Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

MACAM-MACAM MODEL KONSEP KURIKULUM

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum SD

Dosen Pengampu :
Dra. Sumilah, M.Pd.

Oleh :
1. Endang Puji Kurniasih (1401415014)
2. Nurul Burhan (1401415083)
3. Mirna Chrismawati (1401415086)

Rombel : 09

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kurikulum dapat dikategorikan kedalam empat kategori umum yaitu:
humanistic, reskontruksi social, teknologi dan akademik. Masing-masing kategori
memiliki perbedaan dalam hal apa yang harus diajarkan, oleh siapa diajarkan,
kapan, dan bagaimana mengerjakannya.
Konsep kurikulum humanistic lebih mengarah pada kurikulum yang dapat
memuaskan setiap individu, agar mereka dapat mengaktualisasikan dirinya sesuai
dengan potensi dan keunikan masing-masing. Adapun konsep kurikulum
rekostruksi social tidak sekedar nenekankan pada pada minat individu, tetapi juga
pada kebutuhan sosialnya. Konsep kurikulum teknologi memberi pandangan bahwa
kurikulum harus dibuat sebagai suatu proses teknologi untuk dapat memenuhi
keinginan pembuat kebijakan. Konsep kurikulum akademik, disisi lain dipandang
sebagai wahana untuk mengendalikan mata pelajaran yang akan dipelajari oleh
peserta didik. Sehingga pada makalah ini akan dibahas mengenai macam-macam
model konsep kurikulum.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan kurikulum subjek akademik?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan kurikulum humanistic?
1.2.3 Apa yang dimaksud dengan kurikulum rekonstruksi social?
1.2.4 Apa yang dimaksud dengan kurikulum teknologi?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kurikulum subjek
akademik.
1.3.2 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kurikulum humanistic.
1.3.3 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kurikulum rekontruksi
social.
1.3.4 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kurikulum teknologi.
BAB II
ISI

