Anda di halaman 1dari 12

1

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Karena materi tentang Tuhan yang Maha Esa dan Ketuhanan adalah hal
yang paling penting untuk menjadi seorang Muslim yang sejati atau Muslim yang
menjadi benar-benar seorang yang sangat beriman dan bertaqwa, oleh karena itu
materi ini sangat bermanfaat untuk kita semua agar menjadi manusia yang
dulunya tersesat dalam dunia yang sangat fana ini menjadi manusia yang insya
allah menjadi manusia yang lebih baik lagi dan selalu mengingat Allah SWT pada
setiap waktunya.

2. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan keimanan dan ketakwaan kepada tuhan yang maha
esa ?
2. Apa yang dimaksud dengan filsafat ketuhanan ?

3. Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :
a) Agar Menjadi seorang Muslim yang bertaqwa dan beriman hanya kepada
Allah SWT
b) Mempelajari arti pentingnya makna Tauhid dalam hidup kita.
c) Mengatahui ajaran-ajaran Rasul tentang keimanan dan ketaqwaan seperti
yang tercantum dalam Al-Quran, Al-Hadist, dan As-Sunnah.
2

BAB II
PEMBAHASAN

A. Keimanan dan Ketakwaan

1. Pengertian Iman
Secara etimologi, iman artinya percaya. Oleh sebab itu, setiap ajaran Islam
yang berhubungan dengan kepercayaan disebut dengan iman. Dengan demikian,
iman mengambil pusat kesadarannya di dalam hati manusia.
Ulama memberikan terminologi iman dengan beragam istilah. Namun
demikian, disepakati bahwa keimanan itu diawali dari pengikraran seseorang
terhadap asas keimanan tersebut dengan lisan, membenarkan dengan sepenuh hati
tanpa keraguan, dan merealisasikan tuntutan-tuntutan keimanan itu dengan anggota
tubuh. Inilah kerangka dasar iman yang disepakati Ahli Sunnah Wa al-Jamaah.
Mengikrarkan dengan lisan berarti mengucapkan dua kalimah syahadat,
yaitu bersaksi tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Nabi
Muhammad adalah utusan Allah. Dua kalimat syahadat merupakan pintu gerbang
seseorang yang masuk islam.
Membenarkan dengan hati adalah meyakini sepenuhnya makna dua kalimah
syahadat yang diucapkannya dan segala ajaran-ajaran yang ditimbulkan syahadat
tersebut. Dengan demikian, ketika seseorang mengikrarkan dua kalimah syahadat
tetapi ia tidak meyakini di dalam hatinya hakikat dari ikrarnya tersebut makaia
tergolong seorang munafik. Orang munafik dalam hal keimanan lebih berbahaya
dari orang kafir.
Merealisasikan tuntutan keimanan berarti tunduk dan patuh kepada segala
ajaran-ajaran yang ditimbulkan keimanan dengan cara melaksanakannya. Oleh
sebab itu, ia akan menempatkan ajaran-ajaran wajib pada kedudukan wajib, ajaran-
ajaran yang sunnat pada kedudukan sunat, larangan-larangan yang haram pada
posisi haram, larangan-larangan makruh (dibenci Allah) pada posisi makruh, dan
hal-hal yang mubah (boleh) pada kedudukan boleh dilaksanakan dan boleh
ditinggalkan.

2. Wujud Iman
Di dalam Islam, wujud iman seseorang diasaskan penegakannya kepada
rukun iman. Keimanan itu diwujudkan ke dalam kepercayaan hati, pengakuan, dan
perilakunya. Pada tingkatan perilaku inilah wujud iman tersebut dapat terlihat.
Iman kepada Allah ialah membenarkan dengan yakin sepenuhnya tanpa
sedikitpun keraguan akan adanya Allah dan keesaan-Nya. Oleh sebab itu, maka
setiap Muslim wajib mempercayai hal-hal berikut:
3

