Anda di halaman 1dari 30

BAB I

LATAR BELAKANG
Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapi.
Manifestasinya bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam jiwa
hingga perdarahan samar yang tidak dirasakan. Pendekatan pada pasien dengan
perdarahan saluran cerna adalah dengan menentukan beratnya perdarahan dan
lokasi perdarahan.1
Perdarahan saluran cerna dapat berasal dari saluran cerna bagian atas
(SCBA) atau saluran cerna bagian bawah (SCBB). Manifestasi klinisnya dapat
sangat bervariasi mulai dari yang ringan, sampai dengan perdarahan masif dan
renjatan. Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah kehilangan darah dalam
lumen saluran cerna mulai dari esofagus sampai dengan duodenum. Perdarahan
saluran cerna bagian bawah didefinisikan sebagai perdarahan yang berasal dari
usus di sebelah bawah ligamentum treitz.2
Di Amerika Serikat pendarahan akut GI adalah penyebab utama masuknya
pasien kerumah sakit, yang diperkirakan 300.000 pasien setiap tahunnya.
Pendarahan saluran cerna atas memiliki kejadian tahunan yang berkisar antara 40-
150 per 100.000 orang dan tingkat mortalitas 6-10 %, dibandingkan dengan
perdarahan saluran cerna bawah yang lebih rendah, memiliki kejadian tahunan
mulai dari 20-27 per 100.000 orang dan tingkat mortalitas dari 4 -10 %.
Perdarahan saluran cerna akut lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita dan
prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 ANATOMI

Sistem gastrointestinal juga dikenal dengan sistem pencernaan atau traktus


atau kanal alimentari. Struktur dasar pencernaan adalah mulut, faring, esofagus,
lambung dan usus. Struktur ini di dukung oleh organ tambahan pada pencernaan-
kelenjar saliva, hati, pankreas, dan kandung empedu.5
2.1.1 Cavum oris
Juga disebut dengan rongga mulut, adalah permulaan dari saluran
pencernaan. Rongga ini menerima dan memulai pemecahan makanan secara
mekanik dengan cara mengunyah dan menggiling makanan. Pencernaan kimiawi
makanan juga dimulai di dalam rongga mulut. Makanan akan bercampur dengan
saliva yang mengandung enzim amilase, kemuadian memecahan karbohidrat
menjadi molekul gula yang lebih kecil. Pencampuran makanan dengan saliva akan
membuat makanan menjadi basah dan membentuk makanan menjadi bolus, yang
akan berpindah dari rongga mulut ke kedalam esofagus.5

2
2.1.2 Faring
Faring berada di belakang hidung dan mulut. Faring memiliki panjang 12
cm dan dibagi menjadi tiga bagian nasofaring, orofaring dan laringofaringeal.
Faring bersambungan dengan mulut di bagian superior dan esofagus serta laring
di bagian inferior. 5
2.1.3 Esofagus
Esofagus merupakan pipa muskular yang memiliki panjang sekitar 25 cm,
yang terletak dari faring ke lambung. Esofagus berada di belakang trakea dan di
depan kolumna spinal (tulang belakang). Esofagus kadang-kadang dikenal sebagai
pipa makanan (kerongkongan), adalah pipa muskular yang dapat berlipat yang
menyalurkan makanan ke dalam lambung.5
Esofagus diperdarahi oleh banyak arteri kecil. Bagian atas esofagus yang
berada di leher dan rongga dada diperdarahi oleh arteri tiroidea inferior, beberapa
cabang arteri bronkialis dan beberapa arteri kecil dari aorta. Hiatus esofagus dan
rongga perut di peradarahi oleh arteri frenika inferior kiri dan cabang arteri
gastrika kiri.12
2.1.4 Gaster
Gaster merupakan bagian dari traktus gastrointestinal pertama yang berada
di intra abdominal, terletak di antara esophagus dan duodenum. Terletak pada
daerah epigastrium dan meluas ke hipokhondrium kiri, berbentuk melengkung
seperti huruf J, lambung memiliki lima bagian utama, yaitu kardiak, fundus,
badan (body), antrum, dan pilori.12
Kardia adalah daerah kecil yang berada pada hubungan gastroesofageal
(gastroesophageal junction) dan terletak sebagai pintu masuk ke lambung Fundus
adalah daerah berbentuk kubah yang menonjol ke bagian kiri di atas kardia.
Badan (body) adalah suatu rongga longitudinal yang berdampingan dengan
fundus dan merupakan bagian terbesar dari lambung. Antrum adalah bagian
lambung yang menghubungkan badan (body) ke pilorik dan terdiri dari otot yang
kuat. Pilorik adalah suatu struktur tubular yang menghubungkan lambung dengan
duodenum dan mengandung spinkter pilorik. 12

3
2.1.5 Usus halus
Usus halus memanjang dari pilorus ke katup ileosaekum dan terbagi dalam
tiga bagian duodenum, yeyunum, dan ileum. Usus halus mempunyai panjang kira-
kira 6 m dan memiliki diameter 3 cm, dan terletak di dalam rongga abdomen.
Usus halus disokong oleh mesenterium. Mesenterium membawa pembuluh darah,
pembuluh limfatik, dan saraf ke usus halus.5
Duodenum adalah bagian berbentuk C pada usus halus. Duodenum adalah
bagian terpendek dan mempunyai panjang sekitar 25 cm. Duodenum berawal dari
sfringter pilorus dan berakhir pada permulaan yeyunum. Duodenum terdiri atas 4
bagian yaitu bagian superior, descendens, inferior, dan ascendens. Pada
duodenum terdapat muara saluran empedu dari hati dan saluran dari pankreas
pada daerah peralihan bagian superior dan descendens, produk dari kedua organ
ini sangat diperlukan dalam proses pencernaan di usus halus. Muara saluran
empedu dan kelenjar pankreas bergabung bersama pada penonjolan yang disebut
ampulla vateri dengan sphincter yang dibentuk oleh musculuc sphincter odi.15
Celah yang dibentuk oleh lengkungan duodenum di retro peritoneal diisi
oleh bagian dari kelenjar pankreas. Bagian ujung bawah duodenum atau bagian
ascendens diikat pada dinding belakang perut oleh ligamentum Duodeno-jejunalis
(Trietz), dan tempat ini menandai peralihannya menjadi usus halus atau jujunum.
Peralihan dari duodenum menjadi bagian usus halus yang lain (jejunum) secara
makroskopik tidak begitu tegas, kecuali ditandai oleh adanya ligamentum treitz.15
Usus halus ini bergantung pada rongga perut melalui mesenterium yang
berbentuk kipas dengan dasar sepanjang kira-kira 20 cm dengan bagian akhir
yang melekat pada usus halus sepanjang kira-kira 4-6 meter, sesuai dengan
panjang usus halus tersebut. Dasar dari mesenterium (radix) ini dimulai dari
ligamentum treitz di kiri atas sampai peralihan ileum dengan colon (usus besar) di
kanan bawah.15
Jejunum dan ileum lebih sering dikenal sebagai usus halus, sedangkan
duodenum dikenal sebagai usus 12 jari. Panjang jejunum dan ileum bersama-sama
bervariasi antara 4-6 meter dan bergantung pada dinding belakang memalui
mesenterium yang panjangnya kira-kira 20-25 cm.15

