Anda di halaman 1dari 119

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat,

menyebabkan terjadinya globalisasi yang tidak dapat dihindari. Produk iptek

yang berupa teknologi industri, sarana transportasi, teknologi informasi dan

komunikasi, dan sebagainya, berdampak pada pesatnya perubahan kehidupan

masyarakat menjadi semakin terbuka, semakin mudah dan instant, serba

teknologi, dan bersifat global.

Derasnya arus perubahan dan perkembangan masyarakat tersebut

berakibat pada besarnya gelombang modernisasi dan globalisasi yang

melahirkan kompleksitas dalam segala aspek kehidupan. Hal ini pada

gilirannya membawa dampak pada perubahan orientasi kehidupan manusia

modern yang semakin materialistik, individualistik, hedonistik, bahkan

menjadi semakin permissif terhadap nilai-nilai di masyarakat. Orientasi pola

hidup yang demikian ini tidak sedikit membawa konsekuensi pada

termarginalkannya nilai-nilai moral dalam berbagai aspek kehidupan

manusia.

Sungguh menjadi suatu ironi, Indonesia yang berpenduduk muslim

terbesar di dunia ternyata memiliki problem krisis moral yang begitu

kompleks. Padahal, ajaran Islam selalu menjunjung tinggi nilai-nilai moralitas


2

(akhlak) yang sempurna sebagaimana risalah Rasulullah s.a.w yang

memproklamirkan misi penyempurnaan akhlak.

Penyimpangan terhadap nilai-nilai moral ini menghinggapi hampir

seluruh golongan masyarakat. Di dunia internasional, Indonesia termasuk

salah satu negara terkorup. Praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme seakan

menjadi hal yang sangat biasa, semuanya dilakukan tanpa malu-malu lagi.

Belum lagi pertikaian antar etnis ataupun penganut agama yang tak kunjung

berakhir. Bahkan dekadensi moral ini juga menjangkiti kaum muda, yang

mayoritas adalah pelajar dan mahasiswa. Hal ini dapat dilihat dari maraknya

penggunaan narkoba, tawuran antar pelajar, seks bebas, pornografi dan

pornoaksi, pembunuhan, dan lain-lain yang sampai saat ini belum dapat

diatasi secara tuntas.

Realitas ini secara langsung ataupun tidak, sangat mempengaruhi

kinerja dunia pendidikan. Tudingan masyarakat seringkali diarahkan kepada

dunia pendidikan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas masalah ini.

Dunia pendidikan Indonesia dianggap belum berhasil menjalankan peran

mendasar dalam membentuk budi pekerti peserta didik, sebagaimana

diamanatkan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang salah

satu tujuannya adalah mendidik manusia agar berakhlak mulia.1

1
UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 Bab II Pasal 3. Kalimat lengkapnya adalah Pendidikan
Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
3

Fenomena kemerosotan moral tersebut mengindikasikan dua hal yang

saling berkaitan. Pertama, adalah pertanda bahwa dunia pendidikan kita

belum mampu membina peserta didiknya dengan kualitas berpikir yang

andal. Kedua, pendidikan moral dan etika belum mendapat porsi yang

selayaknya atau belum dilakukan dengan metode pembinaan yang efektif dan

bermakna.2

Merespon hal tersebut, salah satu upaya yang harus dilakukan sekolah

adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya pada aspek

pendidikan moral yang seringkali terabaikan. Karena sesungguhnya, fungsi

pendidikan tidak hanya untuk transfer pengetahuan, tetapi juga transfer nilai

(moral). Pendidikan adalah kegiatan yang dilakukan dengan sengaja,

seksama, terencana, dan bertujuan yang dilaksanakan oleh orang dewasa

dalam arti memiliki bekal ilmu pengetahuan menyampaikannya kepada anak

didik secara bertahap.3

Faktanya, pendidikan moral yang selama ini dilaksanakan dalam

sistem pendidikan di Indonesia dinilai belum berhasil memperbaiki dan

meningkatkan moralitas peserta didik. Hal ini bisa dimaklumi karena materi

pendidikan moral atau pendidikan akhlak yang diselipkan dalam mata

pelajaran PPKN, agama, atau budi pekerti, pengajarannya hanya sebatas teori

tanpa adanya refleksi dari nilai-nilai pendidikan tersebut. Contohnya dapat

kita lihat dari teks soal-soal ujian yang lebih banyak menekankan pada aspek

kognitif, kemampuan hafalan siswa, tanpa mencerminkan aspek afektif dan

2
H.A.R. Tilaar, Agenda Reformasi Pendidikan Nasional, (Magelang: Tera Indonesia, 1999), 94.
3
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 10.
4

psikomotorik. Sehingga siswa hanya memiliki hafalan teori-teori akhlak

tanpa memiliki penghayatan, sikap, dan ketrampilan merefleksikan nilai-nilai

moral yang mereka butuhkan untuk menghadapi realita kehidupan di luar

pagar sekolah yang sangat kompleks.

Padahal, di era globalisasi, ketika segala sesuatu bisa berubah dengan

begitu cepat, dunia pendidikan dituntut untuk tampil lebih cepat dan tanggap

dalam merespon dan memecahkan berbagai tantangan baru yang timbul dari

perubahan tersebut. Ini berarti bahwa sekolah mempunyai tanggungjawab

untuk melawan pengaruh-pengaruh negatif terhadap siswa yang timbul dari

masyarakat dan memberikan pengalaman belajar yang edukatif, bukan

eksploitatif.4 Hal yang demikian adalah logis mengingat dunia pendidikan

adalah salah satu pranata yang terlibat langsung dalam mempersiapkan masa

depan umat manusia. Oleh karena itu pendidikan harus terus mengembangkan

strategi dan rencana yang lebih baik untuk mengimbangi arus perubahan pola

kehidupan masyarakat, demi memperbaiki moralitas bangsa ini.

Sedangkan dalam Islam, moral sering merupakan terjemahan dari kata

akhlak. Akhlak adalah berasal dari bahasa Arab Akhla>q merupakan

jamak dari khuluq yang berarti adat kebiasaan (al-a>dah), perangai,

tabiat, watak, adab atau sopan santun dan agama. Menurut ulama Salaf,

akhlak adalah kemampuan jiwa untuk melahirkan suatu perbuatan secara

spontan, tanpa pemikiran atau paksaan. Sering pula yang dimaksud akhlak

adalah semua perbuatan yang lahir atas dorongan jiwa berupa perbuatan baik

4
Daniel Tanner and Laurel Tanner, Curriculum Development, (New Jersey: Prentice Hall, Inc.,
1995), 257.
5

atau buruk.5 Sedangkan menurut al-Syaibany, akhlak adalah kebiasaan atau

sikap yang mendalam dalam jiwa dari mana timbul perbuatan-perbuatan

dengan mudah dan gampang.6

Upaya peningkatan kualitas pendidikan akhlak sangat perlu dilakukan

mengingat beberapa hal, pertama, bahwa siswa adalah generasi penerus yang

akan memimpin bangsa dan negara, jika krisis akhlak ini tidak segera diatasi,

maka kehancuran bangsa dan Negara bukanlah hal yang mustahil. Kedua,

bahwa pembinaan akhlak adalah inti ajaran Islam. Ketiga, bahwa akhlak

mulia tidaklah terjadi dengan sendirinya, melainkan dipengaruhi oleh

berbagai faktor, terutama lingkungan keluarga, pendidikan dan masyarakat

pada umumnya. Dan keempat, pembinaan akhlak terhadap siswa, yang berada

pada usia remaja, amat penting dilakukan mengingat secara psikologis usia

remaja merupakan usia yang mudah terpengaruh dan goncang sebagai akibat

dari keadaan dirinya yang belum memiliki pengetahuan, mental, dan

pengalaman yang cukup, sehingga mudah sekali terpengaruh oleh

lingkungan7.

Salah satu langkah meningkatkan kualitas pendidikan akhlak adalah

dengan terus menerus mengembangkan kurikulum pendidikan akhlak sesuai

kondisi dan kebutuhan masyarakat. Kurikulum adalah aktivitas dan kegiatan

belajar yang direncanakan, diprogramkan bagi peserta didik di bawah

5
Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibn Miskawaih, (Yogyakarta:Belukar, 2004), 31.
6
Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung,
(Jakarta: Bulan Bintang, t.t.), 319.
7
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), 215-217.
6

bimbingan sekolah, baik di dalam maupun di luar sekolah.8 Sedangkan

Ronald Doll mengartikan kurikulum all the experiences which are

offered to learner under the auspices or direction of the school.9 Sedangkan

pengembangan kurikulum adalah proses di mana dirancang di dalamnya

pengalaman-pengalaman belajar bagi siswa dan dilaksanakan melalui

aktivitas-aktivitas yang terkoordinir.10 Hal ini berarti bahwa kurikulum bukan

hanya berupa materi yang disampaikan di kelas, melainkan juga mencakup

berbagai pengalaman belajar dan aktivitas-aktivitas yang dirancang bagi

siswa, baik di dalam maupun di luar sekolah, dengan pengawasan dari

sekolah untuk mencapai tujuan tertentu. Misalnya dalam hal ini adalah untuk

tujuan pendidikan akhlak.

Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang

cukup sentral dalam proses pendidikan di mana kurikulum merupakan salah

satu sarana terwujudnya proses pendidikan, sehingga kurikulum sebagai alat

hendaknya mampu menjamin tercapainya tujuan pendidikan yang telah

ditetapkan. Oleh karena itu, kurikulum harus bersifat dinamis dan selalu

berkembang agar dapat merespon tuntutan perubahan di masyarakat dan

mampu mengatasi segala persoalan yang dihadapi masa sekarang dan masa

yang akan datang.11

8
Subandijah, Pengembangan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), 2.
9
Ronald Doll, Curriculum Improvement Decision Making and Processes, (t.tp.: Ally and Bacon,
1974), 22.
10
Jon Wiles and Joseph Bondi, Curriculum Development A Guide to Practice, (New Jersey:
Pearson Education, Inc., 2002), 19.
11
Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007), 90.
7

Penelitian ini akan dilakukan di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo

sebagai salah satu sekolah dasar yang berlandaskan kepada nilai-nilai Islam.

Sehingga pendidikan akhlak merupakan kurikulum yang harus diterapkan di

sekolah tersebut. Sebagai salah satu sekolah unggul di Kabupaten Sidoarjo,

selayaknya terus digali hal-hal positif yang bisa diterapkan bagi sekolah lain,

terutama pada aspek pendidikan akhlak.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Pendidikan akhlak merupakan kebutuhan mendesak di era globalisasi.

Hal ini disebabkan semakin merosotnya akhlak setiap individu bangsa

Indonesia mulai dari anak-anak sampai orang dewasa dalam berbagai jabatan,

kedudukan, dan profesinya. Nilai-nilai kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong

menolong dan kasih sayang sudah tertutup oleh penyelewengan, penipuan,

penindasan, dan saling menjegal, dan perbuatan-perbuatan maksiat lainnya.12

Yang paling mengkhawatirkan adalah kemerosotan akhlak tersebut

telah menjangkiti kalangan pelajar sebagai generasi penerus bangsa. Hal ini

tentu saja mencoreng kredibilitas dunia pendidikan. Para pelajar yang

seharusnya menunjukkan akhlak yang baik sebagai hasil didikan itu, justru

menunjukkan tingkah laku yang buruk. Sehingga kemudian patut

dipertanyakan di manakah letak fungsi dan peranan sekolah sebagai salah

satu penyelenggara dan penanggungjawab pendidikan di samping keluarga

dan masyarakat - dalam meningkatkan akhlak bangsa?

12
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, 189.
8

Dunia pendidikan Indonesia terus berupaya meningkatkan kualitas

peserta didik, dalam hal ini mencakup kualitas moral atau akhlak.

Diantaranya melalui Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan penyusunan kurikulum

dengan memperhatikan aspek peningkatan akhlak mulia. Namun pada

implementasinya, pendidikan akhlak tidak mendapat perhatian yang

selayaknya. Kurikulum pendidikan agama yang di dalamnya mencakup

pendidikan akhlak, selama ini dianggap tidak berhasil, karena pengajarannya

hanya sebatas teori tanpa adanya refleksi dari nilai-nilai pendidikan tersebut.

Pendidikan akhlak terlalu banyak menekankan aspek kognitif anak didik -hal

ini dapat dilihat dari contoh soal mata pelajaran agama untuk tes-tes di

sekolah- dan kurang memberikan tekanan pada aspek afektif dan

psikomotorik.13

Kegagalan pendidikan dalam membentuk moralitas peserta didik harus

segera diperbaiki dengan terus mengembangkan kurikulum pendidikan

akhlak. Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan

yang cukup sentral dalam proses pendidikan di mana kurikulum merupakan

salah satu sarana terwujudnya proses pendidikan. Untuk itu yang perlu segera

dipikirkan dan dirumuskan sebagai langkah kongkrit dalam mengatasi dan

mengantisipasi masalah moralitas di era globalisasi adalah bagaimana

mengisi dan memberi muatan kurikulum pendidikan akhlak dan bagaimana

metode yang efektif untuk mengimplementasikan kurikulum tersebut. Hal ini

13
M. Amin Abdullah, Pendidikan Agama Era Multikultural Multireligius, (Jakarta: PSAP
Muhammadiyah, 2005), 79.
9

mengingat bahwa derasnya arus perubahan di masyarakat menuntut setiap

individu memiliki kapasitas yang memadai untuk menyikapi dan menfilter

efek negatif yang ditimbulkannya. Sehingga diperlukan muatan pendidikan

akhlak serta metode pembelajaran yang efektif, yang dapat mengantarkan

peserta didik agar tidak mudah terkontaminasi oleh budaya global.

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka penelitian ini akan

dibatasi pada hal-hal yang menyangkut proses pengembangan kurikulum

pendidikan akhlak, muatan kurikulum pendidikan akhlak serta metode yang

digunakan dalam implementasi kurikulum pendidikan akhlak.

C. Rumusan Masalah

Berpijak dari latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana proses pengembangan kurikulum pendidikan akhlak di SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo?

2. Apa saja muatan kurikulum pendidikan akhlak di SD Muhammadiyah 1

Sidoarjo?

3. Bagaimana cara mengimplementasikan kurikulum pendidikan akhlak yang

telah dikembangkan?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian adalah sebagai

berikut:
10

1. untuk mengetahui proses pengembangan kurikulum pendidikan akhlak di

SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo

2. untuk mengetahui muatan kurikulum pendidikan akhlak di SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo

3. untuk mengetahui cara mengimplementasikan kurikulum pendidikan

akhlak yang telah dikembangkan

E. Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Memberikan sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak yang

berkecimpung di bidang pendidikan

2. Memberikan alternatif model pengembangan kurikulum pendidikan akhlak

bagi institusi pendidikan yang lain

F. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, sampai saat ini tidak

ada satupun penelitian baik dalam bentuk buku, skripsi, tesis, maupun

disertasi yang menfokuskan pada pengembangan kurikulum pendidikan

akhlak bagi siswa tingkat Sekolah Dasar. Demikian halnya belum pernah

dilakukan penelitian mengenai kurikulum Pendidikan Islam di SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo.
11

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Guna

memperoleh hasil yang optimal, peneliti mengadakan interaksi dengan

pihak lembaga pendidikan yang menjadi obyek penelitian, guru, siswa,

dan orang tua siswa, dengan harapan dapat memperoleh informasi yang

kongkrit. Dengan demikian, data dan konsep yang telah ada di

lingkungan pendidikan dapat segera diketahui.

Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode

deskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Deskriptif adalah

suatu metode dalam meneliti suatu kelompok manusia, obyek, sistem

pemikiran, ataupun suatu kasus peristiwa pada masa sekarang, bertujuan

untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai

fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.14

Data yang dikumpulkan lebih banyak merupakan data kualitatif, yaitu

data yang disajikan dalam bentuk kata-kata verbal, bukan dalam bentuk

angka.15

2. Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah kurikulum pendidikan akhlak di SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo dan perkembangannya dengan mengambil

beberapa informan yang terkait dengan permasalahan penelitian.

14
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), 63.
15
Robert L. Bogelan dan Sari Knoop Biklen, Qualitative Research for Education: An Introduction
to Theory and Methods, (Boston: Allyn and Bacon, 1982), 2.
12

3. Metode Pengumpulan Data

a. Wawancara

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diambil melalui wawancara dengan

menggunakan daftar pertanyaan terstruktur dan semi terbuka.

Wawancara dilakukan dengan tatap muka agar setiap pertanyaan semi

terbuka dapat disampaikan dan memperoleh jawaban atau data secara

langsung.

b. Observasi

Observasi yaitu kegiatan mengamati gejala-gejala obyektif yang

terkait langsung dengan penelitian, di mana peneliti terlibat langsung

dalam observasi tersebut. Metode ini digunakan peneliti untuk

mengamati model kurikulum yang diterapkan di SD Muhammadiyah

1 Sidoarjo

c. Dokumentasi

Metode pengumpulan data ini digunakan peneliti dalam upaya

menghimpun data yang bersumber dari tulisan (naskah), seperti buku,

majalah, peraturan, dokumen sekolah, bank data, dan sebagainya.