2.1 Kurikulum Subjek Akademik


Kurikulum subjek akademis adalah model konsep kurikulum tertua dan masih
sering dipakai sampai saat ini, karena kurikulum ini cukup praktis, mudah disusun,
mudah digabungkan dengan tipe lainnya. Kurikulum subjek akademis bersumber
dari pendidikan klasik (perenialisme dan esensialisme) yang berorientasi pada masa
lalu. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Pada kurikulum ini, orang
yang berhasil dalam belajar adalah orang yang menguasai seluruh atau sebagian
besar isi pendidikan yang diberikan atau disiapkan oleh guru.
Isi pendidikan disesuaikan dengan displin ilmu. Para pengembang kurikulum
tidak perlu menyusun dan mengembangkan bahan sendiri, melainkan cukup
mengorgansisasi secara sistematis mengenai isi materi yang dikembangkan para
ahli disiplin ilmu, sesuai dengan tujuan pendidikan dan tahap perkembangan siswa
yang akan mempelajarinya. Kurikulum ini sangat mengutamakan pengetahuan
maka pendidikannya lebih bersifat intelektual.
Kurikulum subjek akademis tidak berarti hanya menekankan pada materi
yang disampaikan, dalam secara berangsur memperhatikan proses belajar yang
dilakukan siswa. Salah satu contoh kurikulum yang berdasarkan atas struktur
pengetahuan adalah Man: A Course of Study (MACOS). MACOS adalah kurikulum
untuk sekolah dasar, terdiri atas buku-buku, film, poster, rekaman, permainan, dan
perlengkapan kelas lainnya. Kurikulum ini ditujukan untuk mengadakan
penyempurnaan tentang pengajaran ilmu sosial dan humanitas, dengan pengarahan
dan bimbingan Brunner. Sasaran utama kurikulum MACOS adalah perkembangan
kemampuan intelektual, yaitu membangkitkan penghargaan dan keyakinan akan
kemampuan sendiri dan memberikan serangkaian cara kerja yang memungkinkan
anak walaupun dengan cara sederhana mampu menganalisis kehidupan sosial.
Ada 3 pendekatan dalam perkembangan kurikulum subjek akademis, yaitu:
1. Melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan.
Murid-murid belajar bagaimana memperoleh dan menguji fakta,
serta bukan sekedar mengingatnya.
2. Studi yang bersifat integrative
Pengorganisasian tema-tema pengajaran didasarkan atas fenomena-
fenomena alam, proses kerja ilmiah dan problema-problema yang ada.
Maka, dikembangkan suatu model kurikulum yang terintegrasi
(integrated curriculum). Ada beberapa ciri model kurikulum yang
dikembangkan:
Menentukan tema-tema yang membentuk satu kesatuan (unifying
theme)
Menyatukan kegiatan belajar dari beberapa disiplin ilmu.
Menyatuka berbagai cara/metode belajar.
3. Pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis.
Ciri-ciri kurikulum subjek akademis yaitu sebagai berikut:
1. Bertujuan untuk pemberian ide pengetahuan yang solid serta melatih
para siswa menggunakan ide-ide dan proses penelitian.
2. Metode yang paling sering digunakan adalah metode ekspositori dan
inkuiri.
3. Materi/ide-ide diberikan oleh guru yang kemudian dielaborasi oleh
siswa sampai terkuasai, dengan proses sebagai berikut: konsep utama
disusun secara sistematis, kemudian dikaji, selanjutnya dicari berbagai
masalah penting, kemudian dirumuskan dan dicari cara pemecahannya.
Pola-pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek akademis
diantaranya sebagai berikut:
1. Correlated curriculum adalah pola organisasi materi atau konsep suatu
pelajaran yang dikorelasikan dengan pelajaran lainnya. Kurikulum ini
menekankan pentingnya hubungan antara organisasi materi atau konsep yang
dipelajari dari satu pelajaran dengan pelajaran yang lain, tanpa
menghilangkan perbedaan esensia dari setiap mata pelajaran. Dengan
menghubungkan beberapa bahan tersebut, cakupan ruang lingkup materi
semakin luas. Kurikulum ini didesain berdasarkan pada konsep pedagogis dan
psikologis yang dipelopori oleh Hearbat dengan teori asosiasi yang
menekankan pada dua hal, yaitu konsentrasi dan korelasi (Ahmad:1998,131).
Sebagai ilustrasi sederhana, setiap orang pernah mendapatkan konsep 2 x 50,
yang jika dihitung menghasilkan 100. Hal ini bisa dihubungkan dengan
contoh dalam kehidupan sehari-hari.
2. Unifyied atau Concentrated curriculum adalah pola organisasi bahan
pelajaran tersusun dalam tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup
materi dari berbagai pelajaran displin ilmu. Setiap disiplin ilmu dibangun dari
