Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah-satu

penyakit infeksi yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak

ditemukan didaerah tropis dan subtropics diseluruh dunia, dalam beberapa

tahun terakhir terjadi peningkatan terhadap penyebaran kasus DBD didaerah

urban sehingga hal tersebut menjadi perhatian utama kesehatan masyarakat

Internasional (World Health Organization, 2012).

Populasi di dunia di perkirakan berisiko terhadap penyakit DBD mencapai

2,5-3 miliar terutama yang tinggal di daerah perkotaan di negara tropis dan

subtropis. Saat ini juga diperkirakan ada 50 juta infeksi dengue yang terjadi

diseluruh dunia setiap tahun. Diperkirakan untuk Asia Tenggara terdapat 100

juta kasus demam dengue (DD) dan 500.000 kasus DBD yang memerlukan

perawatan di rumah sakit, dan 90% penderitanya adalah anak- anak yang

berusia kurang dari 15 tahun dan jumlah kematian oleh penyakit DBD

mencapai 5% dengan perkiraan 25.000 kematian setiap tahunnya (WHO,

2012).

Penyakit DBD pertama kali di temukan tahun 1968 di Surabaya dengan

58 kasus pada anak dan di antaranya 24 anak meninggal. Penyakit DBD

menunjukkan kecenderungan peningkatan jumlah kasus dan luas daerah

terjangkit. Wilayah di seluruh Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit

1
2

penyakit DBD, kecuali daerah yang memiliki ketinggian lebih dari 1000

meter di atas permukaan laut. Jumlah kasus DBD di Indonesia tahun 2008

mencapai 137.469 kasus dan jumlah kematian sebanyak 1187 orang. Tahun

2009 kasus DBD meningkat mencapai 158.912 kasus, jumlah kematian 1420

orang. Selama tahun 2010, kasus DBD menurun menjadi 156.806 kasus dan

jumlah kematian 1358 orang (Depkes, 2010).

Menurut Depkes RI (2009) pada tahun 2008 dijumpai kasus DBD di

Indonesia sebanyak 137.469 kasus dengan case fatality rate 0,86% dan

incidence rate sebesar 59,02 per 100.000 penduduk, dan mengalami kenaikan

pada tahun 2009 yaitu sebesar 154.855 kasus dengan case fatality rate 0,89%

dengan incidence rate sebesar 66,48 per 100.000, dan pada tahun 2010

Indonesia menempati urutan tertinggi kasus DBD di ASEAN yaitu sebanyak

156.086 kasus dengan kematian 1.358 orang (Kompas, 2010).

Sebelumnya Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan (P2PL) Dinkes Sulawesi Tengah, dr Muh Saleh Amin

mengatakan sampai November 2015, pihaknya telah mendata sebanyak 1.573

kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan 11 penderita meninggal

dunia. Untuk kota palu sebanyak 650 kasus dan meninggal 3 orang, Pariga

Moutong sebanyak 16 kasus dengan 2 orang meninggal, Poso sebanyak 179

kasus dengan 2 orang meninggal, Morowali 81 kasus. Morowali Utara 26

kasus, Banggai 21 kasus, Banggai Kepulauan 2 kasus, Banggai Laut tidak

ada, Tolitoli 220 kasus dengan 2 orang meninggal, Buol 230 kasus dengan 1

orang meninggal. Untuk Kabupaten Donggala laporan masih sampai


3

November dengan 18 kasus dan Tojo Una-una dengan 26 kasus, tidak ada

yang meninggal. Selama tahun 2015, Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah

mencatat sebanyak 1.573 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan 11

penderita meninggal dunia.

Pemerintah Kabupaten Poso Sulawesi tengah menetapkan sebagai daerah

wilayah dengan status Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk penyakit Demam

Berdarah Dengue (DBD). Dalam bulan Oktober- Januari tercatat sudah ada

153 kasus terjadi. Dari jumlah itu tiga orang di antaranya di laporkan

meninggal dan tersebar di tiga Kecamatan yang berbeda, masing-masing

warga desa Tokorondo Kecamatan poso Pesisir, desa Kayamanya Kecamatan

Poso Kota dan desa Sangira Kecamatan Pamona Utara. Saat ini di Poso

penyebaran penyakit DBD sudah mewabah di delapan kecamatan yakni Poso

Kota, Poso Kota Utara, Poso Kota Selatan, Poso Pesisir, Poso Pesisir Utara,

Poso Pesisir Selatan, Lage dan Kecamatan Pamona Utara (Dinkes Poso,

2016).

Berdasarkan data awal yang di peroleh peneliti dari wilayah kerja

Puskesmas Tangkura kecamatan Poso Pesisir Selatan pada tahun 2015

terdapat 6 Desa yang terkena wabah Penyakit DBD yaitu Desa Tangkura

sejumlah 4 jiwa, Desa Patiwunga sejumlah 23 jiwa, Desa Betalemba

sejumlah 44 jiwa, Desa Malitu 1 jiwa, Desa Taunca 2 jiwa, dan pada Desa

Padalembara 3 jiwa, berdasarkan data awal yang diperoleh peneliti, peneliti

memutuskan untuk memilih Desa Betalemba sebagai tempat penelitian

karena di dukung dengan data yang di dapat peneliti dari Bidan Desa
4

Betalemba pada Tahun 2016 pada bulan Januari penderita Penyakit DBD

sejumlah 24 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 303.

Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang

berjudul : Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Masyarakat Dalam

Pencegahan Penyakit DBD Di Desa Betalemba Kecamatan Poso Pesisir

Selatan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka penulis

merumuskan masalah yang di teliti sebagai berikut : Apakah Ada Hubungan

Pengetahuan Dengan Sikap Masyarakat Dalam Pencegahan DBD Di Desa

Betalemba Kecamatan Poso Pesisir Selatan ?