a. Allah itu esa pada zat


Keesaan Allah pada zat-Nya ialah mengiktikadkan bahwa zat Allah itu tunggal,
tiada terbilang, dan tiada tersusun dari beberapa bagian sebagaimana makhluk-
Nya. Zatnya itu bukan benda, bukan pula terjadi dari beberapa elemen material.
Manusia tidak dituntut untuk mengetahui secara detail tentang Zat Allah.
b. Allah itu esa pada sifat
Keesaan Allah pada sifat-Nya ialah mengiktikadkan bahwa tidak ada sesuatu
yang menyamai Allah pada sifat-Nya dan hanya Allah sendirilah yang
mempunyai sifat keutamaan dan kesempurnaan.
c. Allah itu esa pada wujud
Keesaan Allah pada wujud-Nya ialah mengiktikadkan bahwa hanya Allah yang
wajib wujud-Nya, sedang wujud selain Allah adalah mungkin, artinya hanya
Allah yang tetap ada tanpa awal dan tanpa akhir sementara yang lain-Nya
berpermulaan dan akan dan binasa, kecuali yang dikekalkan-Nya.
d. Allah itu esa pada afal (perbuatan-Nya)
Keesaan Allah pada afal ialah mengiktikadkan bahwa Allah yang menjadikan
alam, yang menghidupkan dan mematikan, yang memberi rizeki, yang
menyenangkan, dan yang menyukarkan, yang menyempitkan dan memewahkan.
Dia lah yang menghasilkan terwujudnya segala sesuatu ini.
e. Allah itu esa pada menerima ibadat hamba-Nya
Keesaan Allah pada menerima ibadat hamba-Nya ialah mengiktikadkan bahwa
hanya Allah yang berhak menerima ibadat hamba. Dialah yang berhak
disembah, diibadati, baik dengan doa maupun dengan amaliah yang lain yang
termasuk ibadah.
f. Allah itu esa dalam menyelesaikan segala hajat dan keperluan makhluk
Allah tidak berhajat kepada apa dan siapa pun. Oleh sebab itu, ketika seorang
hamba menginginkan sesuatu yang berada di luar kemampuan makhluk, maka
ia harus menujukan permohonannya kepada Allah.
g. Allah itu esa dalam membataskan batasan-batasan hukum
Allah lah yang berhak menghalalkan dan mengharamkan sesuatu, baik melalui
firman-Nya di dalam Alquran maupun melalui Nabi-Nya di dalam Sunnah. Oleh
sebab itu, segala produk hukum syariah harus mengacu kepada Alquran dan
Sunnah.

Iman kepada malaikat, seorang mukmin wajib mengakui dan mengimani


adanya. Mereka adalah makhluk Allah yang senantiasa taat kepada perintah-Nya
dan tidak pernah melakukan maksiat sedikitpun, sebagaimana firman Allah di
bawah ini:

4

Artinya: Malaikat-malaikat tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang


diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan (QS. At-tahrim: 6)

Para malaikat memiliki tugas-tugas tertentu seperti menyampaikan wahyu


kepada para Rasul, mengatur cuaca, mencabut nyawa, menulis amal perbuatan
makhluk, menjaga surga dan neraka, dan lainnya. Oleh sebab itu seorang mukmin
wajib mewujudkan keimanan ini di dalam hatinya dan perilakunya.
Iman kepada kitab-kitab Allah adalah membenarkan bahwa seluruh kitab-
kitab yang diturunkan itu datangnya dari Allah. Wujud keimanan kepada kitab
Allah adalah menjadikan Alquran sebagai pedoman hidup di dalam segala aspek
dan dimensi kehidupannya, baik untuk pribadi, keluarga, masyarakat, maupun
untuk bernegara. Umat islam diwajibkan untuk mengikuti pesan-pesan ayat
Alquran baik pada lahir maupun bathin dan tidak boleh berpaling.
Iman kepada para rasul adalah membenarkan dengan sesungguhnya bahwa
Allah mengutus kepada umat ini seorang rasul untuk membimbing mereka. Tugas
utama seorang rasul adalah mengajak manusia untuk mentauhidkan Allah dan
menjauhi kesyirikan serta menjalankan syariat yang dibawanya. Para rasul dibekali
oleh Allah dengan mukjizat untuk mengukuhkan kerasulannya. Mukjizat adalah
sesuatu yang menyelisihi kebiasaan yang terjadi disertai dengan tantangan kepada
orang yang menentangnya. Mukjizat itu bisa berbentuk hal-hal yang nyata yang
dapat disaksikan oleh mata dan didengar oleh telinga. Namun bisa juga berbentuk
yang lain seperti Alquran.
Wujud iman kepada Rasullah adalah melaksanakan segala Sunahnya dan
menjauhi sehala kreasi (bidah) atas ajarannya. Sunnah adalah setiap perkataan,
perbuatan, dan pengakuan Nabi. Kedudukan Sunah terhadap Alquran adalah
sebagai penjelas, penetap syariat yang tidak dikemukakan secara jelas di dalam
Alquran.
Iman kepada hari akhir adalah meyakini sepenuh hati tanpa keraguan
sedikitpun bahwa hari kiamat akan terjadi. Munculnya hari kiamat merupakan
waktu berakhirnya dunia ini. Ditemukan dalam sejumlah hadis yang
menggambarkan tanda-tanda akan terjadinya hari kiamat. Salah satunya adalah jika
hamba sahaya melahirkan majikannya. Pada hakikatnya, tidak ada yang mengetahui
secara persis kapan terjadinya hari kiamat kecuali Allah. Wujud iman seseorang
terhadap hari kiamat dapat dilihat dari kesiapannya untuk membekali diri
menyongsong hari tersebut. Ketika ia benar-benar beriman dengan hari yang
dahsyat itu maka ia akan melaksanakan perintah Allah dan Rasul serta menjauhi
larangan-larangan Allah dan Rasul-Nya.
Rukun iman terakhir adalah percaya kepada qadar dan qadha Allah. Qadar
adalah ketentuan Allah, sementara qadha merupakan ketetapan-Nya untuk
5

