Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Atresia bilier adalah penyakit serius yang mana ini terjadi pada satu dari 10.000
anak-anak dan lebih sering terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki dan pada
bayi baru lahir Asia dan Afrika-Amerika daripada di Kaukasia bayi baru lahir. Penyebab
atresia bilier tidak diketahui, dan perawatan hanya sebagian berhasil. Atresia bilier adalah
alasan paling umum untuk pencangkokan hati pada anak-anak di Amerika Serikat dan
sebagian besar dunia Barat (Santoso, Agus.2010. Health Academy).
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan
aliran empedu. Jadi, atresia bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian
atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu.
Akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan
bilirubin direk. Hanya tindakan bedah yang dapat mengatasi atresia bilier. Bila tindakan
bedah dilakukan pada usia 8 minggu, angka keberhasilannya adalah 86%, tetapi bila
pembedahan dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 36%.
Oleh karena itu diagnosis atresia bilier harus ditegakkan sedini mungkin, sebelum usia
8 minggu (Dr. Parlin.1991.Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak FK UI).
Kerusakan hati yang timbul dari atresia bilier disebabkan oleh atresia dari
saluran-saluran empedu yang bertanggung jawab untuk mengalirkan empedu dari
hati. Empedu dibuat oleh hati dan melewati saluran empedu dan masuk ke usus di mana
ia membantu mencerna makanan, lemak, dan kolesterol. Hilangnya saluran empedu
menyebabkan empedu untuk tetap di hati. Ketika empedu mulai merusak hati,
menyebabkan jaringan parut dan hilangnya jaringan hati. Akhirnya hati tidak akan dapat
bekerja dengan baik dan sirosis akan terjadi. Setelah gagal hati, pencangkokan hati
menjadi perlu. Atresia bilier dapat menyebabkan kegagalan hati dan kebutuhan untuk
transplantasi hati dalam 1 sampai 2 tahun pertama kehidupan (Santoso, Agus.2010.
Health Academy).
Atresia bilier ditemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran. Rasio atresia bilier pada
anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1. Meski jarang tetapi Jumlah penderita
atresia bilier yang ditangani Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun
2002-2003, mencapai 37-38 bayi atau 23 persen dari 162 bayi berpenyakit kuning akibat

1
kelainan fungsi hati. Sedangkan DiInstalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya
antara tahun 1999-2004 dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan
penyakit kuning gangguan fungsi hati didapatkan atresia bilier 9 (9,4%).
Dari 904 kasus atresia bilier yang terdaftar di lebih 100 institusi, atresia bilier
didapat pada ras Kaukasia (62%), berkulit hitam (20%), Hispanik (11%), Asia (4,2%)
dan Indian Amerika (1,5%) Kasus Atresia Bilier dilaporkan sebanyak 5/100.000
kelahiran hidup di Belanda, 5,1/100.000kelahiran hidup di Perancis, 6/100.000 kelahiran
hidup di Inggris, 6,5/100.000 kelahiran hidup diTexas, 7/100.000 kelahiran hidup di
Australia, 7,4/100.000 kelahiran hidup di USA, dan 10,6/100.000 kelahiran hidup di
Jepang (Dr.Widodo.2009.Koran Indonesia Sehat.Jakarta: Yudhasmara).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah definisi dari Atresia bilier?
2. Apa sajakah klasifikasi dari Atresia bilier?
3. Apa sajakah faktor resiko dari Atresia bilier?
4. Apa sajakah etiologi dari Atresia bilier?
5. Apakah manifestasi klinis dari Atresia bilier?
6. Bagaimana penatalaksaan pada Atresia bilier?
7. Apa sajakah komplikasi dari Atresia bilier?
8. Bagaimana WOC dari Atresia bilier?
9. Bagaimana pengkajian pada klien dengan Atresia bilier?
10. Bagaimana diagnosa pada klien dengan Atresia bilier?
11. Bagaimana intervensi pada klien dengan Atresia bilier?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep penyakit Atresia bilier serta pendekatan asuhan
keperawatannya.
2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi definisi dari Atresia bilier
2. Mengidentifikasi klasifikasi dari Atresia bilier
3. Mengidentifikasi faktor resiko dari Atresia bilier
4. Mengidentifikasi etilogi Atresia bilier
5. Mengidentifikasi manifestasi klinis Atresia bilier

2
6. Mengidentifikasi penatalaksaan pada Atresia bilier
7. Mengidentifikasi komplikasi pada Atresia bilier
8. Mengidentifikasi WOC pada Atresia bilier
9. Mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan Atresia bilier
10. Mengidentifikasi diagnosa pada klien dengan Atresia bilier
11. Mengidentifikasi intervensi pada klien dengan Atresia bilier

1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit yang berhubungan dengan sistem
endokrin (Atresia bilier) serta mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien
dengan Atresia bilier dengan pendekatan Student Center Learning.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomy dan Fungsi sistem bilier


Sistem empedu terdiri dari organ-organ dan saluran (saluran empedu, kandung
empedu, dan struktur terkait) yang terlibat dalam produksi dan transportasi empedu.
Ketika sel-sel hati mengeluarkan empedu, yang dikumpulkan oleh sistem saluran
yang mengalir dari hati melalui duktus hepatika kanan dan kiri. Saluran ini akhirnya
mengalir ke duktus hepatik umum. Duktus hepatika kemudian bergabung dengan duktus
sistikus dari kantong empedu untuk membentuk saluran empedu umum, yang
berlangsung dari hati ke duodenum (bagian pertama dari usus kecil).
Namun, tidak semua berjalan dari empedu langsung ke duodenum. Sekitar 50
persen dari empedu yang dihasilkan oleh hati adalah pertama disimpan di kantong
empedu, organ berbentuk buah pir yang terletak tepat di bawah hati.
Kemudian, ketika makanan dimakan, kontrak kandung empedu dan melepaskan
empedu ke duodenum disimpan untuk membantu memecah lemak.

gambar 1.1 sistem atresia bilier (Ohio State.2011)

Fungsi utama sistem bilier yang meliputi:


a) untuk mengeringkan produk limbah dari hati ke duodenum
b) untuk membantu dalam pencernaan dengan pelepasan terkontrol empedu

4
Empedu merupakan cairan kehijauan-kuning (terdiri dari produk-produk
limbah, kolesterol, dan garam empedu) yang disekresikan oleh sel-sel hati untuk
melakukan dua fungsi utama, termasuk yang berikut:
a) untuk membawa pergi limbah
b) untuk memecah lemak selama pencernaan
Garam empedu adalah komponen aktual yang membantu memecah dan menyerap
lemak. Empedu, yang dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk kotoran, adalah apa yang
memberikan kotoran warna gelapnya coklat (Tim Ohio State University.2011.Sistem
Bilier.Columbus:Medical center).

