Anda di halaman 1dari 49

PERSIAPAN PREOPERATIF OBSTETRI GINEKOLOGI

A. PENDAHULUAN Keputusan untuk melakukan operasi tertentu diambil setelah dibuat diagnosis tentang penyakitnya dan tentang kondisi penderita, dan setelah dipertimbangkan jenis operasi yang paling tepat baginya. Diagnosis dibuat atas dasar pemeriksaan yang seksama, terdiri atas pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain yang dianggap perlu. Pada keadaan gawat darurat, dokter terpaksa bertindak secepatnya karena bila menunggu lebih lama akan lebih membahayakan penderita Bedah elektif obstetriks yang sering dilaksanakan adalah sectio secarea. Bedah elektif obstetriks lainnya dapat berupa pengakhiran kehamilan atau aborsi atas indikasi medis, perbaikan serviks inkompeten baik melalui vaginal maupun transabdominal, proses persalinan pervaginam dengan menggunakan forceps dan atau vakum ekstrasi, namun sering kali ini dilakukan secara emergensi dan melakukan secara histerectomi. Dengan makin berkembangnya teknik dan teknologi pembedahan maka suatu operasi kini dapat berjalan dan menghasilkan hasil yang sangat memuaskan, namun sangat disayangkan aspek psikologis pasien yang menjalaninya kadang kala dilupakan. Bagi seorang ahli bedah mungkin suatu operasi hanyalah kegiatan rutin yang telah biasa dilaluinya, namun bagi seorang pasien mengahdapi suatu operasi adalah suatu pengalaman yang luar biasa. Bahkan memberikan konsekuensi yang tetap berefek sampai beberapa waktu setelahnya bahkan selamanya seperti seorang wanita yang terpasak dilakukan histerektomi saat dia masih muda sehingga menutup kemungkinan baginya untuk hamil dan melahirkan.4,5,6 Berdasarkan alasan-alasan diatas maka seorang ahli bedah yang baik juga perlu dapat memprediksi apa saja efek psikologis dari pembedahan yang

dilakukannya, sehingga bila timbul komplikasi psikologis dimasa yang akan datang dapat segera diketahui dan diselesaikan dengan baik. Persiapan psikologis merupakan penjelasan lengkap kepada pasien dan keluarga pasien tentang segala sesuatu hal yang berhubungan dengan tindakan operasi, meliputi penjelasan tentang penyakit, apa yang akan dilakukan sebelum, selama dan setelah tindakan operasi, manfaat dilakukannya operasi maupun komplikasi-komplikasi yang bisa terjadi selama dan setelah operasi. Hal ini bertujuan agar pasien merasa nyaman menjalani operasi dan mengetahui segala resikonya. Komunikasi antara dokter dan pasien penting untuk mengurangi rasa ketakutan yang dihadapi oleh pasien. Bagaimana sibuknya, ahli bedah harus menyediakan waktu untuk menjawab pertanyaan secara hati-hati. Ini penting supaya ahli bedah memahami masalah dan pengobatan yang dialami oleh pasien, dan begitu juga pasien memahami tentang pendapat ahli bedah mengenai kondisinya dan operasi yang dilakukan. Apabila hubungan ini telah dibina sebelum operasi, pemahaman dan keyakinan pasien akan meningkatkan harapan untuk hasil operasi yang sukses, memberikan kerja sama, mengurangi kecemasannya terhadap kegagalan hasil post operasi.3,4,5 Keluarga sebaiknya dilibatkan juga dalam perawatan Psikologis Preoperatif. Pasien dan keluarga yang disiapkan secara psikologis cenderung untuk menghadapi lebih baik perawatan pasien sesudah operasi.

Surat persetujuan operasi (informed consent) Pasien atau keluarga terdekat yang menandatangani persetujuan operasi merupakan bagian penting dari perawatan preoperatif. Di depan hukum, meskipun dalam keadaan gawat darurat, dokter yang melakukan prosedur harus menerangkan resiko dan keuntungan operasi seperti yang sudah dijelaskan di atas. Penting bagi pasien untuk mengerti segala apa yang telah dikatakan. Pasien yang mengalami gangguan mental, sakit berat tidak dipertimbangkan menurut hukum memberi persetujuan. Pada situasi seperti ini kelurga terdekat dapat bertindak sebagai wali dan menandatangaani persetujuan. Jika pada keadaan

gawat darurat, keluarga pasien tidak ada, maka demi kepentingan pasien dokter bisa melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan tersebut. Penjelasan yang disampaikan dokter harus berkisar pada 5 hal pokok, yaitu : Penjelasan tentang tujuan tindakan medik yang akan dilakukan Penjelasan tentang tata cara tindakan yang akan dilakukan Penjelasan tentang risiko yang mungkin / akan dihadapi Penjelasan tentang tindakan medik alternatif dan risiko dari masingmasing tindakan Penjelasan tentang prognosis apabila tindakan tersebut dilakukan / tidak dilakukan Tindakan medis pada prinsipnya pelaksanaannya dipercayakan kepada etika dan moral dokter yang dianggap sangat baik. Meskipun demikian, etik kedokteran tetap harus terus diperhatikan, mengingat banyaknya kasus hukum yang menyudutkan profesi dokter pada masa sekarang ini, terlebih isu seputar malpraktek. Prinsip etik praktek medis dan penelitian dalam bidang medis adalah : 1. Menghargai pasien dan subjek penelitian dengan memberikan inform consent secara sukarela. 2. Prinsip Benifisien (untuk kebaikan) pada pasien dan subjek penelitian dengan dengan mengutamakan kesehatannya tanpa merugikannya. 3. Bersifat adil (justice) pada pasien dan subjek penelitian dengan memperlakukan mereka dengan adil dan menghitungkan keuntungan dan kerugiannya. Ada beberapa isu etik yang cukup banyak mendapat perhatian, diantaranya adalah isu pelatihan dokter ahli. Pelatihan dokter yang berhubungan dengan skill bedah sebelum perang dunia kedua, umumnya dilaksanakan

dirumah-rumah sakit pemerintah yang banyak didatangi oleh masyarakat. Pelaksanaan pelatihan dokter ini dikerjakan tanpa diperlukan persetujuan pasien dengan imbalan berupa pembebasan biayanya. Saat ini dengan berkembangnya sistem asuransi maka masyarakat dapat memilih dengan siapa ia akan berobat, sehingga menurunkan kesempatan belajar bagi calon ahli-ahli bedah (residen). Dikarenakan tingginya tuntutan untuk kebutuhan dokter baru, maka seringkali pelaksanaan operasi dilakukan oleh para residen dalam pengawasan dokter ahli tanpa sepengetahuan pasien dan ini menyalahi etik medis, walaupun kualitasnya mungkin tidak lebih buruk bahkan kadang kala menjadi lebih baik karena umumnya para residen lebih memiliki antusias yang tinggi dalam melaksanakannya. Namun saat ini semua tindakan diatas haruslah diketahui oleh pasien dan ditegaskan dengan inform consent yang baik. Isu dibidang etik medis lainnya adalah isu moral para dokter yang semakin menurun dan aborsi yang dilakukan tanpa indikasi yang tepat serta bagaimana cara penangan pasien dalam stadium akhir suatu penyakit dan keputusan eutanasia I. PERSIAPAN PREOPERATIF BEDAH OBSTETRIKS ELEKTIF Angka tindakan Sectio belakangan ini terus meningkat, contohnya pada tahun 1999 di Amerika terdapat 22% kehamilan diakhiri dengan tindakan sectio. Peninkatan ini disebabkan karena semakin bervariasinya penerimaan mengenai suatu fetal distress, disproporsi cephalopelvic, ketidak majuan persalinan, kelainan presentasi anak dan meningkatnya insiden Sectio atas indikasi Sectio sebelumnya.4,5 Namun demikian tindakan sectio bukanlah tanpa resiko, contohnya masih terdapat kematian ibu sebanyak 20 tiap 100.000 kelahiran di Amerika. Cukup tingginya komplikasi sectio disebabkan beberapa faktor yaitu :4

Meningkatnya resiko infeksi post partum walaupun dengan pemberian antibiotik profilaksis Meningkatnya resiko perdarahan sehingga meningkatkan kebutuhan akan transfusi darah dengan berbagai resiko lainya yang berhubungan dengan sedian darah dan produk-produknya.

Meningkatnya komplikasi anestesia

Selain itu sectio juga menimbulkan berbagai komplikasi pada kehamilan berikutnya seperti pesalinan pervaginam pasca sectio yang lebih beresiko, peningkatan insiden palsenta previa, plasenta akreta, ruptur uterus, perdarahan, kebutuhan akan darah dan histerektomi.4,6 Peningkatan Sectio di Amerika dari tahun 1980 1985, 90% nya disebabkan oleh Sectio ulangan (48%), distosia (29%) dan fetal distress (16%). Penyebab peningkatan insiden Sectio dapat dijabarkan sebagai berikut : 3,4 1. Meningkatnya kemampuan medis dalam mengatasi penyulit yang timbul pada ibu. 2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan persalinan Sectio ulangan Adanya alat elektronik pemantau janin secara terus menerus Diagnosis distosia yang lebih bebas Adanya anestesi / analgesi epidural Macrosomia ( > 4000 gram) Menurunnya pengguanaan forcep dan vakum

3. Fakto Ibu Usia kehamilan ibu yang lebih tua Meningkatnya insiden nulipara dengan penyulit Meningkatnya resiko maternal

4. Faktor Janin Fetus kini lebih dihargai sebagai pasien Kelainan presentasi

Meningkatnya insiden VLBW Infeksi herpes genital Kehamilan postterm Kehamilan multipel Gagal induksi karena indikasi janin

5. Faktor dokter sendiri Ketakutan akan tuntutan malpraktek Kenyamanan dokter

Sebelum tahun 1960, seluruh tindakan kedokteran tidaklah diawasi secara khusus oleh masyarakat, pelaksanaan seluruhnya dipercayakan kepada etika dan moral dokter yang dianggap adalah sangat baik. Namun setelah tahun 1960 masyarakat menjadi semakin kritis, moral doker pun menjadi lebih menurun dengan makin banyaknya lulusan-lulusan kedokteran, sehingga banyak timbul malpraktek. Ditambah lagi pada dekade terakhir ini banyak timbul wacana abortus yang dilakukan oleh para dokter yang kurang dapat dipertanggung jawabkan, serta makin sadarnya masyarakat akan hak-haknya.4,5,6 Semua sebab diatas membuat etik kedokteran semakin diperhatikan, sehingga terjadi perubahan konsep etik rumah sakit dari konsep etik Hipokrates yang ideal dimana seluruh kesehatan pasien diserahkan sepenuhnya dibawah kontrol dari dokter menjadi konsep etik yang berdasarkan hak-hak pasien dan kewajiban dokter yang dijabarkan secara terinci.3,4

Ada beberapa isu etik yang cukup banyak mendapat perhatian, diantaranya adalah isu pelatihan dokter ahli. Pelatihan dokter yang berhubungan dengan skill bedah sebelum perang dunia kedua, umumnya dilaksanakan dirumah-rumah sakit pemerintah yang banyak didatangi oleh masyarakat. Pelaksanaan pelatihan dokter ini dikerjakan tanpa diperlukan persetujuan pasien dengan imbalan berupa pembebasan biayanya.