Data-data yang terkait dengan hal tersebut adalah mengenai sejarah

dan profil SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo, sarana pembelajaran dan

fasilitas lain yang berhubungan langsung dengan usaha

pengembangan kurikulum.
13

4. Metode Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Dengan demikian,

analisis data yang digunakan oleh peneliti mengacu pada 3 langkah

sebagaimana metode yang diketengahkan oleh Miles and Huberman16,

yaitu:

a. Reduksi Data

Reduksi data berkenaan dengan proses penyeleksian,

pemfokusan, penyederhanaan, dan perubahan data kasar yang

terdapat dalam bentuk tulisan hasil dari catatan lapangan. Reduksi

data dilakukan secara terus menerus selama pelaksanaan penelitian

yang mengarah pada rancangan penelitian.

b. Display Data

Display data adalah suatu proses pengorganisasian data. Proses

ini dilakukan dengan cara membuat matriks, diagram, atau grafik.

Penyusunan display data membantu peneliti dalam memahami data

dan menganalisisnya, sehingga peneliti dapat dengan mudah

menguasai data dan tidak tenggelam dalam tumpukan data yang

banyak.

c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Langkah ini dimulai dengan mencari pola, hubungan, hal-hal

yang sering muncul, dan sebagainya yang mengarah pada konsep

pengembangan kurikulum pendidikan akhlak di SD Muhammadiyah

16
Mathew B. Miles and A. Michael Huberman, Qualitative Data Analysis, (London: Sage
Publications, 1984), 21.
14

1 Sidoarjo, kemudian diakhiri dengan menarik kesimpulan sebagai

hasil dari temuan di lapang.

H. Sistematika Bahasan

Penelitian ini akan disusun dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I mengungkapkan Latar Belakang Masalah, Identifikasi dan

Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan

Penelitian, Penelitian Terdahulu, Metode Penelitian, dan Sistematika

Bahasan.

Bab II memuat landasan teori yang mencakup 2 sub bab, pertama

adalah mengenai Pengembangan Kurikulum yang terdiri dari Pengertian

Kurikulum dan Pengembangan Kurikulum, Jenis-Jenis Kurikulum,

Landasan Pengembangan Kurikulum, Prinsip Pengembangan Kurikulum,

dan Model Pengembangan Kurikulum, Implementasi Kurikulum, dan

Evaluasi Kurikulum. Kedua, adalah mengenai Pendidikan Akhlak yang

terdiri dari Pengertian Pendidikan Akhlak, Materi Pendidikan Akhlak,

dan Metode Pendidikan Akhlak.

Bab III memberikan gambaran umum profil SD Muhamadiyah 1

Sidoarjo yang memuat Sejarah Singkat, Visi Misi dan Filosofi

Pendidikan, Keadaan Siswa, Keadaan Tenaga Pendidik, Keadaan Sarana

dan Prasarana yang dimiliki, Struktur Organisasi Sekolah, Kurikulum

Sekolah, Kegiatan Pembelajaran, Kegiatan Penunjang, serta Prestasi-

prestasi Siswa.
15

Bab IV adalah Penyajian dan Analisis Data, yang memuat Tujuan

Pendidikan, Struktur Program dan Materi Kurikulum Pendidikan Akhlak,

Strategi dan Proses Pembelajaran Akhlak, Evaluasi Kurikulum dan

Pembelajaran Pendidikan Akhlak, Pengembangan Kurikulum Pendidikan

Akhlak, Analisis Data secara keseluruhan.

Bab V memuat Kesimpulan dan Saran dari penelitian yang telah

dilakukan.
16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengembangan Kurikulum

1. Pengertian Kurikulum dan Pengembangan Kurikulum

Kurikulum sebagai subject matter atau bahan belajar adalah

gambaran kurikulum paling tradisional yang menggambarkan suatu

kurikulum sebagai kombinasi bahan untuk membentuk kerangka isi materi

(content) yang diajarkan.17 Konsep inilah yang dipahami oleh kebanyakan

guru ketika ditanya tentang kurikulum sekolah, yaitu sejumlah mata

pelajaran atau bahan belajar yang yang diajarkan untuk anak didik.

Kurikulum juga dipahami sebagai seperangkat pengalaman yang

telah direncanakan secara khusus dengan cara penulisan.18 Namun, pada

prakteknya, banyak pengalaman yang didapatkan anak didik dari proses

belajar yang belum atau tidak direncanakan dalam kurikulum tertulis.

Kurikulum inilah yang disebut hidden curriculum.

Salah satu karakteristik kurikulum yang menerima dukungan

adalah pendapat bahwa kurikulum sebagai alat reproduksi kultural yakni

harus merefleksikan suatu budaya masyarakat tertentu.19 Peranan sekolah

dalam hal ini adalah menyampaikan pengetahuan dan nilai-nilai yang

penting untuk digunakan oleh suatu generasi ke arah generasi yang sukses.

17
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2007), 45.
18
Ibid., 46.
19
Ibid., 47.
17

Karakteristik kurikulum yang berkembang akhir-akhir ini adalah

kurikulum sebagai currere, yang diartikan running of the race, yaitu jarak

yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Berbagai penafsiran yang

berbeda-beda mengenai kurikulum muncul dari para ahli pendidikan.

Namun, dari perbedaan tersebut terdapat kesamaan makna yang mengarah

pada kurikulum sebagai suatu usaha untuk mengembangkan peserta didik

sesuai dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai.

Fungsi kurikulum dalam proses pendidikan adalah sebagai alat

mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu, kurikulum mempunyai

komponen-komponen penunjang yang saling mendukung satu sama lain.

Komponen utama kurikulum adalah tujuan, isi atau materi, organisasi atau

strategi, media, dan proses pembelajaran. Sedangkan komponen

penunjangnya adalah sistem atau administrasi dan supervisi, pelayanan

bimbingan dan penyuluhan, dan sistem evaluasi.20

Komponen tujuan merupakan hal yang paling penting dalam proses

pendidikan, yakni hal yang ingin dicapai secara keseluruhan yang meliputi

tujuan domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotorik.21

Kurikulum bukan hanya diharapkan dapat mengembangkan kemampuan

intelektual atau kecerdasan saja, akan tetapi juga harus dapat membentuk

sikap sesuai dengan sistem nilai yang berlaku di masyarakat, serta dapat

memberikan ketrampilan untuk dapat hidup di lingkungan masyarakatnya.

20
Subandijah, Pengembangan Inovasi, 4.
21
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, 52.
18

Komponen isi dan struktur program atau materi adalah materi yang

diprogramkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Isi

atau materi yang dimaksud biasanya berupa bidang-bidang studi yang

disesuaikan dengan jenis, jenjang, dan jalur pendidikan yang ada.22

Komponen media merupakan sarana dalam proses pembelajaran

untuk memudahkan dalam mengaplikasikan isi kurikulum agar lebih

mudah dimengerti oleh anak didik. Ketepatan memilih alat atau media

merupakan suatu hal yang dituntut bagi seorang pendidik agar materi yang

ditransfernya bisa berjalan sebagaimana mestinya, dan tujuan pendidikan

dari proses belajar mengajar diharapkan bisa tercapai dengan baik.

Dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik perlu memahami

suatu strategi. Strategi menunjuk pada suatu pendekatan (approach),

metode (method), dan peralatan mengajar yang diperlukan dalam

pembelajaran. Strategi pembelajaran lebih lanjut dapat dipahami sebagai

cara yang dimiliki oleh seorang pendidik dalam proses pembelajaran.

Dengan menggunakan strategi yang tepat, diharapkan hasil yang diperoleh

dalam proses pembelajaran dapat memuaskan baik bagi pendidik maupun

bagi anak didik. Namun, penggunaan strategi yang tepat dan akurat sangat

ditentukan oleh tingkat kompetensi pendidik.

Untuk melihat sejauh mana keberhasilan dalam pelaksanaan

kurikulum, diperlukan evaluasi. Komponen evaluasi berhubungan erat

dengan komponen lainnya, sehingga cara penilaian atau evaluasi ini akan

22
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, 55.
19

menentukan tujuan kurikulum, materi atau bahan, serta proses belajar

mengajar.

Dalam mengevaluasi, biasanya seorang pendidik akan

mengevaluasi anak didik dengan materi atau bahan yang telah diajarkan,

atau paling tidak, ada kaitannya dengan yang telah diajarkan. Hal ini

sangat penting mengingat hasil penilaian tidak jarang menjadi barometer

atas keberhasilan proses pendidikan. Lebih lanjut, evaluasi tidak hanya

berfungsi untuk mengukur prestasi anak didik, tetapi juga sebagai sumber

input bagi perbaikan dan pengembangan kurikulum.23

Sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara

sistematis, kurikulum mengemban peranan yang sangat penting bagi

pendidikan siswa. Diantara peranan tersebut adalah peranan konservatif,

peranan kritis dan evaluatif, dan peranan kreatif. Ketiga peranan tersebut

sama pentingnya dan saling berkaitan yang dilaksanakan secara

berkesinambungan.24

Pada peranan konservatif, kurikulum bertanggung jawab

mentransmisikan dan menafsirkan warisan sosial pada generasi muda.

Sekolah sebagai sebuah lembaga sosial dapat memengaruhi dan membina

tingkah laku siswa sesuai dengan berbagai nilai sosial yang ada dalam

masyarakat. Hal ini seiring dengan hakekat pendidikan yang berfungsi

sebagai jembatan antara para siswa selaku anak didik dengan orang

23
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, 57.
24
Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2008), 11.
20

dewasa dalam suatu proses pembudayaan yang semakin berkembang

menjadi semakin kompleks.

Namun di sisi lain, sekolah tidak hanya mewariskan kebudayaan

yang ada, melainkan juga menilai dan memilih berbagai unsur kebudayaan

yang akan diwariskan. Dalam hal ini, kurikulum harus berperan kritis dan

evaluatif dengan turut aktif berpartisipasi dalam kontrol sosial dan

menghilangkan, memodifikasi, atau memperbaiki nilai-nilai sosial yang

telah ada agar sesuai dengan keadaan di masa mendatang.

Kurikulum berperan dalam melakukan berbagai kegiatan kreatif

dan konstruktif, dalam artian menciptakan dan menyusun hal yang baru

sesuai dengan kebutuhan masyarakat di masa sekarang dan yang akan

datang. Untuk membantu setiap individu dalam mengembangkan semua

potensi yang ada padanya, maka kurikulum menciptakan pelajaran,

pengalaman, cara berpikir, kemampuan, dan ketrampilan baru yang

memberikan manfaat bagi masyarakat.25

Pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan kurikulum

agar menghasilkan rencana kurikulum yang luas dan spesifik. Proses ini

berhubungan dengan seleksi dan pengorganisasian berbagai komponen

situasi belajar mengajar, antara lain penetapan jadwal pengorganisasian

kurikulum dan spesifikasi tujuan yang disarankan, mata pelajaran,

kegiatan, sumber dan alat pengukur pengembangan kurikulum.

25
Ibid., 12.
21

Kegiatan pengembangan kurikulum dapat dilakukan pada berbagai

kondisi, mulai dari tingkat kelas sampai dengan tingkat nasional. Kondisi-

kondisi itu meliputi pengembangan kurikulum oleh seorang guru kelas,

pengembangan kurikulum oleh kelompok guru dalam satu sekolah,

pengembangan kurikulum melalui pusat guru (teachers center),

pengembangan kurikulum pada tingkat daerah, dan pengembangan

kurikulum dalam/melalui proyek nasional.26

Dalam mengembangkan suatu kurikulum, banyak pihak yang turut

berpartisipasi, yaitu administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli

kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru-guru, dan orang tua murid

serta tokoh-tokoh masyarakat. Dari pihak-pihak tersebut yang secara terus

menerus turut terlibat dalam pengembangan kurikulum adalah

administrator, guru, dan orang tua.

Administrator pendidikan terdiri dari direktur bidang pendidikan,

pusat pengembangan kurikulum, kepala kantor wilayah, kepala kantor

kabupaten dan kecamatan serta kepala sekolah. Kepala sekolah

mempunyai wewenang dalam membuat operasionalisasi sistem pendidikan

pada masing-masing sekolah. Kepala sekolah ini yang sesungguhnya

secara terus menerus terlibat dalam pengembangan dan implementasi

kurikulum, memberikan dorongan dan bimbingan kepada guru-guru.

Walaupun guru dapat mengembangkan kurikulum sendiri, tetapi

dalam pelaksanaannya sering harus didorong dan dibantu oleh para

26
Oemar Hamalik, Evaluasi Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), 183.
22

administrator.27 Administrator lokal harus bekerjasama dengan kepala

sekolah dan guru dalam mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan

kebutuhan masyarakat, mengkomunikasikan sistem pendidikan kepada

masyarakat, serta mendorong pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru di

kelas.

Peranan kepala sekolah lebih banyak berkenaan dengan

implementasi kurikulum di sekolahnya. Kepala sekolah juga mempunyai

peranan kunci dalam menciptakan kondisi untuk pengembangan

kurikulum di sekolahnya. Ia merupakan figur kunci di sekolah,

kepemimpinan kepala sekolah sangat mempengaruhi suasana sekolah dan

pengembangan kurikulum.28

Guru memegang peranan yang cukup penting baik di dalam

perencanaan maupun pelaksanaan kurikulum. Dia adalah perencana,

pelaksana, dan pengembang kurikulum bagi kelasnya. Sekalipun ia tidak

mencetuskan sendiri konsep-konsep tentang kurikulum, guru merupakan

penerjemah kurikulum yang datang dari atas. Dialah yang mengolah,

meramu kembali kurikulum dari pusat untuk disajikan di kelasnya. Karena

guru juga merupakan barisan terdepan pengembang kurikulum maka guru

pulalah yang selalu melakukan evaluasi dan penyempurnaan terhadap

kurikulum. Peranan guru bukan hanya menilai perilaku dan prestasi belajar

muridnya, tetapi juga menilai implementasi kurikulum dalam lingkup yang

lebih luas. Hasil penilaian yang demikian akan sangat membantu

27
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2008), 155
28
Ibid, 156
23

pengembangan kurikulum, untuk memahami hambatan-hambatan dalam

implementasi kurikulum.29

Orang tua juga mempunyai peranan dalam pengembangan

kurikulum. Peranan mereka berkenaan dengan dua hal: pertama, dalam

penyusunan kurikulum, kedua, dalam pelaksanaan kurikulum. Dalam

penyusunan kurikulum, mungkin tidak semua orang tua dapat ikut serta,

hanya terbatas pada beberapa orang saja yang cukup waktu dan

mempunyai latar belakang yang memadai. Peranan orangtua lebih besar

dalam pelaksanaan kurikulum. Dalam pelaksanaan kurikulum diperlukan

kerjasama yang erat antara guru atau sekolah dengan para orang tua murid.

Partisipasi orangtua dapat berupa pengamatan yang mereka lakukan

terhadap kegiatan belajar anak, dan melaporkan perkembangannya ke

sekolah, serta aktif dalam kegiatan yang diadakan oleh sekolah. Peranan

orangtua murid seperti ini akan memberikan umpan balik bagi

penyempurnaan dan pengembangan kurikulum.

2. Jenis-jenis kurikulum

Dalam menyusun kurikulum, sangatlah tergantung pada asas

organisatoris, yakni bentuk penyajian bahan pelajaran atau organisasi

kurikulum. Ada tiga pola organisasi kurikulum yang dikenal juga dengan

sebutan jenis-jenis kurikulum. Pertama, adalah separated subject

curriculum. Kurikulum ini dipahami sebagai kurikulum mata pelajaran

29
Ibid, 157
24

yang terpisah satu sama lain. Kurikulum ini terdiri dari mata pelajaran-

mata pelajaran terpisah yang harus dikuasai oleh anak didik dari tiap mata

pelajaran secara logis, sistematis, dan mendalam. Kurikulum mata

pelajaran dapat menetapkan syarat-syarat minimum yang harus dikuasai

anak didik untuk bisa naik kelas. Biasanya, bahan pelajaran dan textbook

merupakan alat dan sumber utama pelajaran.

Kedua, correlated curriculum, dimana sejumlah mata pelajaran

dihubungkan antara satu dengan yang lain sehingga ruang lingkup bahan

yang tercakup semakin luas. Misalnya, pada pelajaran shalat dapat

dihubungkan dengan pelajaran al-Quran atau hadits yang berhubungan

dengan shalat.

Ketiga, adalah broad fields curriculum atau kadang-kadang disebut

kurikulum fusi. Kurikulum ini menghapuskan batas-batas dan menyatukan

mata pelajaran yang berhubungan erat. Sebagai contoh, mata pelajaran

sejarah, geografi, ilmu ekonomi, dan ilmu politik disatukan menjadi Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS).30

Jenis kurikulum lainnya adalah kurikulum terpadu (integrated

curriculum) yang merupakan suatu produk dari upaya pengitegrasian

bahan pelajaran dari berbagai macam pelajaran. Integrasi diciptakan

dengan memusatkan pelajaran pada masalah tertentu yang memerlukan

solusinya dengan materi atau bahan dari berbagai disiplin ilmu atau mata

pelajaran.

30
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, 144.
25

Kurikulum jenis ini membuka kesempatan yang lebih banyak

untuk melakukan kerja kelompok, menjadikan masyarakat dan lingkungan

sebagai sumber belajar sehingga berpengaruh terhadap integrasi pribadi

anak didik dan lingkungannya, mementingkan perbedaan individual anak

didik, dan melibatkan anak didik dalam perencanaan pelajaran. Kurikulum

terpadu sangat mengutamakan agar anak didik dapat memiliki sejumlah

pengetahuan secara fungsional, yaitu mampu memecahkan masalah yang

ada, dan mengutamakan proses belajarnya.31

Integrated curriculum mempunyai ciri yang sangat fleksibel dan

tidak menghendaki hasil belajar yang sama dari semua anak didik. Guru,

orangtua, dan anak didik merupakan komponen yang bertanggung jawab

dalam proses pengembangannya. Di sisi lain, kurikulum ini mengalami

kesulitan bagi anak didik, terutama ketika anak didik mengikuti ujian akhir

atau tes masuk yang uniform.

