Anda di halaman 1dari 16

TINJAUAN PUSTAKA

Hijauan Tropis
Hijauan tropis adalah hijauan yang tumbuh dan beradaptasi di daerah tropis gi
baik itu berupa tanaman leguminosa maupun rumput. Hijauan tropis berupa forage,
silage ataupun roughage merupakan salah satu bahan yang banyak dimanfaatkan
sebagai pakan ternak. Ciri yang dimiliki hijauan tropis yaitu terkait dengan kadar
serat dan kadar antinutrisi (senyawa sekunder) yang cukup banyak, sementara kadar
protein rendah. Pengembangan hijauan pakan ternak di negara tropis bila hanya
mengandalkan rumput, maka perlu mendapat perbaikan, hal ini dikarenakan rata-rata
produksi hijauan rendah, kualitasnya rendah, kurang respon terhadap perbaikan hara
tanah. Adapun hijauan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Kelor (Moringa oleifera lamk)


Tanaman kelor merupakan tanaman yang memiliki beberapa kelebihan
diantaranya sebagai obat diet, sebagai sumber vitamin A dan suplemen kalsium bagi
ibu menyusui (Fuglie, 2001). Klasifikasi tanaman kelor menurut Syamsuhidayat dan
Hutapea (1991) adalah:
Divisi : Spermatozoa
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Brassicales
Suku : Moringaceae
Marga : Moringa
Jenis : Moringa oleifera Lamk
Nama Umum : Kelor
Nama Daerah : Murong, Barunggae, Kelor, Marungga (Sumatera)
Kelor, Maronggi (Jawa)

Gambar daun kelor dapat dilihat pada Gambar 1.


Gambar 1. Moringa oleifera lamk
Sumber: Plantamor, 2010

Pada umumnya tanaman kelor memiliki morfologi yang tidak jauh berbeda
dengan tumbuhan angiospermae lain. Menurut Duke (1996) kelor merupakan
tanaman monoecious (tanaman satu rumah) yaitu bunga jantan dan bunga betina
berada dalam satu pohon.
Daun kelor mengandung 20 macam asam amino diantaranya 19 asam amino
-L- amino dan satu asam amino L-amino. Semua asam amino itu antara lain : asam
aspartat, asam glutamate, serin, glisin, treonin, alanin, valin, isoleuisin, leusin,
histidin, lisin, arginin, tryptophan, sistein dan metionin (Duke, 1996). Asam-asam
amino ini akan mengalami biosinteis menjadi 50.000 lebih protein yang bersama
dengan enzim berperan dalam mengontrol aktivitas kimia antibodi untuk mencegah
berbagai penyakit (Wynsberghe, 1995). Adapun kandungan saponin yang terdapat
pada daub kelor adalah 4,65% (Januarti, 2009). Fuglie (2001) mengungkapkan
komposisi kimia daun kelor seperti pada Tabel 1.

4
Tabel 1. Jumlah Kandungan Gizi yang Terdapat pada Daun Kelor Segar
Nilai Gizi (per 100 g) Komposisi
Protein (g) 6,80
Lemak (g) 1,70
Beta Carotene (mg) 6,78
Thiamin (mg) 0,06
Riboflavin (mg) 0,05
Vitamin C (mg) 220
Kalsium (mg) 440
Kalori (kal) 92
Karbohidrat (g) 12,5
Serat (g) 0,90
Ferrum (mg) 0,85
Magnesium (mg) 42
Posfor (mg) 70
Kalium (mg) 259
Zincum (mg) 0,16
Sumber : Fuglie (2001)

Gamal (Gliricidia Sepium)


Gamal adalah salah satu jenis tanaman yang mudah ditanam dan tidak
memerlukan sifat tanah khusus. Gamal dengan nama latin Gliricidia sepium
merupakan salah satu jenis tanaman dan merupakan pakan ternak yang banyak
disukai oleh ternak ruminansia kecil seperti kambing dan domba. Selain sebagai
pakan ternak, tanaman ini juga mempunyai manfaat seperti pencegah erosi dan
sekaligus penyubur tanah. Gambar daun gamal dapat dilihat pada Gambar 2.

