Josua - Makalah Metpen Blok 20
Josua - Makalah Metpen Blok 20
Balita
Josua
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
agustinusjosua@yahoo.com
ABSTRAK
Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, hal ini
dikarenakan masih tingginya angka kesakitan diare yang menimbulkan kematian terutama pada
balita. Penelitian dilakukan bertujuan untuk mengetahui faktor resiko terjadinya dehidrasi
sebagai penyebab kematian anak balita yang diare. Menurut Riskesdas tahun 2013, prevalensi
insiden diare pada balita di Indonesia mencapai rata-rata 6,2%. Di Aceh mencapai 10,2%.
Insiden diare pada bayi <1 tahun mencapai 7%, sedangan untuk balita mencapai 6,7%. Untuk
anak 5-14 tahun insidensnya mencapai 3,2%. Semakin tambah usia, insidensnya semakin kecil
dan kembali meningkat pada lansia. Paling banyak pada balita, pada usia 12-23 bulan, yaitu
insidens mencapai 9,7%. Diare dapat dipengaruhi oleh interaksi berbagai faktor tertentu
seperti, usia, jenis kelamin, status imunisasi, status gizi, dehidrasi, cairan inadekuat, status
sosial ekonomi, pengetahuan orang tua, dan komorbiditas.
Kata kunci: diare, dehidrasi, balita
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah menjadi dasar untuk mencegah penyakit diare dan menjadi
dasar bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor
yang dibahas yaitu usia, jenis kelamin, status imunisasi, status gizi, status sosial ekonomi,
dehidrasi, cairan inadekuat, dan komorbiditas.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi
lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya
tiga kali atau lebih) dalam satu hari. Pada kejadian diare awalnya anak akan menjadi
cengeng, gelisah, suhu badan yang mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak
ada, dan juga dapat disertai muntah yang bisa terjadi sebelum dan atau sesudah diare. Diare
disimpulkan sebagai penyebab utama kesakitan atau kematian pada anak balita di
beberapa negara berkembang. Penyebab utama kematian itu disebabkan oleh
karena dehidrasi.2
Dehidrasi adalah suatu gangguan dalam keseimbangan air yang disertai pengeluaran
yang berlebihan dari pada pemasukan sehingga jumlah air pada tubuh berkurang. Keadaan
ini dapat timbul pada penyakit mencret (diare) yang berat, terutama disertai muntah.
Dehidrasi terjadi lebih cepat dan paling berbahaya pada anak-anak dan bayi. Bila telah
banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi yakni berat badan menurun
mendadak, mulut kering, merasa haus, mata cekung dan tidak ada air mata, kelenturan
atau kekenyalan kulit menghilang, dan pada bayi, ubun-ubun tampak cekung.3
Adapun faktor-faktor resiko dehidrasi yang mempengaruhi kejadian diare pada anak
balita, diantaranya yaitu:
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibody
ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang
pada saat bayi mulai merangkak.4
Yolken et al telah menyelidiki mekanisme perlindungan terhadap infeksi
rotavirus melalui pemberian ASI. Mereka menemukan suatu musin dalam air susu
manusia yang dapat menghambat replikasi rotavirus in vitro maupun invivo. Ada
hubungan signifikan antara pemberian MPASI dengan kejadian diare pada anak, yaitu
4
dikarenakan sistem pencernaan anak pada usia di bawah 2 tahun sedang mengalami
perkembangan secara bertahap sehingga apabila diberikan makanan yang tidak tepat
dapat menyebabkan sistem pencernaan anak tidak berkembang dengan baik dan bisa
menyebabkan diare.4
Ada juga hubungan signifikan antara penggunaan jamban dengan kejadian diare
pada anak, yaitu penggunaan jamban yang tidak benar dapat meningkatkan risiko
terkena diare hingga 4 kali lebih besar. Hal ini dikarenakan tinja anak yang tidak
dibuang ke dalam jamban akan menyebabkan kuman-kuman dan virus-virus yang ada
dalam tinja tersebar dan menjadi rantai penularan penyakit diare. Jika pada balita, tinja
dikeluarkan dan langsung ke popoknya, yang menjadi pokok permasahan adalah pada
ibu yang tidak bersih mencuci tangan akan menjadi rantai penularan penyakit infeksi
diare. Sedangkan jenis kelamin merupakan faktor yang tidak terlalu
berpengaruh pada angka kejadian diare pada balita.4
b. Status Imunisasi
c. Status gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih.8
Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua.
Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia balita karena berada dalam
situasi rentan didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini,
bersifat irreversible (tidak dapat pulih). Kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini
5
antara lain kekurangan energi protein, gangguan kekurangan yodium, kekurangan
vitamin A dan penyakit infeksi yang sering terjadi pada balita adalah penyakit diare.
Hubungan status gizi dan kejadian diare menurut Brown, K.H. (2003), kekurangan gizi
dapat menyebabkan rentan terhadap infeksi karena dampak negatif terjadi perubahan
pada perlindungan yang diberikan oleh kulit dan selaput lendir serta menginduksi
perubahan fungsi kekebalan tubuh. Menurut Brown, malnutrisi meningkatkan kejadian
diare. Selain itu dijelaskan juga ada hubungan antara indikator antropometri status gizi
dengan durasi penyakit diare. Pada malnutrisi terjadi peningkatan derajat keparahan
penyakit diare.6
d. Dehidrasi
Dehidrasi adalah kondisi ketika tubuh kehilangan lebih banyak cairan daripada
yang didapatkan sehingga tubuh tidak punya cukup cairan untuk menjalankan fungsi
normalnya. Diare sampai saat ini merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan
dehidrasi. Ada beberapa tingkatan dehidrasi, yaitu: 2
1. Diare tanpa dehidrasi, pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi
karena frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda
dehidrasi.2
2. Diare dengan dehidrasi ringan sedang (3%-5%), pada tingkat diare ini penderita
mengalami diare 3 kali atau lebih dalam satu hari, kadang-kadang disertai
muntah, pasien/ penderita merasa haus, volume atau buang air kecil sudah mulai
kurang, nafsu makan mulai turun, aktifitas mulai menurun, tekanan nadi masih
normal atau takikardia yang minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas
normal.2
3. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%), pada keadaan ini, penderita akan
mengalami takikardia, kencing yang kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas
atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, turgor kulit kurang, selaput
lendir dan mulut serta kulit tampak kering, air mata berkurang dan masa pengisian
kapiler memanjang (2 detik) dengan kulit hipotermik (terasa dingin) dan pucat.2
4. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%), pada keadaan ini, penderita sudah
banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya pada keadaan ini penderita
mengalami takikardi dengan pulsasi yang melemah, hipotensi dan tekanan nadi
yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan ubun-ubun besar menjadi
6
sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu minum dan keadaan
mulai apatis, kesadaran menurun dan juga pengisian kapiler sangat memanjang
dengan kulit yang dingin dan pucat.2
e. Cairan Inadekuat
7
Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari keluarga besar dengan daya
beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai penyediaan air bersih
yang memenuhi persyaratan kesehatan. Jalur masuk utama infeksi diare adalah melalui
faeces yang terkontaminasi. Akses kesehatan yang tidak memadai dan kemiskinan
sering kali menyebabkan terlambatnya penanganan pada penderita diare
yang dapat mengakibatkan tingginya angka mortalitas.8
Pengetahuan yang cukup seorang ibu dapat menerapkan perilaku hidup sehat,
pencegahan dan penanggulangan suatu penyakit apabila ia tahu apa tujuan dan
manfaatnya bagi kesehatan atau keluarganya, dan apa bahayanya bila tidak melakukan
pencegahan dan penanggulangan tersebut.2
h. Komordibitas
8
2.2 Kerangka Konsep
Faktor-faktor predisposisi:
Usia
Jenis Kelamin
Status Gizi
Status Imunisasi Angka kematian diare pada balita tinggi
Status Sosial-Ekonomi
Pengetahuan Orang Tua
Dehidrasi
Cairan Inadekuat
Komorbiditas: Demam
9
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional, dimana pengumpulan data dan
pengukuran variable dilakukan pada saat yang sama.
