia, left sided gall bladder, left-sided liver, right seded spleen dan
sebagainya, dan
3. Sinusitis paranasal atau tidak terdapatnya sinus frontalis.
Semua syndrome Kartagener ini adalah kelainan congenital (suatu kebersamaan).
Bagaimana asosiasi tentang keberadaannya yang demikian ini belum diketahui dengan
jelas.

Bronkolitiasis.Kelainan ini merupakan klasifikasi kelenjar limfe yang biasanya


merupakan gejala sisa kompleks primer tuberculosis paru primer. Kelainan ini bukan
merupakan tanda klinis bronkiektasis. Kelainan ini sering mengakibatkan erosi bronkus
didekatnya dan dapat masuk ke dalam bronkus menimbulkan sumbatan dan infeksi,
selanjutnya terjadilah bronkiektasis. Erosi dinding bronkus oleh bronkolit tadi dapat
mengenai pembuluh darah disitu dan dapat merupakan penyebab timbulnya hemoptisis
hebat.
Kelainan Laboratorium
Kelainan laboratorium pada pasien ini umumnya tidak khas. Pada keadaan lanjut
dan sudah mulai inusifisiensi paru dapat ditemukan polisetemia sekunder. Bila
penyakitnya ringan gambaran darahnya normal. Sering-sering ditemukan anemia yang
menunjukkan adanya infeksi kronik, atau ditemukannya leukositosis yang menunjukan
adanya infeksi supuratif.
Urin umumnya normal, kecuali bila sudah ada komplikasi amiloidosis akan
ditemukan proteinuria pemeriksaan sputum dengan pengecatan langsung dapat
dilakukan untuk menetukan kuman apa yang terdapat dalam sputum. Pemeriksaan
kultur sputum dan uji sensitivitas terhadap antibiotic perlu dilakukan apabila ada
kecurigaan adanya infeksi sekunder apabila ada kecurigaan adanya infeksi sekundre.
Perlu segera dicurigai adanya infeksi sekunder apabila dijumpai sputum pada hari-hari
sebelumnya warnanya putih jernih, yang berubah menjadi warna kuning atau hijau.

Kelainan Radiologis
Gambaran foto dada (plain film) pasien bronkiektasis posisi berdiri sangat bervariasi,
tergantung berat ringannya kelainan serta letak kelainannya. Dengan gambaran foto
dada tersebut kadang-kadang dapat ditentukan kelainanya kadang-kadang sukar.
Gambaran radiologis khas untuk bronkiektasi biasanya menunjukkan kista-kista kecil
denagn fluid level, mirip seperti sarang tawon (honey comb appearance) pada daerah
yang terkena. Gambaran seperti ini hanya dapat ditemukan pada 13% kasuk. Kadang-
kadang gambaran radiologis paru pada bronkiektasis menunjukkan adanya bercak-
bercak pneumonia, fibrosis atau kolaps (atelektasis), bahkan kadang-kadang gambaran
seperti pada paru normal (pada 7% kasus). Gambaran bronkiektasis akan jelas pada
bronkogram.

Kelainan Faal Paru


Kelainan faal paru yang terjadi tergantung pada luas dan beratnya penyakit. Fungsi
ventilasi dapat masih normal bila kelainannya ringan. Pada penyakit yang lanjut dan
difus, kapasitas vital (KV) dan kecepatan aliran udara ekspirasi satu detik pertama
(VEP1) terdapat tendensi penurunan, karena terjadinya obstruksi aliran udara
pernapasan. Pada bronkiektasis dapat terjadi perubahan gas darah berupa penurunan
PaO2 ini menunjukkan adanya abnormalitas regional (maupun difus) distribus ventilasi,
yan berpengaruh pada perfusi paru).

Tingkatan Beratnya Penyakit

Tingkatan beratnya penyakit bervatiasi mulai dari yang ringan sampai berat. Brewns
membagi tingkatan beratnya bronkiektasis menjadi derajat ringan, sedang dan berat.

Bronkiektasis ringan. Ciri klinis :batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi
sesudah demam (ada infeksi sekunder), produksi sputum terjadi dengan adanya
perubahan posisi tubuh, biasanya ada hemoptisis sangat ringan, pasien tampak sehat
dan fungsi paru normal. Foto dada normal.

