Anda di halaman 1dari 20

Pengertian Kristal

Kata “kristal” berasal dari bahasa Yunani crystallon yang berarti tetesan yang dingin atau beku.

Menurut pengertian kompilasi yang diambil untuk menyeragamkan pendapat para ahli, maka kristal

adalah bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya serta mengikuti hukum-hukum

ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya memenuhi hukum geometri; Jumlah dan kedudukan

bidang kristalnya selalu tertentu dan teratur. Kristal-kristal tersebut selalu dibatasi oleh beberapa

bidang datar yang jumlah dan kedudukannya tertentu. Keteraturannya tercermin dalam permukaan

kristal yang berupa bidang-bidang datar dan rata yang mengikuti pola-pola tertentu. Bidang-bidang

ini disebut sebagai bidang muka kristal. Sudut antara bidang-bidang muka kristal yang saling

berpotongan besarnya selalu tetap pada suatu kristal. Bidang muka itu baik letak maupun arahnya

ditentukan oleh perpotongannya dengan sumbu-sumbu kristal. Dalam sebuah kristal, sumbu kristal

berupa garis bayangan yang lurus yang menembus kristal melalui pusat kristal. Sumbu kristal tersebut

mempunyai satuan panjang yang disebut sebagai parameter.

Bila ditinjau dan telaah lebih dalam mengenai pengertian kristal, mengandung pengertian sebagai

berikut :

1. Bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya :

 tidak termasuk didalamnya cair dan gas


 tidak dapat diuraikan kesenyawa lain yang lebih sederhana oleh proses fisika
 terbentuknya oleh proses alam

2. Mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya mengikuti hukum

geometri :

 jumlah bidang suatu kristal selalu tetap


 macam atau model bentuk dari suatu bidang kristal selalu tetap
 sifat keteraturannya tercermin pada bentuk luar dari kristal yang tetap.

Apabila unsur penyusunnya tersusun secara tidak teratur dan tidak mengikuti hukum-hukum diatas,

atau susunan kimianya teratur tetapi tidak dibentuk oleh proses alam (dibentuk secara laboratorium),

maka zat atau bahan tersebut bukan disebut sebagai kristal.

Proses Pembentukan Kristal

Pada kristal ada beberapa proses atau tahapan dalam pembentukan kristal. Proses yang di alami oleh

suatu kristal akan mempengaruhi sifat-sifat dari kristal tersebut. Proses ini juga bergantung pada

bahan dasar serta kondisi lingkungan tempat dimana kristal tersebut terbentuk.

Berikut ini adalah fase-fase pembentukan kristal yang umumnya terjadi pada pembentukan kristal :

 Fase cair ke padat : kristalisasi suatu lelehan atau cairan sering terjadi pada skala luas dibawah kondisi
alam maupun industri. Pada fase ini cairan atau lelehan dasar pembentuk kristal akan membeku atau
memadat dan membentuk kristal. Biasanya dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan.
 Fase gas ke padat (sublimasi) : kristal dibentuk langsung dari uap tanpa melalui fase cair. Bentuk
kristal biasanya berukuran kecil dan kadang-kadang berbentuk rangka (skeletal form). Pada fase ini,
kristal yang terbentuk adalah hasil sublimasi gas-gas yang memadat karena perubahan lingkungan.
Umumnya gas-gas tersebut adalah hasil dari aktifitas vulkanis atau dari gunung api dan membeku
karena perubahan temperature.
 Fase padat ke padat : proses ini dapat terjadi pada agregat kristal dibawah pengaruh tekanan dan
temperatur (deformasi). Yang berubah adalah struktur kristalnya, sedangkan susunan unsur kimia
tetap (rekristalisasi). Fase ini hanya mengubah kristal yang sudah terbentuk sebelumnya karena
terkena tekanan dan temperatur yang berubah secara signifikan. Sehingga kristal tersebut akan
berubah bentuk dan unsur-unsur fisiknya. Namun, komposisi dan unsur kimianya tidak berubah
karena tidak adanya faktor lain yang terlibat kecuali tekanan dan temperatur.

Sistem Kristalografi

Dalam mempelajari dan mengenal bentuk kristal secara mendetail, perlu diadakan pengelompokkan

yang sistematis. Pengelompokkan itu didasarkan pada perbangdingan panjang, letak (posisi) dan

jumlah serta nilai sumbu tegaknya.

Bentuk kristal dibedakan berdasarkan sifat-sifat simetrinya (bidang simetri dan sumbu simetri) dibagi

menjadi tujuh sistem, yaitu : Isometrik, Tetragonal, Hexagonal, Trigonal, Orthorhombik, Monoklin dan

Triklin.

Dari tujuh sistem kristal dapat dikelompokkan menjadi 32 kelas kristal. Pengelompokkan ini

berdasarkan pada jumlah unsur simetri yang dimiliki oleh kristal tersebut. Sistem Isometrik terdiri dari

lima kelas, sistem Tetragonal mempunyai tujuh kelas, sistem Orthorhombik memiliki tiga kelas,

Hexagonal tujuh kelas dan Trigonal lima kelas. Selanjutnya Monoklin mempunyai tiga kelas dan Triklin

dua kelas.

Sumbu, Sudut dan Bidang Simetri

Sumbu simetri adalah garis bayangan yang dibuat menembus pusat kristal, dan bila kristal diputar

dengan poros sumbu tersebut sejauh satu putaran penuh akan didapatkan beberapa kali kenampakan

yang sama. Sumbu simetri dibedakan menjadi tiga, yaitu : gire, giroide, dan sumbu inversi putar.