mewujudkan qadar-Nya. Beriman kepada qadar dan qadha Allah akan menjadikan
seseorang sadar bahwa ia tidak memiliki kemampuan apa pun dan tidak mengetahui
sedikitpun tentang jalan kehidupannya dan seluruh makhluk ini. Oleh sebab itu, ia
harus berikhtiar untuk terus menjalani hidup ini sesuai dengan perintah Allah. Ia
akan berada di atas tatanan sunatullah dan syariat-Nya.

3. Proses Terbentuknya Iman


Iman merupakan kepercayaan yang kukuh di dalam hati terhadap sesuatu
iman dalam syariat Islam adalah mengikrarkan asas keimanan itu dengan lisan, -
syahadatain, -membenarkannya dengan hati, dan merealisasikan tuntutan-tuntutan
keimanan itu dengan anggota tubuh. Proses terbentuknya iman itu dilalui dengan
kesadaran untuk mengikrarkan sesuatu karena keyakinan yang kuat di dalam hati.
Ikrar itu lahir dari desakan, kesadaran, dan keyakinan hati. Sehingga, hal itu
membentuk keyakinan yang disebut dengan iman. Keyakinan yang kuat itu akan
melahirkan ketundukan dan kepatuhan untuk melaksanakan segala perintah yang
diasaskan oleh asas-asas keyakinan dan kesadaran terhadap iman.
Iman tidak muncul dengan sendirinnya tanpa ada sesuatu yang
mempengaruhi seseorang untuk beriman. Pengaruh yang paling penting adalah
kesadaran yang dilandasi ilmu dan pengetahuan seseorang tentang sesuatu yang
diimaninya. Seseorang yang beriman tanpa memiliki landasan ilmu untuk
mempertahankan dan memupuk keimanannya, maka iman seperti itu tidak akan
kukuh dan rentan terhadap agresi kepercayaan yang ditawarkan oleh keyakinan
agama lain.
Nabi Muhammad menjelaskan bahwa iman dapat bertambah dan berkurang.
Oleh sebab itu iman harus terus dipupul dan ditumbuhkan di dalam hati dan
diterapkan dalam amaliah manusia. Iman akan semakin mantap ketika seseorang
terus menambah ilmu dan mengamalkan serta mengajarkannya kepada orang lain
dengan ikhlas hanya untuk mencari rida Allah.