4
Yeyunum memiliki panjang sekitar 2,5 m dan bermula di ujung duodenum
dan berakhir pada permulaan ileum. Fungsi utama yeyunum adalah memecahkan
nutrien lebih lanjut yang tiba dari duodenum.5
Ileum berawal diujung yeyunum dan berakhir pada katup ileosaekum. Ileum
mempunyai panjang sekitar 3,5 m. Absorpsi terutama berlangsung di ileum.
Absorpsi dikerjakan oleh struktur kecil disebut vili.5
Semua alat pencernaan yang terdapat di dalam rongga perut atau rongga
peritonium dilapisi oleh selaput peritonium juga. Lanjutan selaput yang melapisi
lambung memanjang ke bawah membentuk omentum majus , bagian yang
menghubungkan dinding perut dengan usus halus di namakan mesenterium,
sedangkan yang menghubungkan nya dengan colon disebut mesocolon. Di antara
lapisan selaput yang membentuk mesenterium dan mesocolon, terdapat pembuluh
darah, lymph dan saraf yang menginervasi usus.15
2.1.6 Usus Besar
Usus besar memanjang dari ujung akhir dari ileum sampai anus. Panjangnya
bervariasi sekitar 1.5 m. Ukuran Usus besar berbentuk tabung muskular berongga
dengan panjang sekitar 1.5 m (5 kaki) yang terbentang dari saekum hingga kanalis
ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil, yaitu sekitar
6.5 cm (2.5 inci). Makin dekat anus diameternya akan semakin kecil. Usus besar
terdiri dari 6 bagian yaitu saekum, kolon asenden, kolon transversum, kolon
desenden, kolon sigmoid dan rektum.12
Struktur usus besar:
1. caecum
Merupakan kantong yang terletak di bawah muara ileum pada usus besar.
Panjang dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm. Saekum terletak pada fossa
iliaka kanan di atas setengah bagian lateralis ligamentum inguinale. Biasanya
saekum seluruhnya dibungkus oleh peritoneum sehingga dapat bergerak bebas,
tetapi tidak mempunyai mesenterium. Terdapat perlekatan ke fossa iliaka di
sebelah medial dan lateral melalui lipatan peritoneum yaitu plika caecalis,
menghasilkan suatu kantong peritoneum kecil, recessus retrocaecalis.12

5
2. Kolon asenden
Bagian ini memanjang dari saekum ke fossa iliaka kanan sampai ke sebelah
kanan abdomen. Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan
dan di hati membelok ke kiri. Lengkungan ini disebut fleksura hepatika (fleksura
coli dextra) dan dilanjutkan dengan kolon transversum.12
3. Kolon Transversum
Merupakan bagian usus besar yang paling besar dan paling dapat bergerak
bebas karena tergantung pada mesokolon, yang ikut membentuk omentum majus.
Panjangnya antara 45-50 cm, berjalan menyilang abdomen dari fleksura coli
dekstra sinistra yang letaknya lebih tinggi dan lebih ke lateralis. Letaknya tidak
tepat melintang (transversal) tetapi sedikit melengkung ke bawah sehingga
terletak di regio umbilikus.12
4. Kolon desenden
Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri, dari
atas ke bawah, dari depan fleksura lienalis sampai di depan ileum kiri,
bersambung dengan sigmoid, dan dibelakang peritoneum.12
5. Kolon sigmoid
Sering disebut juga kolon pelvinum. Panjangnya kurang lebih 40 cm dan
berbentuk lengkungan huruf S. Terbentang mulai dari apertura pelvis superior
sampai peralihan menjadi rektum. Tempat peralihan ini ditandai dengan
berakhirnya ketiga teniae coli dan terletak + 15 cm di atas anus. Kolon sigmoid
tergantung oleh mesokolon sigmoideum pada dinding belakang pelvis sehingga
dapat sedikit bergerak bebas (mobile).12
6. Rektum
Bagian ini merupakan lanjutan dari usus besar, yaitu kolon sigmoid dengan
panjang sekitar 15 cm. Mukosa rektum lebih halus dibandingkan dengan usus
besar. Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior
kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksasi sedangkan
1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian
ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang
dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari

6
usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal,
dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur
pasase isi rektum kebagian luar.12

2. 2 DEFENISI
2.2.1 Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah kehilangan darah
dalam lumen saluran cerna dimana saja, mulai dari esofagus sampai dengan
duodenum di daerah ligamentum Treitz. Hematemesis (muntah darah segar
atau hitam) menunjukan perdarahan dari saluran cerna bagian atas,
proksimal dari ligamentum Trietz. Melena (tinja hitam) biasanya akibat
perdarahan dari saluran cerna bagian atas, meskipun demikian perdarahan
1,
dari usus halus atau kolon bagian kanan juga dapat menimbulkan melena.
4

2.2.2 Perdarahan saluran cerna bagian bawah umumnya didefenisikan sebagai


perdarahan yang berasal dari usus di sebelah bawah ligamentum trietz.
Perdarahan saluran cerna bagian bawah dapat berupa melena dan
hematokezia. Hematokezia diartikan darah segar yang keluar melalui anus
dan merupakan manefestasi tersering dari perdarahan saluran cerna bagian
bawah. Hematokezia lazimnya menunjukan perdarahan kolon sebelah kiri,
namun demikian perdarahan seperti ini juga dapat berasal dari saluran cerna
bagian atas, usus halus. 1

2.3 EPIDEMIOLOGI
Dalam kurun waktu dekade terakhir tampak pasien akibat perdarahan
saluran cerna meningkat secara signifikan. Mortalitas akibat perdarahan saluran
cerna bagian atas adalah 3,5-7 %, sementara akibat perdarahan saluran cerna
bagian bawah adalah 3,6 %.1
Di Indonesia, dari 1673 kasus perdarahan saluran cerna atas di Bagian
Penyakit Dalam RSU Dr. Sutomo Surabaya, penyebabnya 76,9% pecahnya
varises esofagus, 19% gastritis erosiva, 1,0% tukak peptik, 0,6% kanker lambung,
dan 2,6% karena sebab-sebab lain.4