Sudut simetri adalah sudut antar sumbu-sumbu yang berada dalam sebuah kristal. Sudut-sudut ini

berpangkal (dimulai) pada titik persilangan sumbu-sumbu utama pada kristal yang akan sangat

berpengaruh pada bentuk dari kristal itu sendiri.

Bidang simetri adalah bidang bayangan yang dapat membelah kristal menjadi dua bagian yang sama,

dimana bagian yang satu merupakan pencerminan (refleksi) dari bagian yang lainnya. Bidang simetri

ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu bidang simetri aksial dan bidang simetri menengah. Bidang simetri

aksial bila bidang tersebut membagi kristal melalui dua sumbu utama (sumbu kristal).

Proyeksi Orthogonal
Proyeksi orthogonal adalah salah satu metode proyeksi yang digunakan untuk mempermudah

penggambaran. Proyeksi orthogonal ini dapat diaplikasikan hamper pada semua penggambaran yang

berdasarkan hukum-hukum geometri. Contohnya pada bidang penggambaran teknik, arsitektur, dan

juga kristalografi. Pada proyeksi orthogonal, cara penggambaran adalah dengan menggambarkan atau

membuat persilangan sumbu. Yaitu dengan menggambar sumbu a,b,c dan seterusnya dengan

menggunakan sudut-sudut persilangan atau perpotongan tertentu. Dan pada akhirnya akan

membentuk gambar tiga dimensi dari garis-garis sumbu tersebut dan membentuk bidang-bidang

muka kristal.

Aplikasi Kristalografi Pada Bidang Geologi

Pada bidang Geologi, mempelajari kristalografi sangatlah penting. Karena untuk mempelajari ilmu

Geologi, kite tentunya juga harus mengetahui komposisi dasar dari Bumi ini, yaitu batuan. Dan batuan

sendiri terbentuk dari susunan mineral-mineral yang tebentuk oleh proses alam. Dan pada bagian

sebelumnya telah dijelaskan tentang pengertian mineral yang dibentuk kristal-kristal.

Dengan mempelajari kristalografi, kita juga dapat mengetahui berbagai macam bahan-bahan dasar

pembentuk Bumi ini, dari yang ada disekitar kita hingga jauh didasar Bumi. Ilmu kristalografi juga

dapat digunakan untuk mempelajari sifat-sifat berbagai macam mineral yang paling dicari oleh

manusia. Dengan alasan untuk digunakan sebagai perhiasan karena nilai estetikanya maupun nilai

guna dari mineral itu sendiri. Jadi, pada dasarnya, kristalografi digunakan sebagai dasar untuk

mempelajari ilmu Geologi itu sendiri. Dengan alasan utama kristal adalah sebagai pembentuk Bumi

yang akan dipelajari.

http://medlinkup.wordpress.com/2010/10/31/kristalografi-1/

PENGERTIAN KRISTALOGRAFI
Kristalografi merupakan ilmu yang mempelajari tentang gambaran-gambaran dari kristal. Setiap
jenis mineral tidak saja terdiri dari unsur-unsur tertentu, tetapi juga mempunyai bentuk tertentu yang
disebut bentuk kristal. Bentuk kristal beraneka corak tetapi selalu polieder atau bidang banyak.
Di alam jarang dijumpai mineral yang berbentuk kristal ideal, kemungkinan dijumpa
tidak dalam bentuk kristal akan tetapi dinamakan kristal; sebab susunan atomnya
teratur. Pembuktian hal itu, dapat dilakukan dengan sinar x. Mineral yang akan
diselidiki diberikan sinar x dan di belakang mineral dipasang kertas potret sensitive.
Dengan demikian lembaran kertas potret tersebut akan memberikan gambaran-
gambaran. Apabila gambaran tersebut teratur dan simetris maka mineral tersebut
berbentuk kristal, tetapi apabila tidak demikian dikatakan bukan kristal.
Kristal adalah suatu benda atau zat padat yang homogen dengan permukaan terdiri dari
bidang-bidang datar yang dibentuk oleh atom-atom maupun molekul-molekul yang tersusun secara
teratur. Sifat keteraturan susunan tersebut tercermin oleh wajah luar kristal yang terdiri dari bidang-
bidang datar. Wajah kristal yang lengkap merupakan suatu polieder, dan selalu dibatasi oleh bidang-
bidang datar yang disebut bidang-bidang kristal dengan jumlah tertentu.
Mineral yang mengkristal dibatasi oleh bidang-bidang yang secara bersama-sama membentuk
bidang banyak yang khas untuk suatu jenis mineral. Mengenai besar kristal ataupun bangun bidang
batas kristal yang ada dapat berupa segi tiga, segi empat, segi enam, dan lain-lainya tidak begitu
penting. Namun yang terpenting adalah sudut bidang dua atau sudut tumpu polieder kristal tersebut.
Ternyata sudut bidang dua dari setiap jenis kristal selalu tetap, hukum ini kita sebut sebagai Hukum
Steno (hukum ketetapan sudut bidang dua). Contohnya adalah kristal apatit dimana sudut antara
bidang x dan m selalu sebesar 130º 18”. Pengukuran sudut bidang dua antara x dan m tersebut
menggunakan goniometer atau contact goniometer (reflectie goniometer).