5
Gambar 2. Daun Gamal (Gliricidia sepium)
Sumber: Dokumen Penelitian, 2010

Menurut Mathius (1991) senyawa sekunder yang terdapat dalam gamal


adalah dicoumerol, suatu senyawa yang mengikat vitamin K dan dapat mengganggu
serta menggumpalkan darah. Dicoumerol diperkirakan merupakan hasil konversi dari
coumarin yang disebabkan oleh bakteri ketika terjadi fermentasi. Meskipun
coumarin tidak beracun, ketika berubah menjadi senyawa dicoumerol dapat
berbahaya bagi ternak yang mengonsumsinya, terutama pada ternak monogastrik
seperti kelinci dan unggas. Senyawa HCN (Hydro Cyanic Acid), sering disebut juga
prussic acid atau asam sianida. Meskipun kandungan HCN dalam Gamal tergolong
rendah, 4mg/kg, dibandingkan dengan umbi singkong/ketela pohon yang dapat
mencapai 50-100mg/kg namun hal ini perlu juga di waspadai karena dapat
menganggu kesehatan ternak. Zat lain yang perlu diperhatikan adalah Nitrat (NO3).
Sebetulnya nitrat itu sendiri tidak beracun terhadap ternak, tapi pada jumlah yang
banyak dapat menyebabkan penyakit yang disebut keracunan nitrat (nitrate
poisoning). Nitrat yang secara alamiah terdapat pada tanaman di rubah menjadi nitrit
pada proses pencernaan, pada gilirannya nitrit dikonversi menjadi amonia. Amonia
kemudian di konversi lagi menjadi protein oleh bakteri dalam rumen. Apabila ternak
sapi mengonsumsi banyak hijauan yang mengandung nitrat dalam jumlah besar,
nitrat akan terakumulasi di dalam rumen. Nitrit sekurangnya 10 kali lebih beracun
terhadap ternak sapi dibandingkan nitrat. Nitrit diserap ke dalam sel darah merah dan
bersatu dengan molekul pengangkut oksigen.
Kecenderungan pemanfaatan daun gamal sepenuhnya terhadap ternak belum
memenuhi kebutuhan ternak tersebut untuk produksi yang optimal. Selain itu
6
kandungan zat anti nutrisi daun gamal dapat mengurangi konsumsi dan palatabilitas
pakan tersebut yang berakibat terhambatnya produktivitas ternak. Untuk
meningkatkan produktivitas ternak yang hanya mengkonsumsi daun gamal maka
diperlukan suplementasi pakan berkualitas yang mengandung cukup nutrisi. Daun
gamal yang segar kurang disukai oleh ternak yang belum beradaptasi dengan pakan
tersebut, karena daun gamal dapat mengeluarkan baunya yang menyengat, sehingga
sebelum diberikan ke ternak daun gamal sebaiknya dilayukan dengan cara diangin-
anginkan. Pelayuan daun selama 12 - 24 jam sebelum pemberian makan dapat
meningkatkan konsumsi pakan serta pertambahan bobot badan ternak dibandingkan
dengan pemberian daun gamal segar (Firdus, 2008). Pemberian daun gamal diatas
30% dapat mengurangi pencernaan selulosa. Sebagai pakan, gamal mengandung
bahan kering 90,5%, TDN 63,40%, DE 2,80 Mkal/kg, ME 2,29%, serat kasar 24%,
protein kasar 23,62%, abu 9,81%, Ca 2,35%, dan P 0,35% (FAO, 2004). Menurut
Januarti (2009) kadar saponin yang terdapat pada daun gamal adalah 4,91%.

Nangka (Artocarpus heterophyllus)


Pohon Artocarpus heterophyllus (nangka) memiliki tinggi 10-15 m.
batangnya tegak, berkayu, bulat, kasar dan berwarna hijau kotor. Daun
A.heterophyllus tunggal, berseling, lonjong, memiliki tulang daun yang menyirip,
daging daun tebal, tepi rata, ujung runcing, panjang 5-15 cm, lebar 4-5 cm, tangkai
panjang lebih kurang 2 cm dan berwarna hijau. Daun ini memiliki PK 15.9%, ADF
38.4%, NDF 49.6% dan tanin 6.1 mg/g BK (Baba et al., 2002). Klasifikasi dan
morfologi nangka adalah sebagai berikut.
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Urticales
Suku : Moraceae
Marga : Artocarpus
Jenis : Artocarpus heterophyllus
Nama Umum : Nangka

Gambar daun nangka dapat dilihat pada Gambar 3.

