4.2. Topografi
Topografi suatu daerah menunjukkan bagaimana bentuk daerah tersebut,
termasuk perbedaan kecuraman lereng. Berdasarkan analisis peta Rupabumi
Indonesia skala 1 : 25.000 untuk lembar Samarang dan data DEM (digital
elevation model), daerah penelitian memiliki topografi yang bervariasi dari datar
hingga bergunung, dengan bentuklahan (landform) perbukitan, kerucut vulkanik,
aliran lava,
26
Gambar 9. Peta Kelas Kemiringan Lereng Kabupaten Garut
28
Gambar 10. Peta Elevasi Kabupaten Garut
29
dan dataran piroklastik. Peta kelas kemiringan lereng berdasarkan Peta Sistem
Lahan RePPProt tahun 1989 disajikan pada Gambar 9.
Secara umum, daerah penelitian didominasi oleh lereng yang sangat curam
yaitu lebih dari 40%, daerah ini tersebar hampir diseluruh bagian selatan
Kabupaten Garut. Sedangkan daerah datar yaitu < 2% terletak di bagian tengah
dan daerah pesisir yang agak landai didominasi oleh kelas lereng 9-15%. Relief
dan elevasi juga merupakan faktor penting dalam menggambarkan bentuk
permukaan bumi. Peta Elevasi Kabupaten Garut disajikan pada Gambar 10.
Secara umum daerah penelitian didominasi oleh daerah dengan ketinggian lebih
dari 300 m. Dibagian selatan didominasi oleh daerah dengan ketinggian 11-50 m
dan 51-300 m.
4.3. Iklim
Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses geomorfik
dalam modifikasi bentuk muka bumi atau bentanglahan (landscape). Iklim dapat
mempengaruhi tingkat pelapukan batuan khususnya batuan vulkanik hasil letusan
gunungapi. Unsur-unsur iklim yang berpengaruh pada proses tersebut antara lain
curah hujan, kelembaban udara, dan temperatur.
Secara umum wilayah Garut dikategorikan sebagai daerah beriklim tropis
basah (humid tropical climate) karena memiliki tipe iklim Af sampai Am
berdasarkan klasifikasi Koppen. Iklim dan cuaca di daerah Garut dipengaruhi oleh
tiga faktor utama yaitu pola sirkulasi angin musiman (monsoonal circulation
pattern), topografi regional yang bergunung dan elevasi. Curah hujan rata-rata
tahunan di sekitar Garut berkisar antara 2.589 mm dengan bulan basah 9 bulan
dan bulan kering 3 bulan, sedangkan di sekeliling daerah pegunungan mencapai
3.500 - 4000 mm. Variasi temperatur bulanan berkisar antara 24C-27C
(Pemerintah Kabupaten Garut, 2009). Selama musim hujan, secara tetap bertiup
angin Barat Laut yang membawa udara basah dari Laut Cina Selatan dan bagian
barat Laut Jawa. Pada musim kemarau, bertiup angin kering bertemperatur relatif
tinggi dari arah Australia yang terletak di tenggara. Besarnya curah hujan tahunan
pada stasiun Nariewatie (stasiun klimatologi terdekat dengan G. Guntur) tahun
2004-2008 menunjukkan nilai yang cukup bervariasi (Gambar 11). Stasiun ini
30
terletak pada koordinat geografis sekitar 07 15' LS dan 108 00' BT dan
berada pada elevasi 295 m, Kabupaten Garut.
600
CurahHujanRatarataBulanan
500
400
(mm)
300
200
100
0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sept Oct Nov Dec
Bulan
Gambar 12. Curah Hujan Rata-rata Bulanan Stasiun Nariewatie Tahun 2004-2008
31
Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa curah hujan bulanan yang jatuh di wilayah
tersebut relatif tinggi pada musim hujan dan relatif rendah pada musim kemarau.
Sehingga fluktuasi curah hujan bulanan yang jatuh pada musim hujan dan musim
kemarau cukup besar. Curah hujan rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada bulan
Oktober yaitu sebesar 477,76 mm. Sedangkan curah hujan rata-rata bulanan
terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 14,12 mm.
Unsur iklim yang lain seperti temperatur dan kelembaban udara juga
merupakan unsur yang penting dalam proses geomorfik. Temperatur maksimum
pada tahun 2004-2008 rata-rata berkisar 21,92 C pada tahun 2005 dan temperatur
minimum rata-rata berkisar pada suhu 21,25 C pada tahun 2006 dengan
kelembaban udara maksimum sebesar 87,8% dan kelembaban minimum sebesar
86,5%.
