Anda di halaman 1dari 14

I.

PENDAHULUAN

Gawat janin merupakan suatau kondisi yang serius dan membutuhkan


perhatian yang lebih intensif. Istilah gawat janin masih terlalu luas dan
samar untuk di interprestasikan dengan berbagai situasi klinik, Ketidak
jelasan dari diagnosis ini didasarkan atas interpretasi dari pola denyut
jantung janin yang telah memberikan deskripsi seperti Reassuring dan non
reassuring. Reassuring adalah keadaan gawat janin dimana janin dapat
kembali normal sementara non reassuring adalah suatu keadaan dimana
keadaan janin tetap meragukan1-3.
Gawat janin mengimplikasikan adanya ketidaksesuaian metabolik, dapat
berupa hipoksia atau asidosis yang akan berakibat kerusakan pada organ
vital baik sementara ataupun permanen bahkan kematian.
Gawat janin dapat bersifat akut ataupun kronis. Tetapi sayangnya
tanda-tanda yang dapat dideteteksi dari janin tidak mengindikasikan
seberapa besar kerusakan yang terjadi pada janin pada saat itu. Kemampuan
monitoring dari seseorang akan dapat mendeteksi seberapa besar derajat
kerusakan pada saat itu. Yang kemudian akan dibutuhkan dalam
penatalaksanaan terhadap gawat janin tersebut., untuk mencegah kerusakan
permanen dari janin terutama pada susunan saraf pusat.4
Gawat janin dapat terjadi dalam persalinan karena partus lama,infus
oksitosin,perdarahan,infeksi, insufisiensi plasenta, ibu diabetes, kehamilan
pre dan post term atau prolapsus tali pusat. Berdasarkan lama terjadinya
gawat janin dibagi menjadi dua yaitu gawat janin kronis dan gawat janin
akut.
A. Gawat janin kronis.
Gawat janin kronis mengimplikasikan suatu keadaan dalam jangka
waktu yang cukup panjang yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan janin.
Penurunan perfusi plasenta merefleksikan keadaan yang
berhubungan dengan ibu seperti kelainan vaskuler berupa
preeklampsia,eklampsia kelainan hipertensi atau diabetes dengan
2

komplikasi vaskular pelvis, inadekuat sistem sirkulasi seperti kelainan


jantung, atau inadekuat oksigenasi dalam darah seperti empisema atau
berada di tempat yang tinggi dari permukaan bumi.
Gawat janin kronis berhubungan dengan abnormalitas plasenta yang
meliputi penuaan plasenta prematur dan diabetes mellitus. Diagnosis
awal dari gawat janin kronis ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan
tinggi uterus, pada setiap kunjungan antenatal. Juga dengan melakukan
pengukuran pertumbuhan janin dan dibandingkan dengan pengukuran
tulang, thorak, serta plasenta melalui USG untuk melihat apakah ada
pertumbuhan janin yang terhambat.2,4
B. Gawat janin akut
Akselerasi sementara dari denyut jantung janin, dalam hubungannya
dengan kontraksi uterus, mengindikasikan adanya oklusi ringan dari tali
pusat (hanya vena) atau hiperkapnia dan hipoksia ringan dari janin,
selama variasi denyut jantung janin masih dalam batas normal.
Sementara variasi dari deselerasi denyut jantung janin dihubungkan
dengan kompresi tali pusat yang berat. Gerakan janin akan berkurang
dan pH darah kulit kepala janin akan berkurang. Jika hal ini berlangsung
lebih dari 30 menit atau jika derajat deselerasi tidak berubah walaupun
telah ditatalaksanai,maka terjadilah gawat janin. Seiring dengan hal
tersebut pH dari darah kulit kepala janin bernilai 7,2 atau kurang dan
mekonium akan muncul.
Gawat janin akut dapat diakibatkan seperti beberapa hal berikut ini. 2
1. Penyakit yang berasal dari ibu
a. Hipertensi dalam Kehamilan
b. Persalinan prematur
c. Isoimunisasi
d. Amniosintesis
2. Kelainan yang berhubungan dengan uterus
a. Persalinan terhenti
b. Hipertonus uterus atau polisistole
3

c. Penggunanan relaksasi uterus


d. Pemberian oksitosin
3. Plasenta dan tali Pusat
a. Abruptio Plasenta
b. Plasenta Previa
c. Perdarahan Trimester III yang tidakdapat dijelaskan
d. Prolaps tali pusat
e. Vasa previa
4. Janin
a. Abnormalitas Denyut jantung janin
b. Mekonium yang tebal pada cairan amnion