berbagai tema pelajaran. Pola organisasi bahan dalam suatu pelajaran disusun
dalam tema-tema dalam pelajaran tertentu. Salah satu aplikasi kurkulum saat
ini terdapat pada pembelajaran yang sifatnya tematik. Dari satu tema yang
diajukan misalnya lingkungan selanjutnya dikaji dari berbagai disiplin ilmu
misalnya, sain, matematika, sosial dan bahasa.
3. Integrated curriculum yaitu sama halnya dengan unifyied curriculum, namun
yang membedakan pada integrated curriculum tidak nampak lagi displin
ilmunya. Bahan ajar diintegrasikan dalam suatu persoalan, kegiatan atau segi
kehidupa tertentu. Pola organisasi kurikulum ini memperhatikan warna
disiplin ilmu. Bahan ajar diintegrasikan menjadi satu keseluruhan yang
disajikan dalam bentuk satuan unit. Dalam satu unit terdapat hubungan antara
pelajaran serta berbagai kegiatan siswa. Dengan keterpaduan bahan pelajaran
tersebut diharapkan siswa mempunyai pemahaman materi secara utuh. Oleh
karena itu, inti yang diajarkan kepada siswa harus memenuhi kebutuhan
hidup dilingkungan masyarakat. Ahmad (1998,39) mempunyai ciri-ciri
kurikulum ini sebagai berikut.
a. Unit haruslah merupakan satu kesatuan yang bulat dari seluruh bahan
pelajaran.
b. Unit didasarkan pada kebutuhan anak, baik yang pribadi maupun sosial
serta yang bersifat jasmani maupun ohani.
c. Unit memuat kegitan yang berhubungan dengan kehidipan sehari-hari.
d. Unit merupakan motifasi sehingga anak dapat berkreasi.
e. Pelaksanaan unit sering memerlukan waktu yang cukup lama. Hal ini
disebabkan percobaan atau perolehan pengalaman yan membutuhkan
waktu yang lama.
4. Problem solving curriculum adalah pola organisasi isi yang berisi topik
pemecahan masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan dengan
menggunakan pengetahuan dan keterampilan yag diperoleh dari berbagai
displin ilmu.
Pada kurikulum model ini guru cenderung dimaknai sebagai seseorang yang
harus digugu dan ditiru . Menurut Idi (200:126), ada empat cara dalam
menyajikan pelajaran dari kurikulum dengan model subjek akademis.
1. Materi disampaikan secara hierarkhi naik, yaitu materi disampaikan dari yang
lebih mudah hingga ke materi yang lebih sulit. Sebagai contoh, dalam
pengajaran pada jenjang kelas yang rendah diperlukan alat bantu mengajar
yang masih kongkret. Hal ini dilakukan guna membentuk konsep riil ke
konsep yang lebih abstrak pada jenjang beriikutnya.
2. Penyajian dilakukan berdasarkan prasyarat. Untuk memahami suatu konsep
tertentu diperlukan pemahaman konsep lain yang telah diperolehatau dikuasai
sebelumnya.
3. Pendekatan yang dilakukan cenderung induktif, yaitu disampaikan dari hal-
hal yang bersifat umum menuju kepada bagian-bagian yang lebih spesifik.
4. Urutan penyajian bersifat kronologis. Penyajian materi selalu diawali dengan
menggunakan matari-materi tedahulu. Hal ini dilakukan agar sifat kronologis
atau urutan materi tidak terputus.
Masalah besar yang dihadapi oleh para pengembang kurikulum subjek
akademis adalah bagaimana memilih mata pelajaran dari sekian banyak disiplin
ilmu yang ada. Ada beberapa saran untuk mengatasi masalah tersebut yaitu:
1. Mengusahakanadanya penguasaan yang menyeluruh dengan menekankan
pada bagaimana cara menguji kebenaran atau mendapatkan pengetahuan.
2. Mengutamakan kebutuhan masyarakat ( social utility).
3. Menekankan pengetahuan dasar..
Para pengembang kurikulum subjek akademis, lebih mengutamakan
penyusunan bahan secara logis dan sistematis dari pada menyelaraskan urutan
bahan dengan kemampuan berfikir anak. Mereka umunya kurang memperhatikan
bagaimana siswa belajar dan lebih mengutamakan susunan isi yaitu apa yang
diajarkan. Proses belajar yang ditempuh oleh siswa sama pentingya dengan
penguasaan konsep, prinsip-prinsip dan generalisasi.
Untuk mengatasi kelemahan diatas dalam perkembangan selanjutnya
dilakukan bebrapa penyempurnaan , pertama untuk mengimbangi penekanannya
pada proses berfikir, kedua adnya upaya-upaya untuk menyesuaikan pelajaran
dengan perbedaan individu dan kebutuhan setempat, ketiga pemanfaatan fasilitas
dan sumber yang ada pada masyarakat.
Untuk evaluasi, kurikulum subjek akademis menggunakan bentuk evaluasi
yang bervariasi, namun lebih banyak digunakan bentuk uraian (essay) dari pada tes
objektif.