2.2 Definisi Atresia bilier


Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-
saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu
(gallbladder). Ini merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran
(Lavanilate.2010.Askep Atresia Bilier).

Atresia Billiary merupakan kelainan yang berkisar dari


hipoplasiasegmental/generalisata saluran empedu dan atresia sampai obliterasilengkap
duktur billiaris ekstra/intra hepatic (David Sabiston, 1994). Atresia Billiary merupakan
kelainan kongenital yang berhubungan dengan kolangio hepatic intra uteri dimana
saluran empedu mengalami fibrosis. Proses ini sering berjalan terus setelah bayi lahir
sehingga prognosis umumnya buruk (Sjamsu Hidajat, 1998). Atresia Billiary merupakan
obstruksi total aliran empedu karena destruksi/tidak adanya saluran/sebagian saluran
empedu ekstra hepatic (Robbins Contrans, 1999). Atresia Billiary adalah tidak
adanya/kecilnya lumen padasebagian/keseluruhan traktus bilier ekstra hepatic
(Ringoringo P.). Jadi Atresia Billiary adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak
berbentuk atau tidak berkembang secara normal.

5
Fungsi dari sistem empedu adalah membuang limbah metabolik darihati dan
mengangkut garam empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak di dalam usus halus.
Pada Atresia Billiary terjadi penyumbatan aliran empedudari hati ke kandung empedu.
Hal ini bisa menyebabkan skerusakan hati dansirosis hati.
Proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada
duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Jadi, atresia
bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus
bilier ekstrahepatik yang menyebabkan inflamasi. Akibatnya di dalam hati dan darah
terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan degenerasi edema hepatic dan
bilirubin direk (Dr. Parlin.1991.Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak FK UI).
Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa Penyakit Atresia Bilier terjadi pada 1
banding 10 ribu hingga 15 ribu bayi lahir hidup. Dengan angka kelahiran hidup di
Indonesia 4,5 juta pertahun, dari jumlah tersebut diprediksi bayi yang menderita penyakit
tersebut mencapai 300-450 bayi setiap tahunnya. Rasio atresia bilier pada anak
perempuan dan anak laki-laki adalah 1,4 : 1 (Wartapedia.2010).
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala
penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala
seperti Ikterus, Jaundice Urin gelap Tinja berwarna pucat, Penurunan berat badan dan ini
berkembang ketika tingkat ikterus meningkat.

Pasien dengan atresia bilier dapat dibagi menjadi 2 grup, yakni :


1. Perinatal form ( Isolated Biliary Atresia)
65 90 % Bentuk ini ditemukan pada neonatal dan bayi berusia 2-8 minggu.
Inflmasi atau peradangan yang progresiv pada saluran empedu extrahepatik timbul
setelah lahir. Bentuk ini tidak muncul bersama kelainan congenital lainnya.
2. Fetal Embrionic form
10 35 % Bentuk ini ditandai dengan cholestatis yang muncul amat cepat,
dalam 2 minggu kehidupan pertama. Pada bentuk ini, saluran empedu tidak
terbentuk pada saat lahir dan biasanya disertai dengan kelainan congenital lainnya
seperti situs inversus, polysplenia,malrotasi, dan lain-lain.

6
gambar 1.2 atresia bilier ekstrahepatik (wikipedia.2006)
Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih dari
duktus biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus persisten
dan kerusakan hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan
splenomegali bila berlanjut menjadi hipertensi porta (Kamus Kedokteran Dorland 2002:
206).
Atresia bilier atau atresia biliaris ekstrahepatik merupakan proses inflamasi
progresif yang menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik
sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut (Donna L. Wong 2008:
1028).

2.3 Klasifikasi Atresia bilier


Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :

gambar 1.3 tipe atresia bilier


I. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal paten.
II. IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis, duktus sistikus,
dan kandung empedu semuanyanormal).
IIb. Obliterasi duktus bilier komunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus.
Kandung empedu normal.
III. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi, sampai ke hilus.

7
Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi (correctable),
sedangkan tipe III adalah bentuk yang tidak dapat dioperasi (non-correctable).
Sayangnya dari semua kasus atresia bilier, hanya 10% yang tergolong tipe I dan II.
Atresia Billiary cibagi menjadi 2 bagian yaitu:
a. Atresia Billiary Intra Hepatik
Merupakan atresia yang dapat dikoreksi. Bentuk ini lebih jarangdibandingkan
ekstra hepatik yang hanya 10 % dari penderita atresia.Ditemukan saluran empedu
proksimal yang terbuka lumennya. Tetapitidak berhubungan dengan duodenum.
Atresia hanya melibatkan duktuskoledukus distal. Sirosis bilier terjadi lambat.
b. Atresia Billiary Ekstra Hepatik
Merupakan Atresia yang tidak dapat dikoreksi. Bentuk ini sekitar 90 %dari
penderita atresia. Prognosis buruk menyebabkan kematian.Ditemukan bahwa seluruh
sistem saluran empedu ekstra hepatik mengalami obliterasi sirosis bilier terjadi cepat.
Gejala klinik dan patologik bergantung pada awal proses penyakitnya dan bergantung
padasaat penyakit terdiagnosis. Atresia Ekstra Hepatik terbagi menjadi 2 yaitu:
1. Embrional :
1/3 penderita atresia ekstra hepatik terjadi pada masa embrional. Awal
prosesnya merusak saluran empedu mulai sejak masa intrauterinhingga saat bayi
lahir. Pada penderita tidak ditemukan masa bebasikterus setelah pperiode ikterus
neonatorum fisiologis (2 minggu pertama kelahiran).
2. Perinatal:
2/3 penderita atresia ekstra hepatik terjadi pada masa perinatal. Awal
prosesnya adalah gejala ikterus setelah periode ikterus psikologik menghilang.
Kemudian diteruskan ikterus yang progresif.
3. Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :
a. I. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal paten.
b. IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis, duktus
sistikus, dankandung empedu semuanyanormal).
c. IIb. Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus hepatikus komunis, duktus
sistikus. Kandungempedu normal.
d. III. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi, sampai ke
hilus.Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi
(correctable), sedangkantipe III adalah bentuk yang tidak dapat dioperasi

8
(non-correctable). Sayangnya dari semua kasusatresia bilier, hanya 10% yang
tergolong tipe I dan II.