7
Gambar 3. Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus)
Sumber: Dokumen Penelitian, 2010

Nangka tumbuh dengan baik di iklim tropis sampai dengan 25 LU & 25 LS,
walaupun diketahui pula masih dapat berbuah hingga lintang 30. Tanaman ini
menyukai wilayah dengan curah hujan lebih dari 1500 mm pertahun di mana musim
keringnya tidak terlalu panjang. Nangka kurang toleran terhadap udara dingin,
kekeringan dan penggenangan. Nangka banyak tumbuh di daerah Manonjaya,
Tasikmalaya (Jawa Barat), Cijeruk-Bogor, Malang, Pasuruan, Banyuwangi, Kediri,
Lumajang, Bangkalan dan daerah Kalimantan Timur. Daun-daun nangka merupakan
pakan ternak yang disukai kambing, domba maupun sapi. Adapun senyawa sekunder
yang terkandung dalam daun nangka adalah saponin (Januarti, 2009).

Ternak Domba
Domba merupakan salah satu ternak ruminansia yang mempunyai potensi
cukup besar untuk dikembangkan. Negara Indonesia yang merupakan negara dengan
padat penduduk sehingga memerlukan suplai bahan pangan khususnya protein
hewani (daging dan susu). Domba merupakan ternak sumber protein bagi kehidupan
manusia.
Standar kebutuhan pakan untuk domba di Indonesia dengan pertumbuhan
bobot badan harian antara 50-100 g/ekor/hari adalah bahan kering (BK) sebesar 3,1-
3,4% BB, Protein kasar (PK) 73,7-138,5 g/e/h dan energi 6,23-11,63 MJ/ekor/hari
(Haryanto dan Djajanegara, 1993). Menurut NRC (1994), ternak ruminansia
membutuhkan pakan berkadar protein lebih rendah dibandingkan ternak
8
monogastrik. Protein yang dibutuhkan domba berkisar antara 10% - 12% bahan
kering ransum. Pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas ransum
yang diberikan disamping faktor genetis. Jumlah pakan yang diberikan pada ternak
perhari harus lebih banyak daripada kebutuhan hidup pokok agar ternak tidak
mengalami kesulitan berproduksi (Parakkasi, 1999). Menurut NRC (1994) kebutuhan
nutrien untuk hidup pokok pada domba dengan bobot badan 10-20 kg adalah BK
500-1000 g/e/h, energi tercerna 940 kal/e/h, energi metabolis 765 kal/e/h, dan protein
kasar 30 g/e/h. Domba mendapatkan pakan sebagai kumpulan nutrien yang dicerna
dan diserap untuk menunjang metabolisme yang terjadi dalam jaringan dan sel, serta
digunakan untuk pembentukan daging, susu, wool pada domba. Menurut Haryanto
dan Djajanegara (1993) domba di Indonesia yang memiliki bobot badan 20 kg
mengkonsumsi pakan sebanyak 4% dari bobot badan.

Darah
Darah adalah salah satu cairan tubuh yang peredarannya melalui sebuah
pembuluh dan mengalir keseluruh tubuh (Harper et al., 1980). Darah dalam
peredarannya ditunjang oleh keberadaan plasma yang bertindak sebagai suplemen
dalam bentuk protein sebagai makanan. Sel-sel darah terdiri atas eritrosit, leukosit,
dan trombosit yang dikenal sebagai benda-benda darah (Ganong, 2003).
Fungsi darah adalah 1) pembawa nutrien yang telah disiapkan oleh saluran
pencernaan menuju jaringan tubuh, 2) membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan
dan CO2 dari jaringan ke paru-paru untuk dibuang, 3) membawa sisa metabolisme
tubuh untuk di buang melalui urine (ginjal), 4) membawa hormon ke organ lain
dalam tubuh, 5) sebagai penyeimbang asam-asam (bufer tubuh) serta penyeimbang
kandungan air tubuh dan 6) sebagai pembekuan darah sehingga mencegah terjadinya
kehilangan darah yang berlebih pada waktu luka (Ganong 2003). Jika tubuh hewan
mengalami gangguan fisiologis maka gambaran darah dapat mengalami perubahan.
Perubahan gambaran darah dapat disebabkan faktor internal seperti pertambahan
umur, status gizi, kesehatan, stres, siklus estrus dan suhu tubuh. Faktor eksternal
misalnya akibat infeksi kuman, perubahan suhu lingkungan dan fraktura terbuka
(Guyton dan Hall, 1997).