Gambar 2.1 Apatit

x x Sudut x-m = 130º


18”.

x x

m
m m

Susunan Sumbu Kristal


Di samping menentukan atau mengukur besar sudut bidang dua, maka untuk dapat
membayangkan bentuk kristal kita harus menentukan pula kedudukan bidang-
bidangnya terhadap koordinat susunan sumbu.
Di dalam kristal dikenal ada tujuh macam susunan sumbu yang berbeda-beda mengingat tiga
hal, yaitu :
1. Jumlah sumbu.
Dilihat dari umlah sumbunya ada 2 macam yaitu :
a. Terdiri dari 3 sumbu yaitu sumbu a, b, dan c.
b.Terdiri dari 4 sumbu yaitu sumbu a, b, c, dan d.
2. Sudut yang dibentuk sumbu.
Dilihat dari sudut yang dibentuk sumbu-sumbunya, ada 4 macam, yaitu :
a. Tiga buah sumbu yang saling tegak lurus (90º).
b.Empat sumbu, dimana 3 sumbu terletak dalam satu bidang datar dan saling menyudut 120º, sedang
sumbu ke empat tegak lurus pada ke tiga sumbu tadi.
c. Tiga sumbu, dimana satu sumbu tegak lurus pada dua sumbu yang lain. Sedang ke dua sumbu yang
terakhir ini saling menyudut antara 90º dan 120º serta terdapat dalam satu bidang datar.
d. Tiga sumbu yang saling berpotongan membuat sudut lebih dari 90º.

3. Parameter/satuan panjang sumbu-sumbunya.


Dilihat dari parameternya, dikenal ada 3 macam, yaitu :
a. Tiga buah sumbu dengan parameter yang sama.
b.Tiga buah sumbu dengan parameter yang berbeda-beda.
c. Satu buah sumbu dengan parameter yang berbeda dengan dua atau tiga sumbu yang lain.

Sistim Kristal
Berdasarkan susunan sumbu kristal yang sudah diuraikan di atas, maka dalam
dunia kristal dikenal 6 (enam) sistim kristal, yaitu :
1. Sistim reguler/isometris/kubik.
Sistim ini susunan sumbunya terdiri dari tiga sumbu yang mempunyai panjang sama
dan ketiga-tiganya saling tegak lurus (a = b = c dan a ┴ b ┴ c ).
2. Sistim tetragonal.
Terdiri dari tiga sumbu dimana dua sumbu dengan panjang yang sama dan
saling tegak lurus satu terhadap yang lain, sedang sumbu ketiga atau sumbu c tegak
lurus terhadap kedua sumbu tadi dengan panjang yang berbeda (a = b ≠ c dan a ┴ b
┴ c ).

3. Sistim heksagonal.
Terdiri dari empat sumbu dimana tiga sumbu mempunyai panjang yang sama
dan saling membentuk sudut 120º terletak pada satu bidang datar, sedang sumbu
ke empat sebagai sumbu vertical dan tegak lurus terhadap ketiga sumbu yang lain
tadi dengan panjang yang berbeda. Sumbu ke empat sering disebut sumbu c (a = b
= d ≠ c dan a, b, d ┴ c).
4. Sistim ortorombis.
Terdiri dari tiga sumbu dengan panjang berlainan tetapi ketiga sumbu tersebut
saling tegak lurus (a ≠ b ≠ c dan a ┴ b ┴ c ).
5. Sistim monoklin.
Terdiri dari tiga sumbu dengan panjang berlainan, sedangkan sumbu b tegak
lurus terhadap dua sumbu yang lain tetapi sumbu a tidak tegak lurus terhadap c (a ≠
b ≠ c dan a ┴ b dan b ┴ c ).
6. Sistim triklin
Terdiri dari tiga sumbu dengan panjang berlainan, sedangkan sudut yang
dibentuk ketiga sumbu tersebut juga berlainan tidak tegak lurus.
Simbol Bidang Kristal
Sumbu-sumbu kristal merupakan garis-garis lurus yang menembus pusat kristal.
Posisinya ditentukan oleh simetri kristal. Sumbu-sumbu kristal tersebut mempunyai
parameter (satuan panjang) yang dapat sama ataupun berbeda. Parameter ini
diperlukan untuk perhitungan posisi suatu bidang kristal.
Untuk memudahkan gambaran, bidang kristal yang ada diberi symbol yang terdiri
dari sederetan angka bulat dan angka itu menunjukkan bagaimana perpotongan
relatif bidang tersebut terhadap sumbu-sumbu kristal.
Di dalam literature terdapat berbagai macam cara penulisan symbol bidang kristal,
seperti : Weiss, Miller, Nauman, Dana, dan Goldschmidt.

Gambar 2.2 di samping,


memperlihatkan bidang satuan
ABC yang memotong sumbu-
sumbu positif kristal a, b, dan c
masing-masing pada 1 satuan
panjang sumbu yaitu OA:OB:OC
Perbandingan koefisien Weiss
adalah 1a:1b:1c.
Bidang lainnya adalah ALM
memotong masing-masing sumbu
pada 1a : 1½ b : 3 c

c+ M

O B L b+
a+ A

Menurut Weiss dalam simbolisasi tidak boleh ada angka pecahan, maka dibulatkan
menjadi 2a : 3b : 6c. Sedangkan menurut Miller (indeces Miller) untuk bidang ALM
akan menjadi :
1/1 a : 1/1½ b : 1/3 c kemudian disamakan penyebutnya, menjadi : 3/3 a : 2/3 b : 1/3
c. Sehingga yang ditulis menurut Miller adalah pembilangnya yaitu (321).