7
Lebih dari 95-97% kasus perdarahan saluran cerna bagian bawah berasal
dari kolon, dengan penyebab utama yaitu divertikulosis sebesar 33% kasus, di
ikuti dengan kanker dan polip yaitu sebesar 19% kasus. Dan hemoroid merupakan
penyebab tersering perdarahan saluran cerna bawah pada pasien dengan usia <50
tahun, tetapi perdarahan biasanya ringan.4
2.4 ETIOLOGI
2.4.2 Melibatkan sumber perdarahan yang terletak di sebelah proksimal
Ligamentum Trietz (yang memisahkan duodenum dengan yeyunum).
Perdarahan saluran cerna bagian atas bisa berasal dari esofagus, lambung
dan duodenum. Perdarahan saluran cerna bagian atas bisa di kategorikan
berdasarkan faktor anatomi dan fisiologi : ulserasi, vaskular, trauma,
iatrogenik, tumor dan hipertensi portal. Penyebab tersering perdarahan akut
saluran cerna bagian atas adalah penyakit ulkus peptikum termasuk di
dalamnya penggunaan aspirin dan obat anti- inflamasi non steroid,
perdarahan varises, mallory- Weiss Tear dan neoplasia termaksud kanker
lambung. Penyebab umum yang lain adalah esofagitis, duodenitis/gastritif
erosifa, ektasia vaskular dan dieulafoys lesion (erosi mukosa yang melapisi
arteri dalam lambung menyebabkan nekrosis dinding arteri dan akibatkan
perdarahan). 3, 6
a) Esofagus
1. Varises Esofagus

8
Penyebab pecahnya varises adalah erosi varises oleh esofagitis
peptik dan meningkatnya tekanan hidrostatik dalam sistem porta.
varises esofagus dapat ditemukan tanpa ada tanda penyakit hati
yang nyata, misalnya hambatan prahepatik. Sifat perdarahan yang
ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis biasanya
mendadak dan massif, tanpa didahului perasaan nyeri epigastrium.
Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan
membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah
hematemesis selalu disusul dengan melena.12
2. Mallory-Weiss Tears

Merupakan penyebab 15% dari perdarahn SCBA. Kenneth


Mallory dan Soma Weiss pertama kali menjelaskan sindrom ini pada
tahun 1929. Laserasi mukosa ini adalah hasil dari muntah hebat,
batuk datau mengejan., khusunya pada pasien pecandu alcohol.
Tindakan ini membuat peningkatan pesat dalam gradient antara
tekanan intragastrik dan intratorakal. Perdarahan dari air mata ini,
berada pada area gaster pada penyempitan gastroesoageal, berhanti
secara spontan pada 80%-90% pasien dan terjadi kembali pada 0-7%
orang. Terapi endoskopi diindikasikan untuk pasien dengan
perdarahan aktif Mallory-Weiss Tears. Terapi angiografi dengan
embolisasi dan terapi operatif dengan jarang dibutuhkan.14

9
b) Gaster
1. Ulkus Peptikum
Perdarahan saluran cerna bagian atas non variseal paling banyak
disebabkan oleh perdarahan ulkus peptikum. Infeksi H.pylori
berperan penting dalam perkembangan ulkus peptikum, baik ulkus
duodenal maupun gaster. H.pylori menempel pada epitel lambung
memproduksi anzim dan toksin yang membuat mukosa mudah rusak.
H. Pylori juga mempengaruhi kadar gastrin dan produksi asam
lambung.7

Adanya obat yang menyebabkan ulkus peptikum (alkohol,


nikotin, steroid, aspirin, dan NSAID) dan makanan yang mengiritasi
lambung, seperti cabai dan merica, merupakan faktor yang turut
berperan menyebabkan ulkus peptikum.12
Sekitar 75% penderita kelainan ini adalah laki-laki. Peyakit ini
paling sering diderita oleh orang berusia lanjut dengan puncak
kejadian pada kelompok usia 40-60 tahun. Gejalanya bervariasi,
nyeri epigastrium bila ada, tidak berbatas jelas dan timbul 30 menit
sampai tiga jam setelah makan. Nyeri kadang hilang dengan makan,
tetapi kadang justru bertambah berat setelah makan. Umunya
terdapat mual dan muntah (meskipun tanpa obstruksi), dengan akibat
menurunnya berat badan.12

10
2. Gastritis erosifa hemoragika

Sebagai penyebab terbanyak gastritis erosive hemoragika ialah


obat-obatan yang dapat menimbulkan iritasi pada mukosa lambung
atau obat yang dapat merangsang timbulnya tukak. Penyebab paling
penting diketahuia adalah penggunaa NSAID, alkohol, stress dan
minuman jamu. Kabanyakan pasien pengguna NSAID dalam waktu
lama memiliki erosive (15-30% ulkus), dimana 20% merupakan
pasien peminum alkohol dengan gejala dari perdarahan SCBA
subepitelial atau erosi. Penyebab stress hanya terjadi pada pasien
dengan penyakit berat seperti trauma serius, neoplasma dan
sebagainya.14
c) Duodenum
1. Ulkus deudenum
Ulkus duodenum dapat diderita oleh semua golongan umur,
tetapi banyak pada usia muda dan usia pertengahan (30-50 tahun).
Laki-laki lebih sering menderita dibandingkan dengan perempuan
(7:1), kemungkinan disebabkan oleh faktor stres yang lebih tinggi
pada laki-laki.12

11
Ulkus duodenum adalah kerusakan mukosa akibat
ketidakseimbangan antara faktor pertahanan mukosa dan faktor
perusak asam lambung dan pepsin. Keadaan menjadi lebih buruk
dengan pemakaian nikotin, kopi, alkohol, salisilat, NSAID, dan
kortikosteroid. Penyebab pasti tidak diketahui, tetapi yang berperan
adalah hipersekresi asam lambung dan tidak efektifnya pertahanan
mukosa.12
Ulkus duodenum tidak memberikan keluhan selama ulkus belum
menembus mukosa, tetapi umumnya nyeri epigastrium selalu
dikeluhkan oleh pasien. Sakitnya beragam, mulai dari rasa nyeri,
rasa terbakar, sampai rasa pedih. Pasien tidak merasakan nyeri di
pagi hari tetapi merasakan nyeri satu atau beberapa jam setelah
sarapan. Nyeri hilang dengan makan siang dan kambuh lagi sore
harinya. Nyeri timbul lagi pada malam hari beberapa jam setelah
makan malam atau pada waktu tidur.12
2.4.2 Perdarahan saluran cerba bagian bawah berasal dari usus halus, kolon, atau
rektum. Penyebab perdarahan akut saluran cerna bagian bawah dapat juga di
kelompokan kedalam kategori berdasarkan patofisiologi, vaskuler,
inflamasi, neoplasia, trauma dan iatrogenik. Penyebab umum perdarahan
cerna bagian bawah adalah penyakit divertikulitis, angiodisplasia atau
angioektasia, neoplasma yang termaksud kanker colorectal, colitis seperti