Bronkiektasis sedang. Ciri klinis : batuk-batuk produktif terjadi tiap saat, sputum timbul
setiap saat (umumnya warna hijau dan jarang mukoid, serta bau mulut busuk), sering-
sering ada hemoptisis. Pasien umumnya masih tampak sehat dan fungsi paru normal,
jarang terdapat jari tubuh. Pada pemeriksaan fisis paru sering ditemukan ronki basah
kasar pada daerah paru yang terkena, gambaran foto dada boleh dikatakan masih
normal.

Bronkiektasis berat. Ciri klinis : batuk-batuk produktif dengan sputum banyak


berwarna kotor dan berbau. Sering ditemukan jari tubuh. Bila ada obstruksi saluran
napas akan dapat ditemukan adanya dispnea, sianosis atau tanda kegagalan paru.
Umumnya pasien mempunyai keadaan umum yang kurang baik. Sering ditemukan
infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata dan sebagainya. Pasien mudah timbul
pneumonia, septicemia, abses metastasis, kadang-kadang terjadi amilidosis. Pada
pemeriksaan fisis dapat ditemukan ronki basah kasar pada daerah yang terkena. Pada
gambaran foto dada ditemukan kelainan :

1. Penambahan bronchovascular marking


2. Multiple cysts contain-ning fluid levels (honey comb appea-rance).
Perjalanan Klinis Penyakit

Sesudah seseorang menderita bronkiektasis, perjalanan klinis penyakit selanjutnya


tergantung pada luasnya penyakit, efektivitas drainase sputum dan efektivitas
pengobatan infeksi berulang yang terjadi. Kalau penyakitnya luas atau pengobatannya
tidak memuaskan, dapat timbul beberapa komplikasi lanjut yang tidak menyenangkan.

Apabila penyakit ini berlanjut terus, keadaan umum pasien dapat menjadi sangat
menurun. Sebagai akibat daya tahan tubuh yang menurun mudah timbul infeksi
berulang, nafsu makan berkurang menimbulkan malnutrisi dan sebagainya. Dalam
keadaan yan sangat jarang, pada pasien dapat timbul perubahan degenerative yaitu
terjadi amilidosis.

DIAGNOSIS
Diagnosis bronkiektasis kadang-kadang sukar ditegakkan walaupun sudah
dilakukan pemeriksaan lengkap. Diagnosis penyakit ini kadang-kadang mudah diduga,
yaitu hanya dengan anamnesis saja.
Diagnosis pasti bronkiektasis dapat ditegakkan apabila ditemukan adanya
dilatasi dan nekrosis dinding bronkus dengan prosedur bronkografi, melihat bronkogram
yang didapat kan dan CT scan. Bronkografi tidak selalu dapat dikerjakan pada tiap
pasien bronkiektasis, karena terikat oleh adanya indikasi, kontraindikasi, syarat-syarat
kapan melakukannya dan sebagainya.
Computed tomography (CT) Scan paru, menjadi alternative pemeriksaan
penunjang yang paling sesuai untuk evaluasi bronkiektasis, karena sifatnya non
invasive dan hasilnya akurat bila menggunakan potongan yang lebih tipis dan
mempunyai spesifisitas dan sensitivitas lebih dari 95%. Oleh karena pasien
bronkiektasis umumnya memberikan gambaran klinis yang dapat dikenal, penegakan
diagnosis bronkiektasis dapat ditempuh melewati proses diagnostic yang lazim
dikerjakan dibidang kedokteran, meliputi :
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang, terutama pemeriksaan radiologic (bronkografi) dan
CT scan paru.

DIAGNOSIS BANDING
Beberapa penyakit yang perlu diingat atau dipertimbangkan kalau berhadapan
dengan bronkiektasis :
- Bronchitis kronik (ingatlah definisi klinik bronchitis kronik)
- Tuberkulosis paru (penyakit ini dapat disertai kelainan anatomis paru berupa
bronkiektasis).
- Abses paru (terutama bila telah ada hubungan dengan bronkus besar).
- Penyakit paru penyebab hemoptisis, misalnya : karsinoma paru, adenoma
paru, dan sebagainya.
- Fistula bronkopleural dengan empiema

KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi bronkiektasis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain :
- Bronchitis kronik
- Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis. Bronkiektasis sering mengalami
infeksi berulang, biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran napas
bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka yang drainage sputumnya
kurang baik.
- Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia.
Umumnya merupkana pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
- Efusi pleura atau empiema (jarang).
- Abses metastasis di otak. Mungkin akibat septicemia oleh kuman penyebab
infeksi supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian.
- Hemoptisis. Terjadi karena adanya pembuluh cabang vena (arteri
pulmonalis), cabang arteri (arteri bronkialis) atau anastomosis pembuluh
darah. Komplikasi hemoptosis hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan
bedah gawat darurat (indikasi pembedahan). Sering pula hemoptisis massif
yang sulit diatasi ini merupakan penyebab kematian utama pasien
bronkiektasis.
- Sinusitis. Keadaan ini sering ditemukan dan merupakan bagian dari
komplikasi bronkiektasis pada saluran napas.
- Kor pulmonal kronik (KPK). Komplikasi ini sering terjadi pada pasien
bronkiektasis yang berat dan lanjut atau mengenai beberapa bagian paru.
Pada kasus ini bila terjadi anastomosis cabang-cabang arteri dan vena
pulmonalis pada dinding ronkus (bronkiektasis), akan terjadi arterio-venous
shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya
terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor
pulmonal kronik. Selanjutnya dapat terjadi gagal jantung kanan.
- Kegagalan pernapasan. Merupakan komplikasi paling akhir yang timbul pada
pasien bronkiektasis yang berat dan luas.
- Amiloidosis. Keadaan ini merupakan perubahan degenerative, sebagai
komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien hang mengalami komplikasi
amiloidosis sering ditemukan pembesaran hati dan limpa serta proteinuria.

PENGOBATAN
Pengelolaan pasien bronkiektasis terdiri atas dua kelompok : pengobatan konservatif
dan pengobatan pembedahan. Pengobatan konservatif terdiri atas : pengelolaan umum,
pengelolaan khusus, pengobatan simtomatik.

Pengobatan Konservatif
Pengelolaan umum. Pengelolaan umum ini ditujukan terhadap semua pasien
bronkkiektasis, meliputi :
- Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien. Contoh :
o Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering
o Mencegah/menghentikan rokok
o Mencegah/menghindari debu, asap dan sebagainya
- Memperbaiki drainase secret bronkus, Cara yang baik dikerjakan sebagai
berikut :
o Melakukan drainase postural tindakan ini merupakan cara yang
paling efektif untuk mengurangi gejala, tetapi harus dikerjakan secara
terus-menerus. Pasien diletakkan dengan posisi tubuh sedemikian
rupa sehingga dapat dicapai drainase sputum secara maksimal. Tiap
kali melakukan drainase postural dikerjakan selama 10-20 menit dan
tiap hari dikerjakan 2 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah
usaha mengeluarkan sputum (secret bronkus) dengan bantuan gaya
gravitasi. Untuk keperluan tersebut posisi tubuh saat dilakukan
drainase postural harus disesuaikan dengan letak kelainan
bronkiektasisnya. Tujuan membuat posisi tubuh seperti yang dipilih
tadi adalah untuk menggerakkan sputum dengan pertolongan gaya
gravitasi agar menuju ke hilus paru bahkan mengalir sampai ke
tenggorok sehingga mudah dibatukkan ke luar. Drainase postural tiap
kali dikerjakan selama 10-20 menit atau sampai sputum tidak keluar
lagi. Apabila dengan mengatur posisi tubuh pasien seperti tersebut di
atas belum diperoleh drainase sputum secara maksimal dapat dibantu
dengan tindakan memberikan ketukan dengan jari pada punggung
pasien (tabotage).
o Mencairkan sputum yang kental. Hal ini dapat dilakukan dengan
jalan, misalnya : inhalasi uap air panas atau dingin (menurut keadaan),
menggunakan obat-obatan mukolitik dan perbaikan hidrasi tubuh.
o Mengatur posisi tempat tidur pasien. Posisi tempat tidur pasien
sebaiknya diatur sedemikian rupa sehingga posisi tidur pasien dapat
memudahkan drainase secret bronkus. Hal ini dapat dicapai misalnya
dengan mengganjal kaki tempat tidur bagian kaki pasien (disesuaikan
menurut kebutuhan) sehingga diperoleh posisi pasien yang sesuai
unuk memudahkan drainase sputum.
o Mengontrol infeksi saluran napas. Adanya infeksi saluran napas
akut (ISPA) harus diperkecil dengan jalan mencegah pemajanan
kuman. Apabila telah ada infeksi (ISPA) harus diberantas dengan
antibiotic yang sesuai agar infeksi tidak berkelanjutan apabila ada
sinusitis harus disembuhkan.
Pengelolaan Khusus.
Kemoterapi pada bronkiektasis. Kemoterpai pada bronkiektasis dapat digunakan :
1. Secara kontinyu untuk mengontrok infeksi bronkus (ISPA)
2. Untuk pengobatan eksaserbasi : infeksi akut pada bronkus/paru
3. Keduanya
Kemoterapi disini menggunakan obat antibiotic tertentu (terpilih). Pemilihan antibiotic
mana yang harus dipakai sebaiknya harus berdasarkan hasil uji sensitivitas kuman
terhadap antibiotic atau menggunakan pengobatan antibiotic secara empiric.
Walaupun kemoterapi jelas kegunaannya pada pengelolaan bronkiektasis, tidak
setiap pasien harus diberikan antibiotic. Antibiotic hanya diberikan kalau diperlukan
saja, yaitu apabila terdapat eksaserbasi infeksi akut. Antibiotic diberikan selama 7-10
hari, terapi tunggal atau kombinasi beberapa antibiotic, sampai kuman penyebab infeksi
terbasmi atau sampai terjadi konversi warna sputum yang semula berwarna
kuning/hijau menjadi mukoid (putih jernih).
Selanjutnya ada yang memberikan dosis pemeliharaan. Ada yang berpendapat
bahwa kemoterapi dengan antibiotic ini apabila berhasil akan dapat mengurangi gejala
batuk, jumlah sputum dan gejala lainnya terutama pada saat ada eksaserbasi infeksi
akut, tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara.