3. Landasan Pengembangan Kurikulum

Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan

yang cukup sentral dalam seluruh kegiatan pendidikan, menentukan proses

pelaksanaan, dan hasil pendidikan. Mengingat pentingnya peranan

kurikulum di dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan

manusia, penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan sembarangan.

31
Ibid., 147.
26

Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan yang kuat, yang

didasarkan atas hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam.

Ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu

kurikulum yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial

budaya, dan landasan perkembangan ilmu dan teknologi.

a. Landasan filosofis

Filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata philos

(cinta yang mendalam) dan sophia (kearifan). Dengan demikian, secara

harfiah, filsafat diartikan sebagai cinta yang mendalam akan kearifan.32

Dalam batasan modern, filsafat diartikan sebagai ilmu yang berusaha

memahami semua hal yang muncul di dalam keseluruhan lingkup

pengalaman manusia, yang berharap agar manusia dapat mengerti dan

mempunyai pandangan yang menyeluruh dan sistematis mengenai alam

semesta dan tempat manusia di dalamnya. Sedangkan dalam istilah

yang lebih populer, filsafat sering diartikan pandangan hidup individu

atau masyarakat.

Sebagai induk dari semua pengetahuan, filsafat dapat

dirumuskan sebagai kajian tentang metafisika, yaitu studi tentang

hakikat realitas, epistemologi, yaitu studi tentang hakikat pengetahuan,

aksiologi, yaitu studi tentang nilai, etika, yaitu studi tentang hakikat

32
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2008), 42.
27

kebaikan, estetika, yaitu studi tentang hakikat keindahan, dan logika,

yaitu studi tentang hakikat penalaran.33

Apabila diamati item-item tersebut, tampak filsafat mempunyai

jangkauan kajian yang sangat luas. Namun demikian, seseorang tidak

perlu mendalami semua bidang filsafat dalam mengembangkan

kurikulum. Para pengembang hanya perlu memperhatikan falsafah yang

dianut di mana lembaga pendidikan berada, yakni mencakup falsafah

bangsa Indonesia, yaitu falsafah Pancasila, dan falsafah lembaga

pendidikan itu sendiri.

b. Landasan psikologis

Kondisi psikologis merupakan karakteristik psiko-fisik

seseorang sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk

perilaku dalam interaksi dengan lingkungannya.34 Perilaku tersebut

merupakan manifestasi dari ciri-ciri kehidupannya, baik yang tampak

maupun yang tidak tampak.

Kondisi psikologis setiap individu berbeda karena perbedaan

tahap perkembangannya, latar belakang sosial budaya, juga karena

perbedaan faktor yang dibawa dari kelahirannya. Kondisi inipun

berbeda pula bergantung pada konteks, peranan, dan status individu di

antara individu lainnya. Interaksi yang tercipta dalam situasi pendidikan

harus sesuai dengan kondisi psikologis para peserta didik maupun

kondisi pendidiknya. Interaksi pendidikan di rumah berbeda dengan

33
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, 68.
34
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, 45.
28

interaksi pendidikan di sekolah, interaksi antara siswa dan guru pada

sekolah dasar berbeda dengan sekolah lanjutan pertama dan lanjutan

atas.

Peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses

perkembangannya. Tugas utama pendidikan adalah membantu

perkembangan peserta didik secara optimal. Apa yang dididikkan dan

bagaimana cara mendidiknya, perlu disesuaikan dengan pola

perkembangan anak.

c. Landasan sosial budaya

Pendidikan bukan hanya berfungsi untuk transfer pengetahuan

kepada anak didik, lebih dari itu, pendidikan diharapkan mampu

memberikan bekal ketrampilan dan nilai-nilai kehidupan yang

dibutuhkan anak ketika berbaur dalam masyarakatnya. Anak-anak

berasal dari masyarakat, memperoleh pendidikan baik formal maupun

non formal dari lingkungan masyarakatnya dan akan diarahkan bagi

kehidupan dalam masyarakat pula.

Tujuan umum pendidikan sering dirumuskan untuk menyiapkan

generasi muda menjadi orang dewasa anggota masyarakat yang mandiri

dan produktif. Hal itu merefleksikan konsep adanya tuntutan individual

dan sosial dari orang dewasa kepada generasi muda. Tuntutan

individual merupakan harapan orang dewasa agar generasi muda dapat

mengembangkan pribadinya sendiri, mengembangkan segala potensi

dan kemampuan yang dimilikinya. Tuntutan sosial adalah harapan


29

orang dewasa agar anak mampu bertingkahlaku, berbuat dan hidup

dengan baik dalam berbagai situasi dan lingkungan masyarakat.

Setiap masyarakat masing-masing memiliki sistem sosial

budaya yang berbeda ditinjau dari ruang dan waktu. Salah satu aspek

yang cukup penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai.

Tatanan nilai merupakan seperangkat ketentuan, peraturan, hukum,

moral yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga

masyarakat. Nilai-nilai tersebut bersumber dari agama, budaya,

kehidupan politik, maupun dari segi-segi kehidupan lainnya.35 Sejalan

dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam

masyarakat juga ikut berkembang.

Konsep pendidikan bersifat universal, tetapi pelaksanaan

pendidikan bersifat lokal, disesuaikan dengan situasi dan kondisi

masyarakat setempat. Karena itulah dalam mengambil suatu keputusan

mengenai kurikulum, para pengembang mesti merujuk pada lingkungan

atau dunia di mana mereka tinggal, merespon berbagai kebutuhan yang

dilontarkan atau diusulkan oleh beragam golongan dalam masyarakat,

dan memahami pencantuman nilai-nilai falsafah pendidikan bangsa dan

falsafah pendidikan yang berlaku di sekolah.

d. Landasan perkembangan ilmu dan teknologi

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai hasil

kemampuan berpikir manusia telah membawa umat manusia pada

35
Ibid., 59.
30

keadaan yang tidak pernah terbayang sebelumnya. Terciptanya produk-

produk teknologi, seperti teknologi komunikasi, transportasi, industri,

dan lain-lain, membawa pengaruh yang sangat besar pada semua aspek

kehidupan manusia. Di satu sisi, manusia memperoleh banyak

kemudahan dan kenyamanan dengan hadirnya teknologi tersebut.

Namun di sisi lain, berbagai efek negatif muncul yang justru sangat

mencemaskan manusia itu sendiri, seperti masalah kriminalitas, ataupun

gesekan antar budaya, bahkan perubahan tatanan nilai di masyarakat.

Munculnya permasalahan baru ini menyebabkan kompleksitas

tugas pendidikan yang diemban oleh sekolah. Sekolah bukan hanya

bertugas menanamkan dan mewariskan ilmu pengetahuan, akan tetapi

juga harus memberi ketrampilan tertentu serta menanamkan nilai dan

budi pekerti.

Sesuai dengan perubahan yang sangat cepat itu, maka kurikulum

yang berfungsi sebagai alat pendidikan, harus terus menerus diperbarui

menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

agar menjadi nilai yang positif bagi siswa, dan masyarakat pada

umumnya.

4. Prinsip Pengembangan Kurikulum

Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum

semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Dalam

kurikulum terintegrasi filsafat, nilai-nilai, pengetahuan, dan perbuatan


31

pendidikan. Suatu kurikulum diharapkan memberikan landasan, isi, dan

menjadi pedoman bagi pengembangan kemampuan siswa secara optimal

sesuai dengan tuntutan dan tantangan perkembangan masyarakat. Untuk

itulah perlu diperhatikan prinsip-prinsip umum dalam pengembangan

kurikulum.

a. Prinsip relevansi

Ada dua macam relevansi yang harus dimiliki kurikulum yaitu

relevan ke dalam dan relevan ke luar. Relevansi ke luar maksudnya

tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum

hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan

masyarakat.

Kurikulum menyiapkan siswa untuk bisa hidup dan bekerja

dalam masyarakat. Apa yang tertuang dalam kurikulum hendaknya

mempersiapkan siswa untuk tugas tersebut. Kurikulum bukan hanya

menyiapkan anak untuk kehidupannya sekarang tetapi juga yang akan

datang.

Kurikulum juga harus memiliki relevansi di dalam yaitu ada

kesesuaian atau konsistensi antara komponen-komponen kurikulum,

yaitu antara tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian. Relevansi

internal ini menunjukkan suatu keterpaduan kurikulum.

b. Prinsip Fleksibilitas

Kurikulum hendaknya memiliki sifat lentur atau fleksibel.

Kurikulum mempersiapkan anak untuk kehidupan sekarang dan yang


32

akan datang, di sini dan di tempat lain, bagi anak yang memiliki latar

belakang dan kemampuan yang berbeda.

Suatu kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisi hal-hal

yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkinkan terjadinya

penyesuaian-penyesuaian berdasarkan kondisi daerah, waktu maupun

kemampuan, dan latar belakang anak.

c. Prinsip kontinuitas

Prinsip kontinuitas adalah prinsip kesinambungan.

Perkembangan dan proses balajar anak berlangsung secara

berkesinambungan, tidak terputus-putus atau berhenti-henti. Oleh

karena itu, pengalaman belajar yang disediakan kurikulum juga

hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas, dengan kelas

lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang lainnya, juga

antara jenjang pendidikan dengan pekerjaan.

Pengembangan kurikulum perlu dilakukan serempak bersama-

sama, perlu selalu ada komunikasi antara para pengembang kurikulum

sekolah dasar dengan SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi.

d. Prinsip Praktis

Maksudnya adalah bahwa kurikulum harus mudah dilaksanakan,

menggunakan alat-alat sederhana dan biayanya juga murah. Prinsip ini

juga disebut prinsip efisiensi. Betapa pun bagus dan idealnya suatu

kurikulum, kalau menuntut keahlian dan peralatan yang sangat khusus

dan mahal, maka kurikulum tersebut tidak praktis dan sukar


33

dilaksanakan. Kurikulum dan pendidikan selalu dilaksanakan dalam

keterbatasan-keterbatasan, baik keterbatasan waktu, biaya, alat, maupun

personalia.

e. Prinsip efektivitas

Walaupun kurikulum harus murah dan sederhana, tetapi

keberhasilannya tetap harus diperhatikan, dari sisi kualitatif dan

kuantitatif. Pengembangan suatu kurikulum tidak dapat dilepaskan dan

merupakan penjabaran dari perencanaan pendidikan. Keberhasilan

kurikulum akan mempengaruhi keberhasilan pendidikan.36

5. Model Pengembangan Kurikulum

Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan

kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja

didasarkan atas kelebihan dan kebaikannya serta kemungkinan pencapaian

hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan

dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep

pendidikan yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam

sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda

dengan yang desentralisasi. Model pengembangan dalam kurikulum yang

sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum humanistik,

teknologis, dan rekonstruksi sosial.

36
Ibid., 151.
34

a. Model Tyler

Model pengembangan kurikulum Tyler, dalam bukunya yang

berjudul Basic Principles of Curriculum and Instruction, adalah lebih

bersifat bagaimana merancang suatu kurikulum sesuai dengan tujuan

dan misi suatu institusi pendidikan. Dia menekankan pentingnya upaya

pengembangan kurikulum dilakukan secara rasional dan sistematis.37

Proses pengembangan kurikulum menurut Tyler ada 4, yaitu

pertama, menentukan tujuan pendidikan yang ingin dicapai; kedua,

menentukan pengalaman belajar yang akan diberikan kepada siswa

untuk mencapai tujuan tersebut; ketiga, mengorganisasi pengalaman

belajar; dan keempat, evaluasi untuk mengetahui tingkat ketercapaian

tujuan yang telah ditetapkan.38

b. Model Taba

Berbeda dengan model yang dikembangkan Tyler, model Taba

lebih menitikberatkan pada bagaimana mengembangkan kurikulum

sebagai suatu proses perbaikan dan penyempurnaan. Tahapan-tahapan

pengembangan kurikulum yang ditawarkan Taba adalah bersifat

induktif yaitu diawali dengan mendiagnosis kebutuhan. Hal ini

dilakukan agar pengembang kurikulum mempunyai informasi (input)

yang cukup pada setiap proses pengembangan kurikulum.

Model pengembangan yang ditawarkan Taba sebenarnya

memodifikasi model dasar Tyler agar lebih representatif terhadap

37
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, 154.
38
Wina Sanjaya, Kurikulum, 82-87.
35

pengembangan kurikulum di tingkat sekolah. Menurutnya, ada 7

langkah utama yang harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum,

yaitu mendiagnosis kebutuhan, menformulasikan tujuan, memilih isi,

mengorganisasi isi, memilih pengalaman belajar, mengorganisasi

pengalaman belajar, menentukan alat evaluasi dan menguji

keseimbangan isi kurikulum.39

Hal yang perlu diperhatikan dalam mendiagnosis kebutuhan

adalah diperlukannya data-data yang bersumber dari tuntutan

masyarakat di mana siswa akan memanfaatkan hasil pendidikannya,

kebutuhan perkembangan siswa yang dilihat dari perkembangan mental

dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, dan isi bahan pelajaran yang

mencakup materi dan metode pembelajaran.40

Langkah-langkah tersebut dilakukan sebagai unit percobaan.

Jika eksperimen dinilai layak digunakan maka kurikulum yang telah

teruji akan diimplementasikan. Pada tahap ini perlu dipersiapkan

kemampuan guru-guru melalui penataran, lokakarya dan lain-lain, serta

mempersiapkan fasilitas dan alat-alat sesuai dengan tuntutan

kurikulum.41

39
Jon Wiles and Joseph Bondi, Curriculum Development, 34.
40
Daniel Tanner dan Laurel Tanner, Curriculum Development, (New Jersey: Prentice Hall, Inc.,
1995), 232.
41
Wina Sanjaya, Kurikulum, 88-89.
36

c. Model Beauchamp

Model ini dikembangkan oleh seorang ahli kurikulum

Beauchamp. Dia mengemukakan lima hal dalam pengembangan suatu

kurikulum.

Pertama, menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan

dicakup oleh kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan,

kabupaten, propinsi, atau negara. Pentahapan arena ini ditentukan oleh

wewenang yang dimiliki oleh pengambil kebijaksanaan dalam

pengembangan kurikulum.

Kedua, menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta

terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang

yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum, yaitu 1) ahli

pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum

dan ahli bidang ilmu dari luar, 2) ahli pendidikan/kurikulum dari

perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih, 3) para

profesional dalam sistem pendidikan, 4) profesional lain dan tokoh-

tokoh masyarakat.

Ketiga, organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum.

Langkah ini berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam

merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus, memilih isi dan

pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, dan dalam menentukan

keseluruhan desain kurikulum. Beauchamp membagi keseluruhan

kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu 1) membentuk tim pengembang


37

kurikulum, 2) mengadakan penilaian atau penelitian terhadap

kurikulum yang ada yang sedang digunakan, 3) studi penjajagan

tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru, 4) merumuskan

kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru, 5) penyusunan dan

penulisan kurikulum baru.

Keempat, implementasi kurikulum. Langkah ini membutuhkan

kesiapan yang menyeluruh, baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas,

bahan, maupun biaya, serta kesiapan manajerial dari pimpinan sekolah

atau administrator setempat.

Langkah yang kelima adalah evaluasi kurikulum. Langkah ini

minimal mencakup empat hal, yaitu 1) evaluasi tentang pelaksanaan

kurikulum oleh guru-guru, 2) evaluasi desain kurikulum, 3) evaluasi

hasil belajar siswa, 4) evaluasi keseluruhan sistem kurikulum. Data

yang diperoleh dari evaluasi kemudian digunakan bagi penyempurnaan

sistem, desain kurikulum, dan prinsip pelaksanaannya.42

d. Model Wheeler

Menurut Wheeler, pengembangan kurikulum merupakan proses

yang membentuk lingkaran. Ini berarti bahwa pengembangan

kurikulum terjadi secara terus menerus, sistematis atau berurutan, dan

tanpa ujung.43 Karena penekanannya terhadap hakikat lingkaran (cycle)

dari elemen-elemen kurikulum maka model ini disebut juga dengan

cycle models.

42
Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum, 163-165.
43
Wina Sanjaya, Kurikulum, 94.
38

Elemen-elemen pengembangan kurikulum yang dimaksud

terdiri dari 5 langkah, yaitu pertama, seleksi maksud, tujuan, dan

sasaran; kedua, seleksi pengalaman belajar; ketiga, menentukan isi atau

materi pembelajaran; keempat, mengorganisasikan dan

mengintegrasikan pengalaman dan materi pembelajaran; kelima,

melakukan evaluasi setiap fase pengembangan dan pencapaian tujuan.44

e. Model Nicholls

Model pengembangan kurikulum Nicholls menggunakan

pendekatan siklus seperti model Wheeler. Model Nicholls digunakan

apabila ingin menyusun kurikulum baru yang diakibatkan oleh

terjadinya perubahan situasi.