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum

Diketahuinya hubungan pengetahuan dengan sikap masyarakat dalam

pencegahan penyakit DBD di desa betalemba kecamatan poso pesisir

Selatan.

2. Tujuan khusus

a. Diketahuinya pengetahuan masyarakat tentang penyakit DBD di desa

Betalemba Kecamatan Poso Pesisir Selatan

b. Diketahuinya sikap masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD di

desa Betalemba Kecamatan Poso Pesisir Selatan


5

c. Untuk Menganalisis hubungan pengetahuan dengan sikap masyarakat

dalam pencegahan penyakit DBD di desa Betalemba Kecamatan Poso

Pesisir Selatan

D. Manfaat penelitian

1. Bagi masyarakat

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan atau

informasi untuk meningkatkan pengetahuan dengan sikap masyarakat

tentang penyakit DBD.

2. Bagi institusi

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan bagi

mahasiswa dan peneliti selanjutnya.

3. Bagi peneliti

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan

pengalaman berharga dalam pendidikan khususnya tentang penyakit DBD.

4. Bagi peneliti lain

Diharapkan dapat melakukan penelitian yang lebih dalam lagi tentang

hubungan dengan perilaku masyarakat dalam pencegahan DBD

E. Keaslian penelitian

Penyebab meningkatnya jumlah kasus dan semakin bertambahnya wilayah

terjangkit penyakit DBD karena semakin baiknya transportasi penduduk dari

satu daerah ke daerah lain, adanya pemukiman-pemukiman baru,

penyimpanan-penyimpanan air tradisional yang masih dipertahankan dan

perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk yang masih kurang.


6

Hal ini dapat dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Indah, dkk

(2011) yang menemukan bahwa masih rendahnya pengetahuan masyarakat

terhadap upaya pencegahan DBD berpengaruh pada sikap dan perilaku

masyarakat atau terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap

perilaku responden dalam pencegahan DBD.

Rosdiana (2010) dalam penelitiannya juga membuktikan bahwa ada

hubungan tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku dengan pelaksanaan

pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti.

Berdasarkan Hasil penelitian Ayudhya (2014) menunjukan bahwa sebagian

besar responden mempunyai pengetahuan baik tentang penyakit Demam

Berdarah Dengue (96%), sikap yang baik sebesar (98%) dan tindakan

pencegahan vektor yang baik sebesar (99%). Uji chi square didapatkan p value

= 0,042 yang berarti terdapat hubungan antara pengetahuan dan tindakan

pencegahan vektor, uji chi square juga didapatkan p value = 0,021 yang berarti

terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dan tindakan.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan


1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu penginderaan manusia terhadap

suatu objek tertentu. Proses penginderaan terjadi melalui panca indra

manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

melalui kulit (Over behavior) (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan merupakan hasil tahu dari manusia, yang sekedar

menjawab pertanyaan (What), misalnya apa air, apa manusia, apa alam

dan sebagainya. Pengetahuan hanya dapat menjawab pertanyaan apa

sesuatu itu (Notoatmodjo, 2010).

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang. Menurut Notoatmodjo (2010)

pengetahuan mencakup dalam domain kognitif ada 6 tingkatan, yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat materi yang telah di pelajari

sebelumnya, termaksud pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (Recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh pelajaran yang

telah dipelajari atau rangsangan yang telah di terima, oleh sebab itu ini

adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja


8

yang mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang di pelajari antara

lain menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan,

menjelaskan dan lain sebagainya.

b. Memahami (Komprehention)

Memahami di artikan sebagai sesuatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang di ketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang paham

terhadap objek atau materi yang harus di jelaskan, menyebutkan

contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya tentang objek

yang telah di pahami.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi di artikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah di pelajari pada situasi atau kondisi riil

(sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi dari

hukum- hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam

konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjebarkan materi atau

objek kedalam komponen- komponen, tetapi masih dalam struktur

organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis ini dapat di lihat dari penggunaan kata- kata

kerja, sampai dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokan dan sebagainya.


9

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan (bagian-bagian) dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun, formulasi baru dan formulasi- formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penelitian suatu objek. Penelitian- penelitian ini

berdasarkan suatu criteria yang ada.

3. Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo, (2010) terdapat beberapa factor yang

mempengaruhi pengetahuan yaitu:

a. Pendidikan

Adalah jenjang Pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh

dan diselesaikan untuk memperoleh tanda tamat belajar, semakin

tinggi pendidikan maka akan mempengaruhi pengetahuan tentang

sesuatu.

b. Umur/ usia

Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan dalam mencari

pengetahuan, semakin lama sisa hidup didunia maka semakin tinggi

pengetahuan tentang banyak hal.


10

c. Sumber informasi

Sumber informasi adalah penerangan yang dapat diperoleh dan

suatu sumber yang dapat berupa media cetak, televise, radio dan

internet.

d. Pekerjaan

Jenis pekerjaan juga dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang.

B. Tinjauan Umum Tentang Sikap

1. Pengertian Tentang Sikap

Menurut Thomas dan Znaniecki (1920) yang dikutip Wawan, A dan

Dewi. M (2010) menegaskan bahwa sikap adalah predisposisi untuk

melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu, sehingga sikap

bukan hanya kondisi internal psikologis yang murni dari individu (Purely

physic inner state), tetapi sikap lebih merupakan proses kesadaran yang

sifatnya individual. Artinya, proses ini terjadi secara subyektif dan unik

pada diri setiap individu. Keunikan ini dapat terjadi oleh adanya perbedaan

individual yang berasal dari nilai-nilai dan norma yang ingin dipertahankan

dan dikelola oleh individu. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi

adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan

sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus

sosial.