II. PATOFISIOLOGI
Kontrol fisiologi dari denyut jantung janin meliputi suatu keaneka ragaman
dari mekanisme interkoneksi yang tergantung dari aliran darah oksigenasi.
Lebih lanjut aktivitas dari mekanisme kontrol fisiologi ini mempengaruhi
kondisi oksigenasi janin, seperti terjadinya suatu insufisiensi plasenta yang
kronis, dimana janin yang dihubungkan dengan tali pusat akan mengalami
resiko kekurangan oksigen, yang akan membutuhkan suatu mekanisme
alami dari janin untuk bertahan, dan lebih lanjut pada saat persalinan akan
menambah keasaman darah.1-6
Dahulu diperkirakan bahwa janin mempunyai tegangan oksigen yang
lebih rendah karena ia hidup dalam lingkungan hipoksia dan asidosis
kronis. Tetapi pemikiran itu tidak benar karena bila tidak ada tekanan, janin
hidup dalam lingkungan yang sesuai dan dalam kenyataanya konsumsi
oksigen per gram berat badan sama dengan orang dewasa. Meskipun
tekanan oksigen parsial rendah, penyaluran oksigen pada jaringan tetap
memadai.
Afinitas terhadap oksigen, kadar hemoglobin dan kapasitas angkut
oksigen pada janin lebih besar dari orang dewasa. Demikian juga halnya
dengan curah jantung dan kecepatan arus darah lebih besar daripada orang
4

dewasa. Dengan demikian penyaluran oksigen melalui plasenta kepada


janin dan jaringan perifer dapat terselenggara dengan baik. Sebagai hasil
metabolisme oksigen akan berbentuk asam piruvat, CO2 dan air di
ekskresikan melalui plasenta. Bila plasenta mengalami penurunan fungsi
akibat dari perfusi ruang intervili yang berkurang, maka penyaluran oksigen
dan ekskresi CO2 akan terganggu yang berakibat penurunan PH atau
timbulnya asidosis. Hipoksia yang berlangsung lama menyebabkan janin
harus mengolah glukosa menjadi energi melalui reaksi anaerobik yang tidak
efisien, bahkan menimbulkan asam organik yang menambah asidosis
metabolik. Pada umumnya asidosis janin disebabkan oleh gangguan arus
darah uterus atau arus darah tali pusat.1,6-7
Bradikardia janin tidak harus berarti merupakan indikasi kerusakan
jaringan akibat hipoksia, karena janin mempunyai kemampuan redistribusi
darah bila terjadi hipoksia, sehingga jaringan vital akan menerima
penyaluran darah yang lebih banyak dibandingkan jaringan perifer.
Bradikardi mungkin merupakan mekanisme perlindungan agar jantung
bekerja lebih efisien sebagai akibat dari hipoksia.

III. DIAGNOSIS
Ada berbagai cara untuk mendiagnosis adanya gawat janin antara lain :
A. Pemantauan Denyut Jantung Janin
Kebanyakan dari diagnosis gawat janin yang dilakukan didasarkan
atas pola denyut jantung janin, tetapi diagnosa berdasarkan pola denyut
jantung janin ini masih menjadi kontroversi, karena hal itu lebih
merefleksikan suatu keadaan fisiologi dari janin daripada suatu
keadaan patologis1-4.
National Institute of Child Health and Human Development fetal
monitoring workshop (1997) telah memberikan suatu Konsensus
tentang pola denyut jantung janin.1
5

1. Normal apabila denyut jantung janin berkisar antara 110-160 x.menit


dengan variasi 6-25 x/menit, dimana didapatkan suatu kondisi
akselerasi tanpa deselarasi.
2. Intermediet
3. Abnormal, apabila ada tanda-tanda perlambatan atau deselerasi
dengan kemampuan nol atau bradikardi substansial dengan
kemampuan nol
Sementara dalam buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal
dan neonatal memberikan penilaian terhadap denyut jantung janin
sebagai berikut :
1. Denyut jantung janin normal dapat melambat sewaktu his, dan segera
kembali normal setelah relaksasi.
2. Denyut jantung lambat yaitu kurang dari 100 kali per menit saat tidak
ada his, menunjukan adanya gawat janin.
3. Denyut jantung cepat yaitu lebih dari 180 kali per menit yang disertai
takikardi ibu bias karena ibu demam, efek obat, hipertensi atau
amnionitis. Jika denyut jantung ibu normal, denyut jantung janin
cepat sebaiknya dianggap sebagai tanda gawat janin.8