Saat ini dengan berkembangnya sistem asuransi maka masyarakat dapat memilih dengan siapa ia akan berobat, sehingga menurunkan kesempatan belajar bagi calon ahli-ahli bedah (residen). Dikarenakan tingginya tuntutan untuk kebutuhan dokter baru, maka seringkali pelaksanaan operasi dilakukan oleh para residen dalam pengawasan dokter ahli tanpa sepengetahuan pasien dan ini menyalahi etik medis, walaupun kualitasnya mungkin tidak lebih buruk bahkan kadang kala menjadi lebih baik karena umumnya para residen lebih memiliki antusias yang tinggi dalam melaksanakannya. Namun saat ini semua tindakan diatas haruslah diketahui oleh pasien dan ditegaskan dengan inform consent yang baik. 1. Persiapan Fisik Pasien Persiapan dilakukan secara sistemik yaitu meliputi traktus

gastrointestinal, traktus kardiopulmonal, traktus respiratorius, traktus urinarius, hematologi, endokrin maupun cairan dan kondisi kondisi lain yang

mempengaruhi resiko operasi. a. Sistem Gastro intestinal Sistem gastrointestinal perlu mendapat perhatian yang khusus dalam persiapan untuk sectio secarea, setiap gejala yang ada pada saluran cerna perlu dievaluasi secara seksama. Persiapan saluran cerna bagian bawah Pengosongan saluran cerna bagian bawah, memberikan ruang yang besar untuk tindakan-tindakan pada sectio. Selain itu bila intervensi pembedahan melibatkan saluran cerna, maka resiko kontaminasi dapat berkurang. Penggunaan laksatif dan enema harus dilakukan secara selektif karena dapat menimbulkan distensia abdomen dan nyeri kram. Persiapan makanan : Secara umum, dua hari sebelum operasi pasien diberikan diet lunak. Persiapan mekanis : Laksatif 3 botol : botol I diberikan jam 01.00, sisanya jam 07.00

Hari Operasi : Pemberian enema sampai bersih b. Sistem Kardiovaskular Penyakit jantung pasien dengan penyakit ini mempunyai resiko yang besar untuk menjalani operasi perlu evaluasi seksama Jika ada riwayat penyakit : gagal jantung kongestif, infark miokard, hipertensi berat konsultasi ahli jantung Faktor faktor yang mungkin terjadi pada pasien jantung yang dioperasi diantaranya imbalance cairan, hipotensi, imbalance elektrolit, infeksi, nyeri, takikardi. Pemeriksaan spesifik EKG Pasien usia > 45 tahun, atau pasien muda dengan kelainan kardiovaskular EKG pre operatif harus ada sebagai data dasar jika terjadi komplikasi post operasi Echocardiografi Merupakan pemeriksaan lanjutan jika ditemukan kelainan pada EKG Bisa terlihat kelainan katup / dinding ventrikel

Tes Dipyrimadol / thallium Melihat daerah yang iskemia dan potensial infark

Monitoring intraoperatif Termasuk pemeriksaan TD, nadi, tekanan nadi, frekuensi jantung / HR, JVP, perkusi dan auskultasi dada, edem +/-, ukuran hepar c. Sistem Pernafasan Operasi elektif sebaiknya ditunda bila terjadi infeksi akut traktus respiratorius atas / bawah jalan nafas iritatif spasme laring / batuk

Infeksi paru motilitas sel siliar bronchitis dan pneumonia post operasi Pada infeksi berat antibiotik 1 2 mg sebelum operasi harus sembuh Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK) pemeriksaan dan antibiotik yang tepat pre operatif karena kemampuan komplien paru menurun.

d. Sistem Renal Fungsi renal harus diperiksa lebih teliti jika ada riwayat penyakit dahulu Pasien > 60 tahun, urinalisis = proteinuria dan eritrosit (+) Periksa lebih lanjut kreatinin klirens, ureum darah, dan elektrolit Pencitraan IVP dan CT-Scan atas indikasi

e. Sistem Hematologi Anemia Defisiensi Fe karena inadequate diet, kehilangan darah kronik, penyakit kronik Bila perlu transfusi PRC

Penyakit Von Willebrand Perdarahan kongenital karena perubahan aktifitas faktor VIII dan defisiensi fungsi trombosit Gejala : epistaksis, hipermenorea, perdarahan post partum Pre operatif hindari pemakaian aspirin, dan obat obat anti inflamasi non steroid dan DDA VP 0,3 g/kg iv

Trombositopenia Penyebab utama : supresi SST, penyakit autoimun, pemakaian trombosit berlebihan Periksa Bleeding time dan Clotting time

Pre operasi transfusi trombosit jika jumlah terlalu rendah

f. Sistem Endokrin Diabetes Mellitus (DM) Gula darah puasa > 140 mg/dL atau gula darah sewaktu > 200 mg/dL Observasi dan pengobatan tepat agar tidak terjadi kelainan elektrolit dan cairan, ketosis, hiperglikemia, dan infeksi jika tidak, dapat terjadi sepsis post operasi perlu konsul internis Hindari hipoglikemia dengan kontrol ketat gula darah pada hari operasi dan pemakaian cairan D5% iv ketika telah puasa Jika mungkin hentikan sementara obat-obatan long acting minimal 2 hari pre operasi Pre operasi pasien dirawat, bila perlu berikan insulin, pemeriksaan elektrolit, gula darah puasa. Kadar gula darah yang diterima sebelum operasi: 100 250 mg/dL Penyakit Tiroid Operasi elektif sebaiknya ditunda jika ditemukan penyakit tiroid Hipertiroid muncul dengan gejala : penurunan BB, kelemahan otot, peningkatan nadi, agitasi, tremor, intoleransi terhadap panas, kulit yang hangat Pre operasi harus eutiroid mungkin mencapai 2 bulan jika antitiroid yang dipakai dikombinasi dengan larutan Lugol Kombinasi propanolol dan kalium iodide bisa eutiroid dalam 14 hari Pada operasi emergensi propanolol 0,5 mg iv titrasi pelan sampai tanda tanda tirotoksikosis dapat dikontrol

10

Anestesi lokal lebih disenangi. Jika perlu anestesi umum, pastikan jalan nafas baik dengan roentgen / CT Scan pada kompresi trakeal berat atau adanya deviasi

Konsultasi pre operatif penanganan pasien dengan disfungsi tiroid sebelum operasi besar

g. Cairan dan Elektrolit Keseimbangan cairan perlu diperhatikan seksama pada pasien bedah. Beberapa faktor menentukan kebutuhan air dan elektrolit. Rasa haus tidak bisa diandalkan sebagai indikator untuk regulasi cairan tubuh pada pasien puasa total (nil-by-mouth) setelah operasi mayor. Pasien tergantung pada cairan iv. untuk mempertahankan imbang cairan. Perpindahan cairan (fluid shift) terjadi karena sekuestrasi cairan di lokasi operasi atau tempat-tempat lain misal abdomen (ileus). Kehilangan yang tidak terlihat ini lazim dikenal sebagai rongga ketiga dan terdiri terutama atas cairan ekstraseluler. Pada situasi lain, kehilangan plasma terjadi akibat kebocoran membran kapiler. Kehilangan darah biasanya mudah ditaksir di kamar operasi, tetapi bisa tersembunyi pada fase pra dan pasca operasi. Penaksiran indirek dari kehilangan darah bisa tidak akurat.

2. Nutrisi Pre Operatif Informasi klinik penting untuk menentukan apakah pasien perlu intervensi gizi. Nutrisi preoperatif yang baik dapat membantu pasien mempercepat pemulihan setelah operasi. Beberapa zat makanan membantu dalam penyembuhan luka operasi seperti vitamin A. Selenium berperan penting dalam fungsi imun dan pencegahan infeksi. Zincum berperan dalam fungsi sistem imun dan penyembuhan luka. Pemberian zat besi preoperatif akan merangsang produksi sel darah merah dalam sumsum tulang dan ini merupakan salah cara efektif untuk menekan kebutuhan darah transfuse post operatif. Vitamin C

11

berperan juga dalam penyembuhan luka. Glutamine menyokong kesehatan lapisan sel traktus digestivus dan penting untuk fungsi imun. Arginin berperan dalam fungsi imun, pencegahan infeksi, perbaikan jaringan setelah operasi. Taurin berperan dalam fungsi sel imun. Asam lemak omega 3 memiliki anti inflamasi. Pasien dibolehkan minum air putih sampai 2 jam sebelum operasi (cek protokol setempat). Pasien dengan gagal ginjal kronik atau ikterus obstruksi memerlukan cairan preoperatif untuk mempertahankan aliran darah ginjal dan jumlah urin pada periode perioperatif. Pasien tidak boleh makan paling kurang 6 jam sebelum operasi.