Unsur-unsur Simetri
Banyaknya unsur-unsur simetri yang terdapat pada kristal dapat untuk menentukan
suatu kristal itu termasuk dalam klas mana. Unsur-unsur simetri suatu kristal dapat
dibedakan atas 3 yaitu bidang simetri, sumbu simetri, dan titik pusat simetri.
Bidang simetri merupakan bidang pencerminan atau pengertiannya adalah bidang
yang menembus titik pusat kristal dan membagi dua bagian yang sama, dimana
bagian yang satu merupakan pencerminan dari bagian yang lain. Bidang simetri
dapat dibedakan menjadi bidang simetri pokok (axial) menunjukkan bidang yang
melalui dua sumbu utama pada kristal, dan bidang simetri intermedier yaitu bidang
simetri yang hanya melalui sebuah sumbu utama kristal.

E I F

D C
A B

H K G
L
Gambar 2.3 Kedudukan bidang simetri axial (ABCD, EFGH dan IJKL).

Sumbu simetri adalah sumbu kristal dimana bila kristal diputar 360º pada sumbu
tersebut, pada kedudukan-kedudukan tertentu memberikan bentuk yang sama
seperti sebelum diadakan pemutaran. Sumbu simetri dapat dibedakan atas :
1. Sumbu simetri biasa (gyre), apabila kita putar sebuah kristal melalui sumbu simetri
maka akan terdapat keadaan dimana terdapat gambaran yang sama seperti
sebelum diadakan pemutaran. Sumbu mempunyai nilai bila terdapat gambaran
sama pada pemutaran sebesar sudut tertentu (360º/n). Pada bidang-bidang kristal, n
hanya mempunyai nilai 2, 3, 4, dan 6. Sehingga pada kristal hanya dapat dilakukan
dalam pemutaran sebesar sudut 180º, 120º, 90º, dan 60º.
Nama dan simbol gyre.
a. Digyre, berarti sumbu simetri bernilai 2 karena jika kristal diputar dengan sudut 180º
memberikan gambaran seperti keadaan semula. Simbolnya : ()
b. Trigyre, berarti sumbu simetri bernilai 3 karena jika kristal diputar dengan sudut
120º memberikan gambaran seperti keadaan semula. Simbolnya :
c. Tetragyre, berarti sumbu simetri bernilai 4 karena jika kristal diputar dengan
sudut 90º memberikan gambaran seperti keadaan semula. Simbolnya :
d. Hexagyre, berarti sumbu simetri bernilai 6 karena jika kristal diputar dengan
sudut 60º memberikan gambaran seperti keadaan semula. Simbolnya :
2. Sumbu simetri cermin putar, didapatkan dari suatu pemutaran yang dikombinasikan
dengan sebuah pencerminan melalui bidang cermin yang tegak lurus terhadap
sumbu tersebut. Secara teoritis dapat dibedakan menjadi 4 macam, yaitu :
a. Digyroida, sumbu cermin putar diagonal dan mempunyai arti = C (titik pusat).

b. Trigyroida, mempunyai arti = + BS (bidang simetri)

c. Tetragyroida, membunyai arti =


d. Hexagyroida, mempunyai arti =
3. Sumbu simetri inversi putar merupakan kombinasi dari pemutaran melalui sebuah
sumbu dan inversi melalui sebuah titik pada sumbu tersebut yaitu titik pusat inversi
juga disebut titik pusat simetri. Untuk pemberian simbol dinyatakan dengan
memberi-kan garis di atas nilai sumbu. Ada 5 macam kemungkinan inversi putar ini,
yaitu :
a. 1 = diperoleh dengan pemutaran sebesar 360º dan sebuah inversi, hasilnya C. Jadi
1=C
b. 2 = diperoleh dengan pemutaran sebesar 180º dan sebuah inversi, hasilnya bidang
simetri = BS = 2
c. 3 = diperoleh dengan pemutaran sebesar 120º dan sebuah inversi, hasilnya
hexagyroida = ∆ + C = 3 =
d. 4 = diperoleh dengan pemutaran sebesar 90º dan diikuti inversi, hasilnya
tetragyroida = 4 =
e. 6 = diperoleh dari kombinasi pemutaran sebesar 60º dan inversi, hasilnya = ∆ +
BS = 6
Titik pusat simetri atau C merupakan suatu titik pusat kristal melalui suatu garis
dapat dilukis sedemikian rupa sehingga pada sisi yang satu dengan yang lain pada
jarak yang sama terdapat gambaran yang sama. Titik ini biasanya berimpit dengan
titik pusat kristal. Belum tentu suatu pusat kristal merupakan titik pusat simetri (C).

Klasifikasi kristal dan unsur simetrinya.