2. Komponen Pokok Sikap

Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang (Wawan,

A dan Dewi M, 2010), yaitu:


11

a. Komponen kognitif

Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik

sikap. Komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki

individu mengenai sesuatu yang dapat disamakan penanganan (opini),

terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang

kontroversial.

b. Komponen afektif (Komponen emosional)

Merupakan komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau

tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang

positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif.

Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif dan negatif.

c. Komponen konatif (Komponen perilaku atau Action Component)

Merupakan komponen yang berhubungan dengan kecenderungan

bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas

sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau

berperilaku seseorang terhadap objek sikap.

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh

(Total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan,

berpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

3. Tingkatan Sikap

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai

tingkatan (Wawan, A dan Dewi M, 2010), yakni:


12

a. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (Subyek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi

dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-

ceramah tentang gizi.

b. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah,

adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya, seorang ibu

yang mengajak ibu yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke

Posyandu, atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa

sidik jari laten ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi

anak.

d. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.


13

4. Sifat Sikap

Sifat sikap ada dua macam, dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat

negatif (Wawan, A dan Dewi M, 2010):

a. Sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,

mengharapkan objek tertentu.

b. Sikap negatif, terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,

membenci, tidak menyukai objek tertentu.

5. Ciri-ciri Sikap

Ciri-ciri sikap (Wawan, A dan Dewi M, 2010) adalah:

a. Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari

sepanjang perkembangan itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat

ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenis, seperti lapar,

haus, kebutuhan akan istirahat.

b. Sikap dapat berubah-ubah, karena itu sikap dapat berubah pada orang-

orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang

mempermudah sikap pada orang itu.

c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan

tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu terbentuk,

dipelajari, atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek

tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.

d. Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga

merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.


14

e. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat

alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau

pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.

6. Kriteria Penilaian Sikap

Menurut Sugiyono (2010), pengetahuan seseorang dapat diketahui dan

di interpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:

a. Baik, hasil persentase 76%-100%

b. Cukup, hasil persentase 56%-75%

c. Kurang, hasil persentase < 55%

C. Tinjauan Umum Tentang Masyarakat

1. Pengertian Masyarakat

Menurut Idianto (2013) masyarakat adalah sekumpulan manusia yang

relative mandiri dengan hidup bersama dalam jangka waktu yang cukup

lama, mendiami suatu wilayah tertentu dengan memiliki kebudayaan yang

sama dan sebagian besar kegiatan dalam kelompok itu.

2. Ciri-ciri Masyarakat

Menurut Idianto (2013) masyarakat pada umumnya memiliki ciri-ciri

antara lain sebagai berikut:

a. Manusia yang hidup bersama: sekurang-kurangnya terdiri atas dua

orang

b. Bercampur atau bergaul dalam jangka waktu yang cukup

lama.berkumpulnya manusia akan menimbulkan manusia baru.


15

Sebagai akibat hidup bersama, timbul system komunikasi dan

peraturan yang mengatur hubungan antar manusia.

c. Sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan

d. Merupakan suatu system hidup bersama. System kehidupan bersama

menimbulkan kebudayaan karena mereka merasa dirinya terkait satu

sama lain

D. Tinjauan Umum Tentang Penyakit DBD

1. Pengertian DBD

Demam dengue adalah demam virus akut yang disertai sakit kepala,

nyeri otot, sendi dan tulang, penurunan jumlah sel darah dan ruam-ruam.

Demam berdarah dengue/ Dengue Hemorraghagic Fever adalah demam

dengue yang di sertai pembesaran hati dan manifestasi pendarahan. Pada

keadaan parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh dan

syok Hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut Dengue

Shock Syndrome (DSS) (Mardiana,2010).

Penyakit DBD di sebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus

B, yaitu Arthropod- borne virus yang di sebarkan oleh Artropoda. Factor

utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (di daerah perkotaan)

dan Aedes albopiktus (di daerah pedesaan) (Firdaus,2012).

Depkes RI (2012) menjelaskan bahwa nyamuk Aedes aegypti aktif

menggigit pada waktu pagi hari (08.00-12.00) dan sore hari pukul (15.00-

17.00) nyamuk Aedes aegypti ini hidup dan berkembang baik pada tempat-

tempat penampungan air bersih yang tidak langsung berhubungan dengan


16

tanah seperti: vas bunga, toren air, bak mandi, tempayen, ban bekas, kaleng

bekas, botol minuman DLL.

2. Pencegahan penyakit DBD

Tindakan pencegahan Demam Berdarah Dengue dengan Gerakan PSN

(Pemberantasan Sarang Nyamuk) adalah keseluruhan kegiatan yang di

lakukan oleh masyarakat dan pemerintah untuk mencegah penyakit DBD

yang di sertai pemantauan hasil hasilnya secara terus menerus. Gerakan

PSN DBD merupakan bagian terpenting dari keseluruhan upaya

pemberantasan penyakit DBD, dan merupakan bagian dari upaya

mewujudkan kebersihan lingkungan serta perilaku sehat dalam rangka

mencapai masyarakat dan keluarga sejahtera. Dalam membasmi jentik

nyamuk penularan DBD dengan cara yang di kenal dengan istilah 3M plus,

(Depkes RI, 2007 ) yaitu :

a. Menguras bak mandi, bak penampung air, tempat minum hewan

peliharaan minimal sekali dalam seminggu.

b. Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga tidak

dapat di terobos oleh nyamuk dewasa.

c. Mengubur barang bekas yang sudah tidak terpakai, yang semuanya

dapat menampung air hujan sebagai tempat berkembangnya nyamuk

aedes aegypti.

d. Menghindari gigitan nyamuk.