2.2 Kurikulum Humanistik


Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi (persoznalized
educationi) yaitu John Dewey dan J.J. Rousseau. Konsep ini lebih mengutamakan
siswa yang merupakan subjek yang menjadi pusat utama kegiatan pendidikan.
Selain itu, pendidik humanis lebih juga berpegang pada konsep Gestalt, bahwa
seorang anak merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan
kepada membina manusia yang utuh bukan saja dari segi fisik dan intelektual tetapi
juga segi sosial dan afektif (emosi, sikap, perasaan, nilai, dan lain-lain).
Kurikulum ini berpusat pada siswa (student-centered) dan mengutamakan
perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari
proses belajar. Berdasarkan kurikulum humanistik, fungsi kurikulum adalah
menyiapkan peserta didik dengan berbagai pengalaman naluriah dan gagasan yang
sangat berperan dalam perkembangan individu. Bagi para pendukung kurikulum
humanistik, tujuan pendidikan adalah suatu proses atas diri individu yang dinamis,
yang berkaitan dengan pemikiran, integritas, dan otonominya. Kurikulum
humanistik didasarkan atas apa yang kadang-kadang disebut psikologi humanistik
yang erat hubungannya dengan psikologi lapangan (field psychology) dan teori
kepribadian.
Konsep kurikulum humanistik sebenarnya lebih mengarah pada kurikulum
yang dapat mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan potensi dan keunikan masing-
masing. Dalam kurikulum humanistik, guru diharapkan dapat membangun
hubungan emosional yang baik dengan peserta didiknya, untuk perkembangan
individu peserta didik itu selanjutnya. Pendekatan humanistik tampak terutama
dalam proses interaksi dalam kelas, dalam suasana belajar, dan dalam cara
menyajikan pelajaran, jadi bukan dalam orientasi falsafahnya. Oleh karena itu,
peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:
1. Mendengar pandangan realitas peserta didik secara komprekensif.
2. Menghormati individu peserta didik.
3. Tampil alamiah, otentik, dan tidak dibuat-buat.
Dalam pendekatan humanistik, peserta didik diajar untuk membedakan hasil
berdasarkan maknanya. Para pendidik humanistik yakin, bahwa kesejahteraan
mental dan emosional siswa harus dipandang sentral dalam kurikulum. Prioritasnya
adalah pengalaman belajar yang diarahkan pada tanggapan minat, kebutuhan, dan
kemampuan anak.
Guru-guru humanistik memotivasi siswanya melalui rasa saling percaya.
Mengikutsertakan dalam penyelenggaraan kelas dan keputusan instruksional, turut
serta dalam pembuatan, pelaksanaan, dan pengawasan peraturan sekolah.
Memperbolehkan memilih kegiatan belajar dan boleh membuktikan hasil
belajarnya melalui berbagai macam karya atau kegiatan, dan mereka juga harus
turut bertanggung jawab atas pelaksanaan keputusan bersama. Selain itu guru
humanistik tidak boleh memaksa siswanya untuk melakukan sesuatu yang mereka
tidak mau mengerjakan.
Pada kurikulum ini, guru diharapkan mengetahui respon peserta didik
terhadap kegiatan mengajar. Guru juga diharapkan mengamati apa yang sudah
dilakukannya, untuk melihat umpan balik setelah kegiatan belajar dilakukan. Untuk
mengetahui lebih lanjut, berikut ini adalah beberapa acuan dalam kurikulum
humanistik:
1. Integrasi semuai domain afeksi peserta didik, yaitu emosi, sikap, dan nilai-
nilai dengan domain kognisi, yaitu kemampuan dan pengetahuan. Agar
integrasi tersebut dapat terjadi, menurut Shapiro kurikulum harus terdiri atas
berbagai elemen berikut:
a. Partisipasi.
b. Integrasi, interaksi, perasaan, dan kegiatan.
c. Relevan dengan kebutuhan hidup.
d. Pribadi.
e. Tujuan sosial untuk membangun keutuhan pribadi dan lingkungan
masyarakat.
2. Kesadaran dan kepentingan.
3. Respon terhadap ukuran tertentu, seperti kedalaman suatu keterampilan. Oleh
karena itu, kurikulum humanistik perlu mempertimbangkan motivasi untuk
pencapaian hasil dan minat peserta didik.
Ada tiga aliran yang termasuk dalam pendidikan humanistik, yaitu:
1. Pendidikan Konfluen, menekankan keutuhan pribadi, individu harus
merespons secara utuh (baik segi pikiran, perasaan, maupun tindakan),
terhadap kesaruan yang menyeluruh dari lingkungan.
2. Kritikisme Radikal, pendidikan sebagai upaya untuk membantu anak
menemukan dan mengembangkan sendiri segala potensi yang dimilikinya.
3. Mistikisme Modern, yaitu aliran yang menekankan latihan dan
pengembangan kepekaan perasaan, kehalusan budi pekerti, melalui sensitivity
training, yoga, meditasi, dan sebagainya.
Kurikulum konfluen memiliki ciri-ciri utama sebagai berikut:
1. Partispasi, kurikulum ini menekankan partisipasi murid dalam belajar.
2. Integrasi, adanya interaksi, interpenetrasi, dan integrasi dari pemikiran,
perasaan dan juga tindakan.
3. Relevasi, adanya kerelevanan is kurikulum antara kebutuhan, minat dan
kehidupan murid.
4. Pribadi anak, memberikan tempat utama pada pribadi anak untuk
berkembang dan beraktualisasi potensi secara utuh.
5. Tujuan, memiliki tujuan mengembangka pribadi yang utuh.
Pendekatan humanistik dalam kurikulum didasarkan atas asumsi-asumsi
berikut:
1. Siswa akan lebih giat belajar dan bekerja bila harga-dirinya dikembangkan
sepenuhnya.
2. Siswa yang diturutsertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan pelajaran
akan merasa bertanggung jawab atas keberhasilannya.
3. Hasil belajar akan meningkat dalam suasana belajar yang diliputi oleh rasa
saling mempercayai, saling membantu, saling memperdulikan, dan bebas
ketegangan yang berlebihan.
4. Guru yang berperan sebagai fasilitator belajar memberi tanggung jawab
kepada siswa atas kegiatannya belajar dan memupuk sikap positif terhadap
apa sebab dan bagaimana mereka belajar.
5. Kepedulian siswa akan pelajaran memegang peranan penting dalam
penguasaan bahan pelajaran itu.
6. Evaluasi diri bagian penting dalam proses belajar yang memupuk rasa harga
diri.
Evaluasi kurikulum humanistik berbeda dengan evaluasi kurikulum pada
umumnya, bila evaluasi kurikulum konvensional ditentukan secara obyektif di
mana ada kriteria untuk pencapaian, maka evaluasi kurikulum humanistik lebih
memberi penekanan pada proses yang dilakukan. Maksudnya, kurikulum
humanistik lebih tertarik dalam pertumbuhan tanpa memperhatikan tentang
bagaimana pertumbuhan itu diukur atau ditentukan. Ahli humanis lebih
mengutamakan proses daripada hasil sehingga kurikulum ini melihat kegiatan
sebagai sebuah manfaat untuk peserta di masa depan. Mereka menghargai kelas
yang memberikan pengalaman untuk membantu siswa menjadi lebih menyadari diri
mereka sendiri dan orang lain dan mengembangkan potensi mereka sendiri secara
unik. Guru humanistik merasa bangga tahu bagaimana siswa akan menanggapi
kegiatan, baik dengan mengamati tindakan siswa atau dengan mencari umpan balik
setelah latihan diberikan.
Sebagai suatu hal yang alamiah, kurikulum humanistik memiliki beberapa
kelemahan seperti:
1. Keterlibatan emosional tidak selamanya berdampak positif bagi
perkembangan individual peserta didik.
2. Meskipun kurikulum ini sangat menekankan individu peserta didik, pada
kenyataannya di setiap program terdapat keseragaman peserta didik.
3. Kurikulum ini kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat secara
keseluruhan.
4. Dalam kurikulum ini, prinsip-prinsip psikologis ada yang kurang
terhubungkan.