12
penyakit crohns dan colitis ulseratif, dan lesi jinak anorektal seperti
hemorrhoid, fistula anal dan ulser rektal. 3
a) Jejunum & Ileum
1. Divertikulum meckel
Divertikulum meckel merupakan divertikulum yang sering
ditemukan di usus halus dan berasal dari bagian intraabdomen
duktus vetelinus. Divertikulum Meckel adalah suatu kelainan
bawaan, yang merupakan suatu kantung (divertikula) yang
menjulur/menonjol dari dinding usus halus. Divertikulum meckel
sendiri tidak menunjukan tanda atau gejala. Jika terjadi divertikulitis
akan timbul keluhan dan tanda yang mirip sekali dengan apendisitis
akut walaupun letak nyeri dapat berbeda.12

Perforasi dan peritonitis yang dapat meluas sampai menjadi


peritonitis purulenta generalisata, sama seperti yang terjadi pada
apendisitis perforata. Pengobatan divertikulitis akut juga sama
dengan pengelolaan apendisitis akut, yaitu divertikulektomi segera
setelah diagnosis ditegakan untuk mencegah terjadinya perforasi.
Bila pada laparatomi diduga apendisitis akut ternyata didapatkan
apendiks tanpa kelainan sehingga harus mecari penyebabnya, ileum
harus ditelusuri sepanjang kira-kira satu meter ke arat oral untuk
mencari kemungkinan adanya divertikulitis akut.12

13
Komplikasi pada divertikulum meckel ialah perdarahan masif
yang berasal dari tukak dimukosannya. Umumnya penderita tidak
sadar akan bahaya tukak ini karena tidak bergejala dan tidak
menyebabkan nyeri. Gambaran klinisnya bergantung pada hebatnya
perdarahan.perdarahan mungkin sedemikian hebatnya sehingga
penderita tiba-tiba mengalami syok dan anemia sebelum letak dan
sumber perdarahan dapat ditentukan.
b) Colon
1. Divertikulitis

Diverikulitis adalah radang akut dalam divertikel tanpa atau


dengan perforasi. Biasanya radang disebebakan olehretensi feses
didalamnya. Tekanan tinggi di dalam sigmoid yang berperan pada
terjadinya divertikel juga berperan pada terjadinya retensi isi usus di
dalam divertikel. Perforasi akibat divertikulitis menyebabkan
peridivertikulitis terbatas, abses, atau peritonitis umum. Biasanya
perdarahan baru nyata setelah keluar ketika defekasi, mungkin
terjadi anemia. Kadang biasanya terjadi pada usia lanjut dapat terjadi
perdarahan masif yang mungkin menyebabkan syok, keadaan ini
dapat ditangani denga tranfusi darah. 12

14
2. Angiodisplasia

Angiodisplasia dapat didefenisikan sebagai temuan yang


abnormal, terjadi pelebaran pada pembuluh darah, yang berliku-liku
dan biasanya kecil (<10mm) yang tampak di dalam lapisan mukosa
dan submukosa dari usus. Secara histologis, ruang yang terkena
dilapisi oleh endotelium sendiri dengan sedikit atau tanpa elastis. 7
Semakin hari lesi ini semakin terdeteksi, dikarenakan adanya
resolusi pencitraan endoskopi dan pengakuan oleh dokter ahli di
mana angiodisplasia adalah sebagai penyebab utama kehilangan
darah pada gastrointestinal. 7
3. Kolitis ulserosa

Kolitis ulserosa merupakan penyakit inflamasi mukosa yang


membentuk abses kripta Lieberkuhn dan bergabung menjadi tukak.

15
Daerah antara ulkus tampak udem dan terjadi proliferasi radang yang
mirip dengan polip. Kebanyakan kolitis ulserosa ditemukan di
rektum, penyakit ini sering meluas ke kolon desendens, dan pada
satu dari tiga penderita mengenai seluruh kolon.12
Tanda utamanya ialah perdarahan dari rektum dan diare yang
bercampur darah, nanah, dan lendir. Biasanya penderita mengalami
demam, mual, muntah, dan penurunan berat badan. Terapi
konservatif terdiri atas istirahat, diet, pemberian sulfasalazin, dan
kortikosteroid lokal atau sistemik. Terapi pembedahan kadang
diperlukan, baik pada keadaan akut maupun kronik. Pada kolitis
ulserosa akut, laparatomi dilakukan pada perforasi, ancaman
perforasi, dan dilatasi kolon akut.12
c) Rektum
1. Hemorroid

hemoroid adalah dilatasi pleksus vena yang mengitariarea rektal dan


anal. Dilatasi ini sangat sering dan terjadi pada individu yang rentan karena
peningkatan tekanan yang menetap dalam pleksus vena hemoroidal.
Hemoroid sering bersamaan dengan jenis kelainan lain, khususnya varises.
13

Predposisi dapat diakibatkan dari konstipasi atau kehamilan.


Hemoroid berdarah mungkin akibat hipertensi portal. Kantung-kantung
vena yang melebar menonjol dalam salauran anus san rektum, terjadi

16
trombosis, ulserasi dan perdarahan. Sering nyeri dan mengganggu. Darah
segar sering tampak sewaktu defekasi atau mengejan.13
Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna
akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah
segar dan tidak bercampur dengan fese, hanya dapat berupa garis pada feses
atau kertas pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat menetes atau
warna toilet menjadi merah. Kadang, perdarahan hemoroid ynag berulang
dapat menyebabkan anemia berat. Hemoroid yang membesar secara
perlahan akhirnya dapat menonjol keluar dan menyebabkan prolaps.12

2.5 GEJALA KLINIS


Gambaran klinis pasien dengan perdarahan saluran cerna tergantung dari
berapa banyak kehilangan darah dan kecepatan berdarahnya. Bila berdarah
perlahan-lahan dan kronis mungkin akan ditemukan pasien anemia tanpa
gangguan sirkulasi. Tetapi bila perdarahan tadi masi dan berlangsung cepat
mungkin yang kita hadapi adalah pasien dengan tanda-tanda gangguan sirkulasi
hipovolemi kerena kehilangan darah. 7
a) Gejala klinis pada perdarahan saluran cerna bagian atas : 6
Gejala klinis bervariasi dari perdarahan mikroskopik tersamar hingga
muntah darah atau buang air besar bercampur darah yang jelas.
Hematemesis (muntah darah segar)
Emesis dengan warna dasar seperti kopi
Melena (tinja hitam seperti ter)
Hipovolemia sebagai akibat perdarahan (misalnya pucat, pusing, lemah,
takikardi, sinkop) dan tanda klinis rejatan (misalnya hipotensi) dapat
ditemukan.
Keluhan non spesifik dapat mencakup dispnea, kram abdomen, nyeri dada,
dan keletihan.
b) Gejala klinis pada perdarahan saluran cerna bagian bawah : 6
Gejala klinis bervariasi dari perdarahan mikroskopik tersamar hingga
muntah darah atau buang air besar bercampur darah yang jelas.

