Anda di halaman 1dari 3

Perumpamaan Orang Beriman dan Orang Kafir

Dalam menggapai kebenaran Allah menyediakan dua cahaya, pertama cahaya al


Quran dan alam, kedua adalah cahaya didalam hati manusia. Ibn qayyim jauziyah
mengatakan bahwa hati merupakan nur al-fitroh, yaitu cahaya alami yang diberikan Allah
pada manusia. Cahaya tersebut dapat memancar lebih terang dengan nur al-wahyi, yaitu
al Quran. Cahaya al Quran senantiasa terang benerang karena mengandung firman
Allah swt, sedangkan alam adalah cahaya yang membutuhkan proses berfikir sehingga
alam mampu dipahami sebagai ayat, sedangkan lagi hati manusia adalah cahaya yang
akan meredup dengan perbuatan dosa.
Perumpamaan Orang yang Beriman
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah,
adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar.
Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya)
seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya,
(yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula
di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun
tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing
kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat
perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.(Q.S an-Nur: 35)
Perumpamaan tersebut berupa pelita yang dinyalakan dari minyak. Minyak
tersebut mampu untuk menerangi disekitarnya meskipun tidak tersentuh api. Diluarnya
terdapat hijab atau penghalang. Meskipun begitu hijab tersebut memiliki misykat yakni
lubang ditembok, tempat keluarnya cahaya.
Penafsiran tentang ayat ini adalah bahwa pelita tersebut adalah hati manusia. Hati
manusia sejatinya sangat bersih, ia adalah sumber cahaya, meskipun orang tersebut
kafir. Setiap manusia memiliki satu akses untuk mengenal kebenaran islam melalui hati
ini. Namun, pelita tersebut tertutup kaca. Kaca ini pada awalnya juga bersih dan mampu
untuk memancarkan cahaya yang ada didalamnya. Namun lama-kelamaan, kaca ini akan
menjadi buram dan berdebu dengan perbuatan dosa. Perbuatan dosalah yang akan
menutupi kaca tersebut sehingga ia tidak akan mampu meneruskan cahaya yang ada
didalamnya.
Sehingga orang kafir sejatinya ia masih mempunyai kesempatan jika ia mau
membersihkan kaca tersebut dari kotoran dan debu. Dalam hadist jika seseorang berbuat
dosa, dihatinya akan muncul noda satu titik, jika dilakukan lagi noda itu akan bertambah.
Dalam tasawuf, penyucian diri erat kaitannya dengan ayat ini sebagai tamsil yang begitu
tepat menggambarkan hati. Seseorang wajib hukumnya untuk membersihkan hatinya
supaya cahaya dalam hatinya akan memancar keluar sebagai keindahan perilakunya dan
akhlaknya.
Orang Kafir Lagi Beramal
Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah
yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila
didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya
(ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-
amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya (Q.S. an-Nur:
39)
Ayat Menjelaskan tentang perumpamaan orang kafir yang melakukan amal
kebaikan. Ayat ini menarik untuk dikaji lebih jauh bagaimana orang kafir mengalami
semacam kepalsuan dalam pencariannya selama masa hidup. Dalam ayat ini orang kafir
digambarkan bahwa dirinya berada dipadang pasir, yaitu sebuah tempat yang
terpampang cahaya dari luar, boleh jadi ini merupakan gambaran bahwa orang kafir
memiliki akses cahaya dari luar dirinya (kasarobin biqiatin). Jika dihubungkan dengan
ayat 35 diatas maka bahwa orang kafir dalam ayat ini masih dipancari cahaya dari luar