C. Konsep Kurikulum Rrekonstruksi Sosial


Kurikulum rekontruksi sosial lebih memusatkan perhatian pada problema-
problema yang dihadapi dalam masyarakat. Kurikulum ini bersumber pada aliran
pendidikan interaksional. Melalui interaksi dan kerja sama siswa berusaha
memecahkan problema-problema yang dihadapi dalam masyarakat menuju
pembentukan masyarakat yang lebih baik.
Kurikulum harus bersifat lebih fleksibel. Seharusnya kurikulum tidak hanya
berkuat pada persoalan pendidikan yang ada di sekolah saja, seharusnya kurikulum
juga memperhatikan problem dan masalah yang ada di masyarakat sebagai upaya
kehidupan masa datang yang semakin maju. Keberadaan problem dan masalah
sosial harus dianggap sebagai tuntutan dan masalah dalam penerapan kurikulum di
lingkungan sekolah dan sekitarnya. Adanya pertanyaan apakah kurikulum bersifat
mengembangkan kualitas peserta didik yang diharapkan dapat memperbaiki
masalah dan tantangan masyarakat ataukah kurikulum merupakan upaya
pendidikan membangun masyarakat baru yang diinginkan bangsa menempatkan
kurikulum pada posisi yang berbeda.
Tujuan inti dari kurikulum rekonstruksi sosial adalah agar dapat merubah
pandangan dan perilaku yang ada dimasyarakat menjadi lebih baik dan juga sebagai
wahana belajar dalam berusaha mengatasi masalah-masalah yang ada di
masyarakat. Tetapi walaupun adanya kurikulum rekonstruksi sosial sangat penting
tetapi kurikulum ini tidak menuntut untuk di buat sebagai bidang mata pelajaran
tersendiri. Kurikulum rekonstruksi sosial ini dapat dimasukkan dalam bidang-
bidang ilmu pelajaran sosial seperti IPS, sejarah, antropologi, hukum, dll. Karena
bidang mata pelajaran sosial adalah interaksi dengan masyarakat, maka sangat
cocok jika adanya kurikulum rekonstruksi sosial ini dimasukkan dalam mata
pelajaran sosial. Sehingga tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa kurikulum
tidak boleh lepas dari masyarakat.
1. Desain kurikulum rekontruksi sosial
a. Asumsi
Tujuan utama kurikulun rekontruksi sosial adalah menghadapkan para
siswa pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-
gangguan yang dihadapi manusia. Masalah-masalah masyarakat
bersifat universal dan hal ini dapat dikaji dalam kurikulum.
b. Masalah-masalah sosial yang mendesak
Kegiatan belajar dipusatkan pada masalah-masalah sosial yang
mendesak. Masalah-masalah tersebut dirumuskan dalam pertanyaan-
pertanyaan yang mengundang lebih mendalam, bukan saja dari buku-
buku dan kegiatan laboratorium tetapi juga dari kehidupan nyata dalam
masyarakat.
c. Pola-pola organisasi
Pada tingkat sekolah menengah, pola organisasi kurikulum disusun
seperti sebuah roda. Di tengah-tengahnya sebagai poros dipilih suatu
masalah yang menjadi tema utama dan dibahassecara pleno.
2. Komponen-komponen kurikulum
a. Tujuan dan isi kurikulum
Dalam pendidikan ekonomi-politik, kegiatan yang dilakukan untuk
mencapai tujuan adalah :
1) Mengadakan survai secara kritis terhadap masyarakat
2) Mengadakan studi tentang hubungan antara keadaan ekonomi
lokal dan ekonomi nasional serta dunia,
3) Mengadakan studi tentang latar belakang historis dan
kecenderungan-kecenderungan perkembangan ekonom,
hubungannya dengan ekonomi lokal,
4) Mengkaji praktik politik dalam hubungannya dengan faktor
ekonomi,
5) Memantapkan rencana perubahan praktik politik,
6) Mengevaluasi semua rencana dengan kriteria.
b. Metode
Dalam pengajaran rekontruksi sosial para pengembang kurikulum
berusaha mencari keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengan
tujuan siswa. Bagi rekontruksi sosial, belajar merupakan kegiatan
bersama, ada kebergantungan antara seseorang dengan yang lainnya.
c. Evaluasi
Evaluasi tidak hanya menilai apa yang telah dikuasai siswa, tapi juga
menilai pengaruh kegiatan sekolah terhadap masyarakat.
3. Pelaksanaan pengajaran rekontruksi sosial
Pengajaran rekontruksi sosial banyak dilaksanakan di daerah-daerah
yang tergolong belum maju dan tingkat ekunominya belum tinggi.
Pelaksanaan pengajaran ini diarahkan untuk meningkatkan kondisi
kehidupan masyarakat. Sesuai dengan potensi yang ada di dalam
masyarakat, sekolah mempelajari potensi-potensi tersebut, dengan bantuan
biaya dari pemerintah.

