Anda di halaman 1dari 21

BAB II

STATISTIKA UNTUK PENGUKURAN

A. Skala Pengukuran
Skala pengukuran merupakan seperangkat aturan yang diperlukan dalam pengukuran
yang dibagi empat macam yaitu:
1. Skala Nominal
Skala nominal adalah pengelompokkan atau pengkategorisasian kejadian atau
fenomena ke dalam kelas-kelas atau kategori sehingga yang masuk dalam satu kelas atau
kategori adalah sama dalam hal atribut atau sifatnya. Kelas atau kategori tersebut hanya
merupakan nama untuk membedakan suatu kejadian atau pristiwa dengan kejadian atau
pristiwa lainnya. Perbedaan kelas atau kategori sama sekali tidak menunjukkan adanya
tingkatan dimana yang lebih rendah dari yang lain atau sebaliknya.
Skala nominal merupakan skala yang paling mudah dilakukan karena hanya
memberikan atau menempatkan obyek pengukuran dengan cara memberikan nomor urut,
atau label lain. Walaupun ada pemberian nomor tetapi dalam skala nominal tidak ada
penjumlahan melainkan hanya sebagai kategori tertentu. Oleh karena itu, dalam skala
nominal tidak dapat dioperasikan dengan operasi hitungan.
Sebagai contoh skala nominal adalah pemberian label 1 dan 2 untuk variable jenis
kelamin dimana laki-laki diberi label 1 dan perempuan diberi label 2. Disini kita tidak
dapat mengatakan 1 lebih baik dari 2 atau 2 lebih besar dari 1.
Pengukuran dengan skala nominal sebenarnya bukan kegiatan pengukuran,
melainkan lebih pada pengkategorisasian, pemberian nama, dan menghitung fakta-fakta
darim obyek yang sedang diukur. Skala nominal akan menghasilkan data yang disebut data
nominal atau data diskrit. Kesimpulannya skala nominal hanya membedakan satu jenis
data lainnya, tidak menunjukkan tingkatan besar kecil atau tinggi rendah, dan sebagainya.
2. Skala Ordinal
Pengukuran dengan skala ordinal berasumsi bahwa nilai suatu variable dapat
diurut berdasarkan tingkatan atribut atau sifat yang dimiliki oleh variable yang ada pada
unit observasi. Pengukuran dengan skala ordinal dapat dilakukan bila perbedaan tingkat
atau jumlah atribut dapat dideteksi. Skala ordinal merupakan hasil pengelompokan data
dalam bentuk urutan ranking. Angka yang diberikan terhadap variable yang diselidiki
adalah symbol dari kelompok-kelompok yang terpisah dan berurutan. Salah satu contoh
dari pengukuran ordinal adalah ranking individu dalam kelas berdasarkan hasil tes mereka.
Skor siswa dapat diurut mulai dari yang pertama, kedua, ketiga, keempat dan seterusnya
sampai pada skala atau tingkatan yang paling rendah. Skala ini mempunyai arti yang lebih
baik daripada pengukuran nominal, tetapi tetap memiliki keterbatasan.
Unit pengukuran ordinal nampaknya tidak sama. Contohnya jumlah titik yang
memisahkan data yang pertama dengan data yang kedua tidak sama dengan jumlah titik
yang memisahkan antara data yang kelima dengan data yang keenam. Dengan kata lain
jarak antara data yang satu dengan data yang lain tidak sama.
Data yang diperoleh dengan pengukuran skala ordinal disebut data ordinal, yaitu
data berjenjang dimana jarak antara satu jenis data dengan jenisdata yang lain berdasarkan
besar kecilnya, tinggi rendahnya, baik buruknya, dan lain sebagainya.
Contoh: 1) bak air = 1, kolam = 2, laut = 3;
3) tinggi lemari = 1, tinggi rumah = 2, dan tinggi gunung = 3
3. Skala Interval
Skala interval menunjukkan tingkatan karakter individu dalam satu variable. Skala
interval ini mendeskripsikan perbedaan jarak antara antara titik-titik angka tertentu dengan
nilai interval yang sama untuk setiap angka karena menggunakan unit pengukuran yang
konsisten. Pengukuran interval meliputi penetapan angka yang sama sekali memwakili
perbedaan yang sama pula dalam tingkatan atribut yang diukur.
Dengan demikian maka skala interval adalah skala yang mepunyai jarak yang
sama dengan data yang lain. Data pengukuran yang diperoleh melalui skala interval adalah
data interval yaitu data yang diidentikan dengan bilangan real. Oleh karena itu maka angka