Ada lima langkah pengembangan kurikulum menurut Nicholls,

yaitu, analisis situasi, menentukan tujuan khusus, menentukan dan

mengorganisasi isi pelajaran, menentukan dan mengorganisasi metode,

dan evaluasi.45

Analisis situasi adalah langkah pertama yang harus

dipertimbangkan oleh para pengembang kurikulum secara mendetail

dan serius agar mereka memahami faktor-faktor yang akan

dikembangkan. Di samping itu, dengan masuknya fase analisis situasi

ini, diharapkan para pengembang kurikulum juga lebih responsif

terhadap perubahan lingkungan dan kebutuhan anak didik.46

44
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum,163.
45
Wina, Kurikulum, 95.
46
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum,166.
39

f. Model Dynamic Skilbeck

Menurut Skilbeck, model pengembangan kurikulum yang ia

namakan model Dynamic, adalah model pengembangan kurikulum

pada level sekolah.

Model ini ditujukan untuk setiap guru yang ingin

mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan sekolah. Agar

proses pengembangan berjalan dengan baik, maka setiap pengembang

termasuk guru perlu memahami lima elemen pokok yang dimulai dari

menganalisis situasi, menformulasikan tujuan, menyusun program,

menginterpretasi dan implementasi, serta monitoring, feedback,

penilaian, dan rekonstruksi.47

6. Implementasi Kurikulum

Implementasi kurikulum adalah penerapan atau pelaksanaan

program kurikulum yang telah dikembangkan dalam dalam tahap

sebelumnya, kemudian diujicobakan dengan pelaksanaan dan pengelolaan,

sambil senantiasa dilakukan penyesuaian terhadap situasi lapangan dan

karakteristik peserta didik, baik perkembangan intelektual, emosional,

serta fisiknya. Implementasi ini juga sekaligus merupakan penelitian

lapangan (field research) untuk keperluan validasi sistem kurikulum itu

sendiri.

47
Wina, Kurikulum, 96.
40

Implementasi kurikulum mencakup tiga kegiatan pokok, yaitu

pengembangan program, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi.

a. Pengembangan program mencakup program tahunan, semester atau

catur wulan, bulanan, mingguan dan harian. Selain itu ada juga program

bimbingan dan konseling atau program remedial

b. Pelaksanaan pembelajaran. Pada hakikatnya, pembelajaran adalah

proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga

terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam

pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan

lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta

didik tersebut.

c. Evaluasi proses yang dilakukan sepanjang proses pelaksanaan

kurikulum catur wulan atau semester serta penilaian akhir formatif dan

sumatif mencakup penilaian keseluruhan secara utuh untuk keperluan

evaluasi pelaksanaan kurikulum.

Implementasi kurikulum dipengaruhi oleh tiga faktor,yaitu:

a. Karakteristik kurikulum, yang mencakup ruang lingkup bahan ajar,

tujuan, fungsi, sifat, dan sebagainya.

b. Strategi implementasi, yaitu strategi yang digunakan dalam

implementasi kurikulum, seperti diskusi profesi, seminar, penataran,

lokakarya penyediaan buku kurikulum, dan berbagai kegiatan lain yang

dapat mendorong penggunaan kurikulum di lapangan.


41

c. Karakteristik pengguna kurikulum, yang meliputi pengetahuan,

keterampilan, serta nilai dan sikap guru terhadap kurikulum dalam

pembelajaran.48

Dalam pengimplementasian kurikulum diperlukan komitmen

semua pihak yang terlibat, dan didukung oleh kemampuan profesional

seperti guru sebagai salah satu implementator kurikulum. Terdapat

beberapa faktor yang dapat memengaruhi proses implementasi kurikulum

di antaranya faktor guru, faktor siswa, sarana prasarana, serta faktor

lingkungan.49

Guru adalah komponen terpenting dalam implementasi kurikulum.

Peran guru dalam suatu pembelajaran tidak hanya sebagai model atau

teladan bagi siswa, tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran. Dengan

demikian, efektivitas proses pembelajaran sangat tergantung pada guru.

Oleh karenanya, guru dituntut mempunyai kualitas atau kemampuan yang

memadai untuk mengimplementasikan kurikulum.

7. Evaluasi Kurikulum

Sebagai suatu bagian dari sistem evaluasi pendidikan sekolah,

secara fungsional evaluasi kurikulum juga merupakan bagian dari sistem

kurikulum. Sistem kurikulum memiliki tiga fungsi pokok, yaitu

pengembangan kurikulum, pelaksanaan kurikulum dan evaluasi efek

sistem kurikulum.

48
Oemar Hamalik, Dasar-Dasar, 239.
49
Wina Sanjaya, Kurikulum, 197.
42

Evaluasi merupakan kegiatan yang luas, kompleks, dan dilakukan

terus menerus untuk mengetahui proses dan hasil pelaksanaan sistem

pendidikan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi juga

meliputi rentangan yang cukup luas, mulai dari yang bersifat informal

sampai dengan yang sangat formal. Pada tingkat yang informal, evaluasi

kurikulum berbentuk perkiraan, dugaan atau pendapat tentang perubahan

yang telah dicapai oleh program sekolah. Pada tingkat yang lebih formal

evaluasi kurikulum meliputi pengumpulan dan pencatatan data, sedangkan

pada tingkat yang sangat formal berbentuk pengukuran berbagai bentuk

kemajuan ke arah tujuan yang telah ditentukan.50

Evaluasi kurikulum minimal berfokus pada empat bidang, yaitu

evaluasi terhadap penggunaan kurikulum, desain kurikulum, hasil dari

siswa, dan sistem kurikulum. Umpan balik dari evaluasi akan memulihkan

vitalitas berbagai bagian dari sistem kurikulum. Seleksi dan

pengorganisasian pihak-pihak pengembang kurikulum, prosedur

penyusunan, pengaturan dan pelaksanaan kurikulum, fungsi koordinator

dalam tim penyusun, pengaruh tingkat guru dan kondisi pengajaran

terhadap kurikulum, semuanya perlu dievaluasi dan hasilnya dapat

memperbaiki sistem kurikulum secara keseluruhan.51

Luas atau sempitnya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya

ditentukan oleh tujuannya. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk

50
Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum, 173.
51
Oemar Hamalik, Dasar-Dasar, 254.
43

menilai keseluruhan sistem kurikulum atau hanya komponen-komponen

tertentu dalam kurikulum tersebut.

Apabila dikategorikan secara sifat, terdapat dua macam evaluasi,

yaitu evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang

diberikan sesudah satu kegiatan belajar diselesaikan yang bertujuan untuk

mengumpulkan data atau informasi tentang kualitas proses pembelajaran

tersebut. Evaluasi dituntut dilaksanakan sejak awal dan sepanjang proses

pengembangan kurikulum. Adapun evaluasi sumatif diberikan

menyelesaikan kegiatan belajar dalam satu periode tertentu yang bertujuan

untuk mengumpulkan data atau informasi mengenai taraf penyerapan

siswa terhadap pelajaran yang telah diberikan.52

B. Pendidikan Akhlak

1. Pengertian Pendidikan Akhlak

Pendidikan berasal dari kata didik yang mendapat awalan pen- dan

akhiran an, dan bearti perbuatan, hal, cara, dan sebagainya mendidik,

pengetahuan tentang mendidik, dan berarti pula pemeliharaan, latihan-

latihan dan sebagainya yang meliputi badan, batin, dan sebagainya.53

Pendidikan juga bisa diartikan usaha membina dan mengembangkan

pribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmaniah berlangsung

setahap demi setahap.54

52
Zainul Asmawi, Penilaian Hasil Belajar, (Jakarta: PAU-PPAI Universitas Terbuka, 2001), 36.
53
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), 763.
54
H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), 11.
44

Dalam Islam, akhlak menepati posisi sangat penting. Akhlak dalam

Lisa>n al-Arab tertulis akhla>q yang diartikan sebagai agama55.

Pemaknaan ini menunjukkan bahwa mengajarkan agama kepada anak

didik berarti menanamkan nilai-nilai moral pada mereka. Al-Ghazali

berpendapat bahwa akhlak harus menetap dalam jiwa, perbuatan itu

muncul dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran terlebih dahulu.

Senada dengan al-Ghazali adalah apa yang dikemukakan oleh Ibn

Miskawaih (320-421 H/932-1030 M) dalam Tahdhi>b al-Akhla>q.

Menurutnya, akhlak adalah keadaan jiwa yang menyebabkan seseorang

bertindak tanpa dipikirkan terlebih dahulu, ia tidak bersifat rasional, atau

dorongan nafsu56.

Demikian halnya dengan al-Syaibany yang mengartikan akhlak

sebagai kebiasaan atau sikap yang mendalam dalam jiwa darimana timbul

perbuatan-perbuatan dengan mudah. Menurutnya, akhlak dalam Islam

bersifat universal atau menyeluruh, seimbang yang berarti bahwa Islam

memberi hak bagi setiap segi dan meletakkannya pada tempat yang

seharusnya. Selain itu, akhlak juga bersifat menghargai berbagai

kebutuhan manusia dan segala tuntutan hidup, serta sederhana dan tidak

berlebihan.57

Menurut Abudin Nata, yang disebut moral mempunyai ciri-ciri

diantaranya perbuatan tersebut telah mendarah daging sehingga menjadi

55
Abi> al-Fad}l Jama>l al-Di>n Muh}ammad, Lisa>n al-Arab, Jil. 10, (Beirut: Da>r al-Fikr,
1990), 86.
56
Ibn Miskawayh, Tahdhi>b al-Akhla>q, (Beirut: Da>r al-Kutub al-Arabi>, 1934), 73.
57
Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, ter. Hasan Langgulung,
(Jakarta: Bulan Bintang, t.t.), 319.
45

identitas orang yang melakukannya, perbuatan tersebut dilakukan dengan

mudah serta tanpa memerlukan pikiran lagi, perbuatan tersebut dilakukan

dengan kemauan sendiri tanpa adanya paksaan dari luar, perbuatan

tersebut dilakukan dengan sebenarnya, bukan karena berpura-pura, dan

perbuatan tersebut dilakukan atas dasar lubuk hati karena Allah.58

Akhlak dalam istilah lain muncul dengan sebutan moral, etika, dan

susila. Etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik buruk, tindakan yang

harus dilakukan manusia terhadap yang lain, tujuan yang akan dicapai, dan

jalan yang akan ditempuh. Etika bisa disebut filsafat yang mencoba

menggali hakekat sesuatu dan juga mengarahkan orientasi dalam setiap

perilaku moral sehingga kita bisa mempertanggungjawabkan kehidupan

kita dan tidak ikut-ikutan dalam bersikap begini atau begitu.59

Padanan istilah ini mengandung maksud yang sama, yakni sama-

sama menentukan hukum atau nilai baik buruk suatu perbuatan yang

dilakukan manusia. Baik akhlak maupun istilah yang lain menginginkan

terwujudnya masyarakat yang baik, teratur, aman, damai yang berujung

pada kesejahteraan lahir dan batin60. Kesamaan pengertian istilah ini dapat

diambil dari sudut substansi pemaknaan secara universal.

Adapun yang membedakan akhlak dengan etika, moral, dan susila

adalah terletak pada sumber yang dijadikan rujukan dalam melakukan

penilaian terhadap sesuatu menjadi baik atau buruk. Jika etika digali

58
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2003), 197.
59
Rahmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2004), 17.
60
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 97.
46

berdasarkan pendapat akal pikiran, moral atau susila mengacu pada

kebiasaan (adat) yang berlaku umum di masyarakat, maka akhlak

bersumber dari ketentuan al-Qur`an dan al-Hadith. Dalam ungkapan lain

dapat dikatakan bahwa etika merupakan produk akal, moral atau susila

sebagai produk budaya, sedangkan akhlak sebagai produk wahyu61.

Pendidikan moral (pendidikan akhlak) merupakan tema yang

menjadi perdebatan di kalangan para tokoh filsafat. Perdebatan tersebut

sudah terjadi sejak zaman Hellenis (Yunani Kuno), seperti Socrates (469-

399 SM) dan Aristoteles (384-322 SM). Seperti pernyataan Meno kepada

Socrates sebagai berikut:

Socrates, apakah moral itu bisa diajarkan, atau hanya bisa dicapai

melalui praktek sehari-hari? Seandainya melalui pengajaran dan praktek

tidak bisa dicapai, apakah nilai moral bisa dicapai secara alamiah atau

dengan cara lain?

Pernyataan Meno di atas sampai sekarang masih diperdebatkan

terutama di kalangan ahli psikologi dan filsafat moral. Pernyataan tersebut

pada masa sekarang dirumuskan sebagai berikut:

Apakah pendidikan moral diartikan dengan pendidikan tentang

moral, atau apakah dimaksudkan agar manusia belajar menjadi manusia

yang bermoral?62

61
Ibid., 98.
62
Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan: Menggagas
Platform Pendidikan Budi Pekerti secara Kontekstual dan Futuristik, (Jakarta: Bumi Aksara,
2007), 21.
47

Pernyataan tentang pendidikan moral yang terus diperdebatkan

para tokoh filsafat etika telah memberikan perhatian terhadap perlunya

pendidikan moral. Sampai saat ini, pendidikan moral masih tetap relevan

untuk dibahas guna memperkuat bangunan moral dalam pranata kehidupan

umat manusia. Pernyataan tersebut akan berpengaruh pada isi dan metode

penyajian pendidikan moral serta dengan sendirinya berpengaruh pula

pada kurikulum sekolah.

Bagi Socrates, pendidikan moral adalah suatu proses rasional63.

Dengan demikian, seseorang melakukan perbuatan buruk karena ia tidak

mengerti tentang kebaikan atau hanya orang yang tidak mengerti akan

melakukan kesalahan.

Adapun Aristoteles menganggap bahwa seseorang tidak cukup

hanya mengetahui masalah moral, tetapi harus pula melakukannya secara

berulang sehingga menjadi kebiasaan. Menurutnya, pendidikan moral itu

seperti halnya seni yang memerlukan 3 bagian, yaitu pembawaan,

kebiasaan, pengetahuan. Pembawaan merupakan potensi diri sebagai dasar

untuk membentuk perilaku yang dapat dilatih untuk melakukan kebaikan.

Kebiasaan merupakan hasil dari potensi yang dilatih melakukan kebaikan

sehingga menjadi karakter. Pengetahuan yang bersifat rasional diperlukan

untuk menentukan mana perbuatan baik atau buruk64.

Abdullah Ulwan mendefinisikan pendidikan akhlak sebagai

keutamaan tingkah laku yang harus dilakukan anak didik yang diusahakan

63
John S. Brubacher, A History of The Problem of Education (New York: Mc Graw Hill, 1947),
220.
64
Ibid., 320-321.
48

dan dibiasakan sejak kecil hingga dewasa. Adapun definisi lain

mengatakan bahwa pendidikan akhlak adalah upaya penanaman,

pengembangan, dan pembentukan akhlak mulia dalam diri anak.

Pendidikan ini tidak harus menjadi pelajaran khusus, akan tetapi menjadi

suatu dimensi dari seluruh usaha pendidikan secara terintegrasi65.

Dengan demikian, beberapa definisi di atas menunjukkan bahwa

akhlak/moral anak dapat ditumbuhkan, dibentuk, dan dikembangkan

melalui proses pendidikan.

Sementara di Indonesia, jika ditelaah berbagai nilai-nilai budaya

yang tercantum dalam Pancasila, UUD 1945, GBHN, dan beragam

Undang-Undang Pendidikan, maka pengertian pendidikan moral di

Indonesia dimaksudkan agar manusia belajar menjadi bermoral yang

tujuannya adalah agar seseorang mampu menyesuaikan diri dengan nilai-

nilai yang berlaku di masyarakat. Oleh karena itu, pada tahap awal, perlu

dilakukan pengondisian moral dan latihan moral untuk pembiasaan.

Namun ada pula paham yang beranggapan bahwa pendidikan

moral adalah pendidikan tentang moral, yang akan mengutamakan

penalaran moral dan pertumbuhan intelegensi. Dalam pendidikan ini,

diterapkan penalaran moral dan konflik kognitif dalam membicarakan

moral sehingga akan melatih siswa dalam melakukan pilihan dan penilaian

moral yang paling tepat.

65
M. Sastrapateja DJ., Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000 (Jakarta: Gramedia, 1993), 3.
49

Akhlak adalah nilai-nilai hidup manusia yang sungguh-sungguh

dilaksanakan bukan karena sekadar kebiasaan, tetapi berdasar pemahaman

dan kesadaran diri untuk menjadi baik. Nilai-nilai ini hanya dapat

diperoleh melalui proses yang berjalan sepanjang hidup manusia. Maka

dari penanaman sikap dan nilai hidup dapat diberikan pada pendidikan

formal yang direncanakan dan dirancang secara matang. Upaya tersebut

mencakup penentuan nilai-nilai apa saja yang akan diperkenalkan, metode

dan kegiatan apa saja yang dapat digunakan untuk menanamkan nilai-nilai

tersebut. Dan hal ini harus dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan

perkembangan kejiwaan anak.

2. Materi Pendidikan Akhlak

Pemahaman mengenai arti pendidikan moral akan ikut menentukan

isi pendidikan. Bagi pengikut paham yang mengartikan pendidikan moral

untuk menjadikan seseorang bermoral, maka isi pendidikan merupakan

pilihan yang paling tepat untuk mengantarkan seseorang hidup

bermasyarakat. Bahan pendidikan yang diperkirakan tidak sesuai dengan

tujuan moral, atau yang sifatnya tabu, bersinggungan dengan masalah

SARA, tidak akan dimasukkan dalam kurikulum.