17
Melena (tinja hitam seperti ter)
Hematokezia (darah merah segar per rektum) menunjukan perdarahan
saluran cerna bagian bawah .
Hipovolemia sebagai akibat perdarahan (misalnya pucat, pusing, lemah,
takikardi, sinkop) dan tanda klinis rejatan (misalnya hipotensi) dapat
ditemukan.
Keluhan non spesifik dapat mencakup dispnea, kram abdomen, nyeri dada,
dan keletihan.
Seseorang yang mengalami perdarahan saluran cerna yang cepat dan
volume tinggi akan menunjukan ketidakstabilan hemodinamika. Perubahan
tekanan darah ortostatik (penurunan tekanan darah 20 mmHgsistol atau 10 mmHg
diatolik diikuti dengan kenaikan 20 denyut jantung setelah berdiri) dapat dilihat
dengan pengurangan 15% volume darah. Hipotensi biasanya terjadi dengan
penurunan darah 20%. 11
Kehilangan darah kronis menyebabkan perubahan stabilitas hemodinamik.
Pasien sering hadir dengan kelemahan, kelelahan, sesak napas, atau nyeri dada
akibat anemia. 11
Semua pasien yang mengalami pendarahan GI seharusnya melakukan
pemeriksaan fisik yang disarankan seperti penyakit hati kronis, termasuk eritema
palmar, spider, angioma, splenomegali, asites, dan scleral icterus. Sirosis yang
didasari dengan hipertensi portal adalah penyebab umum perdarahan saluran cerna
atas dari lambung dan esofagus. 11
Beberapa penyebab perdarahan saluran pencernaan berhubungan denga
sakit perut, tetapi banyak yang tidak. Pemeriksaan andominal harus hati-hati
untuk mencari distensi, adanya bising usus, dan tendernes merupakan tahap kritis
dalam mengevaluasi pasien. 11

18
2.6 DIAGNOSIS
2.6.1 Perdarahan saluran cerna bagian atas
Anamnesis
Secara signifikan, rasa pusing yang dipengaruhi posisis tubuh atau
penurunan kesadaran pada hematemesis atau melena, menunjukan perdarahan
yang signifikan secara hemodinamika. Riwayat konsumsi obat-obatan relevan
baikuntuk menegakan diagnosis etiologi (misalnya aspirin, OAINS menunjukan
ulkus peptikum) dan untuk terapi (beta bloker, warfarin). Pada anamnesis yang
perlu ditanyakan adalah riwayat penyakit hati kronis, riwayat dispepsia,riwayat
mengkonsumsi NSAID, obat rematik, alkohol, jamu jamuan, obat untuk penyakit
jantung, obat stroke. Kemudian ditanya riwayat penyakit ginjal, riwayat penyakit
paru dan adanya perdarahan ditempat lainnya. Riwayat muntah-muntah sebelum
terjadinya hematemesis sangat mendukung kemungkinan adanya sindroma
Mallory Weiss.8, 9
Pemeriksaan fisik
Dalam pemeriksaan fisik yang pertama harus dilakukan adalah penilaian
ABC, pasien-pasien dengan hematemesis yang masif dapat mengalami aspirasi
atau sumbatan jalan nafas, hal ini sering ini sering dijumpai pada pasien usia tua
dan pasien yang mengalami penurunan kesadaran. Khusus untuk penilaian
9
hemodinamik (keadaan sirkulasi) perlu dilakukan evaluasi jumlah perdarahan.
Keadaan umum : apakah kulit pasien terasa dingin dan lembab yang menandakan
vasokontriksi parifer yang signifikan
Denyut nadi dan tekanan darah, termasuk penurunan tekanan darah postural.
Pencatatan tingkat keparahan syok sangat penting.
Tanda-tanda penyakit hati kronis.
Tanda-tanda keganasan : limfadenopati, organomegali, penurunan berat badan
baru-baru ini.
Pada pemeriksaan abdomen jarang ditemukam apa-apa. Adanya nyeri tekan
epigastium merupakan tanda ulkus peptikum, dan adanya hepatospelenomegali
meningkatkan kemungkinan varises. 8

19
Pemeriksaan penunjang 8
Tes darah :hitung darah lengkap dan crossmatch jika diperlukan tranfusi.
Ureum dan kreatinin : kenaikan ureum relatif terhadap kreatinin (kenaikan
rasio ureum/kreatini) ditemukan pada perdarahan saluran pencernaan atas yang
signifikan dan menunjukan jumlah protein yang terkandung dalam darah segar
di lambung, juga menentukan tingkat dehidrasi (uremia prarenal).
Kalium : bisa lebih tinggi dari normal akibat absopsi dari darah si usus halus.
Pembekuan harus diperiksa pada pasien yang mengkonsumsi antikoagulan dan
memiliki tanda-tanda penyakit hati kronis.
EKG, foto thoraks : identifikasi dini adanya penyakit jantung paru kronis akan
memudahkan penatalaksanaan selanjutnya.
Endoskopi : bisa membantu menegakan diagnosis dan memungkinkan
pengobattan endoskopi awal. Juga memberikan informasi prognosis (seperti
identifikasi stigmata perdarahan baru).

2.6.2 Perdarahan saluran cerna bagian bawah 8


Anamnesis 8
Onset : biasanya mendadak, walaupun harus dibedakan apakah sebelumnya ada
riwayat buang air besar tidak seperti biasanya, yang bisa menunjukan adanya
neoplasma kolon atau kolitis.
Nyeri abdomen: walaupun nyeri kolik ringan merupakan gejala nonspesifik,
nyeri yang berat menunjukan adanya iskemia intestinal
Pemeriksaan fisis 8
Keadaan sirkulasi (denyut nadi, Tekanan darah postural): adanya syok namun
jarang, merupakan tanda ateroma mesenterika dan iskemia potensial.
Pemeriksaan rektal bisa mengidentifikansi kenker rektal bawah dan dapat
membedakan perdarahan saluran pencernaan atas dan bawah secara klinis
(melena= Tar). Sigmoidskopi rigid seringkali menunjukan pemadangan
terbatas bila jumlah perdarahan banyak.