Gambar 3. Klasifikas Atresia Bilier

2.4 Etiologi
Etiologi Atresia Billiary masih belum diketahui dengan pasti. Atresia Billiary
terjadi antara lain karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
progresif pada duktus bilier ekstra hepatik sehingga menyebabkan hambatan aliiran
empedu. Ada juga sebagian ahli yang menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan,
yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi 17, 18 dan 21 serta
terdapatnya anomalioragan pada 10-30 % kasus Atresia Billiary.
Insiden Atresia Billiary adalah1/10000 sampai 1/14.000 kelahiran hidup. Rasio
Atresia Billiary pada anak perempuan dan laki-laki adalah + 1,4 : 1.Dari 904 kasus
Atresia Billiary yang terdaftar di lebih dari 100 institusi,Atresia Billiary terdapat pada
Ras Kaukasia (62 %), berkulit hitam (20 %), Hispanik (11 %), Asia (4,2 %) dan Indian
Amerika (1,5 %). Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah
akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi
(Behrman, Richard E. (1992).

9
Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier, seringkali
memiliki cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus.
Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan merupakan penyakit
keturunan. Kasus dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi kembar identik, dimana
hanya 1 anak yang menderita penyakit tersebut. Atresia bilier kemungkinan besar
disebabkan oleh sebuah peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar saat
kelahiran. Kemungkinan yang "memicu" dapat mencakup satu atau kombinasi dari
faktor-faktor predisposisi berikut:
a) infeksi virus atau bakteri
b) masalah dengan sistem kekebalan tubuh
c) komponen yang abnormal empedu
d) kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu
e) hepatocelluler dysfunction

2.5 Manifestasi Klinis


Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala
penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala
termasuk:
a) Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat
tinggi (pigmen empedu) tertahan di dalam hati dan akan dikeluarkan dalam
aliran darah.
Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi
baru lahir. Ini biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari
kehidupan. Seorang bayi dengan atresia bilier biasanya tampak normal saat
lahir, tapi ikterus berkembang pada dua atau tiga minggu setelah lahir
b) Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan
dari hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan
dibuang dalam urin.
c) Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang
masuk ke dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi
bengkak akibat pembesaran hati.
d) Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat
e) degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan
hepatomegali, Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang

10
larut dalam air sehingga menyebabkan kondisi malnutrisi, defisiensi lemak
larut dalam air serta gagal tumbuh
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
a) Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan malnutrisi.
b) Gatal-gatal : karena asam empedu yang menumpuk dan menyebar kedalam
aliran darah yang menyebabkan kulit merasa gatal
c) Rewel
d) splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal /
Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut
darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).

2.6 Patofisiologi
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan
aliran empedu, dan tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan
traktus bilier ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi aliran empedu
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia
terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total
maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering
obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus
koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca
peradangan atau operasi.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran
normal empedu dari hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan
menyebabkan cairan empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema,
degenerasi hati. Dan apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati
menjadi fibrosis dan cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena
portal sehingga mengalami hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal hati.
Penyebab sebenarnya atresia billier tidak diketahui sekalipun mekanisme imin atau
viral injury bertanggung jawab atas proses progresif yang menimbulkan obliterasi total
saluran empedu. Berbagai laporan menunjukkan bahwa atresia billier tidak terlihat pada
janin, bayi yang lahir mati (stillbirth) atau bayi baru lahir ( Halamek dan Stevenson,
1997); keadaan ini menunjukkan bahwa atresia billier terjadi pada akhir kehamilan atau
dalam periode perinatal dan bermanifestasi dalam waktu beberapa minggu sesudah

11
dilahirkan. Inflamasi terjadi secara progresif dengan menimbulkan obstruksi dan fibrosis
pada saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Akan terjadi berbagai derajat
kolestasis yang menimbulkan pruritus berat. Pembedahan untuk menghasilkan drainase
getah empedu yang efektif harus dilaksanakan dalam periode 2 hingga 3 bulan sesudah
lahir agar kerusakan hati yang progresif dapat dikurangi. (Sumber: Wong, Donna
L.(et.al). 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta: EGC).
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran
normal empedu ke luar hati dan ke dalam kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk
sumbatan dan menyebabkan empedu balik ke hati. Ini akan menyebabkan peradangan ,
edema, dan degenerasi hati. Bahkan hati menjadi fibrosis, sirosis, dan hipertensi portal
sehingga akan mengakibatkan gagal hati.
Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa
gatal. Bilirubin yang tertahan dalam hati juga akan dikeluarkan ke dalam aliran darah,
yang dapat mewarnai kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning.
Degenerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan
hepatomegaly. Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan
vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin
A, D,E,K dan gagal tumbuh.
Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak agar dapat
diserap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut akan disimpan dalam hati dan
lemak didalam tubuh, kemudian digunakan saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi
berlebihan vitamin yang larut dalam lemak dapat membuat anda keracunan sehingga
menyebabkan efek samping seperti mual, muntah, dan masalah hati dan jantung.
1. Vitamin A
Vitamin A terdapat dalam makanan berwarna kuning-oranye, berdaun hijau
gelap dan dalam bentuk retinol pada makanan yang berasal dari hewan. Wortel,
mangga, labu, pepaya, bayam, brokoli, selada air, kuning telur, susu dan hati adalah
makanan yang kaya vitamin A.
Vitamin A berperan dalam pertumbuhan dan pemeliharaan tulang dan jaringan
epitel, meningkatkan kekebalan, dan memerangi radikal bebas (antioksidan).
Kekurangan vitamin A adalah penyebab utama kebutaan pada anak-anak di banyak
negara berkembang.

12
2. Vitamin D
Ikan berlemak seperti sarden, mackerel, tuna, telur, makanan yang diperkaya
seperti margarin dan sereal adalah sumber vitamin D. Vitamin ini sangat penting
untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tulang karena mengontrol penyerapan kalsium
dan fosfor yang penting untuk metabolisme tulang. Kekurangan vitamin D pada anak-
anak akan menyebabkan penyakit rakhitis, dan pada orang dewasa menyebabkan
osteomalasia, kondisi di mana tulang menjadi lemah dan lunak. Vitamin D dapat
diproduksi tubuh saat kulit menerima ultraviolet dari sinar matahari. Kekurangan
vitamin D dapat terjadi pada mereka yang memiliki diet rendah vitamin D atau jarang
terkena sinar matahari. Dosis besar vitamin dapat menyebabkan kelebihan kalsium,
terutama pada anak-anak, yang mengganggu pembentukan tulang. Namun, hal
tersebut sangat jarang terjadi. Tidak ada rekomendasi mengenai diet vitamin D untuk
orang dewasa yang hidup normal dan cukup terpapar sinar matahari.
3. Vitamin E
Vitamin E hadir dalam minyak wijen, kacang kedelai, beras, jagung dan biji
bunga matahari, kuning telur, kacang-kacangan dan sayuran. Vitamin ini adalah
antioksidan penting yang mencegah penuaan dini sel-sel, merangsang sistem
kekebalan tubuh, mengurangi risiko katarak, melindungi dari penyakit jantung,
mencegah penyakit kanker dan menjaga kesehatan kulit. Kekurangan vitamin E pada
manusia jarang terjadi, kecuali pada bayi prematur dan mereka yang memiliki
masalah pencernaan.
4. Vitamin K
Selada, kubis, kembang kol, bayam, kangkung, susu, dan sayuran berdaun
hijau tua adalah sumber terbaik vitamin ini. Vitamin K terlibat dalam pembekuan
darah dan kekurangannya dapat menyebabkan perdarahan berlebihan dan kesulitan
dalam penyembuhan. Kekurangan vitamin ini jarang terjadi, kecuali pada bayi baru
lahir dan mereka yang memiliki masalah penyerapan atau metabolisme vitamin,
seperti penderita penyakit hati kronis.