4. Tanda-tanda Orang Beriman


Orang beriman adalah orang yang mengamalkan segala kosekuensi dan
tuntutan keimanannya. Ia tidak berperilaku ganda seperti orang munafik, lain di hati
lain di bibir. Demikian pula ia tidak berprilaku seperti orang yang fasik, beriman di
dalam hati tetapi tetap bermaksiat kepada Allah.
Dalam Alquran banyak ditemukan tanda-tanda orang beriman, misalnya
surah at-Taubah ayat 71:


6

Artinya: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian


mereka (adalah menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang maruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan salat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Berdasarkan ayat di atas, ada lima kriteria (sifat-sifat) orang mukmin, yaitu:
Orang mukmin merupakan orang yang menjadikan walinya sesama
orang yang beriman. Loyalitas terhadap sesama Mukmin merupakan kewajiban dan
melepaskan diri dari ikatan loyalitas terhadap orang kafir menjadi keniscayaan bagi
setiap Mukmin. Bukan berarti kita harus memerangi setiap orang kafir.
Orang yang beriman adalah orang yang aktif melakukan amar maaruf
dan nahyi munkar. Ia menyuarakan kebenaran secara terus-menerus bukan secara
musiman saja seperti pada bulan ramadhan saja, atau pada momentum hari-hari
besar Islam semata. Melakukan amar maruf dan nahyi munkar haruslah dengan
tuntutan syari. Sebab jika dilakukan tanpa tuntutan syari, maka justru dapat
terjebak kepada kemungkaran yang baru.
Orang beriman adalah orang yang menegakkan salat. Artinya, seseorang
Mukmin akan tetap konsisten dengan salatnya. Tidak dikatakan seseorang itu
memiliki kriteria mukmin, jika ia tidak melaksanakan salat secara istiqomah pada
setiap waktu-waktu yang diwajibkan untuk salat.
Orang Mukmin adalah orang yang memberikan atau mengeluarkan
zakatnya, baik itu zakat fitrah maupun zakat mal (harta). Oleh sebab itu, bagi orang-
orang memiliki harta dan haul (waktu) serta nishab (ukuran banyak atau jumlah)-
nya telah sampai maka ia wajib mengeluarkan zakat mal-nya kepada orang yang
berhak menerima zakat sesuai dengan ashnaf-nya.
Semua perilaku dan ibadah di atas, adalah dalam rangka menaati Allah
dan Rasul-Nya. Oleh sebab itu, bagi orang Mukmin maka setiap prilakunya adalah
dalam koridor taat kepada Allah dan Rasul-Nya, bukan dengan tujuan tertentu
selain dalam kerangka ini.
Seseorang belum dapat dikatakan beriman ketika akalnya tidak memahami
kepada siapa dia beriman. Akal yang tidak memahami hal ini adalah akal yang
belum tercerahkan oleh iman yang kukuh. Orang yang beriman adalah orang yang
mampu memahami hakikat imannya kepada Allah secara intelektual untuk
memperkokoh keimanannya terhadap rububiyah Allah.
Seseorang belum sempurna imannya ketika ia tidak memiliki rasa keterikatan
emosional terhadap imannya tersebut. Orang yang beriman adalah orang yang
memiliki ketajaman rasa diniyah sekaligus mampu mengendalikan emosi
syaithaniyah-nya.
Seseorang belum dapat dikatakan beriman ketika hakiikat iman yang
diakuinya tidak terhunjam dengan kukuh di dalam hatinya (qalbu). Orang yang
7

beriman adalah orang yang di lubuk hatinya (qalbu-nya) tertanam keyakinan tauhid
kepada Allah tanpa keraguan sedikitpun. Ia mengamini Allah tidak hanya sebatas
ilmu yaqin dan ainul yaqin, tetapi telah menghantarkannya kepada haqqul yaqin.