20
Pemeriksaan penunjang 8
Tes darah : hitung darah lengkap harus dilakukan, walaupun pada perdarahan
saluran pencernaan akut, hemodilusi berlangsung berjam-jam. Sehingga kadar
hemoglobin tidak menunjukan tingkat kehilangan daraha secara tepat. Profil
pembekuan darah harus siperiksa jika pasien menggunakan obat antikoagulan
atau ada indikasi klinis panyakit hati kronis. Lakukan crossmatch jika pasien
datang dengan syok atau anemia yang signifikan. Kenaikan rasio
ureum/kreatinin bila mengarah pada perdarahan saluran pencernaan atas.8
Foto polos abdomen : foto polos abdomen bisa menunjukan gambaran
iskemia8.
Endoskopi saluran pencernaan bawah : pemeriksaan endoskopi kolon perlu
dilakukan begitu resusitasi selesai dan sebaiknya setelah perdarahan akut
berhenti. Pemeriksaan pilihan pertama adalahsigmoidoskopi fleksibel,
walaupun koloskopi total atau bahkan barium enema mungkin perlu dilakukan
jika batas atas perdarahan tidak bisa ditentukan atau pemeriksaan endoskopik
total tidak bisa dilakukan karena keterbatasan alat (misalnya perunahan
divertikulum berat, iskemia, striktur)8
Endoskopi saluran pencernaan atas : biasanya silakukan bersamaan dengan
sigmoidoskopi untuk menyingkirkan adanya kelainan saluran percernaan atas
yang signifikan. 8
arus dikenali dan ditangani sedini mungkin8
Pemeriksaan abdomen : tidak terabanya massa pada abdomen belum
menyingkirkan kemungkinan keganasan.8
Bruit bisa ter8

21
2.7 TATALAKSANA
2.7.1 Perdarah saluran cerna atas

Penilaian status hemodinamik dan resusitasi dilakukan paling awal.


Resusitasi meliputi pemberian cairan intravena, pemberian oksigen, koreksi
koagulopati, dan transfusi darah bila dibutuhkan. Batas transfusi darah adalah jika
Hb 7,0 g/dL, lebih tinggi apabila perdarahan masih berlanjut atau perdarahan
masif atau adanya komorbid seperti penyakit jantung koroner, hemodinamik tidak
stabil, dan lanjut usia. Hemoglobin minimal untuk endoskopi adalah 8 g/dL,
namun jika akan dilakukan terapi endoskopi, hemoglobin minimal 10 g/dL dan
hemodinamik stabil.1
Pada semua kasus perdarahan saluran cerna disarankan untuk pemasangan
pipa nasogastrik, kecuali pada perdarahan kronik dengan hemodinamika stabil
atau yang sudah jelas perdarahan saluran cerna bagian bawah. Pada perdarahan

22
saluran cerna ats akan keluar cairan seperti kopi atau cairan darah segar sebagai
tanda bahwa perdarahan masif aktif. Pemasangan selang nasogastrik dapat
dipasang untuk menilai perdarahan yang sedang berlangsung pada hemodinamik
tidak stabil, tujuan pemasangan adalah untuk mencegah aspirasi, dekompresi
lambung, dan evaluasi perdarahan. Sekiranya sejak awal tidak ditemukan darah
pada cairan aspirasi, dianjurkan pipa nasogastrik tetap terpasang sampai 12 atau
24 jam, bila selama kurun waktu tersebut hanya ditemukan cairan empedu dapat
dianggap bukan perdarahan saluran cerna bagian atas. 1
Selanjutnya di lakukan kumbah lambung dengan air suhu kamar. Prosedur
ini diharapkan mengurangi distensi lambung dan memperbaiki proses hemostatik,
kumbah lambung sangat diperlukan untuk persiapan pemeriksaan endoskopi dan
dapat dipakai untuk membuat perkiraan kasar jumlah perdarahan. 1
Pada kondisi hemodinamika tidak stabil, berikan infus cairan kristaloid
(misalnya cairan garam fisiologis dengan tetesan cepat menggunakan dua jarum
diameter besar (minimal 16 G) dan pasang monitor CVP), tujuannya untuk
memulihkan tanda-tanda vital dan mempertahankan tetap stabil. Secepatnya kirim
pemeriksaan darah untuk menentukan golongan darah, kadar hemoglobin,
hematokrit, trombosit, leukosit. Adanya kecurigaan diatesis hemoragik perlu
ditindak lanjuti dengan melakukan tes Rumple-Leede, pemeriksaan waktu
perdarahan, waktu pembekuan, retraksi bekuan darah, PPT, dan aPTT.1
Kapan transfusi darah diberikan sifatnya sangat individual, tergantung
jumlah darah yang hilang, perdarahan masif aktif atau sudah berhenti, lamanya
perdarahan berlangsung, dan akibat klinik perdarahan tersebut. Pemberian tranfusi
darah pada perdarahan saluran cerna dipertimbangkan pada keadaan berikut ini :
1). Perdarahan dalam kondisi hemodinamika tidak stabil, 2). Perdarahan baru atau
masi berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1 liter atau lebih, 3). Perdarahan
baru atau masi berlangsung dengan hemoglobin < 10% atau hematokrit <30%. 4).
Terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringan yang menurun. Target pencapaian
hematokrit setelah transfusi darah tergantung kasus yang dihadapi, untuk usia
muda dengan kondisi sehat cukup 20-25%, usia lanjut 30%, sedangkan pada
hipertensi portal jangan melebihi 27-28%. 1

23
Pemberian vasopressin dapat menghentikan perdarahan saluran cerna bagian
atas lewat efek vasokonstriksi pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran
darah dan tekanan vena porta menurun. Terdapat dua sediaan yaitu pitresin yang
mengandung vasopressin murni dan preparat pituitary gland yang mengandung
vasopressin dan oxcytocin. Somatistatin dan analaog diketahui dapat menurunkan
aliran darah splanknik, khasiat lebih efektif dibandingkan vasopressin. 1
Somatostatin dan analognya (octreotide) diketahui dapat menurunkan aliran
darah splanknik, khasiatnya lebih selektif dibanding vasopressin. Somatostatin
dapat menghentikan perdarahan akut varises esofagus pada 70-80% kasus, dan
dapat pula digunakan pada perdarahan nonvarises. Dosis pemberian somatostatin
diawali dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus 250 mcg/jam selama 12-
24 jam atau sampai perdarahan berhenti. Oktreotide dosis bolus 100 mcg/iv
dilanjutkan per infus 25 mcg/jam selama 8-24 jam atau sampai perdarahan
berhenti.1
Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati kronis yang
mengalami perdarahan seluran cerna pagian atas di perbolehkan, dengan
pertimbangan pemberian tersebut tidak merugikan dan relatif murah. 1
Obat obatan golongan anti sekresi asam bermafaat untuk mencegah
perdarahan ulang saluran cerna bagian atas karena tukak peptik ialah inhibitor
pompa proton dosis tinggi. Diawali bolus omeprazol 80 mg/iv kemudian
dilanjutkan per infus 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam. 1
ENDOSKOPI
Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif atau
tukak dengan pembuluh darah yang tampak. Metode terapi meliputi : 1). Contatct
thermal (monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe), 2). Noncontact
thermal (laser), 3). Nonthermal (misalnya suntik adrenalin, polidokanol, alkohol,
cyanoacrylate, atau pemakaian klip). Berbagai cara terapi endoskopi tersebut
akan efektif dan aman apabila dilakukan ahli endoskopi yang terampil dan
berpengalaman. Endoskopi terapeutik ini dapat diterapkan pada 90% kasus
perdarahan saluran cerna bagian atas, sedangkan 10% sisanya tidak dapat
dikerjakan karena alasan teknis seperti darah terlalu banyak hingga pengamatan