13
Obstruksi atau tidak adanya
Saluran empedu ekstrahepatik

Empedu tersumbat dan

kembali ke liver

peradangan, oedema Malabsorbs lemak, vitamin

degenerasi hepatic

Fibrosis Mal nutrisi

Cirrhosis hipertensi portal kekurangan vitamin larut lemak

Gagal hati Gagal tumbuh

Gambar patologi: sumber dari Aswhill and Droske (1997). Nursing Care of
Children: Principles and Practice. Philadelphia; W.B. Saunders Company

14
2.7 Pemeriksaan Diagnosis
Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan
untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Secara garis besar,
pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :
1) Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan mengetahui
fungsi hati (darah,urin, tinja)
2) Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai
parenkim hati
3) Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang diagnosis
atresia bilier.
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan rutin
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen
bilirubin untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu
dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar
bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuai dengan obstruksi total. Peningkatan kadar
SGOT/SGPT > 10 kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah
ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali dengan
peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.
Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan
kemungkinan atresia bilier. Kombinasi peningkatan gamma-GT, bilirubin serum
total atau bilirubin direk, dan alkalifosfatase mempunyai spesifisitas 92,9%
dalam menentukan atresia bilier.
a) Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang
mengalami ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini menunjukkan
adanya bendungan saluran empedu total.
b) Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja /
stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.
c) Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin time,
partial thromboplastin time.
b) Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang
cukup sensitif, tetapi penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih
baik dari pemeriksaan visualisasi tinja. Pawlawska menyatakan bahwa karena

15
kadar bilirubin dalam empedu hanya10%, sedangkan kadar asam empedu di
dalam empedu adalah 60%, maka tidak adanya asam empedu di dalam cairan
duodenum dapat menentukan adanya atresia bilier.
2) Pemeriksaan tambahan
a) Pemeriksaan ultrasonografi
Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat
ditingkatkan bilapemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa,
saat minum dan sesudah minum.Bila pada saat atau sesudah minum kandung
empedu berkontraksi, maka atresia bilier kemungkinan besar (90%) dapat
disingkirkan. Dilatasi abnormal duktus bilier, tidak ditemukannya kandung
empedu, dan meningkatnya ekogenitas hati, sangat mendukung diagnosis atresia
bilier. Namun demikian, adanya kandung empedu tidak menyingkirkan
kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I / distal.
b) Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium 99m
mempunyai akurasi diagnostik sebesar 98,4%. Sebelum pemeriksaan dilakukan,
kepada pasien diberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2
dosis selama 5 hari. Pada kolestasisintrahepatik pengambilan isotop oleh
hepatosit berlangsung lambat tetapi ekskresinya ke usus normal, sedangkan pada
atresia bilier proses pengambilan isotop normal tetapi ekskresinya keusus lambat
atau tidak terjadi sama sekali. Di lain pihak, pada kolestasis intrahepatik yang
beratjuga tidak akan ditemukan ekskresi isotop ke duodenum. Untuk
meningkatkan sensitivitas danspesifisitas pemeriksaan sintigrafi, dilakukan
penghitungan indeks hepatik (penyebaran isotop dihati dan jantung), pada menit
ke-10. Indeks hepatik > 5 dapat menyingkirkan kemungkinanatresia bilier,
sedangkan indeks hepatik < 4,3 merupakan petunjuk kuat adanya atresia
bilier.Teknik sintigrafi dapat digabung dengan pemeriksaan DAT, dengan akurasi
diagnosis sebesar 98,4%. Torrisi mengemukakan bahwa dalam mendetcksi atresia
bilier, yang terbaik adalahmenggabungkan basil pemeriksaan USG dan sintigrafi.
c) Liver Scan
Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary
Iminodeacetic Acid). Hida melakukan pemotretan pada jalur dari empedu dalam
tubuh, sehingga dapat menunjukan bilamana ada blokade pada aliran empedu.
d) Pemeriksaan kolangiografi

16
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography).
Merupakan upaya diagnostik dini yang berguna untuk membedakan antara atresia
bilier dengan kolestasis intrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih
meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan kolangiografi durante operasionam.
Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku emas
untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier.
3) Biopsi hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat
diandalkan. Ditangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi
diagnostiknya mencapai 95%,sehingga dapat membantu pengambilan keputusan
untuk melakukan laparatomi eksplorasi, danbahkan berperan untuk penentuan operasi
Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai di 6 tukan oleh diameter
duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter duktus100 200 u atau 150
400 u maka aliran empedu dapat terjadi. Desmet dan Ohya menganjurkan agar
dilakukan frozen section pada saat laparatomi eksplorasi, untuk menentukan apakah
portoenterostomi dapat dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang mengarah ke
atresia bilier mengharuskan intervensi bedah secara dini. Yang menjadi pertanyaan
adalah waktu yang paling optimal untuk melakukan biopsi hati. Harus disadari,
terjadinya proliferasi duktuler (gambaran histopatologik yang menyokong diagnosis
atresia bilier tetapi tidak patognomonik) memerlukan waktu. Oleh karena itu tidak
dianjurkan untuk melakukan biopsi pada usia < 6 minggu

2.8 Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa
1) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu
(asamlitokolat), dengan memberikan :
a) Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.
b) Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil transferase (untuk mengubah
bilirubin indirek menjadi bilirubin direk); enzimsitokrom P-450 (untuk
oksigenisasi toksin), enzim Na+ K+ ATPase (menginduksi
aliranempedu). Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai
jadwal pemberian susu. Kolestiraminmemotong siklus enterohepatik asam
empedu sekunder

17
2) Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam ursodeoksikolat, 310
mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam ursodeoksikolat mempunyai daya ikat
kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik.
2. Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang
seoptimal mungkin, yaitu :
1) Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT)
untuk mengatasi malabsorpsi lemak dan mempercepat metabolisme.
Disamping itu, metabolisme yang dipercepat akan secara efisien segera
dikonversi menjadi energy untuk secepatnya dipakai oleh organ dan otot,
ketimbang digunakan sebagai lemak dalam tubuh. Makanan yang mengandung
MCT antara lain seperti lemak mentega, minyak kelapa, dan lainnya.
2) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Seperti vitamin A,
D, E, K
3. Terapi bedah
a. Kasai Prosedur

Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan


empedu keusus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita.
Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus,
dilakukan pembedahan yang disebut prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini hanya
merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu dilakukan pencangkokan
hati.
b. Pencangkokan atau Transplantasi Hati

18
Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia
bilier dan kemampuan hidup setelah operasi meningkat secara dramatis dalam
beberapa tahun terakhir. Karena hati adalah organ satu-satunya yang bisa bergenerasi
secara alami tanpa perlu obat dan fungsinya akan kembali normal dalam waktu 2
bulan. Anak-anak dengan atresia bilier sekarang dapat hidup hingga dewasa, beberapa
bahkan telah mempunyai anak. Kemajuan dalam operasi transplantasi telah juga
meningkatkan kemungkianan untuk dilakukannya transplantasi pada anak-anak
dengan atresia bilier. Di masa lalu, hanya hati dari anak kecil yang dapat digunakan
untuk transplatasi karena ukuran hati harus cocok. Baru-baru ini, telah dikembangkan
untuk menggunakan bagian dari hati orang dewasa, yang disebut"reduced size" atau
"split liver" transplantasi, untuk transplantasi pada anak dengan atresia bilier.
Berdasarkan treatment yang diberikan :
a. Palliative treatment
Dilakukan home care untuk meningkatkan drainase empedu dengan mempertahankan
fungsi hati dan mencegah komplikasi kegagalan hati.
b. Supportive treatment
d) Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang berperan dalam
pembekuan darah dan apabila kekurangan vitamin K dapat menyebabkan
perdarahan berlebihan dan kesulitan dalam penyembuhan. Ini bisa ditemukan
pada selada, kubis, kol, bayam, kangkung, susu, dan sayuran berdaun hijau tua
adalah sumber terbaik vitamin ini.
e) Nutrisi support, terapi ini diberikan karena klien dengan atresia bilier
mengalami obstruksi aliran dari hati ke dalam usus sehingga menyebabkan
lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi. Oleh karena itu diberikan
makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) seperti minyak
kelapa.
f) Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi toksik yang
menyebar ke dalam darah dan kulit yang mengakibatkan gatal (pruiritis) pada
kulit.
g) Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga juga turut membantu
dalam memberikan stimulasi perkembangan dan pertumbuhan klien.

19
2.9 Komplikasi
1. Kolangitis:
komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan aliran
empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis. Hal ini terjadi
terutamadalam minggu-minggu pertama atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak
30-60% kasus.Infeksi ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan. Ada tanda-tanda
sepsis (demam, hipotermia,status hemodinamik terganggu), ikterus yang berulang,
feses acholic dan mungkin timbul sakitperut. Diagnosis dapat dipastikan dengan
kultur darah dan / atau biopsi hati.
2. Hipertensi portal:
Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak setelah
portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi adalah varises esofagus.
3. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal:
Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau
prehepatic hipertensi portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts pada
arterivenosus pulmo mungkin terjadi. Biasanya, hal inimenyebabkan hipoksia,
sianosis, dan dyspneu. Diagnosis dapat ditegakan dengan scintigraphyparu. Selain itu,
hipertensi pulmonal dapat terjadi pada anak-anak dengan sirosis yang menjadi
penyebab kelesuan dan bahkan kematian mendadak. Diagnosis dalam kasus ini dapat
ditegakan oleh echocardiography. Transplantasi liver dapat membalikan shunts, dan
dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap semula.
4. Keganasan:
Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat timbul
pada pasien dengan atresia bilier yang telah mengalami sirosis. Skrining untuk
keganasan harusdilakukan secara teratur dalam tindak lanjut pasien dengan operasi
Kasai yang berhasil.
Hasil setelah gagal operasi Kasai
Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk memulihkan
aliran empedu,dan pada keadaan ini harus dilakukan transplantasi hati. Hal ini
biasanya dilakukan di tahun kedua kehidupan, namun dapat dilakukan lebih awal
(dari 6 bulan hidup) untuk mengurangi kerusakan dari hati. Atresia bilier mewakili
lebih dari setengah dari indikasi untuk transplantasi hati di masa kanak-kanak. Hal ini
juga mungkin diperlukan dalam kasus-kasus dimana pada awalnya sukses setelah

20
operasi Kasai tetapi timbul ikterus yang rekuren (kegagalan sekunder operasi Kasai),
atau untuk berbagai komplikasi dari sirosis (hepatopulmonary sindrom).

2.10 Prognosis
Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi,
gambaran histologik porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli
bedahnya sendiri. Bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka
keberhasilannya 71,86%, sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8 minggu
maka angka keberhasilannya hanya 34,43%. Sedangkan bila operasi tidak dilakukan,
maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-rata pada usia
12 bulan. Anak termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi, faktor-
faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi > 60
hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik hati, tidak adanya duktus bilier
ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi portal. (Dewi,
Kristiana.2010.Atresia bilier)

2.11 Epidemiologi

Atresia billiaris lebih banyak terjadi pada perempuan. Kondisi ini jarang terjadi,
prevalensinya 1 : 15.000 kelahiran. Insidensi lebih banyak terjadi pada anak-anak asia
dan anak kulit hitam. Di US, sekitar 300 bayi yang lahir setiap tahunnya dengan kondisi
atresia billiaris. Bentuk janin-embrio yang ditandai dengan kolestasis awal, muncul
dalam 2 minggu pertama kehidupan, dan menyumbang 10-35% dari semua kasus.
Dalam bentuk ini, saluran-saluran empedu terputus saat lahir, dan 10-20% dari
neonatus yang terkena dampak telah dikaitkan cacat bawaan, termasuk Situs inversus ,
polysplenia , malrotasi, atresia usus, dan anomali jantung, antara lain.

Atresia bilier dtemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran. Rasio atresia bilier pada anak
perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1. Meski jarang tetapi jumlah penderita atresia
bilier yang ditangani rumah sakit Cipt Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002-2003,
mencapai 37-38 bayi atau 23 persen dari 162 bayi berpenyakit kuning akibat kelainan
fungsi hati. Sedangkan di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Suromo Surabaya antara
tahun 1999-2001 dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan
penyakit kuning gangguan fungsi hati di dapatkan atresia bilier 9 (9,4%)

21
Dari 904 kasus atresia bilier yang terdaftar di lebih 100 institusi, atresia bilier didapat
pada ras Kaukasia (62%), berkulit hitam (20%), hispantik (11%), Asia (4,2) dan Indian
Amerika (1,5%)

Kasus atresia bilier dilaporkan sebanyak 5/100.000 kelahiran hidup di belanda,


5/100.000 kelahiran hidup di perancis, 6/100.000 klahiran hidup di Inggris, 6,5/100.000
kelhiran hidup di Texas, 7/100.000 kelahiran hidup di australia, 7,4/100.000 kelahiran
hidup di USA, dan 10,6/100.000 kelahiran hidup di Jepang.

