Anda di halaman 1dari 14

A PERHITUNGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DAN PAJAK

PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM)

PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak dengan Dasar
Pengenaan Pajak (DPP).

I. Tarif PPN & PPnBM

1. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen).

2. Tarif PPN sebesar 0% (sepuluh persen) diterapkan atas:

Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) Berwujud;

Ekspor BKP Tidak Berwujud; dan

Ekspor Jasa Kena Pajak.

3. Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua
ratus persen).

4. Tarif PPnBM atas ekspor BKP yang tergolong mewah adalah 0% (nol persen).

II. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang
terutang, berupa: Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain
yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

a) Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN
yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam
Faktur Pajak.

b) Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP),ekspor Jasa Kena Pajak,
atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut
menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak
atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud.

c) Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah
pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-
Undang PPN.

d) Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh eksportir.

e) Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan
Keputusan Menteri Keuangan. Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak
adalah sebagai berikut :

a) untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah
dikurangi laba kotor;

b) untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian
setelah dikurangi laba kotor;

c) untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-
rata;

d) untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;

e) untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran;

f) untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menuru tujuan semula
tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan,
adalah harga pasar wajar;
g) untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga
perolehan;

h) untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga lelang;

i) untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10 % (sepuluh persen) dari jumlah yang
ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau

j) untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh
persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

III. Perhitungan PPN Dan PPnBM

Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

1. PKP A menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp 25.000.000,00 Pajak
Pertambahan Nilai yang terutang

= 10% x Rp25.000.000,00

= Rp2.500.000,00

PPN sebesar Rp2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak A.

2. PKP B melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh Penggantian


sebesar Rp20.000.000,00. PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP B:

= 10% x Rp20.000.000,00

= Rp 2.000.000,00

PPN sebesar Rp2.000.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak B.
3. Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor
sebesar Rp15.000.000,00. PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai

= 10% x Rp15.000.000,00

= Rp 1.500.000,00

Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)

Pengusaha Kena Pajak D mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan
Nilai Impor sebesar Rp5.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut
selain dikenai PPN juga dikenai PPnBM misalnya dengan tarif 20%. Penghitungan PPN dan
PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut adalah:

Dasar Pengenaan Pajak = Rp 5.000.000,00

PPN = 10% x Rp5.000.000,00

= Rp500.000,00

PPn BM = 20% x Rp5.000.000,00

= Rp1.000.000,00

Kemudian PKP D menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu
BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%.
Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat
dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp1.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga BKP
yang dihasilkan oleh PKP D atau dibebankan sebagai biaya.

Misalnya PKP D menjual BKP yang dihasilkannya, maka penghitungan PPN dan PPn BM
yang terutang adalah :

Dasar Pengenaan Pajak = Rp50.000.000,00

PPN = 10% x Rp50.000.000,00


= Rp5.000.000,00

PPn BM = 35% x Rp50.000.000,00

= Rp17.500.000,00

PPN sebesar Rp500.000,00 yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan
bagi PKP D dan PPN sebesar Rp5.000.000,00 merupakan pajak keluaran bagi PKP D.
Sedangkan PPnBM sebesar Rp1.000.000,00 tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan
PPnBM sebesar Rp17.500.000,00 tidak dapat dikreditkan oleh PKP X.

1. Perhitungan PPN Keluaran Atas Penjualan ke PKP Pemerintah dan ke Bonded


Zone Area

Pajak keluaran ialah pajak yang dikenakan ketika subjek pajak melakukan
penjualanterhadap barang kena pajak (BKP) dan atau jasa kena pajak (JKP) yang tergolong
dalambarang mewah. Sebagai salah satu jenis pajak, Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
seringkalidisebut sebagai pajak objektif. Pada PPN, hal yang pertama kali ditekankan
adalah objekpajak yang akan dikenakan. Kemudian, subjek pajak yang terkena. Misalnya,
barang-barangmewah, kendaraan mewah, dan sebagainya. Yang pertama dikenakan adalah
tarif pada tiap-tiap barang tersebut. Kemudian, barulah wajib pajak pengonsumsi barang
tersebut yangdikenai beban pajaknya sehingga wajib pajak tersebut disebut sebagai subjek
pajak.Dalam pengenaan pajak terhadap subjek pajak tersebut, terdapat dua kategori.
yaitu,pajak keluaran dan pajak masukan.