D. Kurikulum Teknologis
Terdapat korelasi yang positif antara ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan ilmu pengetahuan akan berdampak positif terhadap teknologi yang
dihasilkan. Demikian pula sebaliknya, kemajuan teknologi juga berpengaruh besar
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, dan juga terhadap perkembangan model
konsep kurikulum.
Model konsep kurikulum teknologis pada dasarnya dipicu oleh kemajuan
teknologi yang ada. Hasil-hasil kemajuan teknologi dimanfaatkan dalam bidang
pendidikan, baik dalam bentuk perangkat lunak (software) maupun perangkat keras
(hardware). Perangkat lunak berperan dalam membentuk sistem, sedangkan
perangkat keras lebih mengarah pada alat (tools). Dalam pengertian teknologi
sebagai sistem, model kurikulum yang dikembangkan lebih menekankan pada
penyusunan program pengajaran atau rencana pembelajaran yang dipadukan
dengan alat-alat dan media pengajaran yang mengikuti perkembangan teknologi.
Dalam pengertian teknologi alat, model kurikulum yang dikembangkan
berisi tentang rencana-rencana pembelajaran yang dilengkapi dengan penggunaan
alat-alat teknologi untuk menunjang efisiensi dan efektivitas pendidikan. Salah satu
contohnya ialah pembelajaran berbantuan komputer. Apakah pembelajaran di
sekolah Anda bina saat ini memanfaatkan bantuan komputer?
Sukmadinata (2005:97) menyatakan bahwa ciri-ciri kurikulum teknologis
dapat ditemukan pada empat bagian yaitu pada tujuan, metode, organisasi bahan,
dan evaluasi.
1. Ciri-ciri kurikulum teknologis antara lain:
a. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam
bentuk perilaku hasil belajar yang dapat diukur. Tujuan yang masih bersifat
umum dijabarkan menjadi tujuan-tujuan yang lebih kecil (tujuan khusus),
yang di dalamnya terkandung aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.
b. Metode pengajaran bersifat individual. Setiap siswa menghadapi tugas
sesuai dengan kecepatan masing-masing. Karena itu, siswa yang memiliki
tingkat belajar yang cepat, sedang, atau lambat, sama-sama mendapat
perhatian. Meskipun demikian, juga tak tertutup kemungkinan adanya
tugas-tugas yang bersifat berkelompok. Hal ini dilakukan guna
meningkatkan kemampuan bersosialisasi serta mengurangi sikap individual
yang terlalu tinggi.Kegiatan pembelajaran umumnya diawali dengan
memberikan penegasan tentang pentingnya bahan yang harus dipelajari
siswa. Selanjutnya, siswa belajar secara mandiri melalui buku-buku atau
media elektronik. Kemajuan siswa dapat segera diketahui oleh siswa. Siswa
mengetahui apa yang telah dikuasai serta apa yang harus dikerjakan
selanjutnya.
c. Bahan ajar atau isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah
diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan sesuatu
kompetensi. Bahan ajar yang besar disusun dari bahan ajar yang lebih kecil
dengan memperhatikan urutan-urutan penyajian materi dalam
pengorganisasiannya. Penjabaran materi seperti itu memudahkan untuk
melihat tujuan yang hendak dicapai. Urutan dari tujuan-tujuan tersebut
merupakan hal penting yang harus diperhatikan dan menjadi inti dari
pengorganisasian materi. Sesuai dengan landasannya, model pengajaran
kurikulum teknologis lebih menekankan pada sifat ilmiah.
d. Evaluasi dilakukan kapan saja. Ketika siswa telah mempelajari suatu topik/
subtopik, ia dapat mengajukan diri untuk dievaluasi. Fungsi evaluasi ini
antara lain sebagai umpan balik: bagi siswa dalam penyempurnaan
penguasaan suatu satuan pelajaran (formatif), bagi program semester
(sumatif), serta bagi guru dan pengembang kurikulum. Bentuk evaluasi
umumnya obyektif tes.
Seperti halnya model yang lain, model kurikulum ini mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Program pengajaran yang menggunakan alat-alat
yang berbau teknologi, khususnya teknologi terbaru, secara umum lebih
menyenangkan dan terkesan up to date. Dari sisi pelaksanaannya, program
pengajaran ini sangat mengedepankan efisiensi dan efektivitas. Dengan model
pengajaran seperti ini, standar penguasaan siswa jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan model-model lain.
Namun demikian, model kurikulum ini pun memiliki keterbatasan.
Model kurikulum ini kurang bisa melayani siswa dengan berbagai macam bakat
yang berbeda. Model ini cenderung seragam, dengan menggunakan teknologi
yang ada. Keberhasilan siswa tergantung pada teknologi yang tersedia serta
penyikapan mereka terhadap hal tersebut. Jika siswa menanggapinya secara
positif, maka penguasaan materi siswa relatif cepat dan meingkat dengan cepat
pula.
Model kurikulum teknologis dikembangkan berdasarkan pemikiran
teknologi pendidikan. Model ini sangat mengutamakan pembentukan dan
penguasaan kompetensi, dan bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya dan
ilmu seperti pada pendidikan klasik. Model kurikulum teknologi berorientasi
pada masa sekarang dan yang akan datang, sedangkan pendidikan klasik