Ada beberapa ahli dalam menentukan kelas kristal,
misalnya Schoenflies danHerman-Mauguin.
Menurut Schoenflies caranya sederhana yaitu masing-masing kelas diberi
singkatan notasi symbol yang mudah diingat dan dimengerti. Menurutnya ada 32
kelas terdiri dari kelas holo-axial yaitu kelas-kelas yang hanya mempunyai unsur-
unsur simetri berupa sumbu-sumbu simetri saja. Kelas ini terdiri dari kelas siklis
disingkat C, kelas didris atau D, kelas tetraeder atau T dan kelas oktaeder atau O.
Sedangkan kelas di luar holo-axial adalah kelas S yaitu kelas yang hanya
mempunyai sebuah unsur simetri saja berupa sumbu bernilai 4.
Menurut Herman-Mauguin dikenal sebagai symbol internasional. Simbolisasi kelas
kristal berupa kelompok angka yang menunjukkan ada tidaknya bidang simetri tegak
lurus sumbu tersebut. Menurutnya ada 4 kelompok symbol, yaitu :
a. Sistim isometris, terdiri dari 3 kelompok yaitu kelompok pertama menunjukkan nilai
sumbu a; kelompok kedua menunjukkan nilai sumbu simetri yang tegak lurus
terhadap bidang (111), dan ketiga menunjukkan sumbu diagonal yang bernilai dua
atau adanya bidang diagonal.
Contohnya : 4 3 2 ; 43 2
m m
b. Sistim tetragonal, hexagonal dan trigonal simbolisasi terdiri dari 3 kelompok yaitu
kelompok pertama menunjukkan nilai sumbu a; kelompok kedua menunjukkan
besarnya nilai sumbu a dan bidang simetri yang tegak lurus terhadap bidang
tersebut, kelompok ketiga menunjukkan sumbu intermedier antara sumbu a dan b
yang menembus sumbu c (bagi tetragonal), dan sumbu yang terletak antara sumbu
a dan d-, atau d- dan b bagi hexagonal dan trigonal.
Contohnya : 4 2 2 ; 6mm ; 62m
m m m
c Sistim ortorombis atau rombis, trdiri dari 3 kelompok, kelompok pertama
menunjukkan nilai sumbu a, kelompok kedua menunjukkan nilai sumbu b dan ketiga
menunjukkan nilai sumbu c.
Contohnya : 2 2 2
m m m
d. Sistim monoklin dan triklin. Untuk sistim monoklin hanya terdiri dari satu kelompok
yang menunjukkan sifat sumbu b, dapat bernilai 2 atau tidak sama sekali dan ada
tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu tersebut. Untuk sistim
triklin adalah 1 yang artinya terdapat titik pusat atau 1 artinya tidak ada unsur simetri.

Mengingat adanya perbedaan dalam jumlah dan macam unsur simetri pada kristal-
kristal, maka tujuh sistim kristal yang ada dibagi lagi dalam 32 kelas kristal, yaitu :
1. Sistim isometris/reguler terdiri atas 5 klas, yaitu :
a. Hexoktahedral (0h)
b. Pentagonal ikositetrahedral (0)
c. Hextetrahedral (Td)
d. Dyaxisdodekahedral (Th)
e. Tetrahedral pentagonal dodekahedral (T)
2. Sistim tetragonal terdiri atas 7 klas, yaitu :
a. Ditetragonal bipiramidal (D4h)
b. Tetragonal trapezohedral (D4)
c. Ditetragonal pyramidal (C4v)
d. Tetragonal skalenohedral (D2id)
e. Tetragonal bipiramidal (C4h)
f. Tetragonal bisfenoidal (S4)
g. Tetragonal pyramidal (C4)
3. Sistim hexagonal terdiri atas 6 klas, yaitu :
a. Dihexagonal bipiramidal (D6h)
b. Hexagonal trapezohedral (D6)
c. Dihexagonal pyramidal (C6v)
d. Ditrigonal bipiramidal (D3h)
e. Hexagonal bipiramidal (C6h)
f. Hexagonal pyramidal (C6)
4. Sistim trigonal terdiri atas 6 klas, yaitu :
a. Trigonal pyramidal (C3)
b. Trigonal rombohedral (C3i)
c. Trigonal bipiramidal (C3h)
d. Trigonal trapezohedral (D3)
e. Ditrigonal skalenohedral (D3d)
f. Ditrigonal pyramidal (C3v)
5. Sistim rombis/orthorombis terdiri atas 3 klas, yaitu :
a. Rombis bipiramidal (D2h)
b. Rombis bisfenoidal (D2)
c. Rombis pyramidal (C2v)
6. Sistim monoklin terdiri atas 3 klas, yaitu :
a. Monoklin prismatis (C2h)
b. Monoklin domatis (C1h / Cs)
c. Monoklin sfenoidal (C2)
7. Sistim triklin terdiri atas 2 klas, yaitu :
a. Triklin pinakoidal (C1 / S2)
b. Triklin asimetris / pedial (C1)

Bentuk-bentuk Kristal
Bentuk dari setiap kristal tidak samasatu terhadap yang lain, melainkan kristal
mempunyai bentuk yang beraneka macam. Bentuk kristal merupakan perwujutan
semua bidang kristal yang mempunyai letak relatif sama terhadap bidang-bidang
simetri atau sumbu-sumbu simetri.
Ada 3 bentuk kristal, yaitu :
1. Bentuk dasar (tunggal), adalah suatu bentuk kristal dimana semua bidang yang ada
mempunyai hubungan yang sama terhadap sumbu kristal, kecuali pada prisma-
prisma dimana bidang tegak lurus sumbu c ; bidang basis tidak diperhitungkan.
2. Bentuk kombinasi adalah bentuk gabungan satu atau lebih dari bentuk-bentuk dasar
yang berlainan sehingga akan membentuk bentuk yang baru. Bentuk baru ini hasil
kombinasi.
3. Bentuk kembar merupakan bentuk kristal yang terdiri dari dua atau lebih dari bentuk
yang sama yang akan menjadi bentuk baru.
Bentuk dasar
Bentuk kombinasi