3. Pemeriksaan Laboratorium Pada pre operatif, juga diperlukan pemeriksaan laboratorium yang lengkap dan tepat untuk bisa menganalisa keadaan pasien lebih menyeluruh apakah siap unuk operasi atau tidak. Berikut adalah tabel mengenai indikasi pemeriksaan laboratorium pada pre operatif.

Tabel 1. Indikasi Pemeriksaan Laboratorium Pre Operatif Urinalisis EKG Semua pasien: untuk gula, hematuria, protein - Usia >50 tahun - Riwayat penyakit jantung, hipertensi atau penyakit paru menahun - Hasil EKG normal dalam 1 tahun bisa diterima kecuali jika ada keluhan jantung baru-baru ini Hitung Darah - Usia >40 tahun lengkap - Semua wanita - Semua pembedahan mayor - Bila dicurigai anemia Kreatinin dan - Usia >60 tahun elektrolit - Semua pembedahan mayor

12

- Obat-obat diuretik - Suspek penyakit ginjal Glukosa darah Tes sel sabit - Pasien diabetes - Glikosuria - Pasien kulit hitam dengan status sabit tak diketahui. Jika positif maka elektroforesis

hemoglobin harus dikerjakan Tes kehamilan X-foto toraks - Tidak rutin - Penyakit jantung atau paru akut - Penyakit jantung atau paru menahun yang memburuk dalam tahun terakhir - Risiko tbc paru - Penyakit keganasan - Wanita usia subur

4. Monitor keadaan janin Memonitor keadaan janin selama persipan dan menjelang sectio sangatlah penting, bahkan janin harus terus dipantau keadaannya sampai beberapa saat dilahirkan secara sectio. Salah satu cara monitor keadaan janin adalah dengan menggunakan kardio tokografi yang akan memonitor aktivitas jantung janin, sehingga apabila terjadi perubahan baik berupa deselerasi yang menetap atau variabilitas yang menurun kita dapat segera megambil tindakan.

5. Persipan teknis pra-bedah Persipan kulit : Tujuan utama persiapan kulit adalah menurunkan resiko terinfeksinya luka insisi dengan menimalisir konsentrasi bakteri yang merupakan flora dikulit

13

dinding abdomen ibu, karena dengan dilakukannya insisi berarti menghilang pertahan pertama tubuh terhadap infeksi yaitu kulit. Persiapan meliputi pencucian pada tempat insisi saat diruang operasi baik secara mekanik dengan menggunakan sabun atau detergen untuk menghilangkan lapisan yang kotor dan berminyak, dilanjutkan dengan pemberian anti mikroba topikal untuk menekan jumlah bakteri dikulit tempat insisi dan lipatan kulit serta umbilikus.4,5 Berapa lama pencucian masih terdapat perbedaan pendapat mulai dari 5 menit sampai hanya sekitar 30 detik, baru kemudian diberi anti mikroba. Walaupun persipan kulit telah dilakukan dengan baik angka infeksi tetap ada sekitar 6-8%. Alternatif persiapan kulit lain adalah dengan menggunakan alkohol.5,6 Persiapan pada vagina sering kali tidak dilakukan kecuali jiak direncanakan tindakan sectio-histerektomi. Dimana pembersihan vagina diperlukan untuk menurunkan angka infeksi post sectio. Dapat juga disertai dengan pemberian anti biotik profilaksis dan antiseptik intra vagina. Pencucian vagina dapat menggunakan larutan salin untuk menurunka konsentrasi bakteri didalam vagina.3,4 Pemotongan rambut : Secara umum tujuan pemotongan rambut adalah agar tidak mengganggu lapangan operasi. Pemotongan rambut dianjurkan dilakukan beberapa saat sebelum operasi atau pada pagi hari sebelum operasi. Namun juga perlu berhati-hati agar sewaktu melakukan pemotongan rambut justru

menimbulkan iritasi kulit sehingga justru meningkatkan resiko infeksi.

Manajemen Cairan Pre dan Intra Operatif Cairan ekstraselular (intertitial dan inta vaskular) adalah sekitar 1/3 dari total cairan tubuh atau 20% dari berat badan. Kebutuhan cairan harian adalah sekitar 2000-2500 ml. Kehilangan cairan pada wanita hamil adalah sekitar 1000

14

ml dari urin (800-1500 ml), insisibel water loss (800 ml) dari paru dan kulit serta dari feses (200 ml). Insisibel water loss pada wanita dalam fase persalinan dapat jauh lebih banyak. Pemberian cairan tambahan juga dibutuhka jika digunakan anetesia epidural. Pemberian cairan yang dianjurkan adalah 100-125 ml/jam selama persalinan.4,5,6 Aspek terpenting dari keseimbangan cairan adalah mempertahankan volume sirkulasi, dan mengusahakan aliran darah dan fungsi jaringan yang adekuat. Catatan yang akurat dari imbang cairan sangat penting. Terapi cairan iv. perlu dipertimbangkan sebagai cairan rumatan untuk menggantikan cairan yang pada keadaan normal dikonsumsi per oral (minum, makan). Cairan ini menggantikan kehilangan insensible, urin dan feses. Kebutuhan bervariasi tetapi cara menaksir kebutuhan rumatan diperlihatkan dalam table dibawah ini. Bila mungkin gunakan botol infus yang sudah berisi K+ di dalamnya. Ini jauh lebih baik daripada mengoplos/ menambah K+ di bangsal. Larutan standar mengandung 20 atau 40 mmol K+/L (0,15 atau 0,3%).4,5,6 Cairan pengganti menggantikan semua kehilangan abnormal, baik yang terlihat atau tidak terlihat. Ini mencakup darah, plasma, kehilangan rongga ketiga, output dari drain, fistula atau pipa nasogastrik dan diare. Cairan intravena yang sering digunakan adalah : Sodium Chlorida (0,9% volume saline plasma isotonik) dan digunakan untuk untuk

mengembangkan

juga

mengkoreksi

hiponatremia ringan Ringer laktat cairan isotonik yang juga mengandung sejumlah elektrolit pada konsentrasi yang mendekati konsentrasi plasma manusia. Juga digunakan untuk mengembangkan volume plasma dan merupakan pilihan yang baik pada 24 jam post operatif Sodium Chlorida 0,45% adalah cairan hipotonik (1/2 konsentrasi fisiologis). Diberikan setelah 24 jam post operatif saat tidak lagi dibutuhkan pengembangan volume plasma.

15

Bila saat post operasi pasien mengalami hipovolemik ringan maka dalam 24 jam pertama dapat diberikan Normo salin atau Ringer Laktat dalam dekstrose 5% karena cairan hipotonik lebih disukai sebab lebih kuat dalam mempertahankan volume intra vaskular. Pada pasien dengan muntah-muntah, diare atau demam maka perlu diberikan cairan tambahan. Pemberian cairan naik 15% setiap derajat kenaikan suhu. Pemberian cairan intra operatif lebih banyak diatur oleh ahli anestesiologi yang pemberian tergantung kepada perkiraan banyaknya perdarahan, insisibel water losses, dan produksi urin. Pada umumnya cairan yang digunakan adalah larutan isotonik untuk mempertahan volume cairan intra vaskular. Jarang diperlukan pemberian darah langsung atau plasma pada sectio secarea. Kebutuhan cairan intra operatif diluar perdarahan adalah 500-1000 ml/jam, sampai maksimal 3 liter setiap interval 4 jam tergantung kebutuhan pembedahan. Rekomendasi ini didasarkan atas rendahnya insiden gangguan ginjal dan juga tidak timbulnya udem paru.3,4,5 lisis eritrosit donor. - Delayed hemolitik and serologic transfusion reaction Timbul pada pasien yang sebelumnya telah tersensitisasi dengan alloantigen sel darah merah yang memiliki allo antibody negative karena rendahnya level antibody - Febril non hemolitik transfusion reaction Paling sering terjadi karena transfuse komponen darah ditandai demam dan menggigil, suhu meningkat 1 C

Manajemen Hentikan transfusi jika ada gejala berikut: demam (39oC), rigor, hipotensi, urtikaria, bronskopasme. Kembalikan sisa darah ke bank darah Dinginkan pasien dengan kipas angin. Beri parasetamol 1 gr per oral atau rektal.

16

Beri antihistamin intravena (misal klorfeniramin 4 mg). Demam < 39oC tanpa manifestasi klinik lain bisa diatasi dengan pendinginan dengan kipas, parasetamol dan penghentian transfusi.

Pertimbangkan lagi urgensi untuk transfusi dan ulang kembali unit darah yang baru ketika kondisi klinik pasien telah membaik.