Drainase secret dengan bronkoskop. Cara ini penting dikerjakan terutamap ada
permulaan perawatan pasien. Keperluannya antara lain adalah untuk :
1. Menentukan dari mana asal secret (sputum)
2. Mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus
3. Menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction drainage daerah obstruksi tadi
(misalnya pada pengobatan atelektasis paru).
Pengobatan simtomatik. Pengobatan lain yang perlu ditambahkan adalah pengobatan
simtomatik. Sesuai dengan namanya, pengobatan ini hanya diberikan kalau timbul
symptom yang mungkin menganggu atau membahayakan pasien.
- Pengobatan obstruksi bronkus. Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus
yang diketahui dari hasil uji faal paru (% VEP <70 0) dapat diberikan obat
bronkodlator. Sebaiknya sewaktu dilakukan uji faal paru dan diketahui adanya
tanda obstruksi saluran napas sekaligus dilakukan tes terhadap obat
bronkodilator. Apabila hasil tes bronkodilator positif, pasien perlu diberikan
obat bronkodilator tersebut.
- Pengobatan hipoksia. Pada pasien yang mengalami hipoksia (terutama
pada waktu terjadinya eksaserbasi infeksi akut) perlu diberikan oksigen.
Apabila pada pasien telah terdapat komplikasi bronchitis kronik, pemberian
oksigen harus hati-hati, harus dengan aliran rendah (cukup 1 liter/menit).
- Pengobatan hemoptisis. Apabila terjadi hemoptisis, tindakan yang perlu
segera diberikan adalah upaya menghentikan perdarahan tersebut. Kadang-
kadang sulit menghentikan perdarahan ini. Telah banyak dilaporkan oleh para
peneliti hasil pengobatan hemoptisis ini dengan obat-obat hemostatik. Dicata
hasilnya sangat baik (memuaskan), walaupun sulit diketahui mekanisme kerja
obat-obatan tersebut dalam menghentikan perdarahan.
Apabila perdarahan ckup banyak (massif), mungkin merupakan perdarah
arterial yang memerlukan tindkaan operatif segera untuk menghentikan
perdarahannya, dan sementara harus diberikan transfuse darah untuk
mengganti darah yang telah hilang.
- Pengobatan demam. Pada pasien yang mengalami eksaserbasi infeksi akut
sering terdapat demam, lebih-lebih kalau terjadi septicemia. Pada keadaan ini
selain perlu diberikan antibiotic yang sesuai, dosis cukup perlu ditambahkan
obat antipiretik seperlunya.
Pengobatan Pembedahan
- Tujuan pembedahan mengangkat (reseksi) segmen/lobus paru yang terkena
(terdapat bronkiektasis).
- Indikasi pembedahan :
o Pasien bronkoektasis yang terbatas dan resektabel, yang tidak
berespons terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat.
Pasien perlu dipertimbangkan untuk dioperasi.
o Pasien bronkiektasis yang terbatask tetapi sering mengalami infeksi
berulang atau hemoptisis yang berasal dari daerah tersebut. Pasien
dengan hemoptisis massif seperti ini mutlak perlu tindakan operasi.
- Kontraindikasi
o Pasien bronkiektasis dengan PPOK
o Pasien bronkiektasis berat
o Pasien bronkiektasis dengan komplikasi korpulmonal kronik
dekompensata
- Syarat-syarat operasi
o Kelainan (bronkiektasis) harus terbatas dan resektabel
o Daerah paru yang terkena telah mengalami perubahan yang
ireversbel.
o Bagian paru yang lain harus masih baik, misalnya tidak boleh ada
bronkiektasis atau bronchitis kronik.
- Cara operasi
o Operasi elektif : pasien-pasien yang memenuhi indikasi dan tidak
terdapat kontraindikasi, yang gagal dalam pengobatan konservatif
dipersiapkan secara baik untuk operasi. Umumnya operasi berhasil
baik apabila syarat dan persiapan operasinya baik.
o Operasi paliatif :ditujukan pada pasien bronkiektasis yang mengalami
keadaan awat darurat paru, misalnya terjadi hemoptisis massif
(perdarahan arterial) yang memenuhi syarat-syarat dan tidak terdapat
kontraindikasi operasi. Oleh karena persiapan kurang baik, biasanya
cara ini jarang memberikan hasil yang baik.
- Persiapan operasi
o Pemeriksaan faal paru :pemeriksaan spirometri, analisis gas darah
(kalau perlu), pemeriksaan bronkospirometri (uji fungsi paru regional).
o Scanning dan USG (bila ada fasilitasnya)
o Meneliti ada tidaknya kontraindikasi operasi pada pasien
o Memperbaiki keadaan umum pasien.
PENCEGAHAN
Timbulnya bronkiektasis sebenarnya dapat dicegah kecuali pada bentyk congenital
tidak dapat dicegah. Menurut kepustakaan dicatat bebeerapa usaha untuk pencegahan
terjadinya bonkiektasis, antara lain :
- Pengobatan dengan antibiotic atau cara-cara lain secara tepat terhadap
semua benuk pneumonia yang timbul pada anak, akan dapat mencegah
(mengurangi) timbulnya bronkiektasis.
- Tindakan vaksinasi terhadap pertusis dan lain-lain (influenza, pneumonia)
pada anak dapat pula diartikan sebagai tindakan preventif terhadap timbulnya
bronkiektasis.
PROGNOSIS
Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pad aberat ringannya serta luasnya penyakit
waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat (konserbatif
ataupun pembedahanO dapat memperbaiki prognosis penyakit.
Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati. Prognosisnya jelek, survivalnya tidak
akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya karena pneumonia,
empiema, payah jantung kanan, hemoptisis dan lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa
komplikasi bronchitis kronik berat dan difus biasanya disabilitasnya yang ringan.