Belum ada vaksin untuk pencegahan penyakit demam berdarah

dengue dan belum ada obatobat khusus untuk pengobatannya. Dengan


17

demikian pengendalian DBD tergantung pada pengendalian nyamuk

Aedes aegypti. Program pemberantasan yang berkesinambungan dan

harus melibatkan antara pemerintah dan masyarakat akan sangat baik

untuk jangka panjang dan berkesinambungan. Tindakan Pencegahan

Demam Berdarah Dengue menurut Depkes RI,2007.

a. Pengelolaan lingkungan

Ada beberapa metode pengelolaan lingkungan yaitu mengubah

lingkungan: perubahan fisik habitat vector, pemanfaatan lingkungan

dengan pengelolaan dan menghilangkan tempat perkembangbiakkan

alami, mengupayakan perubahan perilaku dan tempat tinggal

manusia sebagai usaha mengurangi kontak antara vector-manusia.

1) Mengeringkan instalasi penampungan air

Genangan air, pipa penyaluran, katup pintu air, tempat yang

dapat menampung air dan dapat menjadi tempat perindukkan

jentik Aedes aegypti bila tidak dapat di rawat.

2) Tempat penampungan air di lingkungan rumah tangga

Sumber utama perkembangbiakkan aedes aegypti di

sebagian daerah adalah tempat penampungan air untuk

keperluan rumah tangga, termasuk wadah dari keramik, wadah

dari semen, dan tempattempat penampung air bersih atau

hujan harus di tutup dengan rapat.


18

3) Jambangan dan vas bunga

Jambangan dan vas bunga harus di lubangi sebagai lubang

pengering, vas harus digosok dan di bersihkan

4) Pembuangan sampah padat

Sampah padat kering seperti kaleng, ember, botol, ban

bekas atau sejenisnya yang tersebar di sekitar harus di

pindahkan dan di kubur didalam tanah. Perlengkapan rumah

dan alat perkebunan (ember, mangkok dan alat penyiram)

harus diletakkan terbalik untuk menghindari tertampungnya air

hujan. Ban truk bekas dapat di buat wadah sampah berharga

murah dan dapat dipakai berulang kali.

5) Mengisi lubang pagar

Pagar dan pembatas pagar yang terbuat dari bambu harus

dipotong ruasnya dan pagar beton harus dipenuhi dengan pasir

untuk mengurangi perindukkan nyamuk aedes aegypti.

b. Memodifikasi lingkungan

1) Perbaikan saluran air

Apabila aliran sumber air tidak memadai dan hanya

tersedia pada jam tertentu atau sedikit, harus di perhatikan

kondisi penyimpangan air pada berbagai jenis wadah karena

hal tersebut dapat meningkatkan perkembangbiakkan aedes

aegypti. Tutup rapatrapat wadah dan tidak lupa menaburkan

bubuk abate ke dalam wadah yang berisi air untuk membunuh


19

jentikjentik nyamuk. Takaran bubuk abate untuk 10 liter air

cukup dengan 1 gram bubuk abate. Untuk menakarnya di

gunakan sendok makan.

2) Talang air / tangki air bawah tanah

Tempat perindukkan jentik nyamuk termasuk talang air/

tangki air bawah tanah, maka strukturnya harus di buat anti

nyamuk. Bangunan dari untuk tutup pintu air dan meteran air

juga harus di lengkapi dengan lubang pengering sebagai

tindakan dari pencegahan. Bak mandi di kuras setiap 2 kali

dalam seminggu dan dapat diberikan ikan kecil agar dapat

memutuskan perkembangbiakkan nyamuk.

c. Perlindungan diri

1) Pakaian pelindung

Pakaian dapat mengurangi resiko gigitan nyamuk bila

pakaian tersebut cukup longgar dan tebal, lengan panjang dan

celana panjang serta kaos kaki yang merupakan tempat gigitan

nyamuk

2) Obat nyamuk bakar, Semprot

Produk insektisida rumah tangga, seperti obat nyamuk

bakar, semprotan pyrentrum dan aerosol (semprot) banyak

digunakan sebagai alat perlindungan diri terhadap nyamuk,

Mats elektrik juga dapat digunakan.


20

3) Obat oles anti nyamuk (Repellent)

Pemakaian obat anti nyamuk merupakan cara yang paling

umum bagi seseorang untuk melindungi dirinya dari gigitan

nyamuk atau serangga lainnya. Jenis ini secara luas di

klasifikasikan menjadi dua kategori , penangkal ilmiah dan

penangkal kimiawi. Minyak murni dari ekstrak tanaman

merupakan bahan utama obatobat penangkal nyamuk

alamiah, contohnya, minyak serai, minyak sitrun dan minyak

neem. Bahan penangkal kimiawi seperti DEET (Ndiethyl-m-

toluamide) dapat memberikan perlindungan terhadap aedes

aegypti selama beberapa jam.

4) Tirai dan kelambu nyamuk

Tirai dan kelambu nyamuk sangat bermanfaat untuk

pemberantasan dengue karena spesies ini mengigit pada siang

hari. Kelambu efektif melindungi bayi, orangorang dan

pekerja malam yang sedang tidur siang.

5) Penggunaan tanaman penghalau nyamuk

Menanam tanaman yang dapat mengusir nyamuk dengan

baunya juga dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk

mencegah gigitan nyamuk demam berdarah dengue ini.

Beberapa tanaman yang dapat di gunakan sebagai penghalau

nyamuk diantaranya adalah akar wangi (vertiver zizanoides ).