5. Korelasi Antara Iman dan Takwa


Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi, wiqayah, yang berarti takut, menjaga,
memelihara dan melindungi. Sesuai dengan makna etimologis tersebut, maka takwa
dapat diartikan sebagai sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam
pengalaman ajaran agama islam secara utuh dan konsisten.
Karakteristik orang orang yang bertakwa yang secara umum dapat
dikelompokkan ke dalam lima indikator ketakwaan:
Pertama, iman kepada Allah, para malaikat, kitab kitab dan para nabi. Dengan
kata lain, instrumen ketakwaan yang pertama ini dapat dikatakan dengan
memelihara fitrah iman.
Kedua, mengeluarkan harta yang dikasihnya kepada kerabat, anak yatim,
orang orang miskin, orang orang yang putus belanja di perjalanan, orang orang yang
meminta dana, orang orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi
kewajiban dan memerdekakan hamba sahaya.
Ketiga, mendirikan salat dan menunaikan zakat. Dengan kata lain, orang yang
bertakwa adalah orang yang memelihara ibadah formalnya dengan baik dan
konsisten.
Keempat, menepati janji yang dalam pengertian lain adalah memelihara
kehormatan diri.
Kelima, sabar pada saat kepayahan, kesusahan, dan pada waktu perang.
Dengan kata lain, ia memiliki semangat juang dalam memelihara agama dan harga
dirinya.
Dua kecenderungan sikap terhadap lima indikator di atas:
Sikap konsisten memelihara hubungan secara vertikal dengan Allah,
yang diwujudkan melalui iktikad dan keyakinan yang lurus, ketulusan dalam
menjalankan ibadah dan kepatuhan terhadap ketentuan terhadap aturan yang
dibuatnya.
Memelihara hubungan secara horizontal, yakni cinta dan kasih sayang
kepada sesama umat manusia.
Seorang yang takwa (mutaqqi) adalah orang yang menghambakan dirinya
hanya kepada Allah bukan kepada mahluk. Ia selalu menjaga hubungan dengan
Allah setiap saat. Memelihara hubungan dengan allah terus menerus akan menjadi
kendali dirinya sehingga dapat menghindari dari kejahatan dan kemungkaran serta
membuatnya konsisten terhadap aturan aturan Allah. Karena itu inti ketaqwan
adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi laranganya. Memelihara
hubungan dengan Allah dimulai dengan melaksanakan tugas penghambaan dengan
8

melaksanakan ibadah secara sungguh-sungguh (khusuk) dan ikhlas. Memelihara


hubungan dengan Allah dilakukan juga dengan menjauhi perbuatan yang di larang
Allah, yaitu perbuatan dosa dan kemungkaran. Melaksanakan perintah dan
menjauhi larangan Allah pada dasarnya adalah bentuk bentuk perilaku yang lahir
dari pengadilan hawa nafsu yang ada dalam dirinya.

B. Filsafat Ketuhanan

1. Siapakah Tuhan Itu


Kata tuhan di dalam bahasa Indonesia disemaknakan dengan kata ilah atau
rabb dalam bahasa Arab. ilah dalam bahasa arab berarti sesuatu yang disembah atau
diibadahi, sementara rabb berarti pendidik, pemilik, pembuat kemaslahatan, ditaati,
dan disembah. Makna tuhan dalam cakupan kata ilah dan rabb di atas, ditemukan
secara objektif di dalam ajaran Islam. Tuhan adalah Allah yang disembah,
diibadahi, ditaati, pencipta, pemilik, dan Zat yang mengajari mahluk-Nya.
Di dalam agama agama primitif seperti agama dinamisme, animisme, dan
politisme, juga menyakini adanya kekuatan gaib yang berkuasa. Pada masyarakat
dinamis dan animisme ditemukan bahwa mereka percaya kepada keberadaan
kekuatan alam yang melebihi kekuatan manusia. Pada masyarakat poleteisme,
kepercayan-kepercayaaan kepada kekuatan gaib dan roh-roh yang ditemukan
sebelumnya, yaitu dinamisme, animisme, meningkat menjadi kepercayaan kepada
dewi dewi. Oleh sebab itu, ritual di dalam kepercayaan ini mengharuskan adanya
penyembahan kepada para dewi-dewi tersebut.
Selain henoteisme dikenal pula adanya kepercayaan kepada tuhan yang satu,
tunggal, dan tidak berbilang. Kepercayaan ini disebut monoteisme. Islam adalah
agama yang paling konsisten dengan monoteisme, tetapi islam bukan agama yang
berevolusi dari dinamisme, animisme, politeisme, honoteisme, kemenoteisme.
Islam adalah agama wahyu yang tidak memiliki evolusi tentang konsep
ketuhanananya.

2. Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan


Dalam sejarah kepercayaan umat manusia tercacat beberapa sistem
kepercayaan kepada yang gaib, yaitu dinamisme, animisme, politeisme, henetoisme
dan monoteisme. Menurut para ahli antropologi agama bahwa sejarah kepercayaan
itu memeiliki evolusi, yaitu dari dinamisme ke animisme, dan seterusnya kepada
monoteisme. Namun teori ini banyak mendapat tantangan teori tentang sejarah
manusia yang digagas oleh frazer, yaitu fase magic, agama, dan ilmu.
Berkenaan dengan teori perkembangan kepercayaan manusia, paling tidak
dapat ditemukan dua teori. Pertama mengatakan bahwa kepercayaan manusia pada
awalnya sangat sederhana dan bersahaja menuju pada kepercayaan yang lebih
9

tinggi sesuai dengan perkembangan kemajuan peradabannya. Teori ini dipelopori


oleh E.B. Tylor, yang menyebutkan bahwa perkembangan alam dan sosial bergerak
dari bentuk yang lebih rendah menuju bentuk yang lebih tinggi dan dari yang
sederhana menjadi yang lebih kompleks.
Teori kedua menyatakan bahwa kepercayaan manusia yang paling perdana
adalah monoteisme murni, tetapi karena perjalanan hidup manusia, maka
kepercayaan tersebut menjadi kabur dan dimasuki oleh kepercayaan animisme dan
politeisme.

3. Tuhan Menurut Agama agama


Dalam konteks kepercayaan kepada tuhan para ahli filsafat juga turut serta
dalam meramaikan pembicaraan ini. Memang pada awalnya, pembahasan filsafat
yang pertama kali muncul adalah masalah metafisika,yaitu dari mana asal usul alam
dan apa zat yang menjadi dasar alam. Sebagai filodof yunani berpendapat bahwa
alam berasal dari salah satu unsur atau gabungan dari beberapa unsur alam. Thales
mengatakan bahwa alam berasal dari air, sedangkan Anaximandros mengatakan
bahwa alam berasal dari udara. Empedokles yang datang kemudian berpendapat
bahwa alam terdiri atas gabungan empat unsur yang pokok,yaitu udara,air,api dan
tanah.
Selain itu, muncul pula plato dan aristoteles, mereka mengemukakan
pendapat yang sudah sampai memikirkan realitas di luar alam, yaitu zat yang
berbeda dengan alam, bersifat immateri, abadi, satu dan sempurna. Plato
menanamkanya dengan idea kebaikan dan aristoteles menyebutnya dengan sebab
utama atau penggerak yang tidak bergerak. Kendati para filosof telah mampu
mengetahui realita tertinggi sebagai sebab dari semua wujud, realitas itu belum
menjadi suatu konsep yang utuh sebagaimana dalam agama. Dalam peikiran
filsafat,realitas tertinggi itu merupakan ide manusia dan keniscayaan logis dari
pemikir. Namun, realitas itu belum disebut dengan tuhan yang personal, tetapi
tuhan yang impersonal.
Tuhan yang personal terdapat dalam paham agama agama, seperti yahudi,
kristen, dan islam. Konsep Tuhan dalam agama ini jelas identitas diri-Nya dan aktif
serta memiliki berbagai sifat kesempurnaan. Tuhan personal bukan hasil ide atau
pikiran manusia, tetapi diketahui dari informasi wahyu yang dibawa oleh para rasul
Tuhan. Sifatsifat Tuhan tercantum dalam kitab suci, yaitu Tuhan adalah pencipta
alam semesta sekaligus memeliharanya. Di samping itu, Tuhan menurut kitab suci,
maha tahu dan maha berkuasa. Berbeda halnya dengan pemahaman tentang Tuhan
yang impersonal tidak mementingkan apakah Tuhan itu pencipta atau tidak.
Aktifitas tuhan di dunia, dalam pandangan tuhan yang impersonal, tidak diperlukan
karena akan mengurangi kesempurnaan-Nya.
10