B. Pemeriksaan PH Darah Kulit Kepala Janin.


Pemeriksaan PH darah janin telah dibuktikan mempunyai hubungan erat
dengan tingkat asidosis janin.1-3,7,9-11-12
Indikasi pemeriksaan darah janin adalah :
1. Deselerasi lambat berulang
2. Deselerasi variable memanjang
3. Mekonium pada presentasi kepala
4. Hipertensi pada ibu
5. Osilasi dengan variabilitas yang menyempit.
Sejak pertama pertama kali diperkenalkan oleh Saling pada tahun
1967 pengambilan sampel darah telah menjadi keputusan akhir dalam
mendiagnosa adanya gawat janin. Darah diambil dari bagian terbawah
6

janin seperti kepala atau bokong selama proses persalinan. Darah diambil
melalui insisi dengan kedalaman 2mm Pengambilan darah janin harus
dilakukan di luar his dan sebaiknya ibu dalam posisi tidur miring daerah
diambil sebanyak 0,25 ml kemudian dilakukan pemeriksaan
pH,Pco2,Po2. nilai pH sendiri tidak akan memperlihatkan perbedaan
antara respirasi dan asidosis metabolik. Penatalaksanaan dari penyebab
asidosis secara teoritis berbeda,dimana pada keadaan asidosis metabolik
membutuhkan terminasi segera, sementara keadaan asidosis respiratotrik
dapat merespon resusitasi standar. Jika deselerasi tidak memberikan
respon yang cepat pada gawat janin, maka segera dilakukan
pemeriksaan sampel darah janin. Beard dan kawan kawan mendapatkan
dalam penelitiannya ada hubungan yang erat antara pH darah kulit kepala
janin intra partum dengan apgar skor 2 menit pada neonatus.11
Seperti yang diperlihatkan pada tabel 2.

Tabel 2. korelasi anatara pH darah kulit kepala dengan pola deselerasi.


Dikutip dari Ramon M.11

Sementara Winkyosastro menetapkan Interprestasi pada hasil


pemeriksaan darah janin adalah sebagai berikut.6
pH 7,25 normal
pH 7,25-7,10 tersangka asidodis dan dilakukan pemeriksaan ulang
10 menit kemudian
pH < 7,10 Asidosis dan janin harus dilahirkan segera
Pemeriksaan darah janin dan pemantauan denyut jantung janin saling
menunjang dan telah dibuktikan mempunyai korelasi yang erat.
7

Pemeriksaan darah janin terutama berguna untuk menera atau memastikan


keadaan janin bila terdapat gambaran denyut jantung janin yang abnormal.
Meskipun demikian perlu diingat bahwa hasil pemeriksaan darah janin
itu sesaat dan mungkin perlu diulangi. Zallar dan Quiland
merekomendasikan suatu protokol yaitu : jika pH besar dari 7,25 maka
persalinan di observasi. Jika pH antaraa 7,20 7,25 Pengukuran pH harus
diulangi dalam 30 menit, Jika pH kurang dari 7,20 maka sampel darah kulit
kepala yang lain harus segera diambil dan ibu harus diterminasi segera. 1-3
Sirkulasi janin mungkin berubah dengan penyaluran darah yang lebih baik
ke organ vital yaitu otak dan jantung dalam keadaan asidosis.
Pada umumnya hipoksia dan asidosis atau infeksi intrapartum dapat
menyebabkan takikardi dari fetus Adanya mekonium pada cairan amnion
lebih sering terlihat saat gawat janin mencapai maturitas dan bukan
merupakan tanda-tanda gawat janin. Sedikit mekonium tanpa disertai
dengan kelainan denyut jantung janin merupakan suatu peringatan untuk
pengawasan lebih lanjut. Mekonium kental merupakan tanda pengeluaran
mekonium pada cairan amnion yang berkurang dan merupakan indikasi
perlunya persalinan yang cepat dan penanganan mekonium pada saluran
nafas atas neonatus untuk mencegah aspirasi mekonium, sementara pada
presentasi bokong mekonium dikeluarkan pada saat persalinan akibat
kompresi abdomen janin pada persalinan. Hal ini bukan merupakan
kegawatan kecuali jika terjadi pada awal persalinan.6,8