9
Eritrosit
Fungsi utama eritrosit adalah untuk mentranspor hemoglobin, yang
selanjutnya membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan. Beberapa hewan tingkat
rendah, hemoglobin beredar sebagai protein bebas dalam plasma, tidak terbatas
dalam sel darah merah. Fungsi sel darah merah adalah mengikat oksigen dari paru
paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh dan mengikat karbon dioksida dari
jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paruparu. Pengikatan oksigen dan karbon
dioksida ini dikerjakan oleh hemoglobin yang telah bersenyawa dengan oksigen yang
disebut oksihemoglobin (Hb + oksigen 4 Hb-oksigen) jadi oksigen diangkut dari
seluruh tubuh sebagai oksihemoglobin yang nantinya setelah tiba di jaringan akan
dilepaskan: Hb-oksigen, Hb + oksigen, dan seterusnya. Hemoglobin tadi akan
bersenyawa dengan karbon dioksida dan disebut karbon dioksida hemoglobin (Hb +
karbon dioksida, Hb-karbon dioksida). Karbon dioksida tersebut akan dikeluarkan di
paru-paru. Sel darah merah (eritrosit) diproduksi di dalam sumsum tulang merah,
limpa dan hati. Proses pembentukannya dalam sumsum tulang melalui beberapa
tahap. Mula-mula sel besar dan berisi nukleus dan tidak berisi hemoglobin kemudian
dimuati hemoglobin dan akhirnya kehilangan nukleusnya dan siap diedarkan dalam
sirkulasi darah yang kemudian akan beredar di dalam tubuh selama kebih kurang 114
- 115 hari. Hemoglobin yang keluar dari eritrosit yang mati akan terurai menjadi dua
zat yaitu hematin yang mengandung Fe yang berguna untuk membuat eritrosit baru
dan hemoglobin yaitu suatu zat yang terdapat didalam eritrosit yang berguna untuk
mengikat oksigen dan karbon dioksida. Jumlah normal eritrosit pada domba adalah
9-15 juta/mm3 (Smith dan Mangkoewidjojo, 1998).

Hemoglobin
Hemoglobin (Hb) merupakan pigmen eritrosit yang terdiri atas protein
kompek terkonjugasi yang mengandung besi. Protein Hb adalah globin, sedangkan
warna merah disebabkan oleh warna heme. Heme adalah suatu senyawa metalik
yang mengandung satu atom besi (Guyton, 1993). Biosintesis hemoglobin terjadi
terus menerus selama proses eritropoisis hingga tahapan selanjutnya dalam
perkembangan sel darah merah. Pembentukan Hb terus berlangsung selama inti
masih ada dalam sel baik didalam sel yang berada dalam sumsum tulang maupun

10
didalam sirkulasi darah (Swenson, 1970). Menurut Smith dan Mangkoewidjojo
(1998) bahwa hemoglobin normal pada darah domba adalah 9 g/100 ml.

Hematokrit
Hematokrit atau packed cell volume (PCV) adalah suatu persentase sel darah
merah dalam 100 ml darah. Pada hewan normal PCV sebanding dengan jumlah
eritrosit dan kadar hemoglobin (Widjajakusuma dan Sikar 1986). Wilson (1979)
menyatakan bahwa nilai hematokrit sangat berhubungan dengan viskositas
(kekentalan) darah dimana peningkatan nilai hematokrit akan meningkatkan nilai
viskositas darah. Nilai hematokrit dipengaruhi oleh temperatur lingkungan. Menurut
Smith dan Mangkoewidjojo (1998) bahwa hematokrit normal pada domba adalah
32%-37%.