dalam data interval dapat dioperasikan dengan operasi hitungan, namun demikian dalam
data interval tidak memiliki angka nol mutlak.
Selain membedakan, hasil pengukuran skala interval juga menunjukkan tinggi-
rendah, besar-kecil, dan sejenisnya. Berikut merupakan contoh data interval yaitu seorang
anak yang mendapatkan nilai nol dalam tes berhitung belum tentu anak tersebut tidak dapat
berhitung sama sekali. Contoh lain seorang yang mendapat nilai 3 bekerja sama dengan
anak lainnya yang mendapat nilai 4 belum tentu mempunyai kemampuan yang sama
dengan anak ketiga yang mendapat nilai 7.
4. Skala Rasio
Skala rasio merupakan jenis pengukuran yang paling halus karena memiliki cirri-
ciri yang dimiliki oleh skala-skala lain, selain cirri-ciri khusus dari skala rasio.
Sebagaimana skala ordinal, skala rasio juga menunjukkan adanya tingkatan atribut
variable, yakni dengan membandingkan nilainya. Skala rasio memiliki interval yang sama
antara satu angka dengan angka lainnya. Skala rasio digunakan untuk mengukur variable
tertentu. Data rasio adalah data dimana antara interval yang satu dengan interval yang lain
mempunyai jarak yang sama dan mempunyai nilai nol yang absolute.
Contoh data skala rasio misalnya pengukuran terhadap besarnya gaji pegawai atau
karyawan, pengukuran panjang benda, pengukuran berat benda, pengukuran inteligensi,
dan lain-lain. Gaji nol rupiah bagi pegawai atau karyawan berarti mereka tidak menerima
uang sedikitpun, panjang nol meter berarti tidak panjang, demikian pula berat nol kg,
berarti tidak memiliki berat. Dari empat macam skala yang dibicarakan ternyata skala
interval banyak digunakan untuk mengukur fenomena atau gejala sosial, sedangkan
pengukuran fenomena psikologi lebih banyak menggunakan skala rasio, dan skala ordinal.
Dilihat dari bentuk instrument dan pernyataan yang dikembangkan dalam
instrument maka kita mengenal berbagai bentuk skala yang dapat dipergunakan dalam
pengukuran bidang pendidikan yaitu: skala likert, skala guttman, semantic differensial,
rating scale, dan skala thurstone.
1. skala likert
Skala likert ialah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu gejala atau
fenomena pendidikan. Ada dua bentuk pernyataan positif untuk mengukur sikap positif,
dan pernyataan negative untuk mengukur sikap negative.
Pernyataan positif diberi skor 5, 4, 3, 2, dan 1; sedangkan bentuk pernyataan
negative diberi skor 1, 2, 3, 4, dan 5 atau -2, -1, 0, 1, 2. Bentuk jawaban skala likert
ialah sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak stuju, dan sangat tidak setuju.
2. Skala Guttman
Skala Guttman yaitu skala yang menginginkan tipe jawaban tegas, seperti
jawaban benar-salah, ya-tidak, pernah-tidak pernah, positif-negatif, tinggi-rendah, baik-
buruk, dan seterusnya. Pada skala Guttman hanya ada dua interval yaitu setuju dan tidak
setuju.
Pengukuran mmenggunakan skala Guttman bila orang yang melakukan
pengukuran menginginkan jawaban tegas atas pertanyaan yang diajukan. Selain dapat
dibuat dalam bentuk pertanyaan pilihan ganda, skala Guttman dapat juga dibuat dalam
bentuk daftar checklist. Untuk jawaban positif seperti setuju, benar, ya, perna, dan
semacamnya diberi skor 1; sedangkan untuk jawaban negative seperti tidak setuju, slah,
tidak, tidak pernah, dan semacamnya diberi skor 0.
3. Semantik Differensial
Skala differensial yaitu skala untuk mengukur sikap, tetapi bentuknya bukan
pilihan ganda atau checklist tetapi tersusun dalam satu garis kontinum dimana jawaban
yang sangat positif terletak di bagian kanan garis, dan jawaban yang sangat negative
terletak di bagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh melalui pengukuran
dengan skala semantic differensial adalah data interval. Biasanya skala ini digunakan
untuk mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang dimiliki seseorang. Sebagai
contoh penggunaan skala semantic differensial ialah menilai kepemimpinan kepala
sekolah.

Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah

Demokrasi 7 6 5 4 3 2 1 Otoriter
Bertanggung 7 6 5 4 3 2 1 tidak bertanggung
Jawab jawab
Memberi 7 6 5 4 3 2 1 mendominasi
Kepercayaan
Menghargai 7 6 5 4 3 2 1 tidak menghargai
Bawahan bawahan
Keputusan 7 6 5 4 3 2 1 keputusan diambil
Diambil sendiri
Bersama
Responden yang memberikan penilaian angka 7, berarti persepsinya terhadap
gaya kepemimpinan kepala sekolah adalah sangat positif, sedangkan responden yang
memberikan penilaian angka 1 berarti persepsinya terhadap gaya kepemimpinan kepala
sekolah adalah sangat negative.
4. Rating Scale
Data skala diperoleh melalui tiga macam skala yang dikemukakan di atas
adalah data kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan. Berbeda dengan rating scale, data
yang diperoleh adalah data kuantitatif (angka) yang kemudian ditafsirkan dalam
pengertian kualitatif. Seperti halnya skala lainnya, dalam rating scale responden akan
memilih salah satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan.
Rating scale lebih flelksibel, tidak saja untuk mengukur sikap tetapi dapat juga
digunakan untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lingkungan, seperti
skala untuk mengukur status social ekonomi, pengetahuan, kemampuan, dan lain-lain.
Yang paling penting dalam rating scale adalah kemampuan menterjemahkan alternative
jawaban yang dipilih responden. Misalnya responden memilih jawaban angka 3, tetapi
angka 3 oleh orang tertentu belum tentu sama dengan angka 3 bagi orang lain yang juga
memilih jawaban angka 3.
5. Skala Thurstone
Skala Thurstone ialah skala yang disusun dengan memilih butir yang berbenutk
skala interval. Setiap butir memiliki kunci skor dan jika diurut, kunci skor menghasilkan
nilai yang berjarak sama. Skala Thurstone dibuat dalam bentuk sejumlah (40 50)
pernyataan yang relevan dengan variable yang hendak diukur kemudian sejumlah ahli
(20 40) orang menilai relevansi pernyataan itu dengan konten atau konstruk variable
yang hendak diukur.
Contoh skala penilaian model Thurstone adalah sebagai berikut:
Skala 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Skala 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Nilai 1 pada skala di atas menyatakan sangat tidak relevan, sedangkan nilai 11
menyatakan sangat relevan.
B. Deskripsi Dara Hasil Pengukuran
Penyajian data hasil pengukuran dapat dideskripsikan dalam bentuk tedensi sentral,
tedensi penyebaran, tabel atau daftar, daftar distribusi frekuensi, diagram, dan gambar.
1. Tedensi Sentral
Menurut Borg dan Gall (1979) yang dimaksud dengan ukuran tedensi adalah nilai
angka tunggal yang digunakan untuk mendeskripsikan rata-rata atau untuk mewakili skor
dari seluruh sampel.ukuran ini menunjukkan posisi sebahagian besar skor dalam suatu
distribusi, walaupun tidak banyak memberikan informasi lain tentang distribusi.
Ukuran tedensi sentral mempermudah seseorang untuk memahami diskripsi skor
yang diperoleh dari pengukuran, yang sulit bila dilakukan penyajian skor untuk masing-
masing individu dalam kelompok sampel tertentu.
Ada tiga macam ukuran tedensi sentral yang banyak dipergunakan dalam bidang
pengukuran pendidikan yaitu mean (rata-rata hitung), median (nilai tengah), dan modus
(nilai yang frekuensinya lebih besar).
1) Mean (rata-rata hitung)
Mean atau rata-rata hitung adalah rata-rata aritmatis dari semua skor yang
diperoleh oleh individu dalam sampel. Pada umunya mean ditulis dengan menggunakan
symbol X,
Y, atau M. Mean diperoleh dengan cara menjumlahkan s emua skor
kemudian dibagi dengan banyaknya data (observasi) yang disimbolkan dengan n.
Sebagai contoh kita akan mencari mean dari skor hasil pengukuran mata
kuliah ragam tes baku yang diikuti oleh 19 peserta dengan skor: 85, 67, 78, 89, 95, 79,
83, 81, 80, 94, 92, 91, 90, 78, 76, 82, 89, 88, dan 80. = 84,05. (85 + 67 + 78 + 89 + 95 +
79 + 83 + 81 + 80 + 94 +92 + 91 + 90 + 78 + 76 + 82 + 89 + 88 + 80): 19 = 84,05). Jadi
mean dari sekumpulan contoh yang dikemukakan di atas adalah contoh mencari mean
untuk hasil pengukuran dalam bentuk data tunggal. Untuk menghitung mean data
kelompok digunakan rumus sebagai berikut:


=

Keterangan:
X = mean
X = jumlah data
f = frekuensi Xi
f = N = banyaknya data

Contoh: menghitung mean data dari distribusi skor hasil penilaian kualitas tes
buatan guru yang disajikan dalam bentuk tabel berikut.
Tabel 2.1 Distribusi Skor Hasil Penilaian Kualitas Tes Buatan Guru
Frekuensi Nilai Tengah
No Nilai fiXi
(f) ( Xi)
1 50 52 2 51 102
2 53 55 2 54 108
3 56 58 3 57 171
4 59 61 6 60 360
5 62 64 2 63 126
6 f = 15 f X = 867