berorientasi pada pada masa lalu.Kurikulum ini juga menekankan pada isi
kurikulum. Suatu kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi yang
lebih kecil sehingga akhirnya menjadi perilaku-perilaku yang dapat diamati atau
diukur.
2. Pengembangan Kurikulum Teknologis
Pengembangan kurikulum teknologis berpegang pada beberapa dasar, yaitu:
a. Prosedur pengembangan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh
pengembang kurikulum yang lain,
b. Hasil pengembangan yang berbentuk model adalah yang bisa diuji coba
ulang, dan memberikan hasil yang sama.
Pengembangan kurikulum teknologis terutama yang menekankan
teknologi alat, perlu mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, formulasi perlu
dirumuskan terlebih dahulu apakah pengembangan alat atau media tersebut
benar-benar diperlukan. Hal ini menyangkut pasaran. Kedua spesifikasi,
diperlukan adanya spesifikasi dari alat atau media yang akan dikembangkan,
baik dilihat dari segi kegunaannya maupun ketepatan penggunaannya.
3. Implementasi Kurikulum Teknologis
Implementasi kurikulum teknologis dalam bidang teknologis mencakup dua hal
sebagai berikut :
a. Implementasi kurikulum yang menekankan pada teknologi alat.
Dalam perencanaan penyelenggaraan pendidikan (kurikulumnya) lebih
menekankan pada penggunaan alat-alat maupun media yang dapat membantu
menyelesaikan masalah pemahaman materi peserta didik maupun
permasalahan administrasi. Penerapan kurikulum yang seperti ini
membutuhkan kerja sama dengan para penyusun program, penerbit media
elektronik dan media cetak. Membutuhkan biaya yang banyak untuk
pembelian alat-alat maupun medianya dan juga untuk perawatannya.
Perlu diperhatikan bahwa formulasi penggunaan alat-alat ataupun media
yang digunakan dalam pembelajaran benar-benar diperlukan atau tidak, agar
tidak mubadzir nantinya. Lebih jauh lagi perlu adanya spesifikasi alat atau
media yang akan dikembangkan, baik dilihat dari segi kegunaannya maupun
ketepatan penggunaannya.
b. Implementasi kurikulum yang menekankan pada teknologi sistem.
Dalam perencanaan penyelenggaraan pendidikan (kurikulumnya) lebih
menekan pada sistem dimana biaya dapat ditekan pengeluarannya, disamping
memberi kesempatan kepada tenaga pendidik terutama guru-guru untuk
mengembangkan sendiri program pengajarannya. Sistem menjadi fokus
utama yang berarti para tenaga pendidik mencari solusi alternatif atas
permasalahan pendidikan dengan cara mencari metode yang tepat guna untuk
memecahkannya.
Model ini di Indonesia biasa dikenal dengan nama Satuan Pelajaran
dalam Pendidikan Dasar dan Menengah maupun Satuan Acara Perkuliahan pada
perguruan tinggi, sebagai bagian dari sistem instruksional atau desain
instruksional.
4. Kelemahan dan Kelebihan Kurikulum Teknologis
Berikut ini beberapa kelemahan kurikulum teknologis :
a. Kurikulum teknologis yang sejatinya menerapkan teknologi sebagai alat
bantu proses pembelajaran bisa jadi dijadikan ajang bisnis terutama di sekolah
maupun daerah yang kemampuan finansialnya rendah apabila tidak dikelola
secara bertannggung jawab.
b. Pengembangan kurikulum teknologis yang dalam proses pembelajarannya
berstruktur dan bersatu dengan alat dan media pembelajaran membutuhkan
biaya yang tidak sedikit.
c. Pengembangan kurikulum yang bersifat teknologis juga membutuhkan
kualitas sumber daya manusia yang tinggi, sedangkan saat ini masih banyak
para tenaga kependidikan yang yang masih rendah kualitas sumber daya
manusia dibidang teknologi.
Berikut beberapa kelebihan kurikulum teknologis :
a. Penggunaan berbagai teknologi untuk membantu proses pembelajaran akan
membantu mempermudah pekerjaan tenaga kependidikan.
b. Menjadikan pekerjaan lebih cepat, efektif dan efisien.
c. Membantu perkembangan pehamaman siswa agar lebih cepat dan mudah
menyerap materi yang disampaikan.
d. Penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran akan menghemat biaya
pendidikan apabila para tenaga kependidikan benar-benar mengetahui cara
mengelola teknologi teknologi tersebut.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa model-model kurikulum akan
berkembang terus seperti kurikulum yang terus berkembang sesuai dengan
kebutuhan. Kurikulum subjek akademis merupakan sangat mengutamakan isi
(subject matter). Isi kurikulum merupakan kumpulan dari bahan ajar atau rencana
pembelajaran. Kurikulum humanistik didasarkan pada aliran pendidikan
humanisme atau pribadi. Prioritas pendekatan ini adalah pengalaman belajar yang
diarahkan terhadap tanggapan minat, kebutuhan, dan kemampuan siswa.
Kurikulum interaksional, kurikulum ini memiliki hubungan dengan
kegiatan kemasyarakatan yang di dalamnya terdapat kegiatan interaksi. Kurikulum
teknologis, Model konsep kurikulum teknologis pada dasarnya dipicu oleh
kemajuan teknologi yang ada. Hasil kemajuan teknologi dimanfaatkan dalam
bidang pendidikan, baik dalam bentuk perangkat lunak (software) maupun
perangkat keras (hardware).