Ekstrak akar ini mampu membunuh larva nyamuk aedes


21

aegypti kurang lebih dalam waktu 2 jam dengan cara

merendam kedalam air. Ekstrak akar wangi memiliki

kandungan Evodiamine dan Rutaecarpine sehingga

menghasilkan aroma yang cukup tajam yang tidak di sukai

serangga selain itu ekstrak akar wangi terasa pahit, Geranium

memiliki kandungan geraniol dan sitronelol yang merupakan

tanaman berbau menyengat dan harum dan bersifat antiseptic

dan tidak di sukai nyamuk, lavender selain bisa langsung

mengusir nyamuk bunganya juga bisa menghasilkan minyak

yang digunakan sebagai bahan penolak nyamuk bahkan

digunakan sebagai bahan lotion anti nyamuk dengan

komposisi utama adalah Linalool asetat, Rosemary yang

mampu menebarkan aroma sekaligus pengacau penciuman dan

daya efektifitas radar nyamuk.

d. Pengasapan (Fogging)

Pengasapan tidak mampu membasmi jentik nyamuk namun

membunuh nyamuk dewasa. Pengasapan sangat efektif dilakukan

pagi hari, saat angin belum kencang dan aktifitas menggigit nyamuk

sedang memuncak. Pengasapan sebaiknya di lakukan di dalam dan

luar rumah serta bukan di selokan dan pengasapan baiknya di

lakukan pada waktu nyamuk hidup dan berkembangbiak yaitu pagi

hari. Pengasapan menggunakan insektisida malathion 4% dicampur

solar, hanya dapat membunuh nyamuk pada radius 100-200 m


22

disekitarnya dan efektif 1-2 hari. Fogging kurang efektif karena

hanya mampu membunuh nyamuk dewasa dan tidak sekaligus

membunuh larvanya dan dapat mengganggu kesehatan manusia

seperti gangguan paru dan kulit.


23

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS


A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara variabel independen

dan variabel dependen yang ingin diamati dan diukur melalui penelitian yang

akan di laksanakan (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini meneliti variabel

independen yaitu pengetahuan masyarakat tentang penyakit DBD dan

variabel dependen yaitu sikap masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD.

Berdasarkan uraian di atas peneliti membuat kerangka konsep pada

penelitian ini sebagai berikut antara lain:

Bagan 3:1 kerangka konsep tentang hubungan pengetahuan dengan sikap

masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD di desa Betalemba Kecamatan

Poso Pesisir Selatan

Bagan 3.1

Variabel Independen Variabel Dependen

Sikap masyarakat
Pengetahuan
dalam pencegahan
masyarakat tentang
penyakit DBD
penyakit DBD
24

B. Hipotesis

H0: Tidak ada hubungan pengetahuan dengan sikap masyarakat dalam

pencegahan penyakit DBD di desa betalemba kecamatan poso pesisir

selatan

Ha: Ada hubungan pengetahuan dengan sikap masyarakat dalam pencegahan

penyakit DBD di desa betalemba kecamatan poso pesisir selatan


25

BAB 1V

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan study kuantitatif dengan desain

correlation, yang bertujuan untuk memperoleh hubungan pengetahuan

masyarakat tentang demam berdarah dengue terhadap perilaku pencegahan

demam berdarah dengue. metode penelitian ini menggunakan metode

kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis

menggunakan statistic (Sugiyono, 2012). Penelitian ini di lakukan dalam satu

waktu sehingga di sebut cross sectional.

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/ subjek

yangmempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian di tarik kesimpulannya (Sugiyono

2014). Populasi penelitian ini adalah semua masyarakat di desa

Betalemba sebanyak 303 kepala keluarga.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang di teliti

(Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini peneliti akan mengambil

sampel sebagian dari populasi sebanyak 303 kepala keluarga di desa

betalemba.
26

Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan

rumus Slovin sebagai berikut:


n=
1+ ()2

keterangan: n = besar sampel

N = besar populasi

d = tingkat kepercayaan/ ketepatan yang di inginkan 0,05

Data dari populasi sebesar 303 kepala keluarga maka di peroleh besar

sampel yaitu:

303
n=
1+303(0,05)2

n = 171

Dalam pengambilan sampel menggunakan tehnik proporsionate

stratified random sampling, maka jumlah sampel diambil berdasarkan

masing-masing bagian tersebut yang di tentukan dengan rumus n=

(populasi kelas/ jumlah populasi keseluruhan) dan x= (jumlah sampel

yang di tentukan) dengan perbandingan jumlah masing-masing RT

yaitu:

81
RT 1 = 303 X172 = 45 orang

80
RT 2 = X 172 = 45 orang
303
27

70
RT 3 = X 172 = 40 orang
33

72
RT 4 = X 172 = 41 orang
303

C. Variabel Penelitian

1. Variabel Independen

Variabel Independen adalah merupakan variabel sebab dan bebas

mempengaruhi variabel lain atau variabel dependen. Variabel independen

dalam penelitian ini adalah pengetahuan masyarakat tentang penyakit

DBD

2. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel akibat yang terikat dan variabel ini

dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen dalam

penelitian ini adalah sikap masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD.

D. Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah berfungsi untuk membatasi ruang lingkup

atau pengertian variabel-variabel diamati atau diteliti. Definisi operasional

juga berfungsi untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan

terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengambilan instrument

atau alat ukur (Notoatmodjo, 2010).

1. Pengetahuan

Adalah kemampuan responden dalam menjawab pertanyaan tentang

bagaimana pengetahuan masyarakat tentang penyakit DBD.


28

Alat ukur : kuesioner

Skala ukur : ordinal

Cara ukur : mengisi kuesioner

Hasil ukur : Baik jika menjawab benar (76-100)%

Cukup jika menjawab benar (56-75)%

Kurang jika menjawab benar < 55%

2. Sikap

Adalah reaksi atau respon responden dalam melakukan pencegahan

penyakit DBD.

Alat ukur : kuesioner

Skala ukur : ordinal

Cara ukur : mengisi kuesioner

Hasil ukur : Baik jika menjawab benar (76-100)%

Cukup jika menjawab benar (56-75)%

Kurang jika menjawab benar < 55%

E. Tempat Penelitian

Penelitian ini di lakukan di desa Betalemba Kecamatan Poso Pesisir

Selatan.

F. Waktu Penelitian

Penelitian di lakukan pada tanggal 25 sampai 30 April 2016.