Berdasarkan tabel di atas maka mean dapat dihitung dengan menggunakan


formulasi X = f X/ f. diketahui : N = 15; f X = 867 maka X = 867 : 15 = 57,8. Jadi
mean dari kelompok data di atas adalah 57,80 atau 58.
Mean merupakan ukuran tedensi sentral yang terbaik dan paling banyak
digunakan karena dalam perhitungannya melibatkan semua skor. Selain itu mean lebih
stabil disbanding nilai ukuran sentral lainnya sehingga bila seorang peneliti menyelidiki
beberapa sampel yang diambil dari populasi yang sama, nilai mean lebih dekat dengan
nilai mentah bila disbanding dengan ukuran tendensi sentral lainnya.
Perhitungan mean merupkan langkah awal penggunaan teknik statistic dalam
proses analisis hasil pengukuran sebelumn pemakaian proses analisis lain seperti standar
deviasi, korelasi, regresi, analisis varian, dan path analisis. Mean selalu disajikan dalam
laporan penelitian dan sangat penting untuk membuat penafsiran hasil yang
membandingkan kelompok. Dengan melihat nilai mean misalnya kita dapat
membandingkan secara kasar sikap subyek terhadap konsep atau variable tertentu.
2) Median
Median merupakan titik tengah dari suatu distribusi skor. Median membagi
distribusi skor yang disusun secara rinci menjadi dua bagian dengan jumlah skor yang
sama, sehingga setengah bagian (50%) berada dibawah median, dan setengah bagian
(50%) lainnya berada di atas median.
Median tidak dipengaruhi oleh nilai nyata dari skor sehingga ini merupakan
kelebihan bila dalam distribusi skor terdapat skor yang menyimpang jaub dari rata-rata.
Sebagai contoh, kita akan mencari median dari skor hasil pengukuran mata kuliah
ragam tes baku yang diikuti oleh 19 peserta dengan skor: 85, 67, 78, 89, 95, 79, 83, 81,
80, 94, 92, 91, 90, 78, 76, 82, 89, 88, dan 80. Median skor ini adalah 83.
Jika banyaknya data genap, maka median terletak di antara dua data yang
berada di tengah, atau median merupakan rata-rata hitung dua data di tengah dan untuk
menghitungnya digunakan rumus (N + 1) : 2
Sebagai contoh kita akan mencari median dari skor hasil pengukuran mata
kuliah ragam tes baku yang diikuti oleh 20 peserta dengan skor: 85, 67, 78, 89, 95, 79,
83, 81, 80, 94, 92, 91, 90, 78, 76, 82, 89, 88, 80, dan 96. Jika data ini diurutkan dari
yang terkecil sampai yang terbesar maka dua data yang berada di tengah adalah 83 dan
85 sehingga mediannya adalah (83 + 85) : 2 = 84. Jadi median dari skor ini adalah 84.
Contoh yang dikemukakan di atas adalah contoh mencari median untuk hasil
pengukuran dalam bentuk data tunggal. Untuk menghitung median data kelompok
digunakan rumus sebagai berikut:

1
( )
= + 2

Keterangan:
b = batas bawah kelas median, ialah kelas dimana median akan terletak
p = panjang kelas median
n = ukuran sampel atau banyaknya data
F = jumlah semua frekuensi dengan tanda kelas lebih kecil dari tanda kelas median
f = frekuensi kels median

contoh: menghitung median distirbusi skor hasil penilaian kualitas tes buatan
guru yang disajikan dalam tabel berikut
Tabel 2.2 Distribusi Skor Hasil Penilaian Kualitas Tes Buatan Guru

Frekuensi Nilai Tengah


No. Nilai f iXi
(f) ( X i)
1 50 52 2 51 102
2 53 55 2 54 108
3 56 58 3 57 171
4 59 61 6 60 360
5 62 64 2 63 126
f = 15 f X = 867

Berdasarkan tabel di atas maka median dapat dihitung dengan menggunakan


formulasi = b + p (1/2 n F) : f diketahui : b = 58,5; p = 3; n = 15; f = 6; F = 7; maka
median dari kelompok data di atas adalah 58,75, atau dibulatkkan 59.
3) modus
Ukuran tedensi sentral yang ketiga ialah modus. Modus berarti titik tengah
interval yang mempunyai frekuensi lebih tinggi atau paling banyak dalam distribusi
skor. Dalam distirbusi data tunggal menghitung modus sangat mudah karena hanya
dengan melihat nilai yang paling banyak muncul sudah dapat diketahui modusnya.
Sebagai contoh kita akan mencari modus dari skor hasil pengukuran mata
kuliah ragam tes baku yang diikuti oleh 20 peserta dengan skor: 85, 67, 78, 89, 95, 79,
83, 81, 80, 94, 92, 91, 90, 78, 76, 82, 89, 88, 80, dan 96. Jika diperhatikan maka dengan
mudah kita melihat bahwa modusnya ialah 80 karena skor 80 memiliki frekuensi yang
lebih banyak disbanding dengan skor lainnya.
Contoh yang dikemukakan di atas adalah contoh mencari modus untuk hasil
pengukuran dalam bentuk data tunggal. Untuk menghitung modus data kelompok
digunakan rumus sebagai berikut:

1
= + ( )
1 + 2
Keterangan:
MO = modus
b = batas bawah kelas modus, ialah kelas interval dengan frekuensi terbanyak
p = panjang kelas
b1 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas interval dengan tanda kelas yang
lebih kecil sebelum kelas modus
b2 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas interval dengan tanda kelas yang
lebih besar sesudah tanda kelas modus

contoh menghitung modus dari distribusi skor hasil penilaian kualitas tes
buatan guru yang disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 2.3 Distribusi Skor Hasil Penilaian Kualitas Tes Buatan Guru

Frekuensi Nilai Tengah


No. Nilai f iXi
(f) ( X i)
1 50 52 2 51 102
2 53 55 2 54 108
3 56 58 3 57 171
4 59 61 6 60 360
5 62 64 2 63 126
f = 15 f X = 867

Berdasarkan tabel di atas maka modus dapat dihitung dengan menggunakan


formulasi Mo = b + p(b1 : (b1 + b2)). Diketahui : b = 58,5; p = 3; b1 = 3; dan b2 = 4.
Berdasarkan data tersebut maka modus (Mo) = 58,5 + 3(3 : (3 + 7)) = 59,79. Jadi
modus dari kelompok data di atas adalah 59,79, atau dibulatkan menjadi 60.
2. Tedensi Penyebaran
Selaintedensi pengukuran, masih ada ukuran lain yaitu ukuran simpangan atau
ukuran disperse. Ukuran ini juga sering disebut ukuran variasi. Beberapa ukuran disperse
yang sering digunakan menurut sudjana (1992) ialah rentangan, rentang antar kuartil,
simpangan kuartil, rata-rata simpangan, simpangan baku(standar deviasi), varians, dan
koefisien variansi.
1) Rentang
Ukuran variasi yang paling mudah ditentukan ialah rentang karena hanya
dengan cara memperkurangkan data terbesar dengan data terkecil atau :

Rentang = data terbesar data terkecil

Sebagai contoh kita akan mencari rentang dari distribusi skor hasil pengukuran
mata kuliah ragam tes baku yang diikuti oleh 20 peserta dengan skor: 85, 67, 78, 89, 95,
79, 83, 81, 80, 94, 92, 91, 90, 78, 76, 82, 89, 88, 80, dan 96. Maka rentangannya adalah
29.
2) Rentang Antar Kuartil
Kuartil ialah titik yang membagi distribusi menjadi empat dengan jarak 25%
sehingga kita mengenal tiga kuartil yaitu kuartil 1 yang disingkat K1, kuartil 2 disingkat
K2, dan kuartil 3 disingkat K3. K2 sama dengan median.
Seperti halnya rentang, rentang antar kuartil sangat mudah ditentukan. Rentang
antar kuartil ini adalah merupakan selisih antara K3 dan K1, yang dapat dihitung dengan
formulasi:

RAK = K3 K1

Keterangan:
RAK = rentang antar kuartil
K3 = kuartil ketiga
K1 = kuartil pertama

3

3 = + (4 )

Keterangan:
K3 = kuartil ketiga
b = batas bawah dimana kuartil dihitung
kf = kumulatif frekuensi di bawah kelas dimana kuartil dihitung
f = frekuensi kumulatif kelas dimana kuartil dihitung
i = interval

Tabel 2.4 Distribusi Skor Hasil Penilaian Kaalitas Tes Buatan Guru
Frekuensi
Nilai Frekuensi Kumulatif
(f)
40 44 1 30
35 39 2 29
30 34 3 27
25 29 5 24
20 24 3 19
15 19 10 16
10 14 1 6
59 1 5
04 4 4
Jumlah 30

K1 = 14,50 + (1/4(30) 6 : 10) 5 = 15,25


K2 = 14,50 + (1/2(30) 6 : 10) 5 = 19
K3 = 24,50 + (3/4(30) 6 : 10) 5 = 15,25
RAK = 30,33 15,25 = 15,08

Jarak antara K1 dan K3 dinamakan interkuartil. Makain kecil jarak tersebut,


makin tinggi tingkat konsentrasi distribusi tengah seluas 50 % dari seluruh distribusi.
3) Simpangan Kuartil
Simpangan kuartil atau deviasi kuartil yang biasa disingkat dengan Sk adalah
harga (nilai) setengah dari rentang antar kuartil. Untuk menhitungnya digunakan rumus:

SK = (K3 K1)
Sebagai contoh untuk mengetahui simpangan kuartil dari data yang disajikan
dalam tabel di atas maka dapat dihitung sebagai berikut:
(30,33 15,25) = (15,08) = 7,54
4) Rata-rata Simpangan
Misalkan data hasil pengukuran berbentuk X1, X2, X3, , Xn dengan rata-rata
X. selanjutnya kita menemukan jarak antara tiap data dengan rata-rata X. jarak ini
dalam symbol ditulis | |, dibaca harga mutlak. Harga mutlak selalu positif.
Jika jarak |1 |, |2 |, |3 |, , | |, dijumlahkan kemudian
dibagi n, maka diperoleh satuan yang disebut rata-rata simpangan. Rumusnya adalah:
Contoh:
Tabel 2.5 Distribusi Skor Hasil Pengukuran Ragam Tes Baku
| |
85 0,35 0,35
67 -17,65 17,65
78 -6,65 6,65
89 4,35 4,35
95 10,35 10,35
79 -5,65 5,65
83 -1,65 1,65
81 -3,65 3,65
80 -4,65 4,65
94 9,35 9,35
92 7,35 7,35
91 6,35 6,35
90 5,35 5,35
80 -4,65 4,65
76 -8,65 8,65
82 -2,65 2,65
87 2,35 2,35
88 3,35 3,35
80 -4,65 4,65
96 11,35 11,35

Dari data yang disajikan dalam tabel di atas maka rata-rata simpangan adalah
121 : 20 = 6,05.
5) Simpangan Baku dan Varians
Ukuran simpangan yang paling banyak digunakan adalah simpangan baku atau
standar deviasi. Pangkat dua dari standar deiviasi dinamakan varians. Untuk simpangan
baku sampel diberikan symbol s, sedangkan untuk simpangan baku populasi diberikan
symbol sehingga varians dari sampel adalah s2 dan varians populasi adalah 2. s dan s2
merupakan statistic sedangkan dan 2 adalah parameter.
Standar deviasi dapat dihitung dengan cara pertama mencari nilai deviasi atau
selisih masing-masing skor individu dari nilai rata-rata, dan kedua adalah
memngkuadratkan masing-masing nilai deviasi tersebut kemudian menjumlahkannya
yang hasilnya disebut sum 0f squares atau jumlah kuadrat.
Jika kita mempunyai sampel berukuran n dengan data hasil observasi x1, x2,
x3, , xn dan rata-rata , maka statistic s untuk data tunggal dihitung dengan rumus
berikut:

(1 )2
=

Dan untuk data kelompok dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

(1 )2
=

Contoh:
Tabel 2.5 Distribusi Skor Hasil Pengukuran Ragam Tes Baku
( )2
85 0,35 0,1225
67 -17,65 311,5225
78 -6,65 44,2225
89 4,35 18,9225
95 10,35 107,1225
79 -5,65 31,9225
83 -1,65 2,7225
81 -3,65 13,3225
80 -4,65 21,6225
94 9,35 87,4225
92 7,35 54,0225
91 6,35 40,3225
90 5,35 28,6225
80 -4,65 21,6225
76 -8,65 74,8225
82 -2,65 7,0225
87 2,35 5,5225
88 3,35 11,2225
80 -4,65 21,6225
96 11,35 128,8225
1032,55

Berdasarkan tabel di atas maka standar deviasi untuk data di atas dapat
dihitung sebagai berikut:
= 1032,55/2 = 51,63 = 7,19. Jadi standar deviasi data di atas adalah 7,19.
Untuk data kelompok, standar deviasinya dapat dihitung sebagai berikut:
Tabel 2.7 Distribusi Skor Hasil Penilaian Kualitas Tes Buatan Guru
Nilai F X Fx ( )2 F( )2
40 44 1 42 42 21,67 469,59 469,59
35 39 2 37 74 16,67 277,89 555,78
30 34 3 32 96 11,67 136,19 408,57
25 29 5 27 135 6,67 44,49 222,45
20 24 3 22 66 1,67 2,79 8,37
15 19 10 17 170 -3,33 11,09 110,90
10 14 1 12 12 -8,33 69,39 69,39
59 1 7 7 -13.33 177,69 177,69
04 4 2 8 -18,33 335,99 1343,96
Jumlah 30 198 610 1525,11 3366,70

= (1 )2 /

(1 )2 = 3366,70; dan n = 30; maka standar deviasinya adalah:


3366,70 : 30 = 112,22. 112,22 = 10,59. jadi standar deviasi distribusi data kelompok di
atas adalah 10,59.
Oleh karena varians adalah merupakan kuadrat dari standar deviasi maka
varians (s2) dari data tunggal yang disajikan di atas adalah 7,92 = 51,70, sedangkan
varians dari data kelompok adalah 10,592 = 112,22.
3. Tabel Distribusi Frekuensi
Data hasil pengukuran tidak berarti apa-apa jika data tersebut tidak dipahami oleh
orang yang melihat atau membacanya. Agar data hasil pengukuran dapat dipahami oleh
setiap orang yang melihat atau membacanya maka data hasil pengukuran harus disajikan
dalam bentuk yang dapat dibaca dan dipahami serta dimengerti oleh setiap orang yang
membacanya.
Ada berbagai cara penyajian data hasil pengukuran, salah satunya adalah dengan
tabel distribusi frekuensi. Tabel distribusi frekuensi ialah tabel yang menyajikan data hasil
pengamatan atau hasil pengukuran dari suatu peristiwa atau obyek pengukuran dimana
data disajikan dalam kolom tertentu berdasarkan urutannya baik dari urutan dari besar ke
kecil atau sebaliknya.
Data hasil pengamatan atau pengukuran dari suatu obyek dapat disajikan dalam
bentuk distribusi tuggal ataupun dalam distribusi berkelompok.
Contoh tabel distribusi tunggal sebagai berikut
Tabel 2.8 Distribusi Skor Hasil Tes Ragam Tes baku
Nilai (x) Frekuensi ( f ) Nilai ( x ) Frekuensi ( f )
67 1 85 2
69 1 87 2
70 1 88 1
76 1 89 1
78 1 90 2
79 2 91 1
80 4 92 1
81 1 93 1
82 1 94 1
83 2 95 1
84 1 96 1
Jumlah 16 14

Jika data hasil pengukuran jumlahnya kecil maka penyajian dengan tabel
distribusi tunggal tidak menjadi masalah, tetapi jika jumlah data hasil pengukuran besar
misalnya ratusan atau ribuan, bahkan puluhan ribu, maka penyajian data dengan distribusi
tunggal sudah menjadi masalah.
Oleh karena itu, maka data untuk hasil pengukuran yang jumlahnya besar harus
disajikan dengan bentuk disitribusi berkelompok. Dalam tabel distribusi frekuensi data
dikelompokkan berdasarkan kesamaan yang dimiliki oleh setiap data dari hasil
pengukuran. Ada tiga tabel distribusi frekuensi yaitu (1) tabel distribusi frekuensi absolute,
(2)tabel distribusi frekuensi relative, dan (3) tabel distribusi frekuensi kumulatif.
Sebelum data hasil pengukuran disajikan dalam tabel distribusi frekuensi secara
berkelompok, maka perlu ditempuh langkah-langkah berikut:
1. Tentukan range dengan cara data terbesar dikurangi data terkecil
2. Tentukan banyaknya kelas. Banyaknya kelas paling sedikit 5, dan paling banyak 15
(sudjana, 1992), yang dipilih menurut keperluan. Jika data hasil pengukuran banyaknya
200 ke atas maka dalam penentuan banyaknya kelas dapat menggunakan aturan sturges
yaitu : banyaknya kelas (k) = 1 + log n, dimana n adalah banyaknya data. Hasil
akhirnya dijadikan bilangan bulat.
3. Tentukan panjang kelas interval (p) dengan rumus P = range/banyaknya kelas (p = r/k)
4. Pilih ujung bawah kelas interval pertama. Untuk ujung bawah kelas interval pertama ini
dapat mengambil data terkecil atau nilai data yang lebih kecil tetapi selisihnya harus
lebih kecil dari panjang kelas yang telah ditentukan.

Untuk memudahkan penyusunan daftar distribusi frekuensi maka sebaiknya


disusun daftar penolong yang berisikan kolom tabulasi.
Contoh distribusi skor hasil tes mata kuliah ragam tes baku yang diikuti oelh 30
peserta dengan skor: : 85, 67, 78, 89, 95, 79, 83, 81, 80, 94, 92, 91, 90, 78, 76, 82, 89, 88,
80, dan 96. Data ini kemudian disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Rentang = data terbesar (96) dikurang data terkecil (67) = 96 67 = 29
2. Banyaknya kelas (k) = 1 + (3,3) log 30 = 5,87 = 6. Jadi banyaknya kelas = 6
3. Panjang kelas (p) adalah rentang bagi banyaknya kelas = 29 : 6 = 4,83 = 5
4. Dengan p = 5 dan k = 6 maka kelas interval pertama terbentuk pada data 67 71, kelas
interval kedua terbentuk pada data 72 76, kelas interval ketiga terbentuk pada data 77
81, dan seterusnya.
Setelah mengetahui kelas-kelas interval maka selanjutnya kelas-kelas interval
disajikan ke dalam tabel penolong sebagai berikut:

Skor Tes Tabulasi Frekuensi


67 71 3
72 76 1
77 81 8
82 86 6
87 91 7
92 96 5
Jumlah - 30

Berdasarkan tabel tabulasi di atas maka dengan mudah kita dapat menyusun tabel
distribusi frekuensi sebagai berikut:
1) Tabel Distribusi Frekuensi Absolut
Tabel 2.10 Tabulasi Data Hasil Tes Mata Kuliah Ragam Tes Baku
Frekuensi
Skor Tes Nilai tengah
Absolut
67 71 3 69
72 76 1 74
77 81 8 79
82 86 6 84
87 91 7 89
92 96 5 94
Jumlah 30