Sel Leukosit sebagai Salah Satu Sistem Kekebalan


Sel Leukosit atau sel darah putih merupakan unit mobile dari sistem
pertahanan tubuh. Terdapat 5 jenis sel darah putih normal berada dalam peredaran
darah yaitu neutrofil, eosinofil, basofil, monosit dan limfosit (Guyton dan Hall,
1997). Neutrofil, eosinofil dan basofil disebut sebagai sel granulosit karena
mempunyai granula di sitoplasmanya, sedangkan monosit dan limfosit disebut
sebagai sel agranulosit karena tidak memiliki granula disitoplasmanya (Tizard 1988;
Guyton dan Hall, 1997).
Salah satu mekanisme utama dari sel leukosit dalam pertahanan tubuh adalah
dengan cara melakukan fagositosis terhadap benda asing atau agen penyakit. Sel
fagosit pada mamalia terdiri dalam dua sistem komplementer. Sistem yang pertama
adalah sistem myloid, terdiri atas sel yang bekerja cepat tetapi tidak mampu bertahan
lama. Sistem yang kedua, sistem fagositik mononukleus, terdiri atas sel yang bekerja
lebih lambat tetapi mampu melakukan fagositosis berulang-ulang kali. Sel fagositik
mononukleus mampu mengolah antigen untuk kemudian dipergunakan dalam system
kebal spesifik (Tizard, 1988).
Sel utama yang berperan dalam sistem myloid adalah sel granulosit nuetrofil
(Tizard, 1988). Neutrofil merupakan garis pertahanan penting dalam sistem fagositik.
Secara morfologi neutrofil memiliki apparatus golgi dan beberapa mitokondria tetapi
tidak memiliki ribosom atau retikulum endoplasmik kasar. Neutrofil memiliki

11
cadangan energi yang terbatas dan tidak dapat diisi kembali sehingga kemampuan
fagositosisnya terbatas (Tizard, 1988). Neutrofil umumnya hanya melakukan satu
kali fagositosis dengan kapasitas antara 5-20 partikel bakteri sebelum neutrofil itu
sendiri menjadi tidak aktif dan mati (Guyton dan Hall, 1997).
Selain sistem sel fagositik, mekanisme lain dari sistem kekebalan oleh sel
darah putih diperantarai oleh sel limfosit. Limfosit merupakan unsur kunci dari
sistem kekebalan tubuh. Pada mamalia sistem ini memiliki kemampuan yang
menonjol dalam menghasilkan antibodi terhadap berjuta zat asing berlainan yang
menyusup dalam tubuh (limfosit B). Disamping itu, sistem kekebalan ini memiliki
kemampuan untuk mengingat sehingga pada pemaparan yang kedua kalinya oleh
senyawa asing yang sama akan menghasilkan respon yang lebih cepat dan hebat,
aktivitas ini dilakukan oleh sel limfosit T pembantu (Ganong, 2003).

Leukosit
Sel darah putih (leukosit) merupakan unit aktif dalam sistem pertahanan
tubuh. Leukosit sebagian dibentuk dalam sumsum tulang (granulosit, monosit dan
sedikit limfosit) dan sebagian lagi dalam organ linfoid seperti limfe, limfa, timus,
tonsil (limfosit dan sel-sel plasma). Pengangkutan sel-sel darah putih oleh darah
menuju berbagai bagian tubuh dilakukan setelah proses pembentukannya selesai.
Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1998) jumlah leukosit dalam tubuh domba
adalah 7-10 ribu/mm3.

Limfosit
Limfosit dibedakan dalam dua bentuk yaitu limfosit besar dan limfosit kecil
(Guyton, 1993). Limfosit tipe besar merupakan limfosit muda dengan diameter 1 m,
inti molekul heterokromatik dikelilingi sitoplasma, perbandingan sitoplasma dan inti
adalah 1 : 1 dan jarang ditemukan dalam peredaran darah. Tipe kedua adalah limfosit
kecil merupakan bentuk limfosit dewasa, memiliki diameter 8 m, inti bulat
heterokromatik dikelilingi oleh lingkaran tipis sitoplasma dengan perbandingan
sitoplasma dan inti 1 : 9, pada limfosit kadang ditemukan penjuluran sitoplasma.
Menurut Guyton (1993) terdapat dua tipe limfosit dalam sistem kekebalan tubuh
yaitu limfosit T yang berperan dalam sistem kekebalan yang diperantarai sel dan
limfosit B yang berperan dalam pembentukan antibodi serta berperan dalam sistem

12
kekebalan humoral. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1998) bahwa jumlah
limfosit pada domba adalah 60-65%.