Bentuk kembaran

Gambar 2.4 Bentuk-bentuk kristal

Perawakan Kristal
Banyak mineral yang mempunyai bentuk kristal sempurna, apabila dalam
pembentukannya tidak terdapat gangguan apapun. Di alam bebas jarang ditemukan
bentuk-bentuk kristal yang sempurna, untuk itu digunakan istilah perawakan
kristal.Perawakan kristal berarti bentuk khas dari suatu kristal yang ditentukan oleh
bidang-bidang yang membangunnya, termasuk ukuran kristal tersebut. Bentuk
bangun suatu kristal yang benar-benar terlihat bukanlah bentuk yang sempurna
yang dimiliki kristal itu karena di alam bebas dalam keadaan berkelompok yang
kristalin maupun amorf.
Seperti yang telah disebutkan di atas, perawakan kristal bukan merupakan cirri
kristal yang tetap, karena bentuknya sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan
sewaktu pembentukan kristal terjadi. Namun demikian telah dapat diketahui bahwa
perawakan kristal sering terlihat pada jenis mineral tertentu, sehingga perawakan
kristal juga merupakan suatu cirri yang dapat digunakan dalam penentuan jenis
mineral.
Istilah-istilah untuk penentuan perawakan kristal yang banyak dipakai dibagi dalam 3
bagian antara lain :
1. Istilah untuk kristal-kristal yang menyendiri :
a. Capillary (merambut), seperti rambut.
b. Filliform (membenang), seperti benang.
c. Acicular (menjarum), seperti jarum.
d. Bladed (membilah), seperti pisau.
e. Tabular (memapan), seperti buku; pipih.
f. Lamellar (melapis), seperti berlapis.
g. Foliated (mendaun), seperti daun ;lembaran-lembaran tipis.
h. Plumose (membulu), seperti bulu.
i. Blocky (membata), seperti batu bata.
j. Columnar (meniang), seperti tiang; kolom/pilar.
2. Istilah untuk kristal-kristal yang mengelompok :
a. Columnar (meniang), berkelompok seperti tiang-tiang.
b. Bladed (membilah), seperti sekelompok bilah-bilah kayu.
c. Fibrous (menyerat), seperti sekelompo serat-serat.
d. Recticulated (menjaring), seperti suatu jaring atau jaringan.
e. Divergent (memencar), seperti kipas.
f. Radiated (menjari), seperti jari-jari.
g. Stellated (membintang), seperti bintang.
h. Dendritic (mendendrit) seperti pohon.
i. Collorm (membulat-bulat).
3. Istilah untuk kristal yang berbentuk bulat-bulat.
a. Batryoidal, seperti buah menteng/anggur.
b. Reniform, seperti buah ginjal.
c. Mammillary, seprti buah dada.
d. Globular, seperti bola.
e. Granular, seperti butiran-butiran.
f. Pisolitic, seperti butiran kacang.
g. Oolitic, sperti telur ikan

http://jackieikuwhsuju.blogspot.com/2012/01/pengertian-kristalografi.html

Kristalografi Sistem Kristal


Batuan adalah kumpulan satu atau lebih mineral, yang dimaksud dengan Mineral sendiri adalah bahan

anorganik, terbentuk secara alamiah, seragam dengan komposisi kimia yang tetap pada batas volumenya dan

mempunyai kristal kerakteristik yang tercermin dalam bentuk fisiknya. Jadi, untuk mengamati proses Geologi dan

sebagai unit terkecil dalam Geologi adalah dengan mempelajari kristal.

Kristalografi adalah suatu ilmu pengetahuan kristal yang dikembangkan untuk mempelajari perkembangan dan

pertumbuhan kristal, termasuk bentuk, struktur dalam dan sifat-sifat fisiknya. Dahulu, Kristalografi merupakan

bagian dari Mineralogi. Tetapi karena bentuk-bentuk kristal cukup rumit dan bentuk tersebut merefleksikan

susunan unsur-unsur penyusunnya dan bersifat tetap untuk tiap mineral yang dibentuknya., maka pada akhir

abad XIX, Kristalografi dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan tersendiri.

Pengertian Kristal

Kata “kristal” berasal dari bahasa Yunani crystallon yang berarti tetesan yang dingin atau beku. Menurut

pengertian kompilasi yang diambil untuk menyeragamkan pendapat para ahli, maka kristal adalah bahan padat

homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya serta mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan

bidang-bidangnya memenuhi hukum geometri; Jumlah dan kedudukan bidang kristalnya selalu tertentu dan

teratur. Kristal-kristal tersebut selalu dibatasi oleh beberapa bidang datar yang jumlah dan kedudukannya

tertentu. Keteraturannya tercermin dalam permukaan kristal yang berupa bidang-bidang datar dan rata yang

mengikuti pola-pola tertentu. Bidang-bidang ini disebut sebagai bidang muka kristal. Sudut antara bidang-bidang

muka kristal yang saling berpotongan besarnya selalu tetap pada suatu kristal. Bidang muka itu baik letak
maupun arahnya ditentukan oleh perpotongannya dengan sumbu-sumbu kristal. Dalam sebuah kristal, sumbu

kristal berupa garis bayangan yang lurus yang menembus kristal melalui pusat kristal. Sumbu kristal tersebut

mempunyai satuan panjang yang disebut sebagai parameter.

Bila ditinjau dan telaah lebih dalam mengenai pengertian kristal, mengandung pengertian sebagai berikut :

1. Bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya :

 tidak termasuk didalamnya cair dan gas

 tidak dapat diuraikan kesenyawa lain yang lebih sederhana oleh proses fisika

 terbentuknya oleh proses alam

2. Mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya mengikuti hukum geometri :

 jumlah bidang suatu kristal selalu tetap

 macam atau model bentuk dari suatu bidang kristal selalu tetap

 sifat keteraturannya tercermin pada bentuk luar dari kristal yang tetap.