Jika terjadi reaksi serius (hipotensi, takipnea) berikan hidrokortison 100 mg iv. Reaksi alergi berupa urtikaria Dapat ditangani dengan menghentikan pemberian darah dilanjutkan

pemberian antihistamin. Transfusi dilanjutkan setelah gejala-gejala alergi hilang. Kompomen selular dapat dicuci lebih dulu untuk menghilangkan residual plasma Reaksi anafilaksis Muncul setelah hanya beberapa milliliter darah masuk. Tanda dan gejala dapat berupa kesulitan bernafas, batuk, mual dan muntah, hipotensi dan bronkhospasme. Terapinya, hentikan transfuse, jaga airways, pernafasan dan sirkulasi, berikan epinefrin 0,5-1 cc dalam konsentrasi 1:1000. Glukokortikoid dapat diberikan bila keluhannya parah. Reaksi non immunlogis

- Hipotermia BIla darah diberikan dengan tetesan yang cepat dapat timbul hipotermi. karena darah atau komponen frozen bisa merangsang Sino atrial node maka ada kemungkinan terjadi aritmia jantung - Keracunan elektrolit Hipokalemia kerap terjadi akibat rendahnya kalium dalam darah transfuse. Akibat penyimpanan yang lama kebocoran-kebocoran mikro pada dinding sel darah sering diikuti dengan keluarnya kalium 1. Komplikasi infeksi Infeksi puerpural merupakan komplikasi terbanyak pada sectiosecarea, resiko terutama pada sectio secarea pertama dan resiko infeksi puerperal pada endometrium adalah sekitar 20 kali lipat dibandingkan dengan kelahiran

17

pervaginam. Namun insiden bervariasi tergantung pada keadaan sosioekonomi dan prosedur section, dimana insiden bervariasi mulai dari 5-10% sampai mencapai 70-85% Selain itu juga ada resiko penyebaran penyakit, terutama yang mudah ditularkan melalui darah seperti Hepatitis B, Hepatitis C, Human Immnuno Defisiensi Virus (HIV). Sitomegalovirus dan beberapa jenis parasit yang ditularkan melalui darah seperti malaria, barbesiosis.

Pengaturan Pemulangan Pasien dan Kelanjutan Penanganan Yang Baik. Setelah operasi, pasien harus menerima penjelasan yang baik tentang prosedur pembedahan yang dijalankan baik lisan maupun tertulis, temuan saat pembedahan, dan tindakan atau temuan paska operasi. Fase paska operasi dapat berpengaruh negatif karena kurangnya informasi atau ada pertanyaan yang tidak terjawab. Mungkin akan sangat membantu bagi dokter bila merujuk ke penayangan audiovisual pre operatif saat sesi konsultasi paska operasi. Setiap pasien paska operasi harus menjalani pemeriksaan fisik secara lengkap (termasuk penilaian pelvis) sebelum memulangkan pasien dari rumah sakit. Temuan bisa menjadi dasar pemeriksaan lanjutan. Pasien harus menerima instruksi lisan dan tertulis sehubungan dengan perawatan post operatif di rumah termasuk aktivitas fisik yang dapat di lakukan. Selain itu juga diatus bagaimana manajemen laktasi khusus pada pasien pasca sectio secarea.

II.

PERSIAPAN PREOPERATIF BEDAH OBSTETRIKS AKUT I. Pre dan Intra Operatif Keputusan untuk melakukan operasi tertentu diambil setelah dibuat diagnosis tentang penyakitnya dan tentang kondisi penderita, dan setelah dipertimbangkan jenis operasi yang paling tepat baginya. Diagnosis dibuat atas dasar pemeriksaan yang seksama, terdiri atas pemeriksaan fisik, pemeriksaan

18

laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain yang dianggap perlu. Pada keadaan gawat darurat, dokter terpaksa bertindak secepatnya karena bila menunggu lebih lama akan lebih membahayakan penderita. Persiapan fisik pasien Idealnya, persiapan dilakukan secara sistemik dan menyeluruh yaitu meliputi traktus gastrointestinal, traktus kardiopulmonal, traktus respiratorius, traktus urinarius, hematologi, endokrin maupun cairan dan kondisi kondisi lain yang mempengaruhi resiko operasi. Pada keadaan gawat darurat, hal tersebut tidak mungkin semuanya dapat dilakukan, sehingga harus dipilih pemeriksaanpemeriksaan tertentu yang sesuai indikasi saja yang bisa membuat keadaan pasien menjadi optimal utuk operasi. h. Sistem Gastro intestinal Persiapan saluran cerna bagian bawah Pengosongan saluran cerna bagian bawah, memberikan ruang yang besar untuk tindakan operasi. Selain itu bila intervensi pembedahan melibatkan saluran cerna, maka resiko kontaminasi dapat berkurang. Penggunaan laksatif dan enema mesti dilakukan secara selektif karena dapat menimbulkan distensia abadomen dan nyeri kram. i. Sistem Kardiovaskular Penyakit jantung pasien dengan penyakit ini mempunyai resiko yang besar untuk menjalani operasi perlu evaluasi seksama Jika ada riwayat penyakit : gagal jantung kongestif, infark miokard, hipertensi berat konsultasi ahli jantung Faktor faktor yang mungkin terjadi pada pasien jantung yang dioperasi diantaranya imbalance cairan, hipotensi, imbalance elektrolit, infeksi, nyeri, takikardi.

19

Pemeriksaan spesifik EKG Pasien usia > 40 tahun EKG pre operatif harus ada sebagai data dasar jika terjadi komplikasi post operasi Monitoring intraoperatif Termasuk pemeriksaan TD, nadi, tekanan nadi, frekuensi jantung / HR, JVP, perkusi dan auskultasi dada, edem +/-, ukuran hepar j. Sistem Pernafasan Infeksi paru motilitas sel siliar bronchitis dan pneumonia post operasi Pada operasi emergensi anestesi lokal untuk menghindari atelektasis / pneumonia post operasi Pada PPOM pemeriksaan dan antibiotik yang tepat pre operatif

k. Sistem Renal Fungsi renal harus diperiksa lebih teliti jika ada riwayat penyakit dahulu Pasien > 60 tahun, urinalisis = proteinuria dan eritrosit (+) Periksa lebih lanjut kreatinin klirens, ureum darah, dan elektrolit l. Sistem Hematologi Anemia Defisiensi Fe karena inadequate diet, kehilangan darah kronik, penyakit kronik Operasi emergensi transfusi PRC

Trombositopenia Penyebab utama : supresi SST, penyakit autoimun, pemakaian trombosit berlebihan Pre operasi transfusi trombosit jika jumlah terlalu rendah

20

m. Sistem Endokrin Diabetes Mellitus (DM) Gula darah puasa > 140 mg/dL atau gula darah sewaktu > 200 mg/dL Observasi dan pengobatan tepat agar tidak terjadi kelainan elektrolit dan cairan, ketosis, hiperglikemia, dan infeksi jika tidak, dapat terjadi sepsis post operasi perlu konsul internis Hindari hipoglikemia dengan kontrol ketat gula darah pada hari operasi dan pemakaian cairan D5% iv ketika telah puasa Kadar gula darah yang diterima sebelum operasi: 100 250 mg/dL untuk sebagian besar operasi. Penyakit Tiroid Hipertiroid muncul dengan gejala : penurunan BB, kelemahan otot, peningkatan nadi, agitasi, tremor, intoleransi terhadap panas, kulit yang hangat Pada operasi emergensi propanolol 0,5 mg iv titrasi pelan sampai tanda tanda tirotoksikosis dapat dikontrol Anestesi lokal lebih disenangi. Jika perlu anestesi umum, pastikan jalan nafas baik dengan roentgen apakah ada kompresi trakeal berat atau adanya deviasi n. Cairan dan Elektrolit Prinsip umum terapi cairan iv. Aspek terpenting dari imbang cairan adalah mempertahankan volume sirkulasi, dan mengusahakan aliran darah dan fungsi jaringan yang adekuat. Catatan yang akurat dari imbang cairan sangat penting. Terapi cairan iv. perlu dipertimbangkan sebagai cairan rumatan untuk menggantikan cairan yang pada keadaan normal dikonsumsi per oral (minum, makan). Cairan ini menggantikan kehilangan insensible, urin dan feses. Bila mungkin gunakan botol infus yang sudah berisi K+ di dalamnya.

21

Ini jauh lebih baik daripada mengoplos/ menambah

K+ di bangsal.

Larutan standar mengandung 20 atau 40 mmol K+/L (0,15 atau 0,3%). Cairan pengganti menggantikan semua kehilangan abnormal, baik yang terlihat atau tidak terlihat. Ini mencakup darah, plasma, kehilangan rongga ketiga, output dari drain, fistula atau pipa nasogastrik dan diare. Dalam menulis regimen cairan, taksir dulu kebutuhan rumatan dan pengganti kemudian resepkan dalam kartu imbang cairan. o. Syok Hipovolemik Pada kasus akut obstetri, terutama perdarahan, komplikasi yang mungkin terjadi adalah terjadinya syok hipovolemi. Karena itu, yang terpenting pada persiapan pasien adalah mengatasi komplikasi syok agar operasi bisa segera dilaksanakan. Tujuan utama pengobatan syok adalah menstabilkan kondisi pasien, memperbaiki volume cairan sirkulasi darah dan mengefisiensikan sistem sirkulasi darah. Penanganan awalnya adalah : Periksa tanda vital, pastikan jalan nafas tidak tersumbat, jagalah agar kondisi badannya tetap hangat, dan miringkan posisi tidur ibu ke kiri untuk tetap menjaga aliran darah janin Berikan oksigen melalui masker dengan kecepatan 6-8 liter/menit Berikan cairan isotonik seperti NaCl 0,9 % atau RL melalui jarum no 16-18 agar cairan dapat dimasukkan secara cepat. Bila jarum sudah masuk segera ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium dan golongan darah, karena bila ditunda pengambilannya, ditakutkan pembuluh darah sudah kolaps sehingga menyulitkan pengambilan darah. Cairan dapat diberikan sebanyak 0,5 1 liter dalam waktu 15-20 menit sementara kondisi pasien dipantau terus. Pada umumnya syok hipovolemik membutuhkan 1-3 liter cairan untuk menstabilkan kondisi pasien, setelah itu dipertahankan dengan kecepatan 1 liter per 6-8 jam. Diuretik dapat diberikan pada keadaan overhidrasi atau edema paru.
22

Dalam waktu 20-30 menit setelah pemberian cairan, kondisi pasien dinilai apakah sudah stabil ataupun ada perbaikan seperti tekanan sistolik mencapai 100mmHg, denyut jantung stabil, Kondisi mental pasien membaik, produksi urin bertambah.

Berikan transfusi darah jika keadaan pasien tetap belum membaik setelah pemberian cairan, ataupun jika pasien anemis berat (Hb < 8 gr%) akibat perdarahan tersesbut.