IV. PENATALAKSANAAN
Meskipun gawat janin memerlukan tindakan segera untuk melahirkan bayi
tetapi seringkali cukup waktu untuk bertindak memberikan terapi yang
menolong bayi yang dalam keadaan gawat tersebut agar terhindar dari
pengaruh yang lebih buruk. Tindakan tersebut ialah resusitasi intrauterus
Penatalaksanaan dari gawat janin intrapartum menurut American College
of obstetricians and Gynecologist (ACOG) dan menjadi acuan di Indonesia
adalah :
A. Reposisi dari ibu
8

Perubahan posisi ibu dapat mengurangkan tekanan pada tali pusat.


Seperti dari terlentang ke kiri atau ke kanan, peninggian tungkai, atau
posisi knee-chest. Fungsi uterus mungkin juga akan bertambah ke
dalam posisi lateral, akibat dari peningkatan aliran darah uterus.
Lagipula proses persalinan akan bertambah baik dengan posisi ini.
Memutuskan stimulasi uterus dan koreksi terhadap hiperstimulasi
uterus
Satu hal yang sering mengakibatkan deselarasi lambat dari denyut
jantung janin adalah penggunaan oksitosin. Penurunan kontraksi uterus
dapat meningkatkan perfusi uteroplasenta, kontraksi yang terlalu kuat
atau sering akan memperburuk sirkulasi utero plasenta.1-3,9
B. Pemeriksaan per vaginam, untuk melihat apakah ada prolaps tali pusat
C. Koreksi hipotensi maternal yang berhubungan dengan Regional
analgesi
Hipotensi dapat disebabkan oleh epidural anastesi atau posisi supine
yang mengurangi pengembalian darah dari vena cava inferior menuju
jantung. Penurunan aliran darah dari hipotensi ini dapat menyebabkan
gawat janin. Perubahan posisi ini biasanya juga akan mengkoreksi
sindroma hipotensif supine. Jika hal ini gagal maka tekanan manual
pada uterus mungkin dibutuhkan. Tambahan lainnya dengan
mengangkat tungkai, pemberian cairan intravena secara cepat.1,11
Hal-hal itu akan membantu mengembalikan tekanan arteri ibu hamil
dan akan meningkatkan aliran darah dalam ruang intervili
D. Monitoring Denyut jantung janin
E. Pemberian oksigen terhadap ibu
Pemberian oksigen terhadap ibu dalam konsentrasi tinggi yaitu
sebanyak 4-6 l/menit, akan meningkatkan gradiasi PO2 fetal
maternal dan juga akan meningkatkan transfer oksigen, fawole dan
kawan-kawan pada penelitiannya tentang pemberian oksigen sebagai
penatalaksanaan untuk gawat janin mendapatkan dengan pemberian
oksigen sebanyak 6-7 l/menit dapat memperbaiki pH janin.1-5,13
9