Apabila unsur penyusunnya tersusun secara tidak teratur dan tidak mengikuti hukum-hukum diatas, atau

susunan kimianya teratur tetapi tidak dibentuk oleh proses alam (dibentuk secara laboratorium), maka zat atau

bahan tersebut bukan disebut sebagai kristal.

Proses Pembentukan Kristal

Pada kristal ada beberapa proses atau tahapan dalam pembentukan kristal. Proses yang di alami oleh suatu

kristal akan mempengaruhi sifat-sifat dari kristal tersebut. Proses ini juga bergantung pada bahan dasar serta

kondisi lingkungan tempat dimana kristal tersebut terbentuk.

Berikut ini adalah fase-fase pembentukan kristal yang umumnya terjadi pada pembentukan kristal :

 Fase cair ke padat : kristalisasi suatu lelehan atau cairan sering terjadi pada skala luas dibawah kondisi

alam maupun industri. Pada fase ini cairan atau lelehan dasar pembentuk kristal akan membeku atau

memadat dan membentuk kristal. Biasanya dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan.

 Fase gas ke padat (sublimasi) : kristal dibentuk langsung dari uap tanpa melalui fase cair. Bentuk kristal

biasanya berukuran kecil dan kadang-kadang berbentuk rangka (skeletal form). Pada fase ini, kristal

yang terbentuk adalah hasil sublimasi gas-gas yang memadat karena perubahan lingkungan. Umumnya

gas-gas tersebut adalah hasil dari aktifitas vulkanis atau dari gunung api dan membeku karena

perubahan temperature.

 Fase padat ke padat : proses ini dapat terjadi pada agregat kristal dibawah pengaruh tekanan dan

temperatur (deformasi). Yang berubah adalah struktur kristalnya, sedangkan susunan unsur kimia tetap

(rekristalisasi). Fase ini hanya mengubah kristal yang sudah terbentuk sebelumnya karena terkena
tekanan dan temperatur yang berubah secara signifikan. Sehingga kristal tersebut akan berubah bentuk

dan unsur-unsur fisiknya. Namun, komposisi dan unsur kimianya tidak berubah karena tidak adanya

faktor lain yang terlibat kecuali tekanan dan temperatur.

Sistem Kristalografi

Dalam mempelajari dan mengenal bentuk kristal secara mendetail, perlu diadakan pengelompokkan yang

sistematis. Pengelompokkan itu didasarkan pada perbangdingan panjang, letak (posisi) dan jumlah serta nilai

sumbu tegaknya.

Bentuk kristal dibedakan berdasarkan sifat-sifat simetrinya (bidang simetri dan sumbu simetri) dibagi menjadi

tujuh sistem, yaitu : Isometrik, Tetragonal, Hexagonal, Trigonal, Orthorhombik, Monoklin dan Triklin.

Dari tujuh sistem kristal dapat dikelompokkan menjadi 32 kelas kristal. Pengelompokkan ini berdasarkan pada

jumlah unsur simetri yang dimiliki oleh kristal tersebut. Sistem Isometrik terdiri dari lima kelas, sistem Tetragonal

mempunyai tujuh kelas, sistem Orthorhombik memiliki tiga kelas, Hexagonal tujuh kelas dan Trigonal lima kelas.

Selanjutnya Monoklin mempunyai tiga kelas dan Triklin dua kelas.

Sumbu, Sudut dan Bidang Simetri

Sumbu simetri adalah garis bayangan yang dibuat menembus pusat kristal, dan bila kristal diputar dengan poros

sumbu tersebut sejauh satu putaran penuh akan didapatkan beberapa kali kenampakan yang sama. Sumbu

simetri dibedakan menjadi tiga, yaitu : gire, giroide, dan sumbu inversi putar.

Sudut simetri adalah sudut antar sumbu-sumbu yang berada dalam sebuah kristal. Sudut-sudut ini berpangkal

(dimulai) pada titik persilangan sumbu-sumbu utama pada kristal yang akan sangat berpengaruh pada bentuk

dari kristal itu sendiri.

Bidang simetri adalah bidang bayangan yang dapat membelah kristal menjadi dua bagian yang sama, dimana

bagian yang satu merupakan pencerminan (refleksi) dari bagian yang lainnya. Bidang simetri ini dapat dibagi

menjadi dua, yaitu bidang simetri aksial dan bidang simetri menengah. Bidang simetri aksial bila bidang tersebut

membagi kristal melalui dua sumbu utama (sumbu kristal).

Proyeksi Orthogonal

Proyeksi orthogonal adalah salah satu metode proyeksi yang digunakan untuk mempermudah penggambaran.

Proyeksi orthogonal ini dapat diaplikasikan hamper pada semua penggambaran yang berdasarkan hukum-

hukum geometri. Contohnya pada bidang penggambaran teknik, arsitektur, dan juga kristalografi. Pada proyeksi

orthogonal, cara penggambaran adalah dengan menggambarkan atau membuat persilangan sumbu. Yaitu

dengan menggambar sumbu a,b,c dan seterusnya dengan menggunakan sudut-sudut persilangan atau

perpotongan tertentu. Dan pada akhirnya akan membentuk gambar tiga dimensi dari garis-garis sumbu tersebut

dan membentuk bidang-bidang muka kristal.

Aplikasi Kristalografi Pada Bidang Geologi

Pada bidang Geologi, mempelajari kristalografi sangatlah penting. Karena untuk mempelajari ilmu Geologi, kite

tentunya juga harus mengetahui komposisi dasar dari Bumi ini, yaitu batuan. Dan batuan sendiri terbentuk dari
susunan mineral-mineral yang tebentuk oleh proses alam. Dan pada bagian sebelumnya telah dijelaskan tentang

pengertian mineral yang dibentuk kristal-kristal.