29

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang di gunakan oleh peneliti untuk memperoleh

informasi dari responden adalah menggunakan kuesioner, kuesioner dalam

penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu:

1. Kuesioner A berisi tentang pengetahuan masyarakat tentang penyakit

DBD dengan alat ukur kuesioner menggunakan skala guttman, pemberian

skor pada kuesioner ini adalah jawaban Ya di berikan nilai 1 dan jawaban

Tidak diberikan nilai 0.

2. Kuesioner B berisi tentang sikap masyarakat dalam pencegahan DBD

dengan alat ukur kuesioner menggunakan skala likert, pemberian skor

pada kuesioner ini adalah untuk jawaban setuju di beri nilai 1 dan untuk

jawaban tidak setuju di beri nilai 0.

H. Prosedur Pengumpulan Data

1. Data primer

Data primer di kumpulkan dengan pengisian kuesioner oleh

responden, dimana kuesioner tersebut berisikan pernyataan-pernyataan

yang ada dalam bentuk pernyataan tertutup yang mengacu pada variabel

dependen yakni sikap masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD di

desa Betalemba Kecamatan Poso Pesisir Selatan.

2. Data sekunder

Data sekunder pada penelitian ini adalah data yang berkaitan dengan

penelitian yang diperoleh dari desa Betalemba.


30

I. Pengolahan Data dan Analisa Data

1. Pengolahan data:

Menurut Notoatmodjo, (2010) Sebelum di lakukan analisa data maka

data yang telah diperoleh diolah dengan tahap sebagai berikut:

a. Editing

Kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau

kuesioner.

b. Coding

Mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi angka atau

bilangan.

c. Tabulating

Yaitu pelaksanaan dan perhitungan data berdasarkan variabel yang

diteliti.

d. Entry

Memasukan data ke dalam fasilitas komputer dengan program

SPSS.

e. Cleaning

Kegiatan untuk mengecek kembali kemungkinan adanya

kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya,

kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.

f. Describbing

Menggambarkan atau menjelaskan data yang sudah di kumpulkan.


31

2. Analisa Data

Setelah di lakukan analisis pengolahan, manajemen data, langkah

selanjutnya adalah melakukan analisa data. Adapun analisis data yang di

lakukan dalam penelitian ini terdiri dari yaitu:

a. Analisa univariat

Pada penelitian ini analisis univariat menggunakan analisis

persentase dari seluruh responden yang di ambil dalam penelitian, di

mana akan di gambarkan bagaimana komposisinya ditinjau dari

beberapa segi sehingga dapat di analisis responden. Analisis univariat

di lakukan untuk menganalisis variabel-variabel karakteristik

individu yang ada secara deskriptif dengan menggunakan distribusi

frekuensi dan proporsinya. Analisis univariat dalam penelitian ini di

lakukan pada variabel penelitian meliputi:

1) Data Demografi masyarakat yang terdiri dari umur, pendidikan

dan jenis kelamin.

2) Pengetahuan masyarakat tentang penyakit demam berdarah

dengue.

3) Sikap masyarakat dalam pencegahan penyakit demam berdarah

dengue.

b. Analisa bivariat

Analisi bivariat digunakan untuk menguji hubungan/ pengaruh,

perbedaan antara dua variabel. Analisis bivariat yang di gunakan

dalam penelitian ini yaitu uji chi square pada 0,05, artinya bila
32

p0,05 maka hipotesis H0 ditolak, artinya terdapat hubungan yang

signifikan antara variabel independen dan variabel dependen. Namun

jika p>0,05 maka H0 diterima, berarti tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen

J. Etika Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menekankan masalah etika yang perlu di

tekankan selama penelitian yaitu:

1. Informed concent

Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden

penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent

tersebut di berikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan

lembar persetujuan untuk menjadi responden (Hidayat,2011).

2. Anonimity (tanpa nama)

Digunakan untuk memberikan jaminan dalam penggunaan subjek

penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencamtumkan nama

responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan di sajikan (Hidayat,

2011).

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Memberikan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun

masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan di

jamin kerahasian oleh peneliti, Hanya sekelompok data tertentu yang

dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2011).


33

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Sampel

Desa Betalemba merupakan salah-satu desa yang berada di daerah poso

pesisir selatan yang memiliki 303 kepala keluarga, Desa betalemba memiliki

kejadian penyakit DBD terbanyak di tahun 2015 dan 2016 yaitu pada tahun

2015 sebanyak 44 jiwa yang terjadi mulai pada bulan oktober dan tahun 2016

sebanyak 24 jiwa. Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan oleh peneliti

pada tanggal 25 sampai dengan 30 april 2016 dengan jumlah responden

sebanyak 171, rata-rata yang menjadi responden dalam penelitian ini yaitu

masyarakat yang termaksud dalam kategori remaja dan dewasa dan memiliki

pendidikan SD, SMP, SMA, D3 sampai dengan perguruan tinggi dan terdiri

dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Desa betalemba merupakan desa

yang bersebelahan dengan desa tabalu dan desa pattiwunga dan memiliki

wilayah perumahan padat penduduk yang terbagi atas 4 RT, berikut

merupakan jumlah kepala keluarga berdasarkan masing-masing RT yaitu:

RT 1 : 81 kepala keluarga

RT 2 : 80 kepala keluarga

RT 3 : 70 kepala keluarga

RT 4 : 72 kepala keluarga
34

B. Analisa Data

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan pengetahuan dengan

sikap masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD di desa betalemba

kecamatan poso pesisir selatan. Data yang di ambil yaitu melalui kuesioner

selanjutnya di analisa menggunakan analisa univariat dan bivariat

1. Analisa univariat

a. Umur

Data umur responden di sajikan dalam bentuk tabel dan

menggunakan data numerik

Tabel 5.1
Distribusi Karateristik Responden Berdasarkan Umur di Desa
Betalemba Kecamatan Poso Pesisir Selatan