Cara pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
data tersier.
a. Analisis Univariat
Dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi pada tiap variable dalam penelitian.
b. Analisis Bivariat
Dilakukan untuk mengetahui hubungan antara usia dengan angka kematian diare pada
anak balita, hubungan antara jenis kelamin dengan angka kematian diare pada anak
balita, hubungan antara status gizi dengan angka kematian diare pada anak balita,
hubungan antara status imunisasi dengan angka kematian diare pada anak balita,
hubungan antara status sosial ekonomi dengan angka kematian diare pada anak balita,
hubungan antara dehidrasi dengan angka kematian diare pada anak balita, hubungan
antara pemberian cairan inadekuat dengan angka kematian diare pada anak balita, dan
hubungan antara komorbiditas deman dengan angka kematian diare pada anak balita
menggunakan uji Anova dan Chi Square (X)2. Analisis dilakukan pada tingkat
kemaknaan 95% untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang bermakna secara
statistik menggunakan uji SPSS versi 16.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak balita dan bayi yang berada di Indonesia.
10
3.6 Sampel Penelitian
Teknik pengambilan sampel menggunakan metode random sampling terhadap semua anak
balita dan bayi, serta beberapa usia dewasa pada beberapa daerah di Indonesia.
Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel yang diteliti, yaitu sebagai berikut:
a. Usia, hasil pengurangan dari tanggal, bulan dan tahun bayi dan balita saat ini dengan
tanggal, bulan, dan tahun lahir bayi dan balita. Hasil ukur dikategorikan dalam 3
katagori, yaitu: (1) bayi jika <1 tahun, (2) balita jika 1-5 tahun, dan (3) bukan bayi
dan balita jika >5 tahun. Hasil ukur tersebut berskala interval.
b. Jenis kelamin, jenis kelamin berupa laki-laki dan perempuan. Hasil ukur berskala
nominal.
c. Status imunisasi, dikategorikan dalam 2 kategori, yaitu: (1) sudah diimunisasi sesuai
usia, dan (2) belum diimunisasi sesuai usia. Hasil ukur berskala ordinal.
d. Status gizi, hasil pengukuran antropometrik bayi dan balita, yang kemudian
diinterpretasikan dalam bentuk score-Z. Hasil ukur dikategorikan dalam 3 kategori,
yaitu: (1) status gizi normal, (2) status gizi kurang, dan (3) status gizi lebih. Hasil
ukur tersebut berskala ordinal.
e. Dehidrasi, hasil pemeriksaan fisik sistematik yang kemudian dimasukan pada
kententuan yang sudah ditentukan oleh WHO. Hasil ukur dikategorikan dalam 4
kategori, yaitu: (1) diare tanpa dehidrasi, (2) diare dengan dehidrasi ringan-sedang,
(3) diare dengan dehidrasi sedang, dan (4) diare dengan dehidrasi berat. Hasil ukur
berskala ordinal.
f. Cairan Inadekuat, dikategorikan dalam 2 kategori, yaitu: (1) sudah diberikan cairan
adekuat, dan (2) tidak diberikan cairan adekuat. Hasil ukur berskala ordinal.
g. Status sosial ekonomi, gabungan interpretasi yang didapatkan dari hasil ukur
pendapatan keluarga, tingkat pendidikan orang tua dan pekerjaan orang tua.
Dikategorikan dalam 3 kategori, yaitu: (1) status sosial ekonomi rendah, (2) status
sosial ekonomi sedang, dan (3) status sosial ekonomi tinggi. Hasil ukur tersebut
berskala ordinal.
h. Pengetahuan orang tua, dikategorikan dalam 2 kategori, yaitu: (1) mengetahui
tentang perilaku hidup sehat, dan (2) tidak mengetahui tentang perilaku hidup sehat.
11
i. Komorbiditas, dikategorikan dalam 2 kategori, yaitu: (1) penderita diare disertai
dengan demam, dan (2) penderita diare tidak disertai dengan demam. Hasil ukur
berskala ordinal.
12
DAFTAR PUSTAKA
13