Dengan mempelajari kristalografi, kita juga dapat mengetahui berbagai macam bahan-bahan dasar pembentuk

Bumi ini, dari yang ada disekitar kita hingga jauh didasar Bumi. Ilmu kristalografi juga dapat digunakan untuk

mempelajari sifat-sifat berbagai macam mineral yang paling dicari oleh manusia. Dengan alasan untuk

digunakan sebagai perhiasan karena nilai estetikanya maupun nilai guna dari mineral itu sendiri. Jadi, pada

dasarnya, kristalografi digunakan sebagai dasar untuk mempelajari ilmu Geologi itu sendiri. Dengan alasan

utama kristal adalah sebagai pembentuk Bumi yang akan dipelajari.

1. Sistem Isometrik

Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem kristal kubus atau kubik. Jumlah

sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang

sama untuk masing-masing sumbunya.

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu a = b = c, yang

artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut

kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu

sama lain (90˚).

Gambar 1 Sistem Isometrik

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Isometrik memiliki perbandingan sumbu

a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3,

dan sumbu c juga ditarik garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar

sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.

Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas :

 Tetaoidal

 Gyroida

 Diploida

 Hextetrahedral

 Hexoctahedral
Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, pyrite, galena, halite, Fluorite(Pellant,

chris: 1992)

2. Sistem Tetragonal

Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing saling tegak

lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang

atau lebih pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang.

Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b ≠ c , yang artinya panjang

sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ

= 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).

Gambar 2 Sistem Tetragonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Tetragonal memiliki

perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik

garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan

sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap

sumbu bˉ.

Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:

 Piramid

 Bipiramid

 Bisfenoid

 Trapezohedral

 Ditetragonal Piramid

 Skalenohedral

 Ditetragonal Bipiramid

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil, autunite, pyrolusite, Leucite,

scapolite (Pellant, Chris: 1992)

3. Sistem Hexagonal

Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b,

dan d masing-masing membentuk sudut 120˚ terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang

sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c ,

yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan

sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan

β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.

Gambar 3 Sistem Hexagonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Hexagonal memiliki perbandingan

sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan

nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar

sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap

sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.

Sistem ini dibagi menjadi 7:

 Hexagonal Piramid

 Hexagonal Bipramid

 Dihexagonal Piramid

 Dihexagonal Bipiramid

 Trigonal Bipiramid

 Ditrigonal Bipiramid

 Hexagonal Trapezohedral

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz, corundum, hematite, calcite,

dolomite, apatite. (Mondadori, Arlondo. 1977)

4. Sistem Trigonal

Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai nama lain yaitu Rhombohedral, selain itu

beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem kristal Hexagonal. Demikian pula cara penggambarannya

juga sama. Perbedaannya, bila pada sistem Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang terbentuk segienam,

kemudian dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.

Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang

sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki

sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan

membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.


Gambar 4 Sistem Trigonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Trigonal memiliki perbandingan

sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan

nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar

sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap

sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.

Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:

 Trigonal piramid

 Trigonal Trapezohedral

 Ditrigonal Piramid

 Ditrigonal Skalenohedral

 Rombohedral

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah tourmaline dan cinabar (Mondadori, Arlondo.

1977)

5. Sistem Orthorhombik

Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal yang saling tegak lurus satu

dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang berbeda.

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang

artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki

sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya saling tegak lurus (90˚).

Gambar 5 Sistem Orthorhombik

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Orthorhombik memiliki perbandingan

sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-

sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+

memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.


Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas:

 Bisfenoid

 Piramid

 Bipiramid

Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite, chrysoberyl, aragonite

dan witherite (Pellant, chris. 1992)

6. Sistem Monoklin

Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak

lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a.

Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan

sumbu b paling pendek.

Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya

panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut

kristalografi α = β = 90˚ ≠ γ. Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut α dan β saling tegak lurus (90˚), sedangkan γ

tidak tegak lurus (miring).

Gambar 6 Sistem Monoklin

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Monoklin memiliki perbandingan

sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-

sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+

memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ.

Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:

 Sfenoid

 Doma

 Prisma

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah azurite, malachite, colemanite, gypsum, dan

epidot (Pellant, chris. 1992)

7. Sistem Triklin
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak saling tegak lurus. Demikian juga

panjang masing-masing sumbu tidak sama.

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya

panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut

kristalografi α = β ≠ γ ≠ 90˚. Hal ini berarti, pada system ini, sudut α, β dan γ tidak saling tegak lurus satu dengan

yang lainnya.

Gambar 7 Sistem Triklin

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c =

sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem

ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 45˚ ; bˉ^c+= 80˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki

nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut 80˚ terhadap c+.

Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:

 Pedial

 Pinakoidal

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite, anorthite, labradorite, kaolinite,microcline

dan anortoclase (Pellant, chris. 1992)

source:

Mondadori, Arlondo. 1977. Simons & Schuster’s Guide to Rocks and

Minerals. Milan : Simons & Schuster’s Inc.

Pellant, Chris. 1992. Rocks and Minerals. London: Dorling Kindersley

Wijayanto, Andika. 2009. Kristalografi.

anakgeotoba.blogspot.com/

http://geoenviron.blogspot.com/2012/02/kristalografi-sistem-kristal.html

Anda mungkin juga menyukai