24
terhalang atau letak lesi tidak terjangkau. Secara keseluruhan 80% perdarahan
tukak petik dapat berhenti spontan, namun pada kasus perdarahan arterial yang
bisa berhenti spontan hanya 30%. Terapi endoskopi yang relatif mudah dan tanpa
banyak peralatan pendukung ialah penyuntikan submukosa sekitar titik
perdarahan perdarahan menggunakan adrenalin 1:10000 sebanyak 0,5-1 ml tiap
kali suntik dengan batas dosis 10 ml atau alkohol absolut (98%) tidak melebihi 1
ml. Penyintikan bahan sklerosan seperti alkohol absolut atau polidokanol
umumnya tidak dianjurkan karena bahaya timbulnya tukak dan perforasi akibat
nekrosis jaringan di lokasi penyuntikan. Keberhasilan terapi endoskopi dalam
menghentikan perdarahan bisa mencapai di atas 95% dan tanpa terapi tambahan
lainnya perdarahan ulang frekuensinya sekitar 15-20%. 1
Hemostasis endoskopi merupakan terapi pilihan pada perdarahan karena
verises esofagus. Ligasi varises merupakan pilihan pertama untuk mengatasi
perdarahan varises esofagus. Dengan ligasi varises dapat dihindari efek samping
akibat pemakaian sklerosan., lebih sedikit frekuensi terjadinya ulserasi dan
striktur. Ligasi dilakukan mulai distal mendekati cardia bergeral spiral setiap 1-2
cm. Dilkaukan pada varises yang sedang berdarah atau bila ditemukan tanda baru
mengalami perdarahan seperti bekuan darah yang melekat, bilur-bilur merah, noda
hematokistik, vena pada vena. Skleroterapi endoskopik sebagai alternatif bila
ligasi endoskopik sulit dilakukan karena karena perdarahan yang masif, terus
berlangsung atau tehnik tidak memungkinkan.1
TERAPI RADIOLOGI
Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap
berlangsung dan belum bisa ditentikan asal perdarahan, atau bila terapi endoskopi
dinilai gagal dan pembedahan sangat beresiko. Tindakan hemostasis yang bisa
dilakukan dengan penyuntikan vasopressin atau embolisasi srterial. Bila dinilai
tidak ada kontraindikasi dan fasilitas dimungkinkan, pada perdarahan varises
dapat dipertimbangkan TIPS (Transjugular Intrahepatik Portosistemik Shunt) 1
PEMBEDAHAN
Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medik, endoskopi dan radiologi
dinilai gagal. 1

25
Pembedahan dilakukan pada pasien yang mengalami perdarahan massive
yang sangat membahayakan nyawa dan pada pasien yang mengalami perdarahan
yang terus menerus meskipun telah menjalani terapi medis agregasif. Terapi
pembedahan untuk penyakit ulkus peptikum atau ulcer yang disebabkan oleh
stress mencakup reseksi lambung (antrektomi), gastrektomi, gastroenterostomi,
atau kombinasi operasi untuk mengembalikan keutuhan gastrointestinal. Perforasi
lambung dapat diatasi hanya menutup atau menggunakan patch untuk menutup
lubang pada mukosa.1
Operasi dekompresi hipertensi porta dapat dilakukan pada pasien yang
mengalami varises esophagus dan varises gaster. Dalam pembedahan ini, disebut
pirai kava porta, dimana dibuat hubungan antara vena porta dengan vena kava
inferior yang mengalihkan aliran darah ke dalam vena cava untuk menurunkan
tekanan.1

2.7.2 Perdarahan saluran cerna bawah

26
RESUSITASI
Resusitasi pada perdarahan saluran cerna bagian bawah yang akut mengikuti
protokol yang juga dianjurkan pada perdarahan saluran cerna bagian atas. Dengan
langkah awal menstabilkan hemodinamik. 1
Oleh karena perdarahan saluran cerna bagian atas yang hebat juga
menimbulkan darah segar maka diharuskan pemasangan NGT (nasogastric tube)
dilakukan pada kasus-kasus yang perdarahannya kemungkinan dari saluran cerna
bagian atas. Pemeriksaan laboratorium memberikan informasi serupa denga
perdarahan saluran cerna bagian atas meskipun azotemia jarang ditemukan pada
perdarahan saluran cerna bagian atas. Pemeriksaan segera diperlukan pada kasus-
kasus yang membutuhkan transfusi lebih 3 unit pack red cell.1
MEDIKAMENTOSA
Beberapa perdarahan saluran cerna bgaian bawah dapat diobati secara
medikamentosa. Hemoroid fisura ani dan ulkus rektum soliter dapat diobati
dengan bulk-forming agent, sitz baths, dan menghindari mengedan. Salep yang
mengadung steroid dan obat supositoria sering digunakan namun manfaatnya
masih dipertanyakan.1
Kombinasi esterogen dan progesteron dapat mengurangi perdarahan yang
timbul pada pasien yang menderita angiodisplasia. IBD biasanya memberi respon
terhadap obat-obatan anti inflamasi. Pemberian formalin intrarektal dapat
memperbaiki perdarahan yang timbul pada proktitis radiasi. Respon serupa juga
terjadi pada pemberian oksigen hiperbarik. 1
TERAPI ENDOSKOPI
Colonoscopic bipolar coutry, monopolar cautery, heater probe application,
argon plasma coagulation, and Nd;YAG laser bermanfaat untuk mengobati
angiodisplasia dan perubahan vaskuler pada kolitis radiasi. Kolonoskopi juga
dapat digunakan untuk melakukan ablasi dan reseksi polip yang berdarah atau
mengendalikan perdarahan yang timbul pada kanker kolon. Sigmoidoskopi dapat
mengatasi perdarahan hemoroid internal dengan ligasi maupun tehnik termal.
Colonoskopi adalah pilihan pertama dalam mengevaluasi perdarahan
saluran pencernaan bawah. Colonoscopi memberikan hasil diagnosis yang tinggi,