4. Pembuktiaan Wujud Tuhan


Dalam ilmu tauhid kesadaran untuk melakukan perenungan dan penelitian
guna memperkukuh keimanan disebut dengan nazhar. Nazhar adalah upaya
seseorang untuk merenung hakikat kehidupan, siapa penciptanya dan mengapa pula
ia diciptakan. Nazhar tersebut akan menghantarkannya pada pengetahuan atas
kenisbian dirinya dan alam sekitarnya. Kenisbian itu akan membawanya pula untuk
memahami adanya yang mutlak yang menguasai, mengatur dan menciptakan segala
sesuatu yang nisbi tersebut. Kesadaran kesadaran seperti ini mengantarkan manusia
untuk mengimani adanya tuhan yang menguasai dan mencipta alam semesta ini.
Kendatipun dirinya dan mahluk sekitarnya adalah nisbi, tetapi semua itu
bukanlah sesuatu yang sederhana. Ia akan menyaksikan betapa tata surya dan
planet-planet yang ada di angkasa tertata dengan baik dan berjalan dalam suatu
sistem dan mekanisme yang teratur dalam milyaran tahun. Ini bukan hal yang
mudah dan kebetulan dan tercipta dengan sendirinya. Sebab dalam pandangan
empiris manusia, keteraturan sebuah sistem tidaklah muncul begitu saja tanpa
adanya yang merancang dan mewujudkan rancangan itu. Di sini ia aakan
menemukan bahwa alam semesta ini bukanlah sesuatu yang tercipta dengan
sendirinya secara kebetulan tanpa ada yang mencipta dan mengaturnya.
Selain dalil teleologis ditemukian lagi argumen kosmologis, yaitu argumen
sebab akibat. Alam adalah bersifat mungkin dan bukan wajib. Artinya, alam adalah
akibat, setiap akibat tentu adayang mengakibatkan atau sebabnya. Sesuatu yang
menjadi sebab tentu wajib ada sebelum terjadinya akibat.
Ketika kesadaran tentang Tuhan telah mewujudkan keimanan pada diri
seseorang, maka ia akan berupaya menemukan bagaimana hubungan hubungan
mahluk ini dengan tugasnya dapat dilakukan. Di sini ia akan dihadapkan pada
agama dan beberapa kepercayaan. Agama menawarkan bentuk bentuk hubungan
atau ibadah kepada tuhan serta hal hal lain yang terkait dengan kepercayaan. Namun
dalam hal ini Islam tidak saja mengajak manusia untuk beribadah dan beriman
kepada Allah, namun juga ia adalah sistem kehidupan yang mengatur segala aspek
kehidupan manusia.
11

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Iman artinya percaya. keimanan itu diawali dari pengikraran seseorang
terhadap asas keimanan tersebut dengan lisan, membenarkan dengan sepenuh hati
tanpa keraguan, dan merealisasikan tuntutan-tuntutan keimanan itu dengan
anggota tubuh. Di dalam Islam, wujud iman seseorang diasaskan penegakannya
kepada rukun iman. Keimanan itu diwujudkan ke dalam kepercayaan hati,
pengakuan, dan perilakunya. Proses terbentuknya iman itu dilalui dengan
kesadaran untuk mengikrarkan sesuatu karena keyakinan yang kuat di dalam hati.
Ikrar itu lahir dari desakan, kesadaran, dan keyakinan hati. Sehingga, hal itu
membentuk keyakinan yang disebut dengan iman.
Tuhan adalah Allah yang disembah, diibadahi, ditaati, pencipta, pemilik, dan
Zat yang mengajari mahluk-Nya. Tuhan yang personal terdapat dalam paham
agama agama, seperti yahudi, kristen, dan Islam. Konsep Tuhan dalam agama ini
jelas identitas diri-Nya dan aktif serta memiliki berbagai sifat kesempurnaan.
Berbeda halnya dengan pemahaman tentang tuhan yang impersonal tidak
mementingkan apakah Tuhan itu pencipta atau tidak. Aktifitas Tuhan di dunia,
dalam pandangan Tuhan yang impersonal, tidak diperlukan karena akan
mengurangi kesempurnaan-Nya.

3.2 Saran
1. Sebagai umat Islam, janganlah kita mempercayai kekuatan selain kekuatan Allah
SWT. Kekuatan selain kekuatan Allah merupakan kekuatan yang sangat terbatas
dan tidak jauh lebih besar dari kekuatan Allah.
2. Kita harus meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita sebagai umat Islam untuk
tidak mudah tergoda dan percaya terhadap omongan orang tentang kekuatan yang
lebih besar dari Allah.
12

DAFTAR PUSTAKA

Manaon dkk, 2014. Al-islam Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi.
Bandung: Citapustaka Media Perintis.
http://medan.tribunnews.com/2014/08/25/breaking-news-ditipu-dukun-palsu-
pengusaha-ini-lapor-polisi
http://batampos.co.id/27-05-2014/rumah-dibobol-perwira-polisi-lapor-ke-dukun/

Anda mungkin juga menyukai