Gambar 13. Peta Geologi G. Guntur
33
mengalir kearah tenggara dan berakhir di daerah Cipanas. Aliran ini membentuk
tanggul pada bagian tepinya dan cekung pada bagian tengahnya. Aliran lava ini
berkompisisi basaltis (SiO2 51,56%), porfiritik dengan olivine, augit, hipersten
plagioklas dan magnetit sebagai fenokris dalam masadasar gelas. Bagian tengah
tampak berbongkah-bongkah dengan sudut tajam dan bervesikular (Direktorat
Vulkanologi Indonesia, 1998). Berdasarkan kandungan SiO2, batuan lava hasil
erupsi 1840 agak mirip dibandingkan dengan lava hasil erupsi tahun 1847. Bagian
selatan G. Guntur didominasi oleh lahar yang terkonsentrasi pada bagian kaki
gunungapi. Lahar ini tersusun atas blok-blok lava andesit dan basaltis, berukuran
kerakal-bongkah, membundar dengan ukuran sedang, tertanam dalam matriks
pasir kasar.
4.1.Geokimia Batuan
Pada penelitian ini akan ditunjukkan analisis geokimia batuan G. Guntur
terkait dengan geomorfologi gunungapi tersebut. Telaah mengenai petrology dan
geokimia pada komplek gunungapi Guntur telah dilakukan oleh penelitian
pendahulu (Purbawinata, 1990). Letusan G. Guntur pada tahun 1840
menghasilkan semburan deposit vulkanik yang mengandung Low-K tholeiites dan
hampir menutupi kawasan sekitarnya. Aliran lava muda mengalir membentuk
lidah panjang yang sempit sepanjang 100 - 500 m. Pada Tabel 5 ditunjukkan
komposisi unsur utama batuan pada G. Guntur.
Tabel 5 menunjukkan bahwa kandungan silikat pada batuan Low-K
tholeiites sebesar 50,96% sehingga batuan ini termasuk dalam batuan beku
(kandungan 45%-52%) dengan struktur skori (scoria). Struktur skori (Gambar 14)
merupakan salah satu jenis lava atau lapili magmatic berstruktur vesikular
(berongga), tidak berserat, agak berat dan cenderung tenggelam di dalam air.
Skori G. Guntur sebagian besar berwarna cokelat kemerahan yang disebabkan
oleh proses oksidasi. Batuan ini berasal dari magma yang berkomposisi basaltik
(Direktorat Vulkanologi Indonesia, 2010)
33
4.1. Tanah
Jenis tanah di daerah penelitian diperoleh dari Peta Tanah Sistem Lahan
Garut skala 1 : 250.000 RePPProt tahun 1989. Berdasarkan peta tersebut, terdapat
12 SPT di wilayah Kabupaten Garut yang terbagi kedalam 4 ordo yaitu Inceptisol,
Entisol, Ultisol, dan Alfisol.
34
35
26
Gambar15.PetaTanahKabupatenGarut
36
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 16. Penggunaan Lahan Sekitar G.Guntur pada Citra IKONOS (a)
Sawah, (b) Lokasi Pemandian Air Panas, (c) Tegalan, dan (d)
Pemukiman
Tahun Aktivitas
1690 Terjadi suatu letusan yang mengakibatkan kerusakan cukup besar di
daerah sekitar gunung api dan korban manusia
1770 Terjadi kegiatan, keterangan lebih lanjut tidak ada
1777 Letusan terjadi, keterangan jelas tidak ada
1780 Terjadi letusan dengan aliran lava pijar
1800 Terjadi letusan eksplosif pada tengah kawah, dengan aliran pijar (panjang
aliran tidak diketahui)
1803 Suatu letusan terjadi antara 3-15 April pada pusat kawah. Baha letusan
utama gas dan abu gunung api
1807 Letusan terjadi pada tanggal 1-6 september
1809 Letusan terjadi pada tanggal 9 Mei
1815 Letusan terjadi pada 15 Agustus di tengah kawah
1816 Letusan pada 21 September
1818 Pada 21-24 Oktober terjadi letusan berupa letusan gas, abu gunung api
dan semburan hancuran lava pijar
1825 Terjadi letusan pada 14 juni dan mengakibatkan kebakaran hutan
1828 Letusan terjadi pada tanggal 15 Mei dan 8 Juli
1829 Terjadi letusan merusak beberapa kampung dan banyak korban manusia
1832 Terjadi letusan pada tanggal 16 Januari dan 8-13 Agustus
1833 Terjadi letusan pada tangga 1 September
1834 Terjadi letusan pada bulan Desember
1840 Pada tanggal 24 Mei, tampak tiang asap dan muncul api dari kawah,
disusul aliran lava pijar mengalir ke arah Cipanas. Letusan disertai suara
ledakan dahsyat dan lemparan bom vulkanik.
1841 Terjadi letusan sangat besar pada 14 November
1843 Terjadi letusan besar dengan suara Guntur dahsyat disusul tiang asap
hitam tebal dari kawah menjulang tinggi ke angkasa
1847 Terjadi letusan gas dan abu pada 16-17 Desember
1885 Tidak ada keterangan lebih lanjut
1887 Tidak ada keterangan lebih lanjut