5.

Penyakit pada gawat obstetri Kasus gawat darurat obstetri ialah kasus obstetri yang apabila tidak

segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu, janin dan bayi baru lahir. Penyebab utama kematian ibu yang juga merupakan suatu kegawat daruratan adalah perdarahan. Perdarahan Perdarahan yang dimaksud disini adalah perdarahan antepartum, yaitu perdarahan yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu. Perdarahan antepartum yang membutuhkan penanganan segera adalah plasenta previa dan solusio plasenta. 1. Plasenta Previa Adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Etiologi Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan

endometrium yang kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada : Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek. Usia ibu. Makin lanjut usia ibu, makin meningkat resiko plasenta previa.

23

Mioma uteri Kuretase yang berulang Bekas sectio caesaria Perubahan inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau pemakai kokain. Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi placenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari )

Klasifikasi Klasifikasinya ada 4, yaitu : 1. Plasenta previa totalis Plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum 2. Plasenta previa parsialis Plasenta menutupi sebagian ostium uteri internum 3. Plasenta previa marginal Plasenta mencapai pinggir pembukaan 0,5cm atau kurang 4. Plasenta previa letak rendah Pinggir bawah plasenta terletak lebih dari 0,5cm atau kurang dari 1,5 cm dari ostium uteri internum.

Penanganan Operatif Persalinan perabdominam, dengan sectio caesarea prinsipnya adalah untuk menyelamatkan ibu. Tujuan sectio caesarea adalah melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan menghentikan perdarahan dan menghindarkan terjadinya robekan serviks uteri jika janin dilahirkan pervaginam.

24

Indikasi sectio caesarea pada plasenta previa : 1. Semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal. 2. Semua plasenta lateralis posterior, karena perdarahan yang sulit dikontrol 3. Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak berhenti dengan tindakan-tindakan yang ada. 4. Plasenta previa dengan panggul sempit, letak lintang. Prognosis Dengan penanggulangan yang baik seharusnya kematian ibu karena plasenta previa rendah sekali atau tidak ada sama sekali.

2.

Solusio Plasenta Adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta yang

berimplantasi normal pada kehamilan di atas 20 minggu dan sebelum anak lahir. Etiologi Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti. Meskipun demikian ada beberapa factor yang diduga mempengaruhi nya, antara lain : 1. penyakit hipertensi menahun 2. pre-eklampsia 3. tali pusat yang pendek 4. trauma 5. tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior 6. uterus yang sangat mengecil (hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir) Diagnosis

25

1. Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his. 2. Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar. 3. Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta sehingga uterus teregang 4. Palpasi sukar karena rahim keras. 5. Fundus uteri makin lama makin naik. 6. Bunyi jantung biasanya tidak ada. 7. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus. 8. Sering ada proteinuri karena disertai preeclampsia. Komplikasi Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasinya antara lain : 1. Perdarahan Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Persalinan dapat dipercepat dengan pemecahan ketuban dan pemberian infus dengan oksitosin. Bila persalinan telah selesai, penderita belum bebas dari bahaya perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala 3, dan kelainan pembekuan darah. Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan oleh ekstravasasi darah diantara otot-otot miometrium, seperti yang terjadi pada uterus couvelaire. Apabila perdarahan postpartum itu tidak dapat diatasi dengan kompresi bimanual uterus, pemberian uterotonika, maupun pengobatan kelainan pembekuan darah, maka tindakan terakhir adalah histerektomia atau pengikatan arteri hipogastrika. 2. Kelainan pembekuan darah.

26

Kelainan pembekuan darah biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemi. Page (1951) dan Schneider (1955) menerangkan dengan masuknya

tromboplastin ke dalam peredaran darah ibu akibat terjadinya pembekuan darah retroplasenta, sehingga terjadi pembekuan darah intravaskular dimana-mana, yang akan menghabiskan faktor-faktor pembekuan darah lainnya, terutama fibrinogen. Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450mg% , berkisar antara 300-700mg% dalam 100cc. Di bawah 150mg per 100cc disebut hipofibrinogenemi. Apabila kadar fibrinogen lebih rendah dari 100mg% per 100cc, akan terjadi gangguan pembekuan darah. Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan secara laboratorium : Penentuan kuantitatif kadar fibrinogen Waktu pembekuan darah Adanya faktor antikoagulan dalam peredaran darah Hitung trombosit Penentuan waktu protrombin

Penentuan fibrinogen secara laboratoris memakan waktu yang lama. Oleh karena itu untuk keadaan akut baik dilakukan clot observation test,dengan cara: Kira-kira 5ml darah ibu dimasukkan ke dalam tabung reaksi berukuran 15 ml, kemudian digoyang perlahan-lahan setiap semenit sekali. Apabila dalam 6 menit tidak terjadi bekuan, ataupun terjadi bekuan tapi bentuknya tidak padat dan mencair 1 jam kemudian, hal itu menunjukkan adanya kelainan pembekuan darah. Waktu pembekuan seperti diperiksa pengamatan pembekuan darah itu menunjukkan kira-kira kadar fibrinogen darahnya. Apabila waktu pembekuannya kurang dari 6 menit, kadar fibrinogen darahnya kira-kira lebih dari 150mg%. Apabila waktu pembekuannya lebih dari 6 menit dan bekuannya kurang baik, kadar fibrinogen darahnya kira-kira 100-150mg%. Apabila tidak terbentuk
27

bekuan dalam waktu 30 menit, kadar fibrinogen darahnya mungkin lebih rendah dari 100mg%. 3. Oliguria Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita biasanya masih baik. Oleh karena itu, oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran teliti pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta sedang, dan solusio plasenta berat, apalagi yang disertai perdarahan tersembunyi, pre eklampsia, atau hipertensi menahun. Terjadinya oliguria belum dapat diterangkan dengan jelas. Mungkin berhubungan dengan hipovolemi dan penyempitan pembuluh darah ginjal akibat perdarahan yang banyak. Adapula yang menerangkan bahwa tekanan intrauterin yang tinggi menimbulkan reflex penyempitan pembuluh darah ginjal. Kelainan pembekuan darah berperan pula dalam terjadinya kelainan fungsi ginjal ini. 4. Gawat janin Jarang kasus solusio plasenta datang dengan janin yang masih hidup. Kalaupun masih hidup, biasanya keadaannya sudah sedemikian gawat. Penanganan Operatif Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan tidak dapat dihindarkan lagi. Apabila janin hidup, dilakukan sectio caesaria. Sectio caesaria dilakukan bila serviks panjang dan tertutup, setelah pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin dalam 2 jam belum juga ada his. Umum : a. Transfusi darah.

28

Transfusi darah harus segera diberikan tidak peduli bagaimana keadaan umum penderita waktu itu. Karena jika diagnosis solusio placenta dapat ditegakkan itu berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000ml. b. Pemberian O2 c. Pemberian antibiotik. d. Pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi. Khusus : Hipofibrinogenemi : substitusi dengan human fibrinogen 10 gr atau darah segar dan menghentikan fibrinolisis dengan trasylol (proteinase inhibitor) 200.000 iu diberikan IV, selanjutnya jika perlu 100.000 iu / jam dalam infus. Pemberian 1 gram fibrinogen akan meningkatkan kadar fibrinogen darah 40 mg%. Jadi apabila kadar fibrinogen sangat rendah atau tidak ada sama sekali, diperlukan sekurangnya 4 gram fibrinogen untuk menaikkan di atas kadar kritis fibrinogen darah 150mg%. Biasanya diperlukan 4-6 gram fibrinogen yang dilarutkan dalam glucosa 10%, diberikan IV perlahan-lahan selama 15-30 menit. Apabila tidak ada fibrinogen, transfusikan darah segar yang mengandung kira-kira 2 gram fibrinogen per 1000ml. Sehingga dengan transfusi darah lebih dari 2000ml, kekurangan fibrinogen dalam darah dapat diatasi.

Prognosis Prognosis ibu tergantung dari luasnya placenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya perdarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada tidaknya

29

hipertensi menahun atau pre eklampsia, tersembunyi tidaknya perdarahannya dan jarak waktu antara terjadinya solusio placenta sampai pengosongan uterus Pada kasus solusio placenta tertentu, sectio caesaria dapat mengurangi angka kematian janin. Persediaan darah secukupnya akan sangat membantu memperbaiki prognosis ibu dan janinnya.

B. I.

Post Operatif Manajemen Post Operatif Segera sesudah operasi, perhatian harus difokuskan pada pemeliharaan

fungsi paru-paru dan sirkulasi. Masa paling kritis bagi pasien paska operasi adalah 72 jam. Pemanatauan yang tepat tentang fungsi kardiovaskular, renal dan system pernafasan akan memberikan informasi yang sangat berharga tentang kondisi pasien paska operasi. Tanda vital dan balance cairan harus dimonitor sesering mungkin untuk dapat mendiagnosis gejala awal dari syok atau gangguan pernafasan. Perdarahan dari tempat operasi atau gangguan penafasan dan kardiovaskular yang menetap akibat anestesi merupakan resiko yang

mengharuskan pengawasan yang hati-hati pada semua pasien periode awal paska operasi. Perawatan selanjutnya pada post operatif harus mencakup hal-hal berikut : 1. Ruang Pemulihan Pasien dibaringkan miring di dalam kamar pulih dengan pemantauan ketat tensi, nadi dan nafas tiap 15 menit dalam 1 jam pertama, kemudian 30 menit dalam 1 jam berikut dan selanjutnya tiap jam. Uterus yang harus terus berkontraksi dengan kuat merupakan masalah yang sangat penting. Di dalam ruang pemulihan, jumlah perdarahan dari vagina harus dipantau secara ketat, dan fundus uteri harus dikenali dengan melakukan palpasi yang sering untuk

30

memastikan bahwa uterus tetap berkontraksi dengan kuat. Pasien tidur dengan muka kesamping dan yakinkan kepalanya agak tengadah agar jalan nafas bebas

2.