Neutrofil
Neutrofil adalah sel pertahanan pertama terhadap infeksi mikroorganisme.
Neutrofil dibentuk di sumsum tulang dan dikirim ke pembuluh darah dalam keadaan
matang yang dapat menyerang dan menghancurkan bakteri dan virus bahkan dalam
sirkulasi pembuluh darah (Guyton dan Hall, 1997). Dua tipe neutrofil yang biasa
berada di peredaran darah tepi adalah bandneutrophil dan segmented neutrophil
(Haen, 1995).
Neutrofil mempunyai fungsi dalam memfagositosis dan membunuh
organisme melokalisir dan membatasi penyebaran mikroorganisme sampai sel darah
putih yang lain seperti limfosit dan makrofag menghancurkan dan memindahkan
agen asing tersebut (Haen, 1995). Neutrofil juga berperan dalam memulai dan
membatasi besaran dan durasi proses peradangan akut (Guyton dan Hall, 1997).
Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1998) bahwa jumlah neutrofil pada domba
adalah 25-30%.

Sistem Imun
Imunitas adalah kemampuan untuk melawan jenis organisme atau toksin yang
cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Sebagian besar imunitas merupakan
imunitas didapat (spesifik) yang tidak timbul sampai tubuh pertama kali diserang
oleh bakteri yang menyebabkan penyakit atau toksin. Prosesnya seringkali
membutuhkan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan untuk membentuknya.
Selain itu ada suatu imunitas tambahan yang merupakan akibat dari proses umum
dan bukan dari suatu proses yang terarah pada organisme penyebab penyakit spesifik
yang disebut imunitas bawaan (non spesifik). Pembagian sistem imun dapat dilihat
pada Gambar 4.

13
SISTEM IMUN

NON SPESIFIK SPESIFIK

FISIK LARUT SELULAR HUMORAL SELULAR

Kulit Biokimia Fagosit Sel B Sel T


Selap 1. mononuklear
ut Lisozim 2. polimorfonuklear Ig G Th 1
lendir (keringat) sel NK Ig A Th 2
Silia Sekresi sel mast Ig M Ts/Tr/Th3
Batuk sebaseus Basofil Ig D Tdth
Bersin Asam Ig E CTL/Tc
lambung
Laktoferin
Asam
neuraminik
Humoral

Komplemen
Interferon

Gambar 4. Gambaran Sistem Imun


Sumber: Guyton & Hall, 1997

Sistem Imun Non Spesifik


Sistem imun non spesifik secara alami di dalam tubuh manusia dimana
substansi tersebut diwariskan dari ibu ke janinnya melalui inntraplasenta. Antibodi
yang dihasilkan pada bayi yang baru lahir titier masih sangat rendah, dan nanti
antibody tersebut berkembang seiring perkembangan seseorang. Menurut Guyton
dan Hall (1997) bahwa sistem imun non spesifik terdiri dari kekebalan fisik-
mekanik, kekebalan kimiawi, kekebalan biologis dan kekebalan seluler. Kekebalan
fisik-mekanik terdiri dari kulit dan selaput lender yang merupakan system pertahanan
utama tubuh karena kulit dan selaput lendirini merupakan bagian permukaan tubuh
paling luar yang mencegah masuknya benda asing. Faktor lain yang berperan dalam
system pertahanan non spesifik adalah proses fagositosis (Tizard, 1988).