dirinya yakni al Quran dan ayat kauniyah.
Sedangkan kata air dalam ayat tersebut berarti dunia, sebagai objek atau orientasi
hidupnya. Dapat digambarkan bahwa seseorang yang sedang kehausan dan berada
dipadang pasir. Ia akan sangat membutuhkan air. Dan jika ditarik dalam konteks orang
kafir, bahwa ia sedang dalam proses pencarian harta benda, wanita, atau bahkan
kedudukan. Kelanjutannya, sehingga ia mendatanginya dan mengira air tersebut adalah
nyata padahal hanya fatamorgana.
Ibn Arabi mengatakan bahwa ruju ada dua macam. Pertama, ruju dengan cara
dipaksa, kedua ruju ikhtiari atau dengan ikhtiar. Jika seseorang tidak mau berusaha atau
berikhtiar kembali kepada Allah maka jalan lain untuk menemui Tuhannya adalah dengan
dipaksa yakni meninggal dunia.
Maka, bagi orang kafir, sebaik apapun amalnya, ia akan diselesaikan balasan
amalnya didunia. Sehingga ia menemui Tuhannya dalam keadaan tanpa amal. Dan ini
sangat masuk akal, bahwa ia selama didunia beramal dengan tanpa mempercayai Tuhan
oleh karenanya ia beramal dengan niat untuk dirinya sendiri bukan untuk Tuhannya.
Maka sudah sepantasnya amal yang tidak ditunjukkan bukan untuk Tuhan, Tuhan sendiri
tidak akan membalasnya.
Orang Kafir yang Tertutup
Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di
atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih,
apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan)
barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia
mempunyai cahaya sedikitpun. (QS. An-Nur: 40)
Ayat 40 ini menjelaskan tipe orang yang ketiga yaitu orang kafir yang telah tertutup
akses keberimanannya kepada Tuhan. Ayat ini memuat tamsil yang begitu lengkap dan
indah.
Merujuk pada pendapat ibn Qayyim Jauziyah diatas bahwa cahaya Allah untuk
menerangi manusia sehingga orang tersebut mampu untuk beriman dan mengenal Allah
terdapat dua macam. Pertama cahaya dari dalam diri seseorang yakni hati, kedua adalah
al Quran dan alam semesta. Jika manusia terpancari oleh ketiga cahaya ini maka ia akan
memiliki ciri sebagai manusia yang sempurna.
Dalam ayat ini digambarkan sebagai orang yang telah tertutup diri dari berbagai
pancaran tersebut. Ayat ini menggambarkan bahwa ia berada didalam lautan yang
dalam. Lautan yang dalam adalah satu-satunya tempat didunia ini dimana cahaya
apapun tidak sampai padanya. Ditambah lagi dengan gelapnya malam. Lautan tersebut
beromak yang bermakna kegelapannya telah ditambah. Lalu diatasnya lagi terdapat
ombak lagi yang semakin menutupnya dari cahaya diluar lautan. Diatas lautan terdapat
awan hitam yang gelap.
Sehingga jika diperumpamakan lebih jelas lagi bahwa orang tersebut berada
didalam lautan yang gelap lagi dalam, yang beromak dan diatasnya lagi berombak.
Sedang diatas lautan terdapat awan hitam yang gelap dan menutup cahaya rembulan
dan bintang untuk menyinari dasar lautan.
Selanjutnya kegelapan tersebut perkuat dengan perumpamaan jika ia mengeluarkan
tangannya ia sendiri tidak akan mampu untuk melihatnya. Kata dalam ayat tersebut
oleh beberapa ahli tafsir memaknai berbeda-beda, satu dimaknai tidak akan pernah
melihat, kedua dimaknai hampir-hampir dapat melihat. Dimaknai hampir-hampir dapat
melihat, karena ia masih memiliki satu cahaya lagi yakni didalam hatinya. Didalam
hatinya ia masih mampu untuk memberikan cahaya ke sekitarnya. Tetapi dimaknai
dengan tidak akan mampu lagi melihat karena cahaya didalam hatinya telah tertutup oleh
dosa-dosa yang telah dilakukannya. Sehingga ia tertutup dari segala sumber cahaya.

Wallahu alam.

Anda mungkin juga menyukai