Analgesia Untuk wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntikkan

intramuskuler 75 mg meperidin setiap 6 jam sekali bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit, atau dapat disuntikan dengan cara serupa 10 mg morfin. Jika ibu berukuran kecil, dosis meperidin yang diberikan adalah 50 mg atau jika ukuran tubuhnya besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg meperidin. Pilihan lainnya adalah ketoprofen supp 2 kali/12 jam atau tramadol tiap 6 jam peroral. Obat-obat antiemetik, misalnya prometasin 25 mg biasanya diberikan bersamasama dengan pemberian preparat narkotik.

3.

Tanda-Tanda Vital Pasien kini dievalulasi sekurang-kurangnya setiap jam sekali selama paling

sedikit 4 jam, dan tekanan darah, nadi, jumlah urin serta jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus uteri harus diperiksa pada saat-saat ini. Adanya abnormalitas harus dilaporkan. Karena itu, selama 24 jam pertama, semua ini harus diperiksa setiap 4 jam sekali bersama-sama dengan pengukuran suhu tubuh.

4.

Terapi Cairan Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan, termasuk larutan

Ringer laktat, terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya. Meskipun demikian, jika output urin jauh dibawah 30 ml per

31

jam, pasien harus segera dievaluasi kembali. Infus dapat diangkat 24 jam pascabedah.

5.

Vesika Urinaria Dan Usus Kateter sudah dapat dilepas dari vesika urinaria setelah 12 jam

postoperasi atau, yang lebih baik lagi, terutama bila ditemukan hematuria, bisa dilepas pada keesokan paginya setelah operasi. Kemampuan selanjutnya untuk mengosongkan vesika urinaria sebelum terjadi distensi yang berlebihan harus dipantau seperti pada persalinan per vaginam. Setelah diperiksa peristaltik pada 6 jam pasca bedah, bila positif maka ia dapat diberikan minum hangat sedikit dan kemudian lebih banyak terutama bila tidak muntah. Pasien dapat makan lunak atau biasa pada hari pertama. Bila pasien telah flatus, maka ia sudah dapat makan. Gejala kembung dan nyeri akibat inkoordinasi gerak usus dapat menjadi gangguan yang menyusahkan pada hari kedua dan ketiga postoperatif. Sering, pemberian supositoria rektal akan diikuti defekasi, atau jika gagal, pemberian enema dapat meringankan keluhan pasien.

6.

Ambulasi Pada sebagian besar kasus, pada hari pertama setelah pembedahan,

pasien dengan bantuan perawat dapat bangun dari tempat tidur sebentarsebentar sekurang-kurangnya 2 kali. Dalam jam ke 8-12, pasien dapat duduk dan pada 24 jam post operasi pasien dapat berjalan sendiri bila dia mampu. Ambulasi dapat ditentukan waktunya sedemikian rupa sehingga preparat analgesik yang baru saja diberikan akan mengurangi rasa nyeri. Pada hari kedua, pesien dapat berjalan kekamar mandi dengan pertolongan. Dengan ambulasi dini, trombosis vena dan emboli pulmoner merupakan peristiwa yang jarang terjadi.

32

7.

Perawatan Luka Kasa perut harus dilihat pada 1 hari pasca bedah, bila basah dan

berdarah harus dibuka dan diganti. Umumnya kasa perut dapat diganti pada hari ke 3-4, sebelum pulang dan seterusnya pasien mengganti setiap hari. Luka dapat diberikan salep betadine sedikit. Jahitan yang perlu dibuka dapat dilakukan pada 5 hari pasca bedah. 8. Laboratorium Secara rutin hematokrit diukur pada pagi hari setelah operasi. Hematokrit tersebut harus segera dicek kembali bila terdapat kehilangan darah yang tidak biasa atau bila terdapat oliguria atau keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia. Jika hematokrit turun secara bermakna dari nilai sebelum operasi, pemeriksaan diulang dan kemudian dimulai suatu penelitian untuk mengenali sebab-sebab penurunan tersebut. Jika hematokrit yang rendah itu stabil, pasien dapat melakukan ambulasi tanpa kesulitan apapun, dan jika kemungkinan terjadinya kehilangan darah lebih lanjut adalah kecil, terapi zat besi untuk menghasilkan perbaikan hematologis lebih disukai daripada transfusi. Namun bila Hb < 8 %, pertimbangkan untuk transfusi.

9.

Perawatan Payudara Pemberian ASI dapat dimulai pada hari postoperasi. Jika ibu memutuskan

untuk tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompresi, biasanya akan mengurangi rasa nyeri atau rasa terganggu. Bromokriptin untuk mencegah laktasi terbukti efektif untuk tujuan tersebut.

33

10.

Memulangkan Pasien Dari Rumah Sakit Kecuali kalau terdapat komplikasi selama puerperium, seorang pasien

yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada hari keempat atau kelima postpartum. Aktivitas ibu selama seminggu berikutnya harus dibatasi hanya untuk perawatan diri sendiri dan perawatan bayinya dengan bantuan orang lain. Pasien diminta datang untuk ditindaklanjuti mengenai perawatan luka 7 hari setelah pulang. Pasien dapat mandi biasa setelah hari ke 5 dengan mengeringkan luka dan merawat luka seperti biasa. Pasien diminta segera datang bila terdapat perdarahan, demam dan nyeri perut berlebihan.

11.

Antimikroba Profilaktik Morbiditas febris jauh lebih sering terjadi setelah seksio sesarea, dan

tampaknya lebih lazim dijumpai diantara wanita miskin daripada wanita yang berkecukupan. Dengan berkembangnya obat-obat antimikroba, sejumlah percobaan pernah dilakukan untuk mencatat nilai pemberian antibiotik sebagai profilaksis. II. 1. Komplikasi Post Operatif Gagal Jantung Henti jantung sering terjadi selama induksi anestesi, tetapi dapat juga terjadi selama operasi atau bahkan paska operasi. Faktor predisposisinya termasuk penyakit jantung yang sudah ada, myocard infark sebelumnya, syok, hipoventilasi, sumbatan jalan nafas atau reaksi obat. 2. Penyulit Penyembuhan Luka Frekuensi dan derajat infeksi pada luka paska operasi tergantung pada beberapa faktor seperti usia, kesehatan, status gizi, kebiasaan, adanya

34

keganasan, penggunaan kortikosteroid, riwayat radio terapi dan pembedahan. Persiapan luar pada kulit sebelum operasi juga berperan terjadinya infeksi. Pencukuran dapat menyebabkan follikulitis, menimbulkan infeksi permukaan. Bila pencukuran harus dikerjakan maka pengerjaannya harus dilakukan di kamar operasi sebelum pembedahan. 3. Demam sepsis Semua infeksi bakteri bisa mengakibatkan bakteremia. Risiko utama dari sepsis adalah berkembangnya syok septik (sindroma sepsis) dan kontaminasi prostesa sendi, graft pembuluh darah, katup jantung, dst. Sepsis harus selalu dianggap sebagai penyebab pireksia, dan penyebab paling mungkin setelah hari kedua pasca bedah. Sepsis bisa terjadi lebih dini, jika infeksi sudah ada sebelum operasi atau jika ada kebocoran anastomosis usus. 4. Atelektasis Istilah atelektasis menjelaskan suatu keadaan kollapsnya parenkima paru disertai adanya daerah-daerah pada parenkima yang tidak mengandung udara, yang biasanya normal. Kondisi patologis ini biasanya berkaitan dengan kelainan paru dan dada yang berat dan memperlihatkan suatu manifestasi dari penyakit yang mendasari, bukan karena penyakit itu sendiri. Atelektasis post operatif merupakan keluhan yang umum setelah pembedahan. Atelektasis yang terbatas biasanya sembuh sempurna, namun atelektasis yang komplit dari paru-paru yang tersisa setelah prosedur reseksi parsial paru sering sukar diatasi. 5. Emboli paru Emboli paru adalah komplikasi kritis dari pembedahan pelvis. Hal ini harus dicurigai bila gejala-gejala jantung atau paru muncul mendadak. Faktofaktor predisposisinya adalah obesitas, sepsis, keganasan dan riwayat emboli paru atau trombosis vena dalam. Meskipun merupakan komplikasi dari tromboflebitis vena bawah, namun emboli paru dapat mendahului penyakit

35

vaskular perifer. Bahkan pada beberapa pasien tidak ada bukti adanya tromboflebitis. Emboli paru dapat terjadi setiap saat, tetapi biasanya terjadi sekitar hari ke tujuh samapi hari ke sepuluh paska operasi. Diagnosa banding nya termasuk atelektasis, pneumonia, myokard infark, dan pneumothorak. 6. Perdarahan Efisiensi sirkulasi paska operasi tergantung pada beberapa faktor. Beberapa diantaranya yang penting adalah volume darah, fungsi jantung, tonus neuro-vaskular, dan sekresi adrenal. Kehilangan darah yang massif dapat menimbulkan shock, shock juga dapat timbul karena vasodilatasi perifer yang bermakna, dekompensasi jantung dan nyeri atau stress emosional. Karena komplikasi ini mengancam nyawa, inisiasi harus dilakukan tanpa diagnosa defintif. Perdarahan merupakan penyebab utama shock paska operasi. Orang yang sehat dapat mengkompensasi kehilangan 10-20 % volume darah tanpa timbul gejala klinis. Bila kehilangan darah lebih dari 20 % maka akan terjadi shock ringan. Kehilangan darah 20-40 % akan menyebabkan shock sedang sedangkan kehilangan darah lebih dari 40 % akan melewati kompensasi oleh tubuh dan menyebabkan shock berat. Penentuan yang tepat tentang jumlah cairan yang perlu diganti tergantung pada observasi klinis dari tekanan darah, temperature, nadi dan pernafasan, kulit (warna dan kelembaban). 7. Ileus paralitik Ileus paralitik paska operasi dalam beberapa tingkatan harus dipikirkan bila melakukan pembedahan abdomen. Fungsi gastrointestinal paska operasi harus di amati dengan baik sehingga frekuensi ilues dapat dikurangi. Ileus paska operasi meningkat akibat pemberian makanan yang terlalu cepat. Pemberian makanan ini masih menjadi masalah, hal ini dilakukan dokter dengan cara dan gaya yang berbeda-beda. Beberapa ahli bedah menganjurkan minum sedikitsedikit pada hari pertama paska operasi ginekologi tanpa komplikasi. Pada hari berikutnya, cairan jernihdapat diberikan bila peristaltic usus bagus.Cairan dapat