Faktor risiko pada atresia biliaris diantaranya:

a) Atresia bilier adalah penyebab paling umum penyakit hati kronis pada neonatus.
b) Atresia bilier terjadi sekali dalam setiap 10.000 sampai 20.000 kelahiran.
c) Populasi Asia adalah yang paling sering terpengaruh. Afrika Amerika yang terkena
sekitar dua kali lipat Kaukasia.

Atresia bilier menyebabkan kerusakan hati dan mempengaruhi proses penting banyak
yang memungkinkan tubuh untuk berfungsi secara normal. It is a life-threatening
disease and is fatal without treatment. Ini adalah penyakit yang mengancam jiwa dan
fatal tanpa pengobatan.

22
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
a. Identitas klien : Usia bayi, jenis kelamin
b. Keluhan utama : orang tua klien mengatakan demam, suhu 38,4 c
c. Riwayat penyakit dahulu : apakah ibu pernah terinfeksi virus seperti rubella
d. Riwayat penyakit sekarang : demam selama 4 hari, tinja warna pucat, distensi
abdomen, hepatomegali, lemah, pruritus, bayi tidak mau minum, letargi
e. Riwayat Tumbuh Kembang anak :
Imunisasi : Hepatitis B-1 diberikan waktu 12 jam setelah lahir, BCG diberikan
saat lahir, Polio oral diberikan bersamaan dengan DTP
a) Status Gizi : Kekurangan gizi akibat gangguan penyerapan makanan
terutama vitamin larut lemak (A,D,E,K)
b) Tahap perkembangan anak menurut teori psikososial :
Klien mencari kebutuhan dasarnya seperti kehangatan, makanan dan
minuman serta kenyamanan dari orang tua sendiri.
c) Tahap kepribadian anak menurut teori psikoseksual :
Klien menujukkan karakter awal kepribadiannya dengan mengenali siapa
yang mengasuhnya. Klien menyukai saat digendong dan diayun-ayun
Perilaku kegiatan motorik sederhana terkoordinasi, dengan menggerakkan
jari tangan, menggenggam ibu jari ibu yang berhubungan emosi dengan
orang tua, saudara (sibling), dan orang lain.
Riwayat Kesehatan Keluarga:
a) Komposisi keluarga : Keluarga berperan aktif terutama ibu klien An. M
dalam merawat klien.
b) Lingkungan rumah dan komunitas : Lingkungan sekitar rumah berada di
area perindustrian kimia.
c) Kultur dan kepercayaan : -
d) Perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan : -
e) Persepsi keluarga tentang penyakit anak : cobaan Tuhan
f. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (breath) : RR meningkat >40x/menit, Suhu (38,4 C), penggunaan
otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, napas pendek.

23
b. B2 (blood) : TD meningkat 100/150 mmhg, HR meningkat 103x/
menit (tachicardi).
c. B3(brain) : gelisah (rewel), gangguan mental, gangguan kesadaran
sampai koma
d. B4 (bladder) : Perubahan warna urin dan feses
-Urine : warna gelap, pekat
-Feses : warna pucat, steatorea, diare
e. B5 (bowel) : anoreksia, mual muntah, tidak toleran terhadap lemak
dan makanan pembentuk gas, regurgitasi berulang, penurunan berat
badan BB/TB (5,1 Kg/ 62 cm), dehidrasi, distensi abdomen,
hepatomegali.
f. B6 (bone) : letargi atau kelemahan, otot tegang atau kaku
bila kuadran kanan atas ditekan, ikterik,
kulit berkeringat dan gatal (pruritus), kecenderungan perdarahan
(kekurangan vitamin K), oedem perifer, jaundice, kerusakan kulit.
Keterangan tambahan :
Anak dengan Atresia Billiary ekstrahepatik, setelah usia 6 tahun terjadi
gangguan neuromuskuler seperti tidak ada reflek-
reflek tendo dalam, kelemahan memandang ke atas, ketidakmampuan berjalan akibat
parosis kedua tungkai bawah serta kehilangan rasa getar.
Apabila kolestasis kronis berat terjadi akibat Atresia Billiary ekstrahepatik,
maka akan tampak gambaran wajah yang disebut Watson Syndrome-Alagine
( Displasia Anterio B Hepatis) yaitu perkembangan tulang dahi yang menonjol,
hipertelorisme,
kemiringanokuler, anti mongoloid, tulang hidung yang datar serta dagu yang runcing.
Penderita juga mengalami sterosis arteri pulmonar serta cacat-cacat pada
lengkungan bagian depan vertebra.

g. Pemeriksaan Penunjang
a)Laboratorium
1. Bilirubin direk dalam serum meninggi. Normalnya (0,3 1,9 mg/dl)
2. Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati akibat
bendungan empedu yang luas. Normalnya (1,7 7,1 mg/dl)
3. Tidak ada urobilinogen dalam urin.

24
4. Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase alkalifosfatase (5-
20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid (kolesterol fosfolipid
trigliserol).
b) Pemeriksaan Diagnostik
1.USG yaitu untuk mengetahui kelainan kongenital penyebab kolestasis ekstra
hepatik (dapat berupa dilatasi kristik saluran empedu).
2. Memasukkan pipa lambung sampa duodenum lalu cairan duodenum diaspirasi.
Jika tidak ditemukan cairan empedu, dapat berarti atresia empedu terjadi.
3. Sintigrafi Radio Kolop Hepatobilier untuk mengetahui kemampuan hati
memproduksi empedu dan mengekskresikan ke saluran empedu sampai
tercurah ke duodenum. Jika tidak ditemukan empedu di duodenum, maka
dapat berarti terjadi katresia intrahepatik.
4. Biopsi hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler.
Kandung empedu mengecil karena kolaps. 75 % penderita tidak ditemukan
lumen yang jelas.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Hypertermi berhubungan dengan inflamasi akibat kerusakan progresif pada
duktusbilier ekstrahepatik
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan distensi abdomen
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan gangguan penyerapan lemak, ditandai dengan berat badan turun
dan konjungtiva anemis.
4. Gangguan eliminasi BAB (diare) berhubungan dengan mal absorbsi
usus,ditandai dengan feses cair, frekuensi BAB
meningkat (lebih dari 3 xsehari), bunyi bising usus meningkat.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam
empedu dalam jaringan, ditandai dengan adanya pruritis.
6. Kekurangan volume cairan b.d dengan mual dan muntah
7. Ansietas berhubungan dengan minimnya informasi tentang penyakit akibat
kurang pengetahuan
8. Gangguan pertumbuhan berhubungan dengan tidak adekuatnya suplai zatnutrisi
ke jaringan seperti gangguan penyerapan lemak dan vitamin larut lemak (A, D,
E, dan K).