2) Tabel Distribusi Frekuensi Relatif


Tabel 2.11 Tabulasi Data Hasil Tes Mata Kuliah Ragam Tes Baku
Frekuensi Frekuensi
Skor Tes
Absolut Relatif
67 71 3 10%
72 76 1 3,33%
77 81 8 26,67%
82 86 6 20%
87 91 7 23,33%
92 96 5 16,67%
Jumlah 30 100%

3) Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif


Tabel 2.8 Tabulasi Dta Hasil Tes Mata Kuliah Ragam Tes Baku
Frekuensi
Skor Tes Fkum kurang dari Fkum lebih dari
Absolut
67 71 3 0 30
72 76 1 3 27
77 81 8 4 26
82 86 6 12 18
87 91 7 18 12
92 96 5 25 5
97 30 0
Jumlah 30 - -

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi relative di atas dengan mudah kita dapat
melihat bahwa 3 orang atau 10 % peserta mmendapatkan skor antara 67 sampai 71; 1 orang
atau 3,33% peserta mendapatkkan skor antara 72 sampai 76; 8 orang atau 26,67% peserta
mendapatkan skor antara 77 sampai 81; 6 orang atau 20% peserta mendapatkan skor antara
82 sampai 86; 7 orang atau 23,33% peserta mendapatkan skor antara 87 sampai 91; 5 orang
atau 16,67% peserta mendapatkan skor antara 92 sampai 96. Sebagian peserta
mendapatkan skor antara 77 sampai 81.
4. Grafik
Selain disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, data dapat pula disajikan
dalam bentuk grafik. Data yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi sebenarnya
telah memberikkan gambaran yang cukup jelas kepada para pembaca, namun apabila
disajikan dalam bentuk grafik, data tersebut akan lebih cepat, lebih menarik, dan lebih
mudah dipahami oleh para pembaca.
Selain itu tidak semua orang senang membaca dan memahami dengan jelas data
yang disajikan dalam distribusi frekuensi. Untuk itu maka perlu ada teknik lain dalam
penyajian data guna memudahkan orang melihat dan membaca data hasil pengukuran.
Teknik penyajian data yang paling banyak digunakan orang selain table distribusi frekuensi
ialah teknik grafik.
Meskipun grafik ada beberapa macam, tetapi ada beberapa hal yang sama. Pada
diagram batang (histogram) dan diagram garis (polygon) misalnya, selalu dimulai dengan
garis sumbu absis dan ordinat. Sumbu absis yaitu sumbu yang mendatar yang sering
disebut dengan sumbu X (dengan huruf X besar). Sumbu ordinat adalah sumbu tegak yang
sering disebut dengan sumbu Y (dengan huruf Y besar). Sumbu X untuk mencantumkan
nilai, sedangkan sumbu Y untuk mencantumkan frekuensi.
Perlu diperhatikan bahwa setiap membuat grafik harus diberi keterangan nama
sumbu-sumbunya, dan nama grafiknya. Nama grafik dapat diberikan di atas atau di bawah
grafik, namun umumnya orang mencantumkan nama grafik di bagian bawah.
1) Histogram
Grafik histogram disebut diagram batang atau bar diagram. Membuat
histogram dengan mempergunakan program excel sangat mudah dilakukan, karena
hanya dengan cara memblok nilai-nilai dalam kolom frekuensi absolute kemudian
mengklik insert chart, histogram akan berbentuk.
Jika histogram dibuat dengan secara manual maka langkah-langkah yang
peprlu diperhatikan ialah:
1. membuat absis dan ordinat, dengan perbandingan yang sesuai dengan kebutuhan,
misalnya 9 : 7
2. absis diberi nama nilai dan ordinat diberi nama frekuensi (F)
3. membuat skala pada absis dan ordinat. Skala pada absis dan ordinat boleh tidak
sama, disesuaikan dengan kebutuhan, dan perlu diperhatikan adalah semua nilai dan
frekuensi harus masuk dalam skala
4. membuat segi empat pada setiap titik tengah nilai variabel atau batas nyata yang
tingginya sesuai dengan besarnya frekuensi setiap variabel.
Frekuensi

4
3

0
66,5 71,5 76,5 81,5 86,5 91,5 96,5

Kelas

2) poligon
Sebenarnya tidak ada perbedaan yang penting antara cara membuat histogram
dengan cara pembuatan poligon. Perbedaan yang perlu diperhatikan adalah (1) grafik
histogram biasanya dibuat dengan batas nyata, sedangkan poligon dibuat dengan
mempergunakan titik tengah; dan (2) grafik histogram berbentuk segi empat panjang,
sedangkan poligon adalah berupa garis yang dibuat kurva. Poligon dibuat dengan
menghubungkan titik tengah secara berurutan. Sebagai contoh berikut ini ditampilkan
poligon yang dibuat berdasarkan nilai tengah dari tabel

Anda mungkin juga menyukai