Bagi paham yang beranggapan bahwa pendidikan moral sebagai

pendidikan tentang moral, penyusunan isi pelajaran hampir tidak ada

pembatasan. Bahan pelajaran bisa diambil dari berbagai cabang ilmu

pengetahuan dan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari. Isi pelajaran


50

lebih banyak menekankan aspek kognitif sehingga pada akhirnya akan

mengembangkan moral kognitif. Namun, penyusunan bahan seperti ini

bisa mengakibatkan transfer negatif yang menimbulkan pilihan sikap yang

negatif pula bagi siswa. Hal ini bisa terjadi jika guru kekurangan bahan

dan pengetahuan dalam membahas suatu topik yang problematis.

Menurut Abdullah Ulwan, pendidik, terutama orangtua,

mempunyai tanggung jawab untuk mendidik anak sejak kecil, diantaranya

dalam beberapa hal, yaitu jujur, amanah, istiqomah, mengutamakan orang

lain, menolong orang-orang yang membutuhkan, menghormati orang yang

lebih tua, memuliakan tamu, berbuat baik kepada tetangga, mencintai

sesama, selalu berkata baik dan menghindari kata-kata kotor, dan

berperasaan lemah lembut, seperti berbuat baik pada anak yatim dan fakir

miskin.66

Jika merujuk pada ayat al-Quran yaitu,

67

" "

Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik

bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

(kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.68

maka pada ayat tersebut menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW

adalah teladan bagi umat manusia maka sesungguhnya materi akhlak

adalah tergambar pada diri beliau yaitu yang tertera secara keseluruhan

66
Abdulla>h Ulwa>n, Tarbiyah al-Awla>d fi> al-Isla>m, Juz 1, (Beirut: Da>r al-Sala>m, 1978),
180.
67
al-Quran, 33 (al-Ahzab): 21.
68
Departemen Agama RI, Al-Hikmah: al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung: CV. Penerbit
Diponegoro, 2005), 420.
51

dalam al-Quran, sebagaimana pernyataan Aisyah R.A., istri Rasulullah

SAW yang ditanya tentang bagaimana akhlak beliau, ia mengatakan

ka>na khuluquhu> al-Qura>n (akhlak beliau adalah al-Quran). Maka

menjadi kewajiban pendidik untuk mengkaji secara mendalam isi al-

Quran untuk menemukan materi-materi akhlak pada diri Rasulullah

SAW, satu-satunya teladan bagi umat manusia. Di samping itu, pendidik

juga dapat menggunakan realitas-realitas di masyarakat sebagai materi

pendidikan akhlak.

3. Metode Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak sangatlah luas cakupannya, sehingga sesuatu

yang tidak mungkin manakala pendidikan akhlak hanya menjadi tanggung

jawab guru. Seluruh kegiatan guru, orang tua, masyarakat, dan negara

diharapkan membantu dalam pencapaian tujuan pendidikan akhlak.

Sekolah sebagai salah satu institusi yang bertanggung jawab

terhadap pendidikan akhlak, dianggap berada di barisan terdepan untuk

melaksanakan pendidikan akhlak. Untuk itu, sekolah selalu dituntut untuk

terus mengembangkan dan memperbaiki upaya pendidikan akhlak,

terutama dari segi materi dan metode pembelajarannya agar dapat

menghasilkan output siswa yang berkualitas dan berakhlak mulia

sebagaimana tujuan pendidikan nasional pada umumnya.

Menurut Abdullah Ulwan, metode pendidikan anak yang efektif

adalah mencakup 5 metode yaitu dengan keteladanan, pembiasaan,


52

nasehat, perhatian, dan hukuman. Hal ini senada dengan yang

diungkapkan Muhammad Quthb dalam bukunya Manhaj al-Tarbiyah al-

Isla>miyyah yang ditambahkan dengan metode bercerita dan pemberian

pengalaman.

Keteladanan merupakan metode pendidikan yang dianggap paling

efektif dalam membina akhlak anak dan membentuk kepribadian dan

kemampuan sosialnya. Karena sebaik apapun model pendidikan yang

diberikan, anak tidak akan berperilaku baik jika dia tidak melihat

pendidiknya berperilaku baik pula.69 Pendidik yang dimaksud bukan

hanya terbatas pada guru, tetapi juga mencakup orang tua, keluarga, dan

masyarakat pada umumnya.

Metode lainnya dalam pendidikan anak adalah dengan memberikan

nasehat. Metode ini digunakan sebagai bentuk antisipasi terhadap

perkembangan jiwa anak yang terus berubah dan memiliki kecenderungan

untuk berbuat coba-coba dan melawan nilai-nilai yang ada di

masyarakat.70 Dalam kondisi seperti ini, memberikan keteladanan saja

tidak cukup sehingga harus menyertakan metode nasehat dengan

memperhatikan cara penyampaian dan penggunaan kalimat yang sesuai.

Jika keteladanan dan nasehat tidak berpengaruh pada anak, maka

dapat digunakan metode pemberian hukuman, meskipun ini bukanlah

metode yang banyak dianjurkan dalam pendidikan anak serta tidak dapat

69
Abdulla>h Ulwa>n, Tarbiyah al-Awla>d fi> al-Isla>m, Juz 2, (Beirut: Da>r al-Sala>m, 1979),
633.
70
Muh}ammad Qut}b, Manhaj al-Tarbiyah al-Isla>miyyah, juz 1, (Kairo: Da>r al-Shuru>q,
1993), 187.
53

diterapkan pada setiap anak.71 Sebelum pendidik memutuskan untuk

memberikan hukuman, pendidik harus mendahulukan memberikan nasehat

dan mengajak anak berbuat baik dengan penuh kesabaran. Sehingga

pemberian hukuman benar-benar menjadi cara terakhir untuk mendidik

anak.

Pendidikan anak juga dapat diberikan melalui metode bercerita.

Hal ini mengingat pada jiwa anak terdapat kecenderungan untuk menyukai

cerita. Di samping itu, cerita juga dapat memberikan pengaruh yang

tertanam dalam hati. Materi cerita yang disampaikan berupa cerita sejarah

yang menyebutkan secara detail tempat, pelaku, dan kejadiannya, seperti

sejarah Nabi Muhammad SAW, sebagai teladan utama bagi manusia, serta

cerita sahabat dan tokoh yang dapat diambil pelajaran darinya. Cerita juga

bisa berasal dari kisah nyata dalam kehidupan manusia, atau cerita drama

fiktif yang mempunyai nilai positif bagi pendidikan anak.

Metode lain dalam pendidikan anak adalah dengan pemberian

pengalaman kepada anak. Metode ini diterapkan ketika anak secara nyata

mengalami permasalahan yang mengharuskannya menentukan tindakan.

Maka ketika anak mengambil tindakan yang benar ataupun salah, pendidik

harus menjelaskannya kepada anak tentang tindakannya tersebut. Hal ini

dapat dilakukan dengan memberikan teguran kepada anak jika ia salah,

dan memberikan pujian jika ia benar.

71
Ibid., 190.
54

Al-Ghazali secara spesifik mengungkapkan bahwa metode

pendidikan akhlak adalah melalui metode takhalluq, yaitu membebani diri

dengan perbuatan-perbuatan yang mengarah pada akhlak yang diinginkan.

Contoh yang diajukannya adalah jika seseorang ingin berakhlak dermawan

maka ia harus dibebani untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang

berkaitan dengan hal tersebut, seperti mengorbankan hartanya, sampai

perbuatan itu tertanam dalam dirinya. Metode takhalluq ini akan

membentuk hubungan yang erat antara hati dan anggota tubuh.72

Metode takhalluq ini dapat juga dikatakan sebagai metode

pembiasaan. Dengan melakukan suatu perbuatan secara berulang-ulang

maka perbuatan tersebut akan tertanam dalam hati. Hal ini dikarenakan,

akan terjadi ikatan yang erat antara anggota badan dan hati ketika

melakukan perbuatan secara berulang-ulang.

Metode-metode tersebut dapat diterapkan di sekolah dengan

pertimbangan yang dibuat oleh guru sesuai kondisi anak didik. Tanggung

jawab pendidikan akhlak tidak hanya dibebankan kepada guru agama saja,

melainkan menjadi tanggung jawab seluruh guru dan pihak yang terlibat

dalam pendidikan pada umumnya.

Dalam implementasinya, guru bidang studi dapat mengaitkan

masalah bidang studinya dengan pendidikan akhlak. Demikian pula kepala

sekolah dan orang tua dapat berbuat sesuatu dalam kaitannya dengan

masalah akhlak, walaupun masalah lingkungan masyarakat, seperti

Zaki> Muba>rak, al-Akhla>q Inda al-Ghaza>li>, (Beirut: Manshu>ra>tu al-Maktabah al-


72

As}riyyah, t.t.), 116.


55

keadilan, kemakmuran, keamanan, kesetiakawanan sosial, dan lain

sebagainya akan mempengaruhi penentuan sikap dan pertimbangan moral

seseorang. Dengan perkataan lain, keberhasilan pendidikan akhlak adalah

tanggung jawab kolektif semua unsur masyarakat.73

Dalam rangka meningkatkan keberhasilan peserta didik untuk

membentuk mental, moral, spiritual, personal, dan sosial, maka penerapan

pendidikan budi pekerti dapat digunakan berbagai pendekatan, yaitu,

pertama, pendekatan penanaman nilai. Pendekatan ini mengusahakan agar

peserta didik mengenal dan menerima nilai sebagai milik mereka dan

bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan:

mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, menerapkan

nilai sesuai dengan keyakinan diri. Cara yang digunakan dalam

pendekatan ini antara lain keteladanan, penguatan positif dan negatif,

simulasi dan bermain peran.74

Kedua, pendekatan perkembangan moral kognitif. Pendekatan ini

menekankan pada berbagai tingkatan dari pemikiran moral. Guru dapat

mengarahkan anak dalam menerapkan proses pemikiran moral melalui

diskusi masalah moral sehingga peserta didik dapat membuat keputusan

tentang pendapat moralnya. Cara yang dapat digunakan dalam pendekatan

ini adalah diskusi kelompok dengan topik dilema moral, baik yang faktual

maupun yang abstrak (hipotetikal).

73
Nurul Zuriah, Pendidikan Moral, 25.
74
Ibid., Pendidikan Moral, 75.
56

Ketiga, pendekatan analisis nilai, yaitu dengan menekankan agar

peserta didik dapat menggunakan kemampuan berpikir logis dan ilmiah

dalam menganalisis masalah sosial yang berhubungan dengan nilai

tertentu. Cara yang dapat digunakan dalam pendekatan ini, antara lain

diskusi terarah yang menuntut argumentasi, penegasan bukti, penegasan

prinsip, analisis terhadap kasus, debat, dan penelitian.

Keempat, pendekatan klarifikasi nilai. Pendekatan ini bertujuan

untuk menumbuhkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan peserta

didik dalam mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri dan nilai-nilai

orang lain. Selain itu, pendekatan ini juga membantu peserta didik untuk

mampu mengomunikasikan secara jujur dan terbuka tentang nilai-nilai

mereka sendiri kepada orang lain serta mampu menggunakan kemampuan

berpikir rasional dan emosional dalam menilai perasaan, nilai, dan tingkah

laku mereka sendiri. Cara yang dapat digunakan dalam pendekatan ini

antara lain bermain peran, simulasi, analisis mendalam tentang nilai

sendiri, aktivitas yang mengembangkan sensitivitas, kegiatan di luar kelas,

dan diskusi kelompok.75

Kelima, pendekatan pembelajaran berbuat. Pendekatan ini tidak

hanya bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam

menganalisis dan mengidentifikasi nilai mereka dan orang lain, seperti

halnya pendekatan analisis nilai dan pendekatan klarifikasi nilai, tetapi

juga untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam melakukan

75
Ibid., 76.
57

kegiatan sosial serta mendorong untuk melihat diri sendiri sebagai

makhluk yang senantiasa berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat.

Cara yang dapat digunakan adalah melalui kegiatan/proyek sekolah,

hubungan antar pribadi, praktek hidup bermasyarakat dan berorganisasi.


58

BAB III

DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

A. Sejarah Singkat

SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo didirikan pada 1 Agustus 1964 yang

merupakan salah satu lembaga pendidikan di bawah naungan persyarikatan

Muhammadiyah Sidoarjo. Cikal bakal sekolah ini adalah berupa sebuah

Taman Pendidikan Diniyah yang dirintis oleh seorang tokoh Muhammadiyah

di Sidoarjo yaitu Bapak Muhammad Harun. Taman pendidikan ini pada

awalnya hanya menempati bekas gudang yang ditata menjadi sebuah ruangan

kelas untuk kegiatan pembelajaran.

Seiring berjalannya waktu, minat masyarakat terhadap taman

pendidikan Diniyah ini kian meningkat dengan bertambahnya jumlah siswa.

Melihat kondisi tersebut, pengurus Muhammadiyah mempunyai keinginan

yang kuat untuk mengembangkan taman pendidikan tersebut menjadi

Lembaga Pendidikan Sekolah Dasar Muhammadiyah.

Akhirnya untuk merealisasikan keinginan tersebut, pada tahun 1970,

Pimpinan Muhammadiyah Sidoarjo membentuk kepengurusan yang khusus

membidangi pendidikan, yaitu Bagian Pendidikan dan Kebudayaan yang

berada di bawah naungan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Sidoarjo.76

Tujuannya adalah untuk meningkatkan penataan lembaga pendidikan

Muhammadiyah menjadi lebih baik. Setelah itu, dibentuklah Lembaga

76
Saat ini, Bagian Pendidikan dan Kebudayaan telah diubah namanya menjadi Majelis Pendidikan
Dasar dan Menengah.
59

Pendidikan Muhammadiyah yang diberi nama Sekolah Dasar

Muhammadiyah 1 Pucanganom dan menempati tanah wakaf milik H. Anwar

Ridwan beserta gedung yang sebelumnya dipergunakan untuk gedung

pertemuan Majelis Tarjih se-Indonesia.

B. Visi, Misi dan Filosofi Pendidikan

SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo senantiasa mengaktualisasikan dirinya

sebagai lembaga pendidikan Islam. Pendidikan yang dimaksud adalah

pendidikan yang mencakup masalah moral dan sosial yang bersumber pada

al-Quran dan al-Hadith sebagaimana program pendidikan yang diinginkan

dan dicita-citakan K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, yaitu

menanamkan kehidupan Islami pada diri setiap siswa dalam kegiatan sehari-

hari. Dengan landasan filosofis tersebut, SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo

menetapkan visi yaitu melahirkan manusia muslim, berakhlak mulia, cakap,

percaya pada diri sendiri, serta memiliki aqidah Islamiyah istiqomah.

Visi tersebut akan dicapai dengan misi menjadi sekolah alternatif

untuk mendidik generasi muslim alim dalam agama dan ilmu-ilmu dunia,

luas pandangan serta berjuang untuk kemajuan masyarakat. Strategi

pendidikan yang diterapkan untuk mencapai visi misi tersebut adalah:

1. Prinsip pengajaran mencakup moralitas dan sosialitas berlandaskan al-

Quran dan al-Hadith

2. Menanamkan kehidupan Islami dalam kegiatan sehari-hari


60

3. Menumbuhkan kompetensi anak untuk berfikir inovatif, kreatif, tekun,

dan berpendirian kuat

4. Menciptakan pola pendidikan Islam terpadu yang didukung oleh segmen

pendidikan yaitu sekolah, keluarga, dan masyarakat

Seiring dengan semakin tingginya tuntutan masyarakat kepada

sekolah untuk meningkatkan kompetensi anak didik dalam berbagai bidang,

maka sejak tahun 2002, SD Muhammadiyah menerapkan sistem full day

school di mana kegiatan belajar diselenggarakan mulai pukul 07.00 WIB

sampai pukul 15.00 WIB.

C. Keadaan Siswa

Secara kuantitatif, perkembangan siswa SD Muhammadiyah 1

Sidoarjo menunjukkan angka yang positif. Jumlah siswa dari tahun ke tahun

terus mengalami peningkatan. Hal ini bisa dilihat dari data jumlah siswa

dalam kurun 3 tahun terakhir sebagai berikut:

Tabel 3.1 Data Jumlah Siswa SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo


Jumlah Siswa
No Kelas
2006/2007 2007/2008 2008/2009
1. I 193 siswa 209 siswa 196 siswa
2. II 162 siswa 192 siswa 210 siswa
3. III 175 siswa 163 siswa 194 siswa
4. IV 172 siswa 173 siswa 159 siswa
5. V 157 siswa 171 siswa 176 siswa
6. VI 142 siswa 155 siswa 168 siswa
Jumlah 1.001 siswa 1.063 siswa 1.103 siswa
61

Tiap kelas dibagi menjadi 5 rombongan belajar yang berarti tiap

rombongan belajar terdiri dari 30-40 siswa.

Penerimaan murid baru dilakukan melalui mekanisme seleksi

kemampuan calon siswa dengan mengukur potensi, kematangan psikologis

dan mental, serta kepribadian.

D. Keadaan Tenaga Pendidik

Para pendidik di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo adalah guru-guru

terpilih dengan tingkat pendidikan rata-rata adalah sarjana S1 yang telah

diseleksi melalui proses rekruitmen yang bertahap. Adapun data jumlah dan

tingkat pendidikan terakhir guru SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo adalah

sebagai berikut:

Tabel 3.2 Data Jumlah Guru dan Tingkat Pendidikan Terakhir


Tingkat Pendidikan
No Status
SLTA D1 D2 D3 S1 S2 S3

1 Guru tetap 1 1 14 1

2 Guru tidak tetap 4 1 3 38

3 Guru Bantu 1

Jumlah 5 0 2 3 53 1 0

Jumlah Guru 64 orang

Selain sebagai seorang yang profesional di bidangnya, setiap guru

dituntut untuk terus mengembangkan diri sebagai pendidik di sekolah Islam

dengan mengimplementasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari


62

mereka. Sehingga peran seorang guru tidak hanya sebagai orang yang

kompeten dalam mentransformasikan ilmu yang dimilikinya kepada siswa,

tetapi juga berperan sebagai pendidik yang mampu mentransfer nilai-nilai

Islam.