3.2 Saran
Dari uraian yang kami sajikan di atas kemungkinan besar masih terdapat
banyak kekeliruan, Nmun dalam hal ini kami belajar untuk memperbaiki diri dalam
proses belajar. Dan apabila terdapat banyak kesalahan kami mohon maaf, dan kami
angat berharap agar Pembina mengoreksi dengan baik, agar menjadi perbaikan
yang sifatnya positif dan membangun bagi kami.
Kemudian mengenai model penembangan kurikulum ini saya sarankan agar
di revisi dan di tingkatkan model-modelnya guna menjalankan proses belajar
mengajar yang baik sesuai kebutuhan peserta didik dalam pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. 2007. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.
Syaodih, Sukmadinata, dkk. 2008. Pengembangan Kurikulum . Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Chamisijatin, Lise. 2008. Pengembangan Kurikulum SD. Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Citra, Aulia. 2013. Macam-macam Model Konsep Kurikulum.
http://auliagustina.blogspot.co.id/2011/03/macam-macam-model-konsep-
kurikulum.html. diakses padda 15 September 2017.
Nurrachmawati, Nita. 2011. Kurikulum Humanistik.
http://nitanurrachmawatiatmasari.blogspot.co.id/2011/02/kurikulum-
humanistik.html. diakses pada 15 September 2017.
Imadiklus.2015. Konsep Kurikulum Rekonstruksi Sosial. (online)
(http://imadiklus.com/konsep-kurikulum-rekonstruksi-sosial/ diakses pada
Kamis, 7 September 2017)

Anda mungkin juga menyukai