36

diberikan sebanyak pasien menginginkan teapi makan padat ditunda dulu hingga pasien dapat buang angin. 8. Reaksi transfusi Efek samping transfusi komponen darah dapat terjadi meskipun telah dilakukan serangkaian tes dan pemeriksaan. Untungnya banyak dari efek samping tersebut tidak mengancan nyawa, meskipun reaksi yang serius bisa muncul dengan gejala yang ringan. Beberapa reaksi dapat dikurangi, dicegah atau dimodifikasi (dilakukan filterisasi, dicuci atau dilakukan irradiasi) Reaksi transfusi bisa timbul lewat mekanisme immune dan mekanisme non immune. Reaksi immune-mediated sering terjadi karena antibody donor atau resipien, namun elemen selular dapat juga menimbulkan efek samping. Reaksi nonimmune disebabkan oleh sifat fisik fisik dan kimia komponen darah yang disimpan serta pengawetnya. Komplikasi berupa infeksi jarang terjadi, meskipun rasa takut terhadap komplikasi ini masih menjadi perhatian utama. Immune mediated reaction :

- Reaksi transfusi hemolitik akut Terjadi bila dalam darah resipien telah dibentuk antibody yang menyebabkan lisis eritrosit donor. - Delayed hemolitik and serologic transfusion reaction Timbul pada pasien yang sebelumnya telah tersensitisasi dengan alloantigen sel darah merah yang memiliki allo antibody negative karena rendahnya level antibody - Febril non hemolitik transfusion reaction Paling sering terjadi karena transfuse komponen darah ditandai demam dan menggigil, suhu meningkat 1 C Manajemen

37

Hentikan transfusi jika ada gejala berikut: demam (39oC), rigor, hipotensi, urtikaria, bronskopasme. Kembalikan sisa darah ke bank darah

Dinginkan pasien dengan kipas angin. Beri parasetamol 1 gr per oral atau rektal. Beri antihistamin intravena (misal klorfeniramin 4 mg). Demam < 39oC tanpa manifestasi klinik lain bisa diatasi dengan pendinginan dengan kipas, parasetamol dan penghentian transfusi.

Pertimbangkan lagi urgensi untuk transfusi dan ulang kembali unit darah yang baru ketika kondisi klinik pasien telah membaik.

Jika terjadi reaksi serius (hipotensi, takipnea) berikan hidrokortison 100 mg iv. Reaksi alergi berupa urtikaria Dapat ditangani dengan menghentikan pemberian darah dilanjutkan

pemberian antihistamin. Transfusi dilanjutkan setelah gejala-gejala alergi hilang. Kompomen selular dapat dicuci lebih dulu untuk menghilangkan residual plasma Reaksi anafilaksis Muncul setelah hanya beberapa milliliter darah masuk. Tanda dan gejala dapat berupa kesulitan bernafas, batuk, mual dan muntah, hipotensi dan bronkhospasme. Terapinya, hentikan transfuse, jaga airways, pernafasan dan sirkulasi, berikan epinefrin 0,5-1 cc dalam konsentrasi 1:1000. Glukokortikoid dapat diberikan bila keluhannya parah. Reaksi non immunlogis

- Hipotermia BIla darah diberikan dengan tetesan yang cepat dapat timbul hipotermi. karena darah atau komponen frozen bisa merangsang Sino atrial node maka ada kemungkinan terjadi aritmia jantung - Keracunan elektrolit

38

Hipokalemia kerap terjadi akibat rendahnya kalium dalam darah transfuse. Akibat penyimpanan yang lama kebocoran-kebocoran mikro pada dinding sel darah sering diikuti dengan keluarnya kalium 9. Komplikasi infeksi Penyakit-penyakit yang mudah ditularkan melalui darah seperti Hepatitis B, Hepatitis C, Human Immnuno Defisiensi Virus (HIV). Sitomegalovirus dan beberapa jenis parasit yang ditularkan melalui darah seperti malaria, barbesiosis dll. III. PERSIAPAN PREOPERATIF BEDAH GYNEKOLOGI ELEKTIF

Latar Belakang Pemeriksaan rutin prabedah, baik atas dasar indikasi sesuai gambaran klinis pasien ataupun tidak, telah menjadi bagian praktek klinik selama bertahuntahun. Tujuan pemeriksaan tersebut adalah melakukan identifikasi kondisi yang tidak terduga yang mungkin memerlukan terapi sebelum operasi atau perubahan dalam penatalaksanaan operasi atau anestesia perioperatif; menilai penyakit yang sudah diketahui sebelumnya, kelainan, terapi medis atau alternatif yang dapat mempengaruhi anestesia perioperatif; memperkirakan komplikasi pascabedah; sebagai dasar pertimbangan untuk referensi berikutnya;

pemeriksaan skrining .

Keluarga dilibatkan juga dalam perawatan Psikologis Preoporatif. Pasien dan keluarga yang disiapkan secara psikologis cenderung untuk menghadapi lebih baik perawatan pasien sesudah operasi

39

Penjelasan tentang penyakit Gejala klinis Adanya penyakit seperti myoma uteri tidak selalu memberikan gejala. Adapun gejala yang biasanya muncul diantaranya : 1. tumor/massa di perut bawah merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan oleh penderita 2. perdarahan biasanya dalamh bentuk menorrhagi, yang sering menyebabkan gejala perdarahan adalah jenis submukosa sebagai akibat pecahnya pembuluhpembuluh darah. Peradarahan oleh myoma dapat menimbulkan anemia yang berat 3. nyeri gejala ini tidak khas untuk myoma, walaupun sering terjadi. Timbulnya rasa nyeri pada myoma mungkin disebabkan gangguan peredaran darah, yang disertai nekrose setempat, dan disebabkan proses radang dengan perlekatan ke omentum usus. Kadang-kadang rasa sakit juga disebabkan oleh torsi pada myoma subserosa. Dalam hal ini sifatnya akut disertai enek dan muntah. Pada myoma yang cukup besar, rasa nyeri dapat disebabkan oleh karena tekanan terhadap urat saraf dan menjalar ke pinggang dan tungkai bawah. 4. akibat tekanan = pressure effect bila myoma menekan kandung kencing, akan menimbulkan kerentanan kandung kencing ( bladder irritability), polakisuria dan dysuria. Bila uretra yang tertekan akan menimbulkan retensio urine dan hidronefrosis. Tekanan pada rektum tidak begitu besar, kadang-kadang menyebabkan konstipasi dan sakit wakt defekasi. Kalau terjadi tekanan pada vena kava inferior akan terjadi oedema dari tungkai bawah.

40

gejala-gejala lainnya berupa : - anemia Komplikasi 1. degenerasi ganas keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause. 2. Torsi (putaran tangkai) Menimbulkan sirkulasi akut sehingga mengalmi nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom akut abdomen, ibu akan kesakitan dan harus segera dioperasi. Penanganan 1. Miomektomi, adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus Dilakukan bila masih diinginkan keturunan. Syaratnya dilakukan kuretase dulu, untuk menghilangkan kemungkinan keganasan. Kerugian : - melemahkan dinding uterus ruptura uteri pada waktu hamil - menyebabkan perlekatan lemah pusing-pusing sesak nafas erytrocythosis pada myoma yang besar.

41

- residif 2. Histerektomi, adalah pengangkatan uterus yang umumnya merupakan tindakan terpilih Dilakukan pada : Myoma yang besar Multipel

Sebaiknya dilakukan hysterektomi totalis, kecuali bila keadaan tidak mengizinkan dapat dilakukan hysterektomi supravaginalis. Untuk menjaga kemungkinan keganasan pada cervix, sebaiknya dilakukan pap smear pada waktu tertentu.

Persiapan Pasien 1. pemeriksaan darah rutin Tujuan pemeriksaan rutin hemoglobin prabedah adalah mendeteksi anemia yang secara klinis tidak tampak. Hal itu terjadi sejak adanya kepercayaan bahwa anemia ringan sampai sedang dapat meningkatkan risiko komplikasi anestesia umum. Kelompok kerja ASA pada tahun 2001 merekomendasikan bahwa pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit rutin tidak diindikasikan. Karakteristik klinis sebagai indikasi pemeriksaan tersebut adalah tipe dan derajat invasif prosedur operasi, pasien dengan penyakit hati, riwayat anemia, perdarahan dan kelainan darah lainnya. 2. sistem traktus urogenitalis Salah satu alasan rasional meminta pemeriksaan urin adalah mendeteksi infeksi saluran kemih asimptomatik yang dapat mengubah penatalaksanaan pasien selanjutnya. Untuk beberapa prosedur, seperti joint replacement yang benar-benar memerlukan kondisi asepsis, adanya infeksi saluran kemih dapat

42

menunda operasi, walaupun ada bukti ilmiah yang menyatakan bahwa risiko infeksi tidak terpengaruh oleh adanya infeksi saluran kemih. Hasil pemeriksaan urin abnormal hanya akan mengubah penatalaksanaan jika ditemukan leukosit, yang mungkin menunjukkan infeksi saluran kemih. Walaupun ditemukan leukosit, tidak semua pasien mendapat pengobatan. Hasil penelitian menunjukkan respons klinis terhadap hasil abnormal lebih ditujukan untuk pemeriksaan atas dasar indikasi daripada pemeriksaan rutin. Baik pemeriksaan atas indikasi maupun rutin, ditemukannya protein, glukosa atau eritrosit tidak mengubah penatalaksanaan klinis. Hal tersebut sebagai pertimbangan bahwa klinisi tidak menganggap pemeriksaan rutin sebagai pemeriksaan skrining yang penting bagi penderita diabetes mellitus atau penyakit saluran kemih.