Untuk itulah SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo selalu mengupayakan

peningkatan kompetensi guru melalui berbagai kegiatan, diantaranya

bimbingan dan kajian Islam di awal kegiatan rapat guru yang diselenggarakan

tiap hari Sabtu, simposium, workshop dan seminar yang diadakan oleh

Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah tingkat Cabang sampai Wilayah.

E. Keadaan Sarana Prasarana

SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo menempati lahan milik persyarikatan

Muhammadiyah yang berada di Jl. Raden Patah 91 F, Kelurahan

Pucanganom, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo. Denah lokasi SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo dapat dilihat pada lampiran 2.

SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo menempati tanah seluas 2511 m2. Dari

luasan tersebut dibangun gedung bertingkat dua yang terdiri dari 24 ruang

kelas berukuran 8x7 m, masjid, laboratorium komputer, ruang guru dan tata

usaha, ruang kepala sekolah, perpustakaan, kantin, koperasi, dan kamar

mandi. Sisa tanah seluas 937 m2 dipergunakan sebagai halaman sekolah.


63

F. Struktur Organisasi Sekolah

Struktur organisasi di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo tersusun

sebagaimana dalam Gambar 3.1

Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah


Pimpinan Cabang Muhammadiyah Sidoarjo

Kepala Sekolah

LPPM Majlis Sekolah

Wakil Kepala Sekolah

Litbang KAUR KAUR KAUR Ka. Tata


Humas PAI Sarpras Usaha

Dewan Guru

Gambar 3.1 Struktur Organisasi SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo

G. Kurikulum Sekolah

Kurikulum yang dijadikan pegangan di SD Muhammadiyah 1

Sidoarjo berasal dari 3 sumber, yaitu kurikulum Majelis Pendidikan Dasar

dan Menengah, yaitu bagian dalam Pimpinan Muhammadiyah yang

menangani bidang pendidikan, kurikulum Departemen Pendidikan Nasional

tahun 2006 (KTSP), dan Pengembangan kurikulum dari Singapura, khusus

untuk mata pelajaran Matematika, Bahasa Inggris, dan Sains.

Kurikulum pendidikan akhlak mengacu pada Kurikulum Al-Islam

yang diterbitkan Majelis Dikdasmen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah


64

Jawa Timur Tahun 2005, tanpa memasukkan kurikulum pendidikan agama

Islam dari Departemen Pendidikan Nasional.

H. Kegiatan Pembelajaran

SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo menerapkan sistem full day school,

dimana kegiatan pembelajaran berlangsung dari pukul 07.00 sampai pukul

15.00 WIB pada hari Senin sampai Kamis. Adapun hari Jumat, mulai pukul

07.00-10.40 WIB. Sedangkan pada hari Sabtu mulai pukul 07.00-11.20 WIB,

dilanjutkan dengan kegiatan ekstrakurikuler pada pukul 11.30-13.30 WIB.

Bidang studi yang diajarkan adalah al-Islam yang mencakup Aqidah

Akhlak, Al-Quran Hadith, Fiqh Ibadah, Sejarah Islam, Bahasa Arab, dan

Kemuhammadiyahan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan

Alam atau Sains, Ilmu Pengetahuan Sosial, Olahraga, Art, Bahasa Inggris,

Komputer, Bahasa Daerah, dan Tilawah atau Membaca Al-Quran.

I. Kegiatan Penunjang

Untuk mendukung kegiatan pembelajaran agar siswa dapat

memperdalam pemahamannya tentang bidang studi tertentu serta untuk

memfasilitasi siswa dalam mengembangkan potensi dirinya, SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo menyediakan berbagai kegiatan pendukung

diantaranya adalah kegiatan ekstrakurikuler, assembly one day in english,

peringatan hari besar Islam dan Nasional, serta selalu aktif berpartisipasi

dalam perlombaan di luar sekolah.


65

Beragam kegiatan ekstrakurikuler yang disediakan di SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo adalah drum band, musik, beladiri Tapak Suci,

kepanduan Hizbul Wathan, seni lukis, dan renang. Bagi siswa yang

mempunyai minat pada bidang Bahasa Inggris, disediakan kegiatan Assembly

One Day in English. Pada kegiatan yang diadakan setiap hari Jumat di

halaman sekolah ini, setiap siswa diberi kesempatan untuk menunjukkan

kemampuannya dalam berpidato, menyanyi, bercerita, berdialog, dan lain-lain

dengan menggunakan bahasa Inggris.

J. Prestasi-Prestasi

SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo telah berhasil mengantarkan siswanya

untuk mencapai beragam prestasi dari tingkat Kecamatan sampai tingkat

Nasional pada bidang akademik dan non akademik. Adapun data prestasi

yang pernah diraih siswa SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo disajikan pada

lampiran 1.
66

BAB IV

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

A. Penyajian Data

1. Tujuan Pendidikan

SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo adalah salah satu lembaga

pendidikan yang mengaktualisasikan dirinya sebagai lembaga pendidikan

Islam yang bersumber pada al-Quran dan al-Hadits. Visi yang ditujunya

adalah melahirkan manusia muslim berakhlak mulia, cakap, percaya pada

diri sendiri, serta memiliki aqidah Islamiyah istiqomah.

Dengan visi tersebut, SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo merumuskan

strategi pendidikannya sebagai berikut:

a. Prinsip pengajaran mencakup moralitas, dan sosialitas berdasarkan al-

Quran dan al-Hadits

b. Menanamkan kehidupan Islami dalam kegiatan sehari-hari

c. Menumbuhkan kompetensi anak untuk berpikir inovatif, kreatif, tekun,

dan berpendirian kuat

d. Menciptakan pola pendidikan Islam terpadu yang didukung oleh

segmen pendidikan yaitu sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Melihat pada visi dan strategi pendidikan di SD Muhammadiyah 1

Sidoarjo maka dapat diketahui bahwa tujuan utama pendidikannya adalah

membentuk anak didik yang memiliki akhlak mulia. Tujuan ini


67

direalisasikan melalui usaha memasukkan kurikulum akhlak dalam

struktur kurikulum.

Kurikulum akhlak di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo menggunakan

kurikulum yang berada dalam lingkup kurikulum al-Islam yang disusun

oleh Tim KBK Majlis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Wilayah

Muhammadiyah Jawa Timur tahun 2005. Kurikulum ini merupakan

penyempurnaan dari kurikulum yang diterbitkan oleh Majlis Pendidikan

Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah disesuaikan dengan

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

Kurikulum al-Islam mencakup perwujudan keserasian, keselarasan,

dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri,

sesama manusia, makhluk lainnya maupun lingkungannya yang tertuang

dalam beberapa mata pelajaran yaitu al-Quran dan al-Hadits, Keimanan,

Akhlak, Fiqh Ibadah, dan Sejarah Kebudayaan Islam.

Fungsi kurikulum al-Islam di Sekolah Dasar Muhammadiyah

adalah sebagai berikut:

a. Penanaman, yaitu menanamkan nilai ajaran Islam kepada peserta didik

sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat;

b. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta

didik kepada Allah SWT serta akhlak mulia seoptimal mungkin, yang

telah ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan keluarga;


68

c. Penyesuaian mental, yaitu memberi bekal peserta didik agar dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik dan sosial sesuai dengan

ajaran Islam (melalui Pendidikan Agama Islam);

d. Pencegahan, yaitu mencegah dan menangkal peserta didik dari hal-hal

negatif dari kepercayaan atau paham dan budaya asing yang dapat

membahayakan dan menghambat perkembangan;

e. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan dan

kelemahan-kelemahan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan

meyakini, serta mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupan

sehari-hari;

f. Pengajaran, yaitu memberikan ilmu pengetahuan keagamaan secara

umum, sistem dan fungsionalnya;

g. Penyaluran, yaitu menyalurkan peserta didik yang memiliki bakat

khusus di bidang agama Islam agar dapat berkembang dan bermanfaat

secara optimal, serta untuk mendalami pendidikan agama ke lembaga

pendidikan yang lebih tinggi.

Sedangkan tujuan kurikulum al-Islam di Sekolah Dasar

Muhammadiyah adalah untuk menumbuhkan dan meningkatkan

keimanan, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan,

pengamalan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga

menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan,

ketakwaannya kepada Allah SWT, serta berakhlak mulia yang dibuktikan

dengan gemar membaca al-Quran, berbudi pekerti luhur terhadap diri


69

sendiri, kedua orangtua, guru, sesama manusia dan makhluk lain dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, rajin beribadah serta

dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Di samping tujuan dan strategi pendidikan tersebut, untuk

menekankan pencapaian aspek akhlak dalam diri peserta didik, SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo membuat semboyan Wujudkan 7 K di

Lingkungan Sekolah yaitu Ketaqwaan, Kerindangan, Keindahan,

Keamanan, Ketertiban, Kekeluargaan, Kebersihan. Di mana nilai

Ketaqwaan diposisikan pertama pada semboyan tersebut.

2. Struktur Program dan Materi Kurikulum Pendidikan Akhlak

Kurikulum akhlak di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo menggunakan

kurikulum al-Islam yang disusun oleh Tim KBK Majlis Pendidikan Dasar

dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur tahun

2005. Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari kurikulum yang

diterbitkan oleh Majlis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat

Muhammadiyah yang telah disesuaikan dengan Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK).

Pembelajaran al-Islam di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo

diselenggarakan selama 6 jam seminggu untuk kelas 1 sampai 6 dengan

alokasi waktu tiap jam adalah 35 menit. Adapun materi akhlak diberikan

alokasi waktu 1 jam pelajaran yang digabung dengan materi keimanan.

Perbandingan komposisi alokasi waktu tiap materi al-Islam selengkapnya


70

adalah al-Quran 2 jam, Akhlak dan Keimanan 1 jam, Ibadah 2 jam, dan

Tarikh 1 jam. Struktur kurikulum secara keseluruhan dapat dilihat pada

Tabel 4.1

Materi kurikulum pendidikan akhlak yang diterapkan SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo pada tahun ajaran 2009-2010 disajikan dalam

Tabel 4.2; Tabel 4.3; Tabel 4.4; Tabel 4.5; Tabel 4.6; Tabel 4.7.
71

Tabel 4.1 Struktur Kurikulum SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo Tahun 2009-


2010
Komponen Kelas dan alokasi waktu
I II III IV V VI
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama :
Aqidah Akhlak 1 1 1 1 1 1
Ibadah Syariah/Fiqih 2 2 2 2 2 2
Al-quran Hadits 2 2 2 2 2 2
Tarekh 1 1 1 1 1 1
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 6 6 6 6 6 8
4. Matematika 6 6 6 6 6 8
5. Ilmu Pengetahuan Alam 3 3 5 5 5 5
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 2 2 3 3 3 3
7. Kerajinan Tangan dan Ketrampilan 2 2 2 2 2 2
8. Pendidikan Jasmani 2 2 2 2 2 2
B. Muatan lokal :
1. Bahasa Arab - - 2 2 2 2
2. Kemuhammadiyahan - - 1 1 1 1
3. Bahasa Jawa 2 2 2 2 2 2
4. Bahasa Inggris 2 2 2 2 2 2
5. Komputer - - 1 1 1 1
6. Lab Arab - - 1 1 1 1
7. Lab. Inggris - - 1 1 1 1
8. Math - - 2 2 2 -
9. Science - - 2 2 2 -
C. Pengembangan diri
Total Jam Pelajaran 33 33 46 46 46 46
Remidi dan pengayaan 2 2 2 2
72

Tabel 4.2 Materi Kurikulum Pendidikan Akhlak di SD Muhammadiyah 1


Sidoarjo Kelas I Tahun Ajaran 2009-2010
KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOK

Berperilaku hidup bersih, Siswa dapat: Hidup Bersih


jujur, kasih sayang, 1. Membersihkan badan,
dermawan, dan rajin pakaian, tempat shalat, tempat
tidur, dan tempat belajar
2. Membedakan yang bersih
dengan yang kotor
Siswa dapat: Hidup Jujur
1. Menjelaskan pengertian hidup
jujur
2. Menyebutkan kriteria hidup
jujur
3. Menyebutkan keuntungan
orang yang jujur
4. Menunjukkan sikap jujur
Siswa dapat: Hidup Kasih Sayang
1. Menjelaskan pengertian kasih
sayang
2. Menjelaskan orang-orang
yang harus dikasih sayangi
3. Memperlihatkan sifat kasih
sayang
4. Menyebutkan contoh-contoh
sifat kasih sayang kepada
bapak, ibu, kakak, adik, dan
makhluk hidup lainnya
Siswa dapat: Hidup Dermawan
1. Menjelaskan pengertian hidup
dermawan
2. Menyebutkan keuntungan
orang yang berperilaku
dermawan
3. Menunjukkan perilaku
dermawan
Siswa dapat: Hidup Rajin
1. Menjelaskan pengertian hidup
rajin
2. Menyebutkan keuntungan
orang yang berperilaku rajin
3. Menunjukkan berperilaku
rajin
Terbiasa bertata krama Siswa dapat: Adab Belajar di Rumah
ketika belajar, makan 1. Berdoa sebelum dan sesudah dan di Sekolah
minum, dan sebelum dan belajar
sesudah tidur, berbakti 2. Mengulang pelajaran
terhadap orang tua dan 3. Mengerjakan tugas dari
bekerja sekolah
73

Siswa dapat: Adab Makan dan


1. Membaca basmalah maupun Minum
doa sebelum dan sesudah
makan dan minum
2. Mencuci tangan sebelum dan
sesudah makan
3. Menggunakan tangan kanan
saat makan dan minum
4. Tidak tergesa-gesa, dan tidak
berlebihan ketika makan dan
minum
Siswa dapat: Adab Sebelum dan
1. Membersihkan pakaian dan Sesudah Tidur
tempat tidur
2. Berdoa sebelum dan sesudah
tidur
Siswa dapat: Adab Berbakti
1. Menjelaskan pengertian Terhadap Ayah dan Ibu
berbakti kepada ayah dan ibu
2. Membantu ibu-bapak dalam
kehidupan sehari-hari
3. Menghormat kepada kedua
orang tua
4. Mengikuti perintah dan
larangan orang tua
5. Menunjukkan kesabaran
sewaktu merawat ibu dan
bapak sedang sakit
6. Mendoakan ibu dan ayah baik
sewaktu masih hidup, sewaktu
sakit, maupun setelah
meninggal
Siswa dapat: Adab Bekerja
1. Membaca basmalah setiap
memulai pekerjaan dan
mengakhiri dengan hamdalah
2. Bersungguh-sungguh, jujur,
dan ikhlas dalam mengerjakan
pekerjaan
74

Tabel 4.3 Materi Kurikulum Pendidikan Akhlak di SD Muhammadiyah 1


Sidoarjo Kelas II Tahun Ajaran 2009-2010
KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOK
Tertib ketika mandi dan Siswa dapat: Tertib Ketika Mandi
buang air 1. Menunjukkan beberapa cara dan Buang Air
yang baik ketika mandi,
misalnya meratakan air ke
seluruh badan, menggosok-
gosok badan, hemat
menggunakan air
2. Menggosok gigi sebelum
mandi
3. Mengeringkan badan setelah
mandi
4. Tidak berbicara ketika buang
air
5. Mencuci dengan sempurna
6. Berdoa ketika masuk dan
keluar WC
Terbiasa bertata krama Siswa dapat menunjukkan rasa Adab Bergaul dengan
(beradab) dalam bergaul hormat dalam bergaul dengan Guru
dengan guru, teman guru
sebaya, orang yang lebih Siswa dapat menunjukkan rasa Adab Bergaul dengan
muda, dan dengan orang hormat dalam bergaul dengan Teman Sebaya
yang lebih tua teman sebaya
Siswa dapat menunjukkan rasa Adab Bergaul dengan
hormat dalam bergaul dengan Orang yang Lebih
orang yang lebih muda Muda
Siswa dapat menunjukkan rasa Adab Bergaul dengan
hormat dalam bergaul dengan Orang yang Lebih Tua
orang yang lebih tua
Terbiasa berperilaku Siswa dapat: Berperilaku Rendah
rendah hati dan sederhana 1. Menunjukkan sikap rendah Hati
hati
2. Menyebutkan keuntungan
orang yang mempunyai sifat
yang rendah hati
Siswa dapat: Berperilaku Sederhana
1. Mencontohkan keuntungan
orang yang mempunyai sifat
sederhana
2. Menunjukkan sifat sederhana
Terbiasa berperilaku Siswa dapat menunjukkan sikap Rajin
rajin, tertib/disiplin/ rajin dalam melaksanakan setiap
menghargai waktu, sopan tugas dan aktivitas
berbicara, jujur/amanah, Siswa dapat menunjukkan Tertib/Disiplin/
menepati janji, serta kebiasaan tertib, berdisiplin, dan Menghargai waktu
bersikap adil menghargai waktu dalam
melaksanakan setiap tugas dan
aktivitas
75