REFERENSI
- Brewis RAI. Lecture Noe on Respiratory Disease.2nd ed, Singapore P.G.
Publishing Pte. Ltd; 1983
- Crofton J and Douglas A. Respiratory Disease 2nd ed. Singapore. Blackwell
Scientific Publications:Medical Book Center, 1975
- Des Jardins and Burton GG. Clinical Manifestation & Assesent of Respiratory
Disease.3rd ed. St. Louis, Mosby-Year Book. Inc. 1995
- James DG and Studdy PR. A Color Atlas of Respiratory Disease Weert.
Netherlands: Wolfe Medical Publication Ltd: 1981
- Major RH and Delp MH. Physical Diagnosis. 6th de. Philadelphia WB
Sounders Company; 1962
- Mtchell RS. Bronchiectasis. In Mitchell RS (ed). Synopsis of Clinical
Pulmonary Disease. Saint Louis. The CV Mosby Company : 1979
- Murry JF. Bronchiectasis and Bronchiolitis. Braunwald E, et as In Harrisons
Principles of Internal Medicine 2 11th (eds). New York : McGraw-Hill Book
Company:1987
- Lichter JP. Bronchiectasis In Bordow RA. Ries AL and Morris TA (eds).
Manual of Clinical Problems in pulmonary Medicine.5th ed. Philadelphia,
Lippincot Williams & Wilkins, 2001.
- Staufer JL. Pulmonary disease In schoeder SA et al. (eds). Current Medical
Diagnosis & Treatment 1980. London: Practise Hall International Inc: 1989.
131-91

Anda mungkin juga menyukai