27
dapat mengidentifikasi penyebab lesi 85 % -97% kasus pada penelitian lebih
lama. Colonoskopi juga memperbolehkan pengobatan endoscopi ketika
perdarahan stigmata teridentifikasi, termasuk pembekuan thermal dan injeksi
vasokonstriktor dan atau sklerosan.11
Colonoscopi aman dan efektif untuk pasien dengan perdarahan saluran
cerna bawah akut ketika didahului dengan resusitasi cairan yang adekuat. Harus
dilakukan dalam 12-48 jam setelah dilakukan pembersihan dengan larutan
polyethylene glycol-base selama 3-4 jam (rata-rata 1 liter setiap 30-40 menit)
untuk memperbaiki visualisasi dan keamanan prosedur. 1
Saat kolonoskopi tidak jelas, EGD harus digunakan untuk meninjau kembali
saluran pencernaan bagian atas sebagai sumber perdarahan yang mungkin telah
berhenti dan, metode endoskopi lainnya dapat digunakan untuk mencari lesi usus
kecil.1
TERAPI ANGIOGRAFI
Bilamana kolonoskopi gagal atau tidak dapat dikerjakan maka angiografi
dapat digunakan untuk melakukan tindakan terapeutik. Embolisasi arteri secara
selektif dengan polyvinyl alcohol atau mikrokoil telah menggantikan vasippresin
intaarteru untuk mengatasi perdarahan saluran cerna bagian bawah. Embolisasi
angiografi merupakan pilihan terakhir karena dapat menimbulkan infrak kolon
sebesar 13-18%.1
TERAPI BEDAH
Pada beberapa diagnostik (seperti divertikel meckel atau keganasan) bedah
merupakan pendekatan utama setelah keadaan pasien stabil. Bedah emergensi
menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi dan dapat memperburuk
keadaan klinis. Pada kasus dengan perdarahan berulang tanpa diketahui sumber
perdarahannya maka hemikolektomi kanan atau hemikolektomi subtotal dapat
dipertimbangkan dan memberikan hasil yang baik. 1
Sebagian besar sumber perdarahan secara spontan diatasi atau dikendalikan
dengan intervensi terapeutik terbaru. Terapi bedah untuk pendarahan usus jarang
dilakukan dan terkait dengan tingkat kematian yang signifikan. Pasien yang secara
hemodinamik tidak responsif terhadap resusitasi awal memerlukan operasi segera.

28
Pada pasien lain, lokasi perdarahan mungkin terlokalisir, namun tatalaksana
terapeutik yang tersedia gagal untuk mengendalikan perdarahan. Kematian pasien
meningkat dengan kebutuhan transfusi. Bender et al mencatat penurunan angka
kematian (7%) untuk pasien yang membutuhkan darah kurang dari 10 unit,
sementara mortalitas meningkat menjadi 27% untuk pasien yang menerima lebih
dari 10 unit. Oleh karena itu, pasien dengan perdarahan yang membutuhkan lebih
dari 6-7 unit darah selama resusitasi harus menjalani intervensi bedah.16
Ahli bedah harus menyesuaikan pendekatan operatif berdasarkan evaluasi
diagnostik preoperatif. Pembedahan dimulai dengan pemeriksaan menyeluruh
seluruh usus melalui garis tengah besar, insisi laparotomi terbuka. Tujuan pertama
adalah lokasi darah intraluminal dengan harapan bisa mengisolasi sumber
perdarahan yang memungkinkan.16
Setelah inspeksi awal, eksplorasi dimulai di perut dan duodenum, dan
mempertimbangkan kemungkinan melewatkan sumber dari saluran cerna bagian
atas. Selanjutnya, usus kecil harus menjalani pemeriksaan dari ligamen Treitz ke
katup ileocecal. Palpasi usus dapat menunjukkan etiologi seperti divertikulum
Meckel, ileitis, kolitis, atau tumor stroma gastrointestinal (GIST). Jika usus besar
tampak penuh dengan darah dan usus kecil tetap luang, ahli bedah dapat berfokus
pada sumber perdarahan dari kolon. Jika usus kecil berisi darah, maka tim
operasinya memiliki fokus area yang lebih luas.16
Jika tidak ada sumber yang tampak jelas setelah tahap eksplorasi, ahli bedah
dapat mempertimbangkan enteroskopi intestinal. Enteroskopi atau kolonoskopi
memperlihatkan permukaan luminal dan mentransiluminasi dinding usus.
Transiluminasi dapat mengidentifikasi kelainan vaskular, ulkus kecil, atau tumor.
Akses endoskopik ke usus mungkin memerlukan pendekatan transoral,
transgastrik, transkolonik, atau transanal atau kombinasinya. Endoskopi
intraoperatif adalah pendekatan yang sulit secara teknis. Pendekatan tim dengan
dua ahli bedah atau ketersediaan endoskopis yang berpengalaman penting untuk
mengidentifikasi lesi sumber perdarahan yang sulit ditemukan.16
Begitu sumber perdarahan ditemukan, reseksi segmental yang tepat dapat
dilakukan. Jika tidak ada sumber perdarahan yang jelas, namun tampaknya

29
bersumber dari usus besar, ahli bedah harus melakukan kolektomi subtotal atau
total. Pasien stabil akan mampu mentolerir anastomosis ileosigmoid atau
anastomosis ileorektal primer, sementara ileostomy dengan penutupan tunggul
rektum atau fistula mukosa sigmoid paling baik dilakukan pada pasien yang tidak
stabil.16
Isu mengenai tatalaksana operatif meliputi penundaan operasi sampai
pendarahan mencapai titik kritis melebihi 10 unit darah, tingkat kematian terkait
antara 10% dan 35%, dan tingkat perdarahan berulang 10% dikarenakan lokalisasi
perdarahan yang tidak tepat. Tingkat kekambuhan lebih tinggi (yaitu 20%) jika
kolektomi terbatas pada sisi kanan atau kiri dilakukan tanpa lokalisasi pendarahan
yang tepat. Kolektomi total memberikan angka kematian yang sama dengan
kemungkinan pendarahan berulang atau perdarahan persisten yang lebih rendah.
Oleh karena itu, kolektomi total adalah pilihan yang lebih disarankan jika
lokalisasi lesi preoperatif tidak memungkinkan.16

30

Anda mungkin juga menyukai