Siswa dapat menunjukkan sikap Sopan Berbicara


sopan dalam berbicara dengan
teman, orang yang lebih tua,
muda
Siswa dapat menunjukkan sikap Jujur/Amanah
jujur/amanah dalam
melaksanakan berbagai tugas dan
aktivitas kehidupan
Siswa dapat menunjukkan sikap Menepati Janji
suka menepati janji
Siswa dapat menunjukkan sikap Adil
adil dalam mengambil keputusan
Siswa dapat menyebutkan Pelbagai Keuntungan
pelbagai keuntungan bagi orang bagi orang yang rajin,
yang rajin, tertib/disiplin/ tertib/disiplin/
menghargai waktu, sopan menghargai waktu,
berbicara, jujur/amanah, menepati sopan berbicara,
janji, serta bersikap adil jujur/amanah, menepati
janji, serta bersikap adil
Beradab dalam menerima Siswa dapat menunjukkan sikap Adab Sewaktu
ketentuan Allah SWT bersyukur sewaktu menerima Menerima Karunia
sewaktu menerima karunia dari Allah SWT
karunia, terhindar dari Siswa dapat menunjukkan sikap Adab sewaktu
musibah, dan sewaktu bersyukur sewaktu terhindar dari Terhindar dari Musibah
mendapat musibah musibah dari Allah SWT
Siswa dapat menunjukkan sikap Adab Sewaktu
sabar ketika mendapat musibah Mendapat Musibah
dari Allah
Siswa dapat menyebutkan hikmah Hikmah Musibah
musibah dari Allah SWT
Terbiasa menuntut ilmu Siswa dapat: Pentingnya, Peranan,
1. Menunjukkan pentingnya dan Adab Menuntut
mengisi waktu dengan Ilmu
menuntut ilmu
2. Menunjukkan peranan ilmu
dalam kehidupan manusia
3. Menunjukkan adab dalam
menuntut ilmu
4. Menunjukkan gairah dalam
menuntut ilmu
76

Tabel 4.4 Materi Kurikulum Pendidikan Akhlak di SD Muhammadiyah 1


Sidoarjo Kelas III Tahun Ajaran 2009-2010
KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOK
Berperilaku dan bersikap Siswa dapat: Sikap Percaya Diri dan
percaya diri, tekun, dan 1. Menunjukkan sikap percaya Keuntungannya
tidak boros diri
2. Menyebutkan keuntungan
orang yang percaya diri
Siswa dapat: Tekun dan Doa dalam
1. Menunjukkan sikap tekun Belajar
dalam belajar
2. Menyebutkan keuntungan
orang yang bersikap tekun
3. Membaca doa sebelum dan
sesudah belajar
Siswa dapat: Keuntungan Hidup
1. Menyebutkan keuntungan Hemat dan Kerugian
orang yang hemat Hidup Boros
2. Menunjukkan kerugian orang
yang boros
Terbiasa bertata krama Siswa dapat: Tata cara dan Doa
sewaktu masuk dan 1. Menunjukkan tata cara Sewaktu Masuk, Berada
keluar masjid, masuk dan sewaktu masuk, di dalam, dan di dalam, dan Keluar
keluar rumah, ketika keluar masjid Masjid
masuk dan keluar kamar 2. Menunjukkan hafal doa
mandi masuk dan keluar masjid
3. Mengartikan doa masuk dan
keluar masjid
4. Terbiasa bertata krama
sewaktu masuk, berada di
dalam, dan keluar masjid
Siswa dapat: Tata cara dan Doa
1. Menunjukkan tata cara Sewaktu Masuk, Berada
sewaktu masuk, di dalam, dan di dalam, dan Keluar
keluar rumah Rumah
2. Menunjukkan hafal doa
masuk dan keluar rumah
3. Mengartikan doa masuk dan
keluar rumah
4. Terbiasa bertata krama
sewaktu masuk, berada di
dalam, dan keluar rumah
Siswa dapat: Tata cara dan Doa
1. Menunjukkan tata cara Sewaktu Masuk, Berada
sewaktu masuk, di dalam, dan di dalam, dan Keluar
keluar kamar kecil Kamar Kacil
2. Menunjukkan hafal doa
masuk dan keluar kamar kecil
3. Mengartikan doa masuk dan
keluar kamar kecil
77

4. Terbiasa bertata krama


sewaktu masuk, berada di
dalam, dan keluar kamar kecil
Terbiasa bertata krama Siswa dapat: Adab Bertetangga
dan silaturrahim dengan 1. Menyebutkan tatacara Muslim dan Non
tetangga muslim dan non bertetangga dengan sesama Muslim, Silaturrahim,
muslim, bertamu, dan muslim menurut ajaran Islam dan Hikmahnya
menerima tamu 2. Menyebutkan tatacara
bertetangga dengan non
muslim menurut ajaran Islam
3. Menunjukkan kebiasaan
bersilaturrahim dengan
tetangga muslim dan non
muslim sesuai ajaran Islam
4. Menyebutkan hikmah
silaturrahim dengan tetangga
muslim dan non muslim
Siswa dapat: Adab Bertamu dan
1. Menyebutkan tatacara bertamu Menerima Tamu
dan menerima tamu menurut
ajaran Islam
2. Menunjukkan perilaku
bertamu dan menerima tamu
sesuai ajaran Islam
Terbiasa berperilaku Siswa dapat: Tatacara Berpakaian
dengan sifat-sifat terpuji 1. Menunjukkan tatacara dan Bepergian
sewaktu berpakaian dan berpakaian bagi laki-laki dan
bepergian perempuan sesuai ajaran Islam
2. Membedakan berpakaian yang
sesuai dengan ajaran Islam
dan tidak
3. Menunjukkan kebiasaan
berpakaian sesuai dengan
ajaran Islam
4. Menunjukkan hafal doa
mengenakan pakaian
5. Menunjukkan hafal doa
bepergian
6. Menunjukkan perilaku
terbiasa berpakaian sesuai
ajaran Islam baik sewaktu
berada di rumah maupun di
luar rumah (bepergian,
bekerja, dll)
7. Menyebutkan hikmah
berpakaian sesuai dengan
ajaran Islam baik di rumah
maupun di luar rumah
78

Tabel 4.5 Materi Kurikulum Pendidikan Akhlak di SD Muhammadiyah 1


Sidoarjo Kelas IV Tahun Ajaran 2009-2010
KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOK
Terbiasa berperilaku Siswa dapat: Sifat-sifat terpuji;
dengan sifat-sifat terpuji; 1. Menyadari pemaaf merupakan pemaaf dan
pemaaf terhadap sesama, perintah Allah SWT bersemangat
dan bersemangat dalam 2. Menyadari bersemangat
melakukan berbagai merupakan perintah Allah
aktivitas kehidupan SWT
3. Menjelaskan keutamaan orang
yang suka pemaaf terhadap
sesama
4. Menjelaskan keuntungan
orang yang terbiasa
bersemangat dalam melakukan
berbagai aktivitas kehidupan
5. Menunjukkan sikap pemaaf
terhadap sesama
6. Menunjukkan sikap semangat
dalam melakukan berbagai
aktivitas kehidupan
Terbiasa bersyukur atas Siswa dapat: Bersyukur atas nikmat
nikmat Allah SWT yang 1. Menunjukkan bahwa nikmat Allah SWT, macam-
diterimanya Allah tiada terhingga macam nikmat Allah
2. Menunjukkan dirinya sadar SWT, dan manfaat
bahwa nikmat Allah tiada ciptaan Allah SWT
terhingga
3. Menjelaskan dengan contoh
berbagai macam nikmat Allah
SWT
4. Menjelaskan manfaat ciptaan
Allah SWT baik bagi dirinya
maupun orang lain dan
masyarakat luas
Terbiasa menghindari Siswa dapat: Hasud
hasud, khianat, dan 1. Menjelaskan kriteria hasud
takabbur 2. Mencontohkan kegiatan yang
terkategori hasud
3. Menjelaskan bahaya hasud
baik bagi dirinya maupun
orang lain
4. Membuktikan bahwa hasud
dapat membahayakan dirinya
maupun orang lain
5. Menyadari hasud merupakan
perbuatan yang dilarang oleh
Allah SWT
6. Membuktikan dirinya terbiasa
menghindari perbuatan hasud
dalam kehidupan sehari-hari
79

Siswa dapat: Khianat


1. Menjelaskan kriteria khianat
2. Mencontohkan kegiatan yang
terkategori khianat
3. Menjelaskan bahaya khianat
baik bagi dirinya maupun
orang lain
4. Membuktikan bahwa khianat
dapat membahayakan dirinya
maupun orang lain
5. Menyadari khianat merupakan
perbuatan yang dilarang oleh
Allah SWT
6. Membuktikan dirinya terbiasa
menghindari perbuatan
khianat dalam kehidupan
sehari-hari
Siswa dapat: Takabbur
1. Menjelaskan kriteria takabbur
2. Mencontohkan kegiatan yang
terkategori takabbur
3. Menjelaskan bahaya takabbur
baik bagi dirinya maupun
orang lain
4. Membuktikan bahwa takabbur
dapat membahayakan dirinya
maupun orang lain
5. Menyadari takabbur
merupakan perbuatan yang
dilarang oleh Allah SWT
6. Membuktikan dirinya terbiasa
menghindari perbuatan
takabbur dalam kehidupan
sehari-hari
80

Tabel 4.6 Materi Kurikulum Pendidikan Akhlak di SD Muhammadiyah 1


Sidoarjo Kelas V Tahun Ajaran 2009-2010
KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOK
Terbiasa berperilaku Siswa dapat Hemat
dengan sifat-sifat hemat, 1. Menjelaskan pengertian hemat
dermawan, sabar, dan 2. Menjelaskan keuntungan
suka menolong hidup hemat
3. Menunjukkan terbiasa hidup
hemat
Siswa dapat: Dermawan
1. Menjelaskan pengertian
dermawan
2. Menjelaskan keuntungan
hidup dermawan
3. Menunjukkan terbiasa hidup
dermawan
Siswa dapat: Sabar
1. Menjelaskan pengertian sabar
2. Menjelaskan keuntungan sifat
sabar
3. Menceritakan kesabarab Nabi
Ayyub
4. Meneladani kesabaran Nabi
Ayyub
5. Menunjukkan terbiasa hidup
sabar
Siswa dapat: Suka Menolong
1. Menjelaskan pengertian suka
menolong
2. Menyebutkan macam-macam
pertolongan yang dibenarkan
oleh Islam
3. Menjelaskan keuntungan
hidup suka menolong
4. Menunjukkan contoh-contoh
sikap orang yang suka tolong
menolong seperti menyantuni
orang yang tidak mampu,
meminjamkan buku pelajaran
pada teman, menolong orang
tua di rumah
5. Menunjukkan terbiasa hidup
suka menolong sesama
Terbiasa bersyukur atas Siswa dapat: Syukur atas nikmat
nikmat Allah yang 1. Menjelaskan pengertian Allah yang berkaitan
berkaitan dengan bersyukur atas nikmat Allah dengan kesempurnaan
kesempurnaan manusia, terkait dengan kesempurnaan manusia:
nikmat lingkungan, dan manusia a) Pengertian
nikmat keluarga 2. Menjelaskan alasan kenapa bersyukur atas
manusia harus bersyukur nikmat Allah terkait
81

terhadap nikmat Allah yang dengan


terkait dengan nikmat kesempurnaan
kesempurnaan manusia manusia
3. Menyebutkan keuntungan b) Alasan bersyukur
bersyukur atas nikmat Allah atas nikmat Allah
yang berkaitan dengan terkait dengan
kesempurnaan manusia kesempurnaan
4. Menunjukkan contoh-contoh manusia
cara mensyukuri nikmat Allah c) Keuntungan
yang berkaitan dengan bersyukur atas
kesempurnaan manusia nikmat Allah terkait
5. Menunjukkan kebiasaan dengan
bersyukur atas nikmat Allah kesempurnaan
terkait dengan kesempurnaan manusia
manusia d) Contoh-contoh
bersyukur atas
nikmat Allah terkait
dengan
kesempurnaan
manusia
Siswa dapat: Syukur atas nikmat
1. Menjelaskan pengertian Allah yang berkaitan
bersyukur atas nikmat Allah dengan lingkungan:
terkait dengan lingkungan a) Pengertian
2. Menjelaskan alasan kenapa bersyukur atas
manusia harus bersyukur nikmat Allah terkait
terhadap nikmat Allah yang dengan lingkungan
terkait dengan nikmat b) Alasan bersyukur
lingkungan atas nikmat Allah
3. Menyebutkan keuntungan terkait dengan
bersyukur atas nikmat Allah lingkungan
yang berkaitan dengan c) Keuntungan
lingkungan bersyukur atas
4. Menunjukkan contoh-contoh nikmat Allah terkait
cara mensyukuri nikmat Allah dengan lingkungan
yang berkaitan dengan d) Contoh-contoh
lingkungan bersyukur atas
5. Menunjukkan kebiasaan nikmat Allah terkait
bersyukur atas nikmat Allah dengan lingkungan
terkait dengan lingkungan
Siswa dapat: Syukur atas nikmat
1. Menjelaskan pengertian Allah yang berkaitan
bersyukur atas nikmat Allah dengankeluarga:
terkait dengan keluarga a) Pengertian
2. Menjelaskan alasan kenapa bersyukur atas
manusia harus bersyukur nikmat Allah terkait
terhadap nikmat Allah yang dengan keluarga
terkait dengan nikmat b) Alasan bersyukur
keluarga atas nikmat Allah
3. Menyebutkan keuntungan terkait dengan
82

bersyukur atas nikmat Allah keluarga


yang berkaitan dengan c) Keuntungan
keluarga bersyukur atas
4. Menunjukkan contoh-contoh nikmat Allah terkait
cara mensyukuri nikmat Allah dengan keluarga
yang berkaitan dengan d) Contoh-contoh
keluarga bersyukur atas
5. Menunjukkan kebiasaan nikmat Allah terkait
bersyukur atas nikmat Allah dengan keluarga
terkait dengan keluarga
Terbiasa menghindari Siswa dapat: Malas
akhlak tercela, yakni 1. Menjelaskan pengertian malas a) Pengertian malas
malas, kikir, boros, tinggi 2. Menjelaskan kenapa manusia b) Alasan manusia
hati, pemarah, dusta, harus menghindari malas harus menghindari
dendam, dan dengki 3. Menyebutkan kerugian malas sikap malas
4. Menunjukkan contoh-contoh c) Kerugian pemalas
orang yang pemalas d) Contoh orang
5. Menunjukkan terbiasa pemalas
menghindari sikap malas
Siswa dapat: Kikir
1. Menjelaskan pengertian kikir a) Pengertian kikir
2. Menjelaskan kenapa manusia b) Alasan manusia
harus menghindari kikir harus menghindari
3. Menyebutkan kerugian kikir sikap kikir
4. Menunjukkan contoh-contoh c) Kerugian kikir
orang yang kikir d) Contoh orang kikir
5. Menunjukkan terbiasa
menghindari sikap kikir
Siswa dapat: Boros
1. Menjelaskan pengertian boros a) Pengertian boros
2. Menjelaskan kenapa manusia b) Alasan manusia
harus menghindari boros harus menghindari
3. Menyebutkan kerugian boros sikap boros
4. Menunjukkan contoh-contoh c) Kerugian pemboros
orang yang pemboros d) Contoh orang boros
5. Menunjukkan terbiasa
menghindari sikap boros
Siswa dapat: Tinggi hati
1. Menjelaskan pengertian tinggi a) Pengertian tinggi
hati hati
2. Menjelaskan kenapa manusia b) Alasan manusia
harus menghindari tinggi hati harus menghindari
3. Menyebutkan kerugian tinggi sikap tinggi hati
hati c) Kerugian tinggi hati
4. Menunjukkan contoh-contoh d) Contoh orang tinggi
orang yang tinggi hati hati
5. Menunjukkan terbiasa
menghindari sikap tinggi hati
Siswa dapat: Marah
1. Menjelaskan pengertian marah a) Pengertian marah
83

2. Menjelaskan kenapa manusia b) Alasan manusia


harus menghindari marah harus menghindari
3. Menyebutkan kerugian marah sikap marah
4. Menunjukkan contoh-contoh c) Kerugian pemarah
orang yang pemarah d) Contoh orang
5. Menunjukkan terbiasa pemarah
menghindari sikap marah
Siswa dapat: Dusta
1. Menjelaskan pengertian dusta a) Pengertian dusta
2. Menjelaskan kenapa manusia b) Alasan manusia
harus menghindari dusta harus menghindari
3. Menyebutkan kerugian dusta sikap dusta
4. Menunjukkan contoh-contoh c) Kerugian pendusta
orang yang pendusta d) Contoh orang
5. Menunjukkan terbiasa pendusta
menghindari sikap pendusta
Siswa dapat: Dendam
1. Menjelaskan pengertian a) Pengertian dendam
dendam b) Alasan manusia
2. Menjelaskan kenapa manusia harus menghindari
harus menghindari dendam sikap dendam
3. Menyebutkan kerugian c) Kerugian
dendam pendendam
4. Menunjukkan contoh-contoh d) Contoh orang
orang yang pendendam pendendam
5. Menunjukkan terbiasa
menghindari sikap pendendam
84