Dalam hal ini, subjek pajak yang dimaksud adalahpengusaha kena pajak (PKP)
yang melakukan transaksi jual beli barang. Artinya, PKPmengambil atau memungut rupiah
yang dihasilkan dari penjualan barang kena pajak (BKP)miliknya yang dibeli konsumen.
Kemudian, nantinya dapat berfungsi menjadi kredit ataupengurang pajak. Menjadi kredit
atau pengurang pajak karena sebelumnya sang PKP telah dikenai tarif pajak yang sama atas
pembelian barang tersebut yang di kemudian hari dijualolehnya. Jadi, PPN dalam hal ini
hanya terjadi pelimpahan beban. Adapun batas waktu untuk melakukan pengkreditan pajak
keluaran tersebut adalah tiga bulan setelah masa pajak berakhir sehingga PKP memiliki
waktu yang cukup leluasauntuk melakukan pengkreditan pajaknya.
2. Perhitungan PPN Keluaran Atas Penjualan ke PKP Pemerintah dan ke Bonded
Zone Area

Pengusaha Kena Pajak B adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri


pembuatan sepatu. Pada bulan Januari 2014, Pengusaha Kena Pajak B tersebut membeli
generator listrik yang dimaksudkan untuk digunakan seluruhnya untuk kegiatan pabrik
dengan nilai perolehan sebesar Rp100.000.000,00 dengan Pajak Pertambahan Nilai sebesar
Rp10.000.000,00. Pajak Masukan atas perolehan generator listrik sebesar Rp10.000.000,00
secara keseluruhan dikreditkan pada Masa Pajak Januari 2014.

Masa manfaat generator listrik tersebut sebenarnya adalah 5 (lima) tahun, tetapi untuk
penghitungan kembali Pajak Masukan ini, masa manfaat generator listrik tersebut
ditetapkan 4 (empat) tahun, sehingga alokasi pengkreditan Pajak Masukan untuk setiap
tahunnya adalah sebesar:

Rp 10.000.000,00

--------------------- = Rp2.500.000,00

Selama tahun 2014 ternyata generator listrik tersebut digunakan:

untuk bulan Januari sampai dengan Juni 2014:

i. 10% untuk perumahan karyawan dan direksi;

ii. 90% untuk kegiatan pabrik, dan

untuk bulan Juli sampai dengan Desember 2014:

i. 20% untuk perumahan karyawan dan direksi;

ii. 80% untuk kegiatan pabrik.


Berdasarkan data tersebut di atas, rata-rata penggunaan generator listrik untuk
kegiatan pabrik adalah:

90% + 80%

-------------- = 85%

Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk tahun buku
2014 dapat dilakukan paling lambat pada Masa Pajak Maret 2015.

Pengusaha Kena Pajak B melakukan penghitungan kembali Pajak Masukan pada Masa
Pajak Februari 2015. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk tahun buku 2014
seharusnya sebesar:

Rp10.000.000,00

85% x --------------------- = Rp2.125.000,00

Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali dengan mengurangi Pajak


Masukan untuk Masa Pajak Februari 2015 adalah sebesar:

Rp2.500.000,00 - Rp2.125.000,00 = Rp375.000,00

Penghitungan kembali Pajak Masukan seperti perhitungan di atas dilakukan


sampai dengan masa manfaat generator listrik berakhir.
3. Perhitungan PPN Keluaran Atas Penjualan ke PKP Pemerintah dan ke Bonded
Zone Area

PPN atas kegiatan membangun sendiri

Tarif Dan Dasar


Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 3 ayat 1 dan 2,
diatur bahwa:

1. Kegiatan membangun sendiri akan dikenakan PPN dengan tarif sebesar 10 % (sepuluh
persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
2. Dasar Pengenaan Pajak atas kegiatan membangun sendiri adalah 20% (dua puluh
persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk
membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.

Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri


Jadi dengan mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
163/PMK.03/2012 Pasal 3 yang disebutkan diatas, perhitungan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) atas kegiatan membangun sendiri adalah sebagai berikut :

PPN = Tarif x DPP

PPN = 10% x (20% x Jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau dibayarkan untuk
membangun bangunan)

Contoh:

Pada Bulan Desember 2012 Bapak Andi memulai membangun sebuah rumah
untuk tempat tinggal pribadinya. Luas keseluruhan dari rumah tersebut adalah sebesar
200 m2, biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Bapak Andi dalam upaya membangun
rumah tersebut sampai dengan selesainya bangunan tersebut adalah sebagai berikut:
pembelian tanah sebesar Rp 200.000.000, pembelian bahan baku bangunan keseluruhan
Rp 180.000.000, biaya upah mandor dan pekerja bangunan Rp. 70.000.000. Maka
berapakah Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas pembangunan rumah tersebut?

Jawab:

Sesuai dengan PMK No. 163/PMK.03/2012 tarif PPN atas Kegiatan Membangun
Sendiri yang terhutang adalah:

= 10% X DPP

= 10% X (20% X Total biaya Pembangunan)

= 10% X (20% X (Rp 180.000.000 + Rp 70.000.000)

Sehingga PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri yang terhutang adalah :

= 10% X 20% X Rp 250.000.000

= Rp 5.000.000

Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai atas Penjualan Aset


Board of Directors (B.O.D) PT. XYZ sebuah perusahaan pembuat sepeda
terkenal merk P telah memutuskan untuk mengganti sebagian mesin-mesin yang
dibeli tahun1998 kepada distributor lokal yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Perusahaan bermaksud melepas mesin-mesin tersebut pada awal tahun 2010 dengan cara
menjualnya kepada calon pembeli, dan kebetulan sudah ada pihak yang bersedia untuk
membelinya (calon pembeli bukan Pemungut PPN). Perusahaan juga bermaksud untuk
menjual tiga buah kendaraan jenis sedan perolehan tahun 2000 yang selama ini
digunakan oleh para direksi, dan akan menggantinya dengan kendaraan baru.
Sebagai informasi tambahan PT. XYZ adalah wajib pajak yang telah dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) oleh Ditjen Pajak. Terkait dengan rencana
penjualan mesin-mein dan kendaraan tersebut, ada beberapa permasalahan yang perlu
kita jawab yaitu, apakah atas penjualan mesin-mesin dan kendaraan tersebut harus
dikenakan PPN? Bagaimana mekanisme pengenaannya? Bagaimana cara
mempertanggungjawabkan PPN terutangnya? Dengan memperhatikan apa yang telah
diuraikan pada Bagian-I tulisan ini, maka dapat dijelaskan sebagai berikut : Bahwa
aktiva yang akan dilepas (dijual) terdiri atas dua jenis yaitu mesin-mesin dan kendaraan
bermotor jenis jenis sedan.
Mesin-mesin yang dibeli pada tahun 1998 adalah mesin-mesin yang
berhubungan dengan kegiatan usaha, dibeli dari Pengusaha Kena Pajak PPN dipungut
dengan faktur pajak standar, dengan demikian PPN yang dibayar pada saat perolehan
aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan. Kendaraan bermotor jenis sedan
yag dibeli tahun 2000, menurut ketentuan yakni Pasal 9 ayat (8) UU PPN 1984, tidak
dapat dikreditkan. PT.XYZ sebagai pengusaha yang melakukan penyerahan aktiva
tersebut adalah Pengusaha Kena Pajak.
Atas penjualan aktiva berupa mesin-mesin yang akan dilakukan pada awal 2010,
dikenakan PPN Pasal 16D sebesar 10% dari harga jual-nya. Sebagai
pertanggungjawaban atas pengenaan PPN tersebut diterbitkan faktur pajak dan harus
dilaporkan pada SPT Masa PPN sebagai Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur
Pajak (Lampiran 1 Romawi II Formulir 1108A). Atas penjualan aktiva berupa kendaraan
bermotor jenis sedan tidak dikenakan PPN karena salah satu persyaratan dalam Pasal
16D UU PPN 1984 yaitu bahwa PPN yang dibayarkan pada saat perolehan aktiva
tersebut (menurut ketentuan) dapat dikreditkan tidak terpenuhi.

Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai atas Penjualan Aset


1.Contoh Soal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Ekspor
PKP D melakukan ekspor BKP dengan nilai ekspor Rp. 10.000.000,00. Berapa PPN
terutang?
PPN yang terutang = 0% x Rp. 10.000.000 = Rp. 0,00
PPN sebesar Rp. 0,00 tersebut merupakan pajak keluaran
PKP X melakukan ekspor BKP dengan nilai ekspor Rp. 75.000.000,00. Berapa PPN
terutang?
PPN yang terutang = 0% x Rp. 75.000.000 = Rp. 0,00
PPN sebesar Rp. 0,00 tersebut merupakan pajak keluaran
2. PT Wiro mengimpor barang dari Jepang. PT Wiro tidak memilki Angka pengenal
Impor, adalah perusahaan percetakan yang mengimpor mesin Fotokopi dari Jepang
sebanyak 20 unit barang. Harga faktur per unit sebesar US$500. Biaya asuransi dan
biaya angkut antar daerah pabean masing-masing 5% dan 10% dari harga faktur.
Pungutan pabean lain yang sah adalah Rp 22.500.000,-. Kurs yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan pada waktu itu adalah Rp 9.000. Berapa PPN terutang?
Harga faktur 20 x $500 = $10.000
Biaya asuransi 5% x $10.000 = $500
Biaya angkut 10% x $10.000 = $1.000
------------
CIF $11.500
CIF dalam Rupiah $11.500 x Rp 9.000 =Rp.103.500.000,00
Pungutan pabean lainnya =Rp. 22.500.000,00
---------------------
Nilai Impor =Rp.126.000.000,00
PPN yang terutang (10% x Rp. 126.000.000 ) = Rp. 12.600.000,00
PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
(PPN) DAN (PPnBM).

I. Yang wajib membayar/menyetor dan melapor PPN/PPnBM :

1. Pengusaha Kena Pajak (PKP)

2. Pemungut PPN/PPnBM, adalah :

- Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara

- Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah

- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

II. Yang Wajib Disetor :

1. Oleh PKP:
a) PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak
Keluaran. Yang disetor adalah selisih Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, bila
Pajak Masukan lebih kecil dari Pajak Keluaran.

b) PPnBM yang dipungut oleh PKP Pabrikan Barang Kena Pajak (BKP) yang
tergolong mewah.

c) PPN/ PPnBM yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP).

2. Oleh Pemungut PPN/PPnBM adalah PPN/PPnBM yang dipungut oleh Pemungut

PPN/ PPnBM.

III. Tempat Pembayaran :

1. Kantor Pos dan Giro

2. Bank Persepsi

IV. Saat Pembayaran PPN dan PPNBM :

1. PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetor paling lama akhir bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai disampaikan.

2. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus dibayar/
disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP tersebut.

3. PPN/PPnBM atas Impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran BeaMasuk,
dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/ dibebaskan, harus dilunasi pada saat
penyelesaian dokumen Impor. PPN/PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh:

a. Bendahara Pemerintah, harus disetor paling lama tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN / PPnBM atas Impor, harus
disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak

c. PPN dari penyerahan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus
dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (D.O)
ditebus.

V. Saat Pelaporan PPN dan PPnBM

1. PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa
dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lama akhir bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

2. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi
segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.

3. PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan:

a. Bendahara Pemerintah harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir.

b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan paling lama akhir
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

4. Untuk penyerahan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM dihitung sendiri
oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat
paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

IV. Sarana dalam Pembayaran PPN / PPnBM

1. Untuk membayar/menyetor PPN dan PPnBM digunakan formulir Surat Setoran Pajak
(SSP) yang tersedia di Kantor-kantor Pelayanan Pajak dan Kantor-kantor Pelayanan
Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di seluruh Indonesia.

2. Surat Setoran Pajak (SSP) menjadi lengkap dan sah bila jumlah PPN/ PPn BM yang
disetorkan telah sesuai dengan yang tercantum di dalam Daftar Nominatif Wajib Pajak
(DNWP) yang dibuat oleh: Bank penerima pembayaran, Kantor Pos dan Giro, atau
Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai penerima setoran.

Referensi :

www.pajak.go.id

http://www.ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=11

http://www.pajakita.net/2009/12/pengenaan-ppn-pasal-16d-atas-penyerahan.html

http://ssukmaa.blogspot.co.id/2016/04/ppn-atas-eksporimpor-dan-ppnbm.html

Anda mungkin juga menyukai