14
Sistem Imun Spesifik
Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang
dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali muncul dalam badan
segera dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga terjadi sensitasi sel-sel sistem
imun tersebut. Benda asing yang sama, bila terpapar ulang akan dikenal lebih cepat,
kemudian dihancurkan. Oleh karena sistem tersebut hanya dapat menyingkirkan
benda asing yang sudah dikenal sebelumnya, maka sistem itu disebut spesifik. Untuk
menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi tubuh, sistem imun spesifik dapat
bekerja tanpa bantuan sistem imun nonspesifik. Pada umumnya terjalin kerjasama
yang baik antara antibodi-komplemen-fagosit dan antara sel T-makrofag. Pada
imunitas humoral, sel B melepas antibodi untuk menyingkirkan mikroba
ekstraselular. Pada imunitas selular, sel T akan mengaktifkan makrofag untuk
menghancurkan mikroba atau mengaktifkan sel Tc untuk memusnahkan sel terinfeksi
(Tizard, 1998). Sistem imun spesifik terbagi 2 yaitu sistem imun spesifik humoral
dan sistem imun spesifik seluler. Pemeran utama dalam sistem imun spesifik
humoral adalah limfosit B atau sel B. Humor berarti cairan tubuh. Sel B berasal dari
sel asal multipoten di sumsum tulang. Pada unggas, sel yang disebut Bursal cell atau
sel B akan bermigrasi dan berdiferensiasi menjadi sel B yang matang dalam alat yang
disebut Bursa Fabricius yang terletak dekat kloaka. Pada mamalia diferensiasi
tersebut terjadi dalam sumsum tulang. Bila sel B dirangsang oleh benda asing, sel
tersebut akan berproliferasi, berdiferensiasi dan berkembang menjadi sel plasma
yang memproduksi antibodi. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan dalam serum
dalam bentuk fraksi gama globulin, yang lebih dikenal sebagai immunoglobulin
(Ganong, 2003). Fungsi utama antibodi ini ialah pertahanan terhadap infeksi
ekstraselular, virus dan bakteri serta menetralisasi toksinnya (termasuk di dalamnya
antinutrisi). Limfosit T atau sel T berperan pada sistem imun spesifik selular. Sel
tersebut juga berasal dari sel asal yang sama seperti sel B. Pada hewan mamalia, sel
T dibentuk di dalam sumsum tulang tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi di
dalam kelenjar timus atas pengaruh berbagai faktor asal timus. Ada 90-95% dari
semua sel T dalam timus tersebut mati dan hanya 5-10% menjadi matang dan
meninggalkan timus untuk masuk ke dalam sirkulasi.

15
Total Protein Darah
Protein berasal dari bahasa yunani yaitu protos, yang berarti paling utama.
Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi. Protein
merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang terhubung dengan
ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen,
dan kadangkala sulfur dan fosfor. Semua enzim dan banyak enzim merupakan
protein atau turunannya (Champe et al., 2005).
Protein dalam darah terdiri dari fraksi albumin, globulin dan fibrinogen.
Protein darah berperan sebagai sumber nutrien bagi jaringan, menjaga tekanan dan
pH darah. Selain itu didapatkan juga beberapa protein lain dalam darah yaitu
hormon, enzim, faktor pembeku darah, C-reaktif protein dan lain-lain (Frandson,
1992).
Hampir sebagian protein dalam plasma adalah albumin, walaupun kadar ini
bergantung pada kondisi individu. Albumin berfungsi sebagai sumber asam amino,
pentraspor asam, dan penjaga tekanan osmotik darah. Globulin plasma terdiri dari
alpha, beta dan gamma. Fungsi utama alpha dan beta globulin adalah sebagai
pembawa berbagai macam komponen lemak, hormon, dan vitamin larut lemak.
Alpha globulin berperan sebagai pembawa hemoglobin untuk didistribusikan dalam
plasma. Gamma globulin atau immunoglobulin berhubungan erat dengan antibodi
(Ganong, 2003). Menurut Hernaman (2003) bahwa total protein darah pada domba
yang diberi pakan rumput dan konsentrat adalah 6,3 g/dl.

Albumin
Menurut Murray et al. (2003), albumin merupakan protein utama yang ada
didalam plasma dengan berat molekul 69 kDa dan menyusun sekitar 60% dari
protein total plasma. Sekitar 40% dari albumin terdapat dalam plasma dan 60%
lainnya ditemukan dalam ruang ekstraseluler. Albumin memiliki kemanpuan untuk
mengikat berbagai ligan. Ligan ini mencakup asam lemak bebas, kalsium, tembaga,
zink, metheme, hormone, steroid, bilirubin, dan sebagian triptofan plasma (Murray et
al., 2003). Kadar albumin pada domba adalah 44,2% (Sasser et al., 1985)

16
Globulin
Globulin merupakan protein yang diklasifikasikan berdasarkan migrasi atau
separasinya melalui elektroforesis yaitu -1 globulin, -2 globulin. -1 globulin, -2
globulin, dan globulin. Alpha dan beta globulin disintesis di hati, sedangkan
gamma globulin disintesis oleh plasma dan limfosit pada saat sel-sel ini dirangsang
oleh antigen (Frandson 1992). Kadar globulin globulin pada domba masing-
masing adalah 7-13% dan 12,54% (Smith dan Mangkoewidjojo, 1998).