3. sistem respirasi ( thoraks) Tujuan dilaksanakannya pemeriksaan foto toraks rutin prabedah adalah: Penatalaksanaan anestesia atau kondisi medis segera. Tujuan utama pemeriksaan foto toraks rutin prabedah pada operasi nonkardiopulmonal adalah sebagai bahan masukan untuk mengkaji kebugaran pasien sebelum anestesia umum. Diharapkan foto toraks mampu mendeteksi kondisi seperti gagal jantung atau penyakit paru kronik yang tidak terdeteksi secara klinis, yang mungkin dapat menyebabkan penundaan atau pembatalan operasi atau memerlukan modifikasi teknik anestesia.1 Prediksi komplikasi pascabedah. Tujuan lain pemeriksaan foto toraks rutin prabedah adalah untuk mengidentifikasi pasien yang mungkin berisiko menderita komplikasi paru atau jantung pascabedah sehingga penatalaksanaan pasien pascabedah dapat dimodifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan, misalnya dengan memindahkan pasien ke tempat perawatan lebih intensif (High Care Unit).1

43

Sebagai dasar interpretasi pascabedah. Beberapa penulis menyatakan pentingnya foto toraks prabedah sebagai dasar interpretasi foto pascabedah yang akurat bila pada pasien timbul komplikasi paru atau jantung pascabedah. Contohnya adalah terjadi embolus paru pascabedah, dengan gambaran foto toraks yang minimal mungkin dapat tidak terlihat kecuali terdapat foto toraks prabedah sebagai pembandingnya. 1

Sebagai skrining. WHO memperkirakan sepertiga populasi dunia terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan 3 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat TB. Setiap tahun diperkirakan timbul 8 sampai 10 juta kasus baru TB. Di Indonesia, berdasarkan laporan WHO tahun 2003 jumlah penderita TB paru meningkat dua kali lipat dari 20/100.000 penduduk pada tahun 1998 menjadi 43/100.000 penduduk pada tahun 2001. Oleh karena itu foto toraks dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrining TB paru

4. sistem kardiovaskuler Tujuan utama pemeriksaan EKG prabedah adalah mendeteksi kondisi jantung, seperti infark miokard baru, iskemik jantung, defek konduksi atau aritmia, yang dapat mempengaruhi anestesia atau bahkan menunda operasi; mengidentifikasi pasien akan kemungkinan komplikasi jantung, terutama infark miokard akut setelah operasi.1 Semua bukti ilmiah dalam bentuk case-series, dan tidak ada bukti ilmiah yang mendukung pentingnya EKG prabedah untuk dijadikan dasar pertimbangan. Sebaliknya tidak ada bukti ilmiah bahwa rutin EKG prabedah akan membahayakan. Karakteristik klinis pasien yang penting termasuk penyakit kardiovaskular, penyakit saluran napas dan tingkat invasif operasi. Pada pasien dengan penyakit

44

koroner, EKG merupakan pemeriksaan penting dalam menentukan prognosis yang berhubungan dengan morbiditas jangka panjang dan mortalitas. EKG (tanpa aktivitas) tidak dapat mengidentifikasi peningkatan risiko perioperatif pada pasien yang menjalani operasi risiko rendah, tetapi EKG abnormal merupakan prediktor peningkatan risiko perioperatif dan kardiovaskular jangka panjang pada pasien yang menjalani operasi risiko sedang dan tinggi. Peningkatan usia menyebabkan pengurangan bertahap dalam kemampuan dan beberapa perubahan fungsi paru yang dapat diperkirakan. Toraks menjadi lebih kaku yang menyebabkan berkurangnya daya ekspansi iga, hal tersebut meningkatkan kerja pernapasan saat kekuatan dan massa otot berkurang. Perubahan itu mengakibatkan menurunnya kapasitas pernapasan maksimum. Kemampuan rekoil parenkim paru menurun. Saluran pernapasan yang lebih kecil menjadi lebih mudah kolaps dan kapasitas menutupnya meningkat seiring dengan bertambahnya usia, sehingga volume tersebut menyebabkan penutupan saluran napas pada saat napas biasa. Semua perubahan di atas menjadi faktor predisposisi terjadinya hipoksia dan atelektasis pada pasien lanjut usia. Pasien dengan penyakit saluran napas yang bermakna harus diidentifikasi pada saat evaluasi prabedah, terutama pada mereka yang akan menjalani operasi risiko tinggi, misalnya operasi abdomen bagian atas. Selain diketahui bahwa fungsi paru menurun seiring meningkatnya usia, hanya terdapat sedikit bukti ilmiah yang menyarankan pemeriksaan fungsi paru prabedah merupakan faktor yang berguna dalam memperkirakan komplikasi paru pascabedah.

Sebagai kesimpulan, dari anamnesis, perlu diketahui penyakit yang pernah diderita : - Paru : asma, TBC - Jantung : Iskemia, SKA

45

- Hati : Hepatitis B, C - Kelainan pembekuan darah / penggunaan obat dan trombosis - Diabetes mellitus - Alergi obat Dari pemeriksaan fisik umum meliputi : keadaan umum (kesadaran, gizi), paru, jantung, abdomen (hati, limpa) dan anggota gerak. Catat juga tensi, nadi, nafas dan suhu. Pada pemeriksaan obstetrik tentukan keadaan janin (letak, besar, tunggal/gemelli). Dari pemeriksaan laboratorium, pada keadaan gawat darurat yang bisa dilakukan adalah smbil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium rutin, yaitu : Hb, Ht, Leukosit, trombosit, golongan darah. Kemudian ambil contoh urin untuk pemeriksaan rutin Pada pemeriksaan khusus, ditujukan pada kondisi : - Usia > 40 tahun : EKG - Kelainan paru : foto thorak - Kelainan ginjal : ureum, kreatinin - Kelainan hepar : SGOT, SGPT, LDH - Kelainan darah : PT, APTT, D-dimer Diagnosis : Pada pemeriksaan bimanuil dapat ditemukan tumor dengan konsistensi padat yang berhubungan dengan uterus. Tumor ini terletak di garis tengah atau agak ke samping, berhubungan lebar dengan corpus uteri, permukaan rata atau berbenjol benjol.

46

Dalam pembuatan diffensial diagnosis harus dipikirkan tumor-tumor abdominal lain yang terletak dalam perut bagian bawah dan atau di rongga pelvis. Pemeriksaan USG seringkali berguna dalam menentukan jenis tumor dalam rongga pelvis.

Persiapan cairan dan elektrolit

Imbang cairan perlu diperhatikan seksama pada pasien pembedahan. Yang utama yang harus diperhatikan adalah kecukupan natrium dan kalsium pasien yang bisa diketahui melalui pemeriksaan darah. Pemberian infus pada pra bedah terdiri dari cairan RL 500 ml diberikan 100-125 ml/jam, kecuali pada hipertensi < 100 ml / jam

Intra Operatif Pada pasien myoma uteri secara khusus ingin mempertahankan uterusnya, mungkin mengekstirpasi mioma dengan enukleasi. Kelayakan tindakan ini tergantung atas lokasi dan ukuran tumor. Instrumentasi : Pisau Skalpel Bistouri Pinset.

47

Hemostat Gunting Needle Holder

Reseksi mioma subserosa bertangkai : ahli bedah menggunakan tenakulum bergigi tunggal, atau bergigi ganda, untuk mengelevasi mioma subserosa bertangkai keluar dari pelvis. Ia akan memaparkan tangkainya ke penglihatan ahli bedah sehingga ia dapat dibuang. Eksisi sebenarnya dilakukan dengan skalpel melewati pangkal tangkai pada tingkat dinding uterus. Insisi tidak boleh dibuat terlalu dalam ke dalam miometrium. Hemostasis dan penutupan luka biasanya mudah dikerjakan dengan beberapa jahitan melalui keseluruhan luka yang terbuka.,jahitan dapat menggunakan benang yang dapat diresorbsi ( catgut, vicryl).

48

DAFTAR PUSTAKA

1. Martin PA. Bailey FP, Pregnancy Termination, dalam: Operative Obstetrics. Editor: OGrady JP. Gimovsky ML. McIlhargie CJ, Williams & Wilkins, 1995, hal: 22-40 2. OGrady JP. McIlhargie CJ, Instrumental Delivery, dalam: Operative Obstetrics. Editor: OGrady JP. Gimovsky ML. McIlhargie CJ, Williams & Wilkins, 1995, hal: 239-87.

3. Cesarean Delivery and Peripartum Hysterectomy, dalam: Williams Obstetrics 22nd Ed. Editor: Cunningham et all, McGraw-Hill Companies, 2005, Hal: 587606.

4. Depp R, Cesarean Delivery, dalam: Obstetrics; Normal and Problem Pregnancies 4th Ed. Editor: Gabbe SG. Niebyl JR. Simpson JL, Churchill Livingstone, 2002. Hal: 539-606. 5. OGrady JP et all, Cesarean Delivery, dalam: Operative Obstetrics. Editor: OGrady JP. Gimovsky ML. McIlhargie CJ, Williams & Wilkins, 1995, hal: 23987. 6. Hale RW, Operative Delivery, dalam: Current Obstetrics & Gynecologic Diagnosis & Treatment International Ed. Editor: DeCherney AH. Pernoll ML, Appleton and Lange, 1994, Hal: 543-73.

49

Anda mungkin juga menyukai