Umur Frekuensi (f) Persentase (%)


19-35 tahun 77 45.0
Valid
36-50 71 41.5
51-72 23 13.5
Total 171 100.0
Sumber : data primer, yang di olah tahun 2016

Tabel diatas menunjukan bahwa umur responden dengan rentang

tertinggi yaitu 19-35 tahun dengan jumlah 77 responden (45,%), dan

responden paling sedikit adalah rentang umur 51-72 tahun dengan

jumlah 23 (13,5 %) responden.

b. Jenis kelamin

Pengelompokkan responden berdasarkan kategori jenis kelamin

digambarkan pada tabel 5.2 berikut :


35

Tabel 5.2
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di
Desa Betalemba Kecamatan Poso Pesisir Selatan

Jenis kelamin Frekuensi (f) Persentase (%)


Laki-laki 79 46.2
Perempuan 92 53.8
Total 171 100.0
Sumber : data primer, yang di olah tahun 2016

Tabel 5.2 menunjukan hasil bahwa dari 171 responden yang

berjenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 92 (53,8%) sedangkan

laki-laki hanya berjumlah 79 (46,2%).

c. Pendidikan

Pada penelitian ini peneliti membagi tingkat pendidikan responden

yaitu SD, SMP, SMA, D3 DAN SARJANA (S1). Tabel 5.3

menunjukan distribusi karakteristik responden berdasarkan tingkat

pendidikannya.

Tabel 5.3
Distribusi karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan di Desa
Betalemba Kecamatan Poso Pesisir Selatan

Pendidikan Frekuensi (f) Persentase (%)


SD 45 26.3
SMP 45 26.3
SMA 61 35.7
D3 9 5.3
S1 11 6.4
Total 171 100.0
Sumber : Data Primer, yang di olah tahun 2016

Tabel 5.3 menunjukan sebagian besar responden yang mempunyai

tingkat pendidikan terbanyak yaitu SMA dengan jumlah 61 (35,7%)


36

responden, dan hanya sebagian kecil responden yang memiliki tingkat

pendidikan D3 dengan jumlah 9 (5,3%) responden.

d. Pengetahuan

Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan dapat dilihat

pada tabel 5.4

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang
Penyakit DBD di Desa Betalemba Kecamatan Poso Pesisir
Selatan

Pengetahuan Frekuensi (f) Persentase (%)


Baik 68 39.8
Cukup 83 48.5
Kurang 20 11.7
Total 171 100.0
Sumber : data primer, di olah tahun 2016

Tabel 5.4 merupakan data yang di peroleh dari kuesioner

pernyataan pengetahuan responden terhadap penyakit DBD dapat di

lihat bahwa responden berpengetahuan cukup yaitu sebanyak 83

(48,5%%) dilanjutkan responden dengan berpengetahuan baik 68

(39,8%) responden dan terdapat 20 (11.7%) yang berpengetahuan

kurang.

e. Sikap

Pengelompokkan responden berdasarkan kategori sikap responden

dalam pencegahan penyakit DBD dapat di lihat pada tabel 5.5


37

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sikap Responden Dalam
Pencegahan Penyakit DBD di Desa Betalemba Kecamatan
Poso Pesisir Selatan

Sikap Frekuensi (f) Persentase (%)


Baik 53 31.0
Cukup 105 61.4
Kurang 13 7.6
Total 171 100.0
Sumber : Data primer, diolah tahun 2016

Tabel 5.5 merupakan data yang di peroleh dari hasil keseluruhan

kuesioner pernyataan responden dalam pencegahan penyakit DBD,

dapat dilihat bahwa pada umumnya 105 (61.4%) responden memiliki

sikap dalam pencegahan yang cukup, selanjutnya sebanyak 53

(31.0%) responden memiliki sikap termaksud dalam kategori baik dan

hanya 13 (7.6%) responden yang memiliki sikap kurang.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat di lakukan untuk mengetahui hubungan variabel

independen dan variabel dependen. Uji statistik yang digunakan adalah uji

Chi Square dengan tingkat kemaknaan = 0,05, adapun hasil analisa

bivariat hubungan pengetahuan dengan sikap seperti yang terlihat pada

tabel di bawah ini.


38

Tabel 5.6
Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Responden Dalam Pencegahan
Penyakit DBD di Desa Betalemba Kecamatan Poso Pesisir Selatan

PENGETAHUAN * SIKAP Crosstabulation

SIKAP
PENGETAHUAN Total p
BAIK CUKUP KURANG
BAIK 25 44 0 69
14.6% 25.7% 0.0% 40.4%
CUKUP 25 52 3 80
14.6% 30.4% 1.8% 46.8%
KURANG
0,00
3 8 11 22
1.8% 4.7% 6.4% 12.9%
53 104 14 171
Total
31.0% 60.8% 8.2% 100.0%
Sumber : data primer, diolah tahun 2016

Berdasarkan tabel 5.6 di atas menunjukan bahwa dari 171 responden

terbanyak adalah responden berpengetahuan cukup dengan sikap cukup

sebanyak 52 (30,4%) responden dan responden berpengetahuan baik

dengan sikap cukup sebanyak 44 (25,7%) responden, selanjutnya

responden pengetahuan baik dengan sikap baik sebanyak 25 (14,6%)

responden, kemudian responden pengetahuan cukup dengan sikap baik

sebanyak 25 (14,6%) responden dan responden pengetahuan kurang

dengan sikap kurang sebanyak 11 (6,4%) responden, kemudian

responden pengetahuan kurang dengan sikap cukup sebanyak 8 (4,7%)

responden, selanjutnya responden pengetahuan kurang dengan sikap baik

sebanyak 3 (1,8%) responden dan untuk responden dengan pengetahuan

cukup dan sikap kurang sebanyak 3 (1,8%) responden dan responden

pengetahuan baik dengan sikap kurang yakni tidak ada.