F. Keseimbangan asam basa.


Walaupun koreksi keseimbangan asam basa telah dilakukan dengan
pemberian sodium bikarbonat pada ibu selama kehamilan,
perpindahan fixed alkali relatif lambat, sehingga penatalaksanaan ini
kurang berguna bila diberikan pada ibu yang janinnya mengalami
hipoksia dan asidosis. Jika keadaan asidosis ini cukup berat, janin
harus dilahirkan untuk penatalaksanaan primer. Meskipun demikian
jika asidosis maternal yang menjadi penyebab asidosis pada janin,
Pemberian bikarbonat pada ibu akan sangat bermanfaat baik untuk si
ibu ataupun janinnya.
Pemberian Hipertonik glukosa (biasanya 50 g intra vena) dapat
diberikan pada kondisi ibu yang kehilangan asidosis atau
hipoglikemia, walaupun mungkin hanya berupa hubungan tidak
langsung antara kadar glukosa darah janin dan deficit basanya.1-3,10
G. Pemberian tokolitik
Pemberian tokolitik terhadap ibu melalui pemberian 0,25 mg terbutalin
sulfat secara intravena atau subkutan telah terbukti memberikan
relaksasi terhadap uterus. Relaksasi uterus diduga dapat meningkatkan
aliran darah plasenta dan oksigenasi janin. Manuver ini dapat
dilakukan sebagai salah satu penatalaksanaan gawat janin, hal ini dapat
dijelaskan dimana inhibisi kontraksi uterus dapat meningkatkan
oksigenasi bagi janin. Cook dan spinatoo (1994) telah melakukan
percobaan dengan terbutalin sebagai tokolitik untuk resusitasi gawat
janin pada 368 kehamilan selama lebih sepuluh tahun. Dimana
didapatkan peningkatan PH darah kulit kepala . Mercier dan kawan
kawan juga melaporkan hal yang sama tetapi dengan menggunakan
60-180 mg nitogliserin intra vena sebagai tokolitik. Sementara itu
Kulier R dan kawan kawan mendapatkan tidak terdapat perbedaan
bermakna antara betamimetik dengan magnesium sulfat sebagai
tokolitik, tetapi pemakaian keduanya terbukti menurunkan kejadian
gawat janin. 1,14
10

Pada keadaan-keadaan yang tidak memungkinkan, seperti pada


keadaan dimana gawat janin telah berlangsung lebih 30 menit ataupun pada
keadaan dimana penatalaksanaan konservatif tidak berhasil, maka
persalinan segera harus dilakukan.
Sementara itu Ramon Martin (1997) dalam penelitiannya mencoba
memberikan suatu tata cara dalam penatalaksanaan gawat janin. Langkah
awal dalam penatalaksanaan gawat janin adalah mengenal dan
mendeskripsikan pola denyut jantung janin. Penyebabnya harus dapat
diidentifikasi, dan penyebab itu harus cepat dikoreksi sesegera mungkin.
Seperti yang diperlihatkan dalam tabel 3.11

Tabel 3. Penatalaksanaan sesuai dengan pola denyut jantung janin dikutip


dari Ramon Martin.11

Jika pola dari denyut jantung janin tidak memperlihatkan pola seperti
diatas, maka diperlukan suatu pengukuran yang lebih akurat yaitu pH darah
kulit kepala janin atau dilahirkan dengan segera
Pengulangan variabel deselerasi menandakan adanya kompresi tali
pusat, terutama jika adanya oligohidroamnion atau setelah dilakukan
amniotomi.
Dalam situasi ini pemberian infus amnion secara transervikal dapat
mengurangi deselerasi. Infus amnion dilakukan dengan cara pemberian
11

bolus 250-500 ml cairan normal salin pada suhu kamar yang diinfuskan
melalui kateter intra uterin standar. Yang kemudian diikuti dengan infus
pemeliharaan sebesar 3 ml/menit. Akan tetapi pemberian infus amnion ini
tidak dapat diberikan jika ada deselerasi lambat, pH kulit kepala janin kecil
dari 7,2, solusio plasenta, plasenta previa, insisi vertical uterus sebelumnya
atau kelainan uterus yang telah diketahui.1,5,15
Pemberian cairan intra vaskuler untuk ibu, dihubungkan dengan
peningkatan aliran darah uteroplasenta yang pada akhirnya akan
memperbaiki oksigenasi dan penurunan keasaman dari darah janin. Tujuan
utama dari pemberian cairan adalah mencapai volume yang proposional,
tonisitas dan keseimbangan garam baik diintraseluler ataupun ekstra seluler.
Dengan pemberian cairan intraseluler diharapkan dapat melebarkan volume
plasma.15
Dengan menelusuri penyebab dari gawat janin tersebut,
penatalaksanaan dari gawat janin sebaiknya ditatalaksanai sesuai
penyebabnya, American College of obstetricians and Gynecologist (ACOG)
telah memberikan suatu bagan yang dapat dijadikan patokan dalam
penatalaksanaan gawat janin.16
12

Gambar 1. Alogaritma diagnosis dan penatalaksanaan gawat janin. Dikutip


dari Elizabeth H.15

Tindakan definitif pada gawat janin dapat dilakukan secara per vaginam
atau perabdominam, tergantung pada syarat saat itu. Bila akan dilakukan
ekstraksi forsep maka ada keuntungan dalam hal waktu yang lebih singkat.
13