Struktur Imunoglobulin
Antibodi adalah molekul protein yang dihasilkan oleh plasma sebagai akibat
dari aktivitas sel limfosit B yang peka antigen. Antibodi terbentuk sebagai hasil
reaksi sistem kekebalan yang bersifat humoral untuk mempertahankan tubuh
terhadap infeksi dari zat yang dianggap asing oleh tubuh. Molekul antibodi berupa
protein globulin sehingga dikenal sebagai imunoglobulin (Tizard, 1988).
Imunoglobulin atau antibodi adalah sekelompok glikoprotein yang terdapat
dalam serum atau cairan tubuh pada hampir semua mamalia. Imunoglobulin
termasuk dalam famili glikoprotein yang mempunyai struktur dasar sama, terdiri atas
82% - 96% polipeptida dan 4% - 18% karbohidrat. Komponen polipeptida membawa
sifat biologik molekul antibodi tersebut. Molekul antibodi mempunyai dua fungsi
yaitu mengikat antigen secara spesifik dan memulai reaksi fiksasi komplemen serta
pelepasan histamin dari sel mast. Pada manusia dikenal 5 kelas imunoglobulin. Tiap
kelas mempunyai perbedaan sifat fisik, tetapi pada semua kelas terdapat tempat
ikatan antigen spesifik dan aktivitas biologik berlainan.
Struktur dasar imunoglobulin terdiri atas 2 macam rantai polipeptida yang
tersusun dari rangkaian asam amino yang dikenal sebagai rantai H (rantai berat)
dengan berat molekul 55.000 dan rantai L (rantai ringan) dengan berat molekul
22.000. Tiap rantai dasar imunoglobulin (satu unit) terdiri dari 2 rantai H dan 2 rantai
L. Kedua rantai ini diikat oleh suatu ikatan disulfida sedemikian rupa sehingga
membentuk struktur yang simetris. Yang menarik dari susunan imunoglobulin ini
adalah penyusunan daerah simetris rangkaian asam amino yang dikenal sebagai
daerah domain, yaitu bagian dari rantai H atau rantai L, yang terdiri dari hampir 110
asam amino yang diapit oleh ikatan disulfid interchain, sedangkan ikatan antara 2

17
rantai dihubungkan oleh ikatan disulfid interchain. Rantai L mempunyai 2 tipe yaitu
kappa dan lambda, sedangkan rantai H terdiri dari 5 kelas, yaitu rantai G (), rantai A
(), rantai M (), rantai E () dan rantai D (). Setiap rantai mempunyai jumlah
domain berbeda. Rantai pendek L mempunyai 2 domain; sedang rantai G, A dan D
masing-masing 4 domain, dan rantai M dan E masing-masing 5 domain.

Imunoglobulin G
Imunoglobulin G (IgG) mempunyai struktur dasar imunoglobulin yang terdiri
dari 2 rantai berat H dan 2 rantai ringan L. Pada IgG manusia mempunyai koefisien
sedimentasi 7 S dengan berat molekul sekitar 150.000. Pada orang normal IgG
merupakan 75% dari seluruh jumlah imunoglobulin.
Imunoglobulin G terdiri dari 4 subkelas, masing-masing mempunyai
perbedaan yang tidak banyak, dengan perbandingan jumlahnya sebagai berikut: IgG1
40-70%, IgG2 4-20%, IgG3 4-8%, dan IgG4 2-6%. Masa paruh IgG adalah 3
minggu, kecuali subkelas IgG3 yang hanya mempunyai masa paruh l minggu.
Kemampuan mengikat komplemen setiap subkelas IgG juga tidak sama, seperti IgG3
lebih besar IgGl lebih besar IgG2 lebih besar IgG4.

Tabel 2. Perbandingan Tingkat Konsentrasi IgG pada Hewan Piara


Spesies Konsentrasi (mg/100 ml)

Kuda 1000-1500

Sapi* 1700-2700

Domba 1700-2000

Babi 1700-2900

Anjing 1000-2000

Ayam 300-700

*Sapi menunjukkan perbedaan musiman yang sangat berarti dalam tingkat Imunoglobulin serum
Sumber: Tizard (1988)

18

Anda mungkin juga menyukai