25
3.3 Intervensi Keperawatan
1. Hypertermi b.d inflamasi akibat kerusakan progresif pada duktusbilier ekstrahepatik
Tujuan : suhu akan kembali normal dalam waktu 1x 24 jam
Kriteria hasil :- suhu normal 36,50 37,5 0C
- Nadi dan pernapasan dalam rentan normal (N= < 160 x / menit
, RR= 30-40 x/menit)

Intervensi Rasional

Mandiri:
1. Berikan kompres air hangat kuku 1. Dapat membantu mengurangi demam.
pada aksila, kening, leher dan lipatan 2. Mengetahui kemungkinan adanya
paha. kenaikan suhu secara mendadak
2. Pantau suhu minimal setiap 2 jam 3. Membantu mengurangi panas di tubuh
sekali, sesuai kebutuhan 4. Memberikan rasa nyaman dengan
3. Berikan pasien pakaian tipis mengurangi keadaan panas akibat
4. Manipulasi lingkungan seperti suhu pengaruh lingkungan
penggunaan AC/ kipas angin 5. Digunakan untuk mengurangi demam
dengan aksi sentralnya pada
Kolaborasi: hipotalamus.
5. Berikan obat anti piretik sesuai
kebutuhan

2. Pola nafas tidak efektif b.d peningkatan distensi abdomen


Tujuan : Menunjukkan pola nafas yang efektif
Kriteria Hasil :
a) RR= 30-40 napas/ menit
b) Kedalaman inspirasi dan kedalaman bernafas
c) Tidak ada penggunaan otot bantu nafas

26
Intervensi Rasional

Mandiri:
1. Kaji distensi abdomen 1. dengan mengukur lilitan atau
2. Kaji RR, kedalaman, dan kerja lingkar abdomen
pernafasan. 2. Untuk mengetahui adanya
3. Waspadakan klien agar leher tidak gangguan pernafasan pada pasien
tertekuk/posisikan semi ekstensi 3. Menghindari penekanan pada
atau eksensi pada saat beristirahat jalan nafas untuk meminimalkan
Kolaborasi: penyempitan jalan nafas
4. Persiapkan operasi bila diperlukan. 4. Operasi diperlukan untuk
memperbaiki kondisi pasien

3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia dan gangguan penyerapan lemak, ditandai dengan berat badan turun dan
konjungtiva anemis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan pola nutrisi adekuat.
Kriteria hasil :

i. BB pasien stabil 2 (n+9)kg= (2+9)kg= 5,5 kg

ii. Konjungtiva tidak anemis

Intervensi Rasional

Mandiri:

1. Kaji distensi abdomen 1. Distensi abdomen merupakan tanda


non verbal gangguan pencernaan.
2. Pantau masukan nutrisi dan 2. Mengidentifikasi kekurangan /
frekuensi muntah kebutuhan nutrisi dengan
mengetahui intake dan output
3. Timbang BB setiap hari. klien.
4. Berikan makanan /minuman 3. Mengawasi keefektifan rencana
sedikit tapi sering. diet
5. Berikan kebersihan oral sebelum 4. Untuk menurunkan rangsang

27
makan mual/muntah.
Kolaborasi: 5. Mulut yang bersih meningkatkan
6. Konsul dengan ahli diet sesuai nafsu makan.
indikasi.
6. Berguna dalam
7. Berikan diet rendah lemak, tinggi memenuhikebutuhan nutrisi
serat dan batasi makanan penghasil individudengan diet yang paling
gas. tepat.
8. Berikan makanan yang 7. Memenuhi kebutuhan nutrisidan
mengandung medium chain meminimalkan rangsang pada
triglycerides (MCT) sesuai kantung empedu.
indikasi. 8. Meningkatkan pencernaan dan
absorbsi lemak serta vitamin yang
9. Monitor laboratorium; albumin, larut dalam lemak.
protein sesuai program. 9. Memberi informasi tentang
10. Berikan vitamin-vitaminyang larut keefektifan terapi.
dalaam lemak (A, D, E dan K) 10. Vitamin-vitamin tersebut
terganggu penyerapannya.

4. Gangguan eliminasi BAB (diare) berhubungan dengan malabsorbsi usus,


ditandai dengan feses cair, frekuensi BAB meningkat (lebih dari 3 xsehari), bunyi
bising usus meningkat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan fungsi usus mendekati normal
Kriteria hasil:
i. Feses lembek
ii. Frekuensi BAB 1-2 x sehari
iii. Penurunan frekuensi bising usus

Intervensi Rasional

Mandiri:
1. Catat frekuensi, karakteristik dan 1. Mengidentifikasi derajat gangguan
jumlah feses. dan kemungkinan bantuan yang

28
2. Auskultasi bunyi bising usus. diperlukan.
2. Bunyi usus secara umum meningkat
3. Awasi masukan dan haluaran pada diare.
dengan perhatian khusus pada 3. Dapat mengidentifikasi dehidrasi,
makanan/cairan. kehilangan berlebihan atau alat dalam
4. Batasi masukan lemak sesuai mengidentifikasi defisiensi diet.
indikasi. 4. Diet rendah lemak menurunkan resiko
feses cair.
5. Dorong masukan cairan 2500-3000 5. Membantu mempertahankan status
ml/hari. hidrasi pada diare.
Kolaborasi:
6. Berikan obat diare sesuai indikasi. 6. Obat diare menurunkan mobilitas
7. Konsultasi dengan ahli gizi untuk usus.
memberikan diet seimbang dengan 7. Serat menahan enzim pencernaan
tinggi serat. danmengabsorbsi air dan alirannya
sepanjang traktus intestinal.

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu


dalam jaringan, ditandai dengan adanya pruritis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan integritas kulit baik
Kriteria hasil:
i. tidak ada pruritus/lecet
ii. jaringan/ kulit utuh bebas eskortasi

Intervensi Rasional

Mandiri:
1. Gunakan air mandi biasa atau 1. Mencegah kulit kering berlebihan,
pemberian lotion/ cream, hindari memberikan penghilang rasa gatal,
sabun alkali. Berikan minyak Sekaligus menghindari infeksi.
kalamin sesuai indikasi. 2. Bermanfaat dalam meningkatkan
2. Berikan massage pada waktu tidur. tidur dan menurunkan integritas
kulit.
3. Pertahankan sprei kering dan bebas 3. Kelembaban meningkatkan pruritus

29
lipatan dan meningkatkanresiko kerusakan
kulit.
4. Gunting kuku jari, berikan sarung 4. Mencegah pasien dari cidera
tangan bila diindikasikan. tambahan pada kulit, khususnya bila
Kolaborasi: tidur.
5. Berikan obat sesuai indikasi 5. Antihistamin dapat mengurangi
(antihistamin). gatal.
6. Berikan obat resin kholestiramin 6. Berfungsi untuk mengurangi pruritus
(questian). dan hiperbilirubinemia.
7. Pantau pemeriksaan laboratorium 7. Bilirubin direk dikonjugasi oleh
sesuai indikasi. (bilirubin direk dan enzim hepar glukoronitin direk yang
indirek) dikonjugasi dan tampak dalam
bentuk bebas dalam darah atau
terikat pada albumin.

6. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah


Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan intake dan ouput
cairan menjadi seimbang.
Kriteria hasil :
a) Tanda-tanda vital stabil.
b) Turgor kulit membaik.
c) Pengisian kapiler nadi perifer kuat.
d) Haluaran urine individu sesuai.

Intervensi Rasional

1. Berikan cairan IV ( biasanya 1. memberikan terapi cairan dan


glukosa ) elektrolit. penggantian elektrolit
2. Awasi nilai laboraturium, contoh 2. menunjukkan hidrasi dan
Hb/Ht, nat, albumin. mengidentifikasikan retensi natrium/
kadar protei yang dapat menimbulkan
pembentukan edema.
3. Kaji tanda-tanda vital, nadi perifer, 3. indikator volume sirkulasi/ perfusi.
pengisian kapiler, turgor kulit.

30
4. Awasi intake dan output, 4. memberikan informasi tentang
bandingkan dengan BB . misal kebutuhan penggantian cairan / efek
muntah. terapi.

7. Ansietas berhubungan dengan minimnya informasi tentang penyakit akibat kurangnya


pengetahuan
Tujuan : meningkatkan pemahaman orang tua tentang perawatan pada anak yang sakit
Kriteria hasil :
i. Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan.
ii. Berpartisipasi dalam pengobatan.

Intervensi Rasional

1. Jelaskan tentang pengobatan yang 1. mengidentifikasi area kekurangan


diberikan, dosis, reaksi obat dan dan pengetahuan/ salah informasi
tujuannya dan memberikan kesempatan
untuk memberikan informasi
tambahan sesuai keperluan.
2. Jelaskan pentingnya stimulasi pada 2. Stimulasi dapat meningkatkan
anak, pendengaran, visual, kekebalan tubuh klien
sentuhan
3. Jelaskan pentingnya monitor 3. membantu perawat dalam
adanya muntah, mual, dan diare. melakukan pengkajian
selanjutnya terhadap output klien.

8. Gangguan pertumbuhan berhubungan dengan tidak adekuatnya suplai zat nutrisi ke


jaringan seperti gangguan penyerapan lemak dan vitamin larut lemak (A, D, E, dan
K).
Tujuan : mempertahankan pertumbuhan-perkembangan secara normal
Kriteria Hasil : anak akan memperlihatkan pertumbuhan-perkembangan secara
normal

31
Intervensi Rasional

1. Monitor TB, BB, dan BMR 1. Mencegah adanya tanda-tanda


tubuh setiap hari, lalu BMR, BB, TB yang tidak
didokumentasikan dalam normal.
bentuk grafik
(antropometri).
2. Tentukan kebutuhan kalori 2. Mencegah adanya tanda-tanda
tubuh. kekurangan kebutuhan kalori
pada bayi.
3. Berikan makanan yang 3. Mencegah bayi malnutrisi dan
banyak mengandung kekurangan vitramin
vitamin A, D, E, K. 4. Mengurangi rasa mual/
4. Kolaborasi pada tim medis muntah dan menambah nafsu
untuk diberikan antibiotik makan.
penambah nafsu makan.

3.4 Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan yang di lakukan sesuai dengan intervensi yang telah
di buat.

3.5 Evaluasi
1. Hypertermi b.d inflamasi akibat kerusakan progresif pada duktusbilier ekstrahepatik.
Klien di harapkan suhu normal 36,50 37,5 0C, nadi dan pernapasan dalam rentan
normal (N= < 160 x / menit , RR= 30-40 x/menit)
2. Pola nafas tidak efektif b.d peningkatan distensi abdomen
Klien diharapkan RR= 30-40 napas/ menit Kedalaman inspirasi, dan kedalaman
bernafas, tidak ada penggunaan otot bantu nafas
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan gangguan penyerapan lemak, ditandai dengan berat badan turun dan
konjungtiva anemis.
Klien diharapkan pola nutrisi adekuat.

32
4. Gangguan eliminasi BAB (diare) berhubungan dengan malabsorbsi usus,
ditandai dengan feses cair, frekuensi BAB meningkat
(lebih dari 3 xsehari), bunyi bising usus meningkat.
Selama proses keperawatan diharapkan fungsi usus mendekati normal
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu
dalam jaringan, ditandai dengan adanya pruritis.
Selama proses keperawatan diharapkan integritas kulit baik
6. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
Klien diharapkan intake dan ouput cairan menjadi seimbang.
7. Ansietas berhubungan dengan minimnya informasi tentang penyakit akibat kurangnya
pengetahuan
Diharapkan orang tua paham tentang perawatan pada anak yang sakit
8. Gangguan pertumbuhan berhubungan dengan tidak adekuatnya suplai zat nutrisi ke
jaringan seperti gangguan penyerapan lemak dan vitamin larut lemak (A, D, E, dan
K).
Klien di harapkan mempertahankan pertumbuhan-perkembangan secara normal

33
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-
saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu
(gallbladder). Ini merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran.
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli
menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan
kromosom trisomi17, 18 dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia
bilier. Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat
proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi.
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala
penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala
seperti Ikterus, Jaundice Urin gelap Tinja berwarna pucat, Penurunan berat badan dan ini
berkembang ketika tingkat ikterus meningkat.

4.2 Saran
Perlu deteksi dini kasus atresia bilier dan pemberian penatalaksanaan yang tepat
demi tercapainya pertumbuhan fisik dan perkembangan mental yang optimal bagi
penderita atresia bilier.

34
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Richard E. (1992). Ilmu Kesehatan Anak Ed. 2. Jakarta: EGC.David.


(1994). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Kumar, Robbins Cotran. (1999). Buku Saku Robbins Dasar Patologi Penyakit Ed. 5.
Jakarta: EGC.

Markum, A. H. (1999). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Gaya Baru.

Sjamsuhidajat dan Win De Jong. (1998). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Ed. 1.
Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI

Oldham, Keith T.et all (eds); Biliary Atresia at Principles and Practice of Pediatric
Surgery, 4th Edition.
Carpenito, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.
Steven M. Biliary Atresia. Emedicine. 2009. Available From: url: http:// emedicine.
medscape.com/ article/927029-overview
Sjamsul Arief. Deteksi Dini Kolestasis Neonatal. Divisi Hepatologi Ilmu Kesehatan
Anak FK UNAIR.Surabaya. 2006. Available from : url
:http://www.pediatrik.com/pkb/20060220-ena504-pkb.pdf

35

Anda mungkin juga menyukai