Tindakan perabdominam harus dilaksanakan dalam waktu sesingkat mungkin


terutama yang telah terbukti mengalami asidosis

V. RINGKASAN.
Gawat janin merupakan salah satu keadaan obstetrik yang
membutuhkan perhatian. Dimana tujuan dari penanganan obstetrik adalah
untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu serta penurunan angka
kematian dan kesakitan janin.
Secara umum gawat janin dapat berlangsung kronis dan akut. Oleh
karena itu perlu diketahui penyebabnya sehingga dapat didiagnosis dan
ditatalaksanai sesuai penyebabnya.
Diagnosis dari gawat janin dapat berupa monitoring denyut jantung
janin ataupun dengan pemeriksaan pH darah kulit kepala janin.
Penatalaksanaan dari gawat janin disesuaikan dengan penyebab, adalah :
1. reposisi penderita,
2. Pemutusan stimulasi uterus
3. Pemeriksaan vagina
4. Koreksi hipotensi ibu
5. Monitoring denyut jantung janin
6. Pemberian oksigen
7. pemberian tokolitik

VI. RUJUKAN
1. Cunningham GS, Gant FN, LevvenoKJ, Gillstrap CL, Hauth JC. Williams obstetrics. 21 st
ed. New york : McGraw-Hill, 2001;331-360
2. Robert JS,Theodore B. Methods of assessment for pregnancy risk. In: De cherney AH,
Pernoll ML. Current obstetrics & gynecology diagnosis & treatment 8 th ed. Connecticut :
Prentice-Hall International, 1994;275-307
3. Steer PJ,Danielian PJ. Fetal Distress in labor In: James DK,Steer PJ,Weiner CP..High
Risk Pregnancy 4th ed. Philadelpia 1996;1077-1100
4. Eduardo AH,Martin L. Complications of Labor and delivery.In: De cherney AH, Pernoll
ML. Current obstetrics & gynecology diagnosis & treatment 8 th ed. Connecticut :
Prentice-Hall International, 1994;506-519
5. Rossemary R,Gabbe S,Roy HP. Intrapartum fetal evaluation. In: Gabbe S,Niebly JR,
Simpson Jr. Obstetrics Normal and Problem pregnangies. 3 th ed. New york : Churchill
livingstone inc, 1996; 397-424
14

6. Winkjosastro GH. Gawat janin. dalam:Winkjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T.


Ilmu bedah kebidanan edisi pertama. Jakarta : Yayasan bina pustaka sarwono
prawihardjo, 1989;52-61
7. Enkin M, Kierse M, Nellsson J. A guide to effective care in pregnancy and childbirth.ed
3th.Oxford : Oxford university press, 2000;133-140
8. Winkjosastro GH,Affandi B, Waspodo D. Gawat janin dalam persalinan dalam Buku
panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal ed 1. Jakarta : Yayasan bina
Pustaka Sarwono Prawihardjo, 2002;M79-M81
9. Reece AE. The fetus as the final arbiter of intrauterine stress/distress. Clinical Obstetrics
and gynecology. 1986;29;23-26
10. Campbell AW, Vintzelus AM. Intra uterine versus extra uterine resuscitation of
fetus/neonatus. Clinical Obstetrics and gynecology. 1986;29;33-42
11. Ramon M. Prepartum and intrapartum monitoring. Am J Obstet Gynecol 2000;183:1049
1058.
12. Cussick W,Smulian J. Intrapartum use of fetal heart rate monitoring. Clinics in
perinatology. 1994;22;875-894
13. Fawole B,Hofmeyr GJ. Maternal oxygen administration for fetal distress In: The
Cochrane Library, Issue 2, 2004.;192-202
14. Kulier R, Hofmeyr GJ. Tocolytics for suspected intrapartum fetal distress). In: The
Cochrane Library, Issue 2, 2004;140-156
15. Elizabeth H. Common Peripartum Emergencies. Journal American Academy
Fam.1998;2;1-14
16. Mabie WC. Basic hemodynamic monitoring for obstetrics care provider. In: Foley.
Obstetrics intensive care. Philadelpia : WB Saunders Company, 1997;1-18

Anda mungkin juga menyukai