39

Hasil analisa menggunakan rumus Chi Square di dapatkan nilai

signifikan p = 0,00 (<0,05) sehingga Ha di terima, hal ini menunjukkan

bahwa terdapat hubungan pengetahuan dengan sikap masyarakat dalam

pencegahan penyakit DBD di desa betalemba kecamatan poso pesisir

selatan.

C. Pembahasan

1. Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Masyarakat Dalam Pencegahan

Penyakit DBD Di Desa Betalemba Kecamatan Poso Pesisir Selatan.

Berdasarkan tabel 5.6 Hasil uji statistik dalam penelitian dengan

menggunakan rumus Chi Square di dapatkan nilai signifikan p = 0,00

(<0,05) yang menunjukan bahwa terdapat hubungan pengetahuan dengan

sikap masyarakat dalam pencegehan penyakit DBD di Desa Betalemba

Kecamatan Poso Pesisir Selatan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh

Rosdiana (2010) yang dalam penelitiannya juga membuktikan bahwa ada

hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku dengan pelaksanaan

pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti.

Hasil tersebut juga di perkuat oleh penelitian yang di lakukan oleh

Anif Budiyanto mengenai pemberantasan sarang nyamuk yang di lakukan

di Palembang tahun 2005 dengan hasil ada hubungan antara pengetahuan

dengan sikap kaitannya dengan pemberantasan sarang nyamuk DBD (p

value = 0,000, OR = 3,097).


40

Penelitian yang di lakukan oleh Zulaikkah (2014) menjelaskan bahwa

pentingnya faktor pendukung melalui kebijakan pemerintah dalam

meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang

nyamuk, terlebih jika hal tersebut di fasilitasi dengan adanya kader juru

pemantau jentik (JUMANTIK) yang bertugas dalam mengawasi kegiatan

pemberantasan sarang nyamuk di masyarakat, terbukti dalam hasil

penelitian ini menjelaskan bahwa kader JUMANTIK tersebut

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningktan bebas jentik

yaitu, pada saat survey awal tanpa peran serta kader JUMANTIK sebesar

68% dan setelah di lakukan pembentukan dan di lakukan pelatihan

JUMANTIK untuk melakukan pemeriksaan jentik berkala di dapatkan

peningkatan angka bebas jentik yaitu 89%. Hasil penelitian tersebut di

dapatkan hasil bahwa dengan adanya pembentukan dan pelatihan kader

JUMANTIK dapat memotivasi masyarakat untuk melakukan kegiatan

pemberantasan sarang nyamuk yang berguna untuk mencegah terjadinya

DBD.

Berdasarkan hasil yang telah di peroleh peneliti yang menunjukan

bahwa terdapat hubungan pengetahuan dengan sikap masyarakat dalam

pencegahan penyakit DBD di Desa Betalemba Kecamatan Poso Pesisir

Selatan hal tersebut di sebabkan karena dengan pengetahuan yang di

miliki oleh responden maka hal ini akan mendorong responden untuk

lebih meningkatkan sikap dan perilaku dalam pencegahan penyakit DBD.

Dengan pengetahuan yang baik yang di miliki oleh responden hal ini
41

mungkin di sebabkan oleh banyaknya informasi-informasi yang mereka

peroleh baik dari media cetak, televise, radio dan internet, aktifnya

petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan mencegah penyakit

DBD dan lain sebagainya.

Dalam melakukan penelitian peneliti mendapat hambatan yaitu

adanya dua orang yang tidak bersedia untuk menjadi responden, hal ini di

sebabkan karena kesibukan yang mereka miliki sehingga merasa tidak

memiliki kesempatan untuk mengisi kuesioner yang telah ada.

2. Keterbatasan penelitian

Peneliti menyadari adanya keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian

ini, keterbatasan penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kemungkinan adanya responden yang menjawab penyataan tidak

dengan sungguh-sungguh, hal ini di karenakan peneliti tidak

mengobservasi secara langsung melainkan hanya mengajukan

pernyataan mengenai pencegahan penyakit DBD.

b. Kemungkinan adanya faktor lain bahwa pencegahan penyakit

DBD bisa jadi bukan hanya di pengaruhi oleh pengetahuan

melainkan dari faktor lain.


42

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah di jelaskan dan

di jabarkan pada bab-bab sebelumnya, kesimpulan yang dapat di tarik dalam

penelitian ini adalah Hasil uji statistik menunjukan terdapat hubungan antara

variabel pengetahuan masyarakat tentang penyakit DBD dengan variabel

sikap masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD p = 0,00 (<0.05).

Jadi semakin baik pengetahuan seseorang maka akan menimbulkan

kesadaran dan dapat membuat seseorang memiliki sikap sesuai dengan

pengetahuan yang di milikinya.

B. Saran

1. Bagi masyarakat

Masyarakat hendaknya lebih menambah informasi mengenai segala

hal berhubungan dengan demam berdarah dengue (penyebab, bahaya dan

cara pencegahannya) agar pengetahuannya bertambah dan dapat

mengetahui informasi- informasi terbaru mengenai demam berdarah

dengue.

2. Bagi institusi

Perlu di lakukan penelitian lebih lanjut yang mendalam mengenai

faktor- faktor lain yang berhubungan dengan pencegahan penyakit DBD.


43

3. Bagi peneliti selanjutnya

Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan meneliti faktor-faktor lain

yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit demam berdarah dengue,

selain faktor pengetahuan dan sikap seperti peranan keluarga, petugas

kesehatan, ketersediaan sarana dan prasarana, sosian ekonomi, perilaku

tokoh masyarakat dan tokoh agama.

Anda mungkin juga menyukai