Tabel 4.7 Materi Kurikulum Pendidikan Akhlak di SD Muhammadiyah 1


Sidoarjo Kelas VI Tahun Ajaran 2009-2010
KOMPETENSI DASAR INDIKATOR MATERI POKOK
Terbiasa berperilaku Siswa dapat: Pengertian dan contoh-
tanggung jawab, berkasih 1. Menjelaskan pengertian contoh sikap tanggung
sayang, menghargai tanggung jawab jawab
kesehatan, percaya diri, 2. Menyebutkan contoh-contoh
rela berkurban demi orang yang bertanggung jawab
kebaikan dan kebenaran, 3. Menunjukkan sikap
ramah, dan suka bertanggung jawab, misalnya
berterima kasih mengerjakan sesuatu harus
tepat waktu, ucapan harus
sesuai dengan perbuatan
Siswa dapat: Pengertian dan contoh-
1. Menjelaskan pengertian contoh sikap berkasih
berkasih sayang sayang
2. Menyebutkan contoh-contoh
orang yang berkasih sayang
terhadap sesama, yang lebih
tua maupun yang lebih muda
3. Menunjukkan sikap berkasih
sayang terhadap sesama, yang
lebih tua maupun yang lebih
muda
Siswa dapat: Pengertian dan contoh-
1. Menjelaskan pengertian contoh sikap menghargai
menghargai kesehatan kesehatan
2. Menyebutkaan contoh-contoh
orang yang menghargai
kesehatan
3. Menunjukkan sikap
menghargai kesehatan
Siswa dapat: Pengertian dan contoh sikap
1. Menjelaskan pengertian percaya diri
percaya diri
2. Menyebutkan contoh-contoh
orang yang percaya diri
3. Menunjukkan sikap percaya
diri
Siswa dapat: Pengertian dan contoh-
1. Menjelaskan pengertian rela contoh sikap rela berkurban
berkurban
2. Menyebutkan contoh-contoh
rela berkurban demi kebaikan
dan kebenaran
3. Menunjukkan sikap rela
berkurban demi kebaikan dan
kebenaran
Siswa dapat: Pengertian dan contoh-
1. Menjelaskan pengertian ramah contoh sikap ramah
85

2. Menyebutkan contoh-contoh
orang yang ramah
3. Menunjukkan sikap ramah
terhadap sesama, lebih muda
maupun lebih tua
Siswa dapat: Pengertian dan contoh sikap
1. Menjelaskan pengertian berterima kasih
berterima kasih
2. Menyebutkan contoh-contoh
orang yang berterima kasih
3. Menunjukkan sikap berterima
kasih atas pertolongan,
pemberian, dan bantuan orang
lain
Senang melakukan Siswa dapat: Pengertian silaturrahim dan
silaturrahim dengan 1. Menjelaskan pengertian ahlul kitab, tatacara dan
sesama muslim dan ahlul silaturrahim contoh bersilaturrahim
kitab, serta mewujudkan 2. Menjelaskan pengertian ahlul dengan sesama muslim
ukhuwah islamiyah, dan kitab maupun ahlul kitab
kerukunan kehidupan 3. Menyebutkan tatacara
beragama bersilaturrahim dengan sesama
muslim dan dengan ahlul kitab
4. Menyebutkan contoh-contoh
silaturrahim yang baik dengan
sesama muslim dan ahlul kitab
5. Menunjukkan sikap suka
bersilaturrahim dengan sesama
muslim dan ahlul kitab
Siswa dapat: Pengertian, syarat, tatacara,
1. Menjelaskan pengertian dan contoh mewujudkan
ukhuwah Islamiyah beragama ukhuwah Islamiyah
2. Menyebutkan syarat
terwujudnya ukhuwah
Islamiyah
3. Menyebutkan tatacara
mewujudkan ukhuwah
Islamiyah
4. Menyebutkan contoh-contoh
mewujudkan ukhuwah
Islamiyah
5. Menunjukkan sikap suka
mewujudkan ukhuwah
Islamiyah
Siswa dapat: Pengertan, syarat, tatacara,
1. Menjelaskan pengertian dan contoh mewujudkan
kerukunan kehidupan kerukunan kehidupan
beragama beragama
2. Menyebutkan syarat
terwujudnya kerukunan
kehidupan beragama
86

3. Menyebutkan tatacara
mewujudkan kerukunan
kehidupan beragama
4. Menyebutkan contoh-contoh
mewujudkan kerukunan
kehidupan beragama
5. Menunjukkan sikap suka
mewujudkan kerukunan
kehidupan beragama
Terbiasa menghindari Siswa dapat: Pengertian dan alasan
acuh tak acuh, zalim dan 1. Menjelaskan pengertian acuh menghindari sikap acuh tak
merusak tak acuh acuh
2. Menjelaskan alasan acuh tak
acuh harus dihindari
3. Menunjukkan terbiasa
menghindari sikap acuh tak
acuh
Siswa dapat: Pengertian, kriteria dan
1. Menjelaskan pengertian zalim alasan menghindari
2. Menjelaskan kriteria perbuatan zalim
perbuatan zalim
3. Menjelaskan alasan perbuatan
zalim harus dihindari
4. Menunjukkan terbiasa
menghindari perbuatan zalim
Siswa dapat: Pengertian, kriteria dan
1. Menjelaskan pengertian alasan menghindari sikap
merusak suka merusak
2. Menjelaskan kriteria
perbuatan merusak
3. Menjelaskan alasan perbuatan
merusak harus dihindari
4. Menunjukkan terbiasa
menghindari sikap suka
merusak
87

3. Strategi dan Proses Pembelajaran Pendidikan Akhlak

Tahap ini merupakan tahap keseluruhan kegiatan proses

pembelajaran yang dialami siswa untuk mencapai target kompetensi yang

dituangkan pada indikator-indikator. Proses ini bertujuan agar anak didik

mampu mengalami, menjalani, dan mengaplikasikan apa yang telah

mereka pelajari dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam proses pembelajaran akhlak digunakan pendekatan

integrated study, active learning, dan pendekatan individual.

Metode integrated study dimaksudkan bahwa dalam pembelajaran

akhlak, guru tidak hanya menyampaikan materi yang tertulis pada

kurikulum saja, akan tetapi menghubungkannya dengan materi lain yang

dapat menambah pengkayaan kemampuan anak didik. Di samping itu

ditekankan pula aspek-aspek yang mengarah pada pembentukan

kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hal ini meliputi:

a. Aspek keimanan, yaitu memberikan peluang kepada anak didik untuk

mengembangkan pemahaman adanya Allah sebagai sumber kehidupan

makhluk sejagat ini;

b. Pengamalan, yaitu memberikan kesempatan kepada anak didik untuk

mempraktekkan pendidikan akhlak dalam menghadapi tugas dan

masalah kehidupan sehari-hari;

c. Pembiasaan, yaitu mengarahkan anak didik untuk membiasakan sikap

dan prilaku baik yang sesuai dengan ajaran Islam;


88

d. Rasional, yaitu memberikan kesempatan kepada anak didik untuk

memahami dan membedakan perilaku baik dan buruk dalam kehidupan

di masyarakat;

e. Fungsional, yaitu menyajikan kepada anak didik semua manfaat dari

materi pendidikan akhlak dalam kehidupan sehari-hari dalam arti luas;

f. Emosional, yaitu upaya melatih dan menggugah emosi (perasaan) anak

didik dalam menghayati perilaku yang sesuai dengan ajaran agama dan

budaya bangsa;

g. Keteladanan, yaitu menjadikan figur semua guru dan karyawan sekolah

muapun orangtua sebagai teladan dalam berkepribadian Islam.

Metode active learning adalah suatu strategi pembelajaran yang

berbasis student centered yang dimaksudkan untuk mengoptimalkan

penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua

anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan

karakteristik pribadi yang mereka miliki. Penggunaan metode ini

diharapkan dapat memperkuat dan memperlancar stimulus dan respon

anak didik dalam pembelajaran sehingga proses pembelajaran menjadi hal

yang menyenangkan dan tidak membosankan.

Pada penelitian ini penulis mengambil contoh pembelajaran akhlak

di kelas VI.

a. Materi silaturrahim

Metode yang digunakan pada materi ini adalah eksplorasi diri, dan

diskusi. Guru meminta kepada anak didik untuk menuliskan kegiatan


89

mereka selama liburan di buku masing-masing. Guru juga menuliskan

kegiatannya selama liburan di papan tulis dengan memberi tanda pada

kegiatan yang bernilai silaturrahim. Guru kemudian menjelaskan

tentang kegiatan silaturrahim dan meminta kepada anak didik untuk

mengidentifikasi kegiatan yang telah mereka catat yang termasuk dalam

kegiatan silaturrahim. Pada akhir pembelajaran, guru mengajak anak

didik untuk berdiskusi mengenai keuntungan silaturrahim.

b. Materi Ukhuwah Islamiyah

Strategi pembelajaran pada materi Ukhuwah Islamiyah adalah

dengan memainkan game yaitu siswa diajak memperagakan permainan

gendong dengan tangan di depan kelas. Dari pengamatan siswa

terhadap permainan tersebut, siswa diminta menuliskan kesimpulan dari

game tersebut sesuai dengan pendapatnya sendiri. Setelah itu siswa

diajak bermain bersama-sama sebuah permainan saling pencet hidung.

Siswa mencatat pengalaman yang dirasakannya selama permainan

tersebut. Pada akhir sesi, siswa mendengarkan penjelasan guru

mengenai hikmah keseluruhan permainan sesuai dengan materi

pelajaran. Kemudian guru memberikan tugas kepada siswa untuk

menghafal dalil Ukhuwah Islamiyah yaitu:

77
"
"

77
al-Quran, 49 (al-Hujurat): 10.
90

c. Menghindari sikap acuh tak acuh, dzalim, dan merusak

Materi-materi ini disampaikan dengan metode sosio drama, yaitu

guru memainkan sebuah drama yang menggambarkan sikap acuh tak

acuh, dzalim, dan merusak untuk membangkitkan reaksi siswa terhadap

perilaku guru seperti itu. Misalnya, pada materi Menghindari sikap

acuh tak acuh, guru melakukan tindakan yang akan menimbulkan

reaksi siswa, tetapi guru tidak menghiraukannya (acuh tak acuh).

Kemudian guru mendiskusikan kejadian tersebut dengan siswa. Setelah

siswa memahami sosio drama tersebut, siswa diminta menyimpulkan

sikap yang dilakukan guru serta memberikan pendapat tentang apa yang

sebaiknya dilakukan guru. Kemudian guru memberikan penjelasan

kepada siswa dengan membaca puku paket.

Sosio drama yang diperankan guru pada materi Menghindari sikap

dzalim yaitu guru meminta kepada petugas piket kelas untuk

membersihkan kelasnya. Setelah itu guru membuat kotor kelas untuk

membuat siswa bereaksi. Dari kejadian tersebut, siswa membuat catatan

dan kesimpulan masing-masing. Kemudian guru mengajak siswa

membahasnya dengan acuan buku paket. Pada akhir sesi, siswa diminta

menghafal hadits yang artinyasebaik-baik manusia adalah yang paling

bermanfaat bagi orang lain.

Sedangkan untuk materi Menghindari sikap merusak

disampaikan dengan metode praktek dan penjelasan. Di awal sesi, guru

mengingatkan kembali siswa dengan slogan bersih pangkal sehat,


91

kebersihan sebagian dari iman. Kemudian guru membagi siswa

menjadi beberapa kelompok dan mengajak siswa membersihkan kelas

dan lingkungan sekitarnya. Setelah kegiatan tersebut, guru menjelaskan

mengenai sikap menjaga lingkungan dan mengajak siswa membaca

buku paket.

Selain metode integrated learning dan active learning, juga

digunakan metode pendekatan individual yang dilakukan oleh guru

terhadap siswa tertentu. Metode ini dilakukan dengan cara memberikan

perhatian berupa pujian atau teguran kepada siswa yang berhasil

menunjukkan perilaku positif atau pun kepada siswa yang dianggap

bersalah dan melakukan sikap tidak terpuji. Metode ini diterapkan agar

siswa langsung mendapatkan respon yang sesuai dari guru tentang segala

tindakannya.

Pendekatan individual ini tidak hanya dilakukan ketika siswa

berada di lingkungan sekolah saja, melainkan juga ketika siswa berada di

rumah dengan cara guru menanyakan melalui telepon, sms, atau media lain

tentang kegiatan siswa, di antaranya ibadah dan perilaku lainnya, baik

kepada siswa ataupun melalui orangtua. Dengan metode ini, siswa secara

tidak langsung akan belajar dari perilaku-perilaku yang ditunjukkannya

sehari-hari.

Pendidikan akhlak tidak hanya disampaikan melalui proses belajar

di dalam kelas, namun juga diimplementasikan dalam aktivitas siswa di

luar kelas. Untuk menunjukkan rasa hormat pada guru, siswa dibiasakan
92

bersalaman dengan guru ketika tiba di sekolah dan pada waktu pulang

sekolah. Saat akan memasuki kelas, siswa akan berbaris di depan kelas

dengan teratur untuk melatih sikap kedisiplinan dan kerapian. Piket kelas

diterapkan untuk melatih kemampuan siswa dalam menjaga kebersihan

serta menumbuhkan tanggung jawab terhadap diri dan lingkungannya.

Serta beberapa aktivitas lain seperti, berdoa sebelum dan setelah belajar,

bersikap jujur ketika terlambat datang di sekolah dengan melaksanakan

konsekuensi berdoa sendiri di depan kelas, dan lain-lain.

Pemilihan strategi pembelajaran dilakukan pada rapat guru yang

diadakan setiap Sabtu. Pada rapat tersebut dibahas evaluasi sekolah selama

seminggu dan rencana kegiatan pada pekan selanjutnya, termasuk

membahas strategi pembelajaran tiap mata pelajaran. Jika dibutuhkan alat

atau sarana untuk proses pembelajaran, maka hal ini akan disiapkan oleh

guru mata pelajaran secara kolektif. Hal ini dilakukan agar terdapat

keseragaman dalam metode pembelajaran antar kelas dan mata pelajaran

yang sama.

Buku acuan pendidikan akhlak yang dipakai di SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo adalah buku mata pelajaran Aqidah Akhlak

yang disusun oleh Tim MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah)

SD/MI Muhammadiyah Sidoarjo. Buku yang khusus dipakai untuk SD/MI

Muhammadiyah ini direvisi tiap tahun oleh Tim MKKS sesuai kurikulum

yang diterapkan. Selain itu juga digunakan bahan lain yang relevan untuk

pembelajaran yang dikembangkan oleh tiap guru mata pelajaran.


93

4. Evaluasi Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Akhlak

Evaluasi kurikulum dan pembelajaran diperlukan untuk melihat

sejauh mana keberhasilan pelaksanaan kurikulum yang diimplementasikan

dalam bentuk pembelajaran. Komponen evaluasi harus berhubungan

dengan komponen lainnya, sehingga cara evaluasi ini akan menentukan

tujuan kurikulum, materi kurikulum, bahan serta proses pembelajaran.

Evaluasi terhadap kurikulum pendidikan akhlak di SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo dilakukan dengan berbagai cara yang meliputi

penilaian terhadap kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Jika

diamati dari kegiatan pembelajaran kurikulum akhlak di kelas VI maka

dapat diketahui metode yang digunakan dalam penilaian hasil belajar

siswa. Sebagai contoh, penilaian terhadap sikap siswa dilakukan dengan

memberikan tugas berupa pembuatan catatan siswa tentang kegiatan

selama liburan, penugasan lembar isian, dan pembuatan kesimpulan dari

pengamatan siswa terhadap permainan. Penilaian kognitif didapatkan dari

kemampuan siswa membuat kesimpulan bacaan, hafalan dalil al-Quran

dan Hadits, serta ulangan harian dan ulangan semester yang berupa soal-

soal tertulis. Sedangkan penilaian kemampuan psikomotorik dilakukan

dengan meminta siswa membuat salinan tulisan dalil dan unjuk kerja

membersihkan kelas.

Evaluasi akhir semester atau evaluasi sumatif diselenggarakan

melalui pemberian soal-soal tertulis berupa pilihan ganda, uraian, dan isian

singkat. Hasil evaluasi tersebut disajikan dalam bentuk angka dalam


94

raport. Sedangkan penilaian terhadap sikap siswa dilakukan dengan

pengamatan guru terhadap perilaku siswa sehari-hari mencakup beberapa

aspek, seperti kejujuran, kerapian, kebersihan, tanggungjawab,

kedisiplinan, yang ditampilkan dalam bentuk kategori baik, cukup, atau

kurang.

Penilaian tentang keberhasilan kurikulum didapatkan dari hasil

pengamatan seluruh guru terhadap perkembangan siswa selama di sekolah

serta laporan orangtua ke pihak sekolah yang disampaikan pada

kesempatan rapat dengan orangtua atau pun disampaikan langsung oleh

orangtua sewaktu-waktu. Hal ini memang menuntut kemauan kuat dari

orangtua untuk ikut peduli terhadap kemajuan perkembangan siswa.

5. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Akhlak

a. Dasar Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum pendidikan akhlak di SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo dilakukan setelah adanya evaluasi terhadap

siswa. Evaluasi dilakukan oleh seluruh guru dengan melihat

perkembangan sikap dan prilaku siswa serta dari hasil laporan orangtua

siswa maupun pihak lain yang peduli terhadap perkembangan siswa.

Dari hasil evaluasi tersebut, didapatkan kesimpulan pentingnya

dikembangkan upaya-upaya yang mengarah pada peningkatan aspek

akhlak siswa. Hal ini karena, sebagaimana diungkapkan Kepala

Sekolah bahwa siswa masih cenderung menunjukkan perilaku-perilaku


95

positif hanya ketika berada di lingkungan sekolah saja. Salah satu

upaya yang dilakukan adalah dengan mengembangkan kurikulum

pendidikan akhlak. Hal ini berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu:

Pertama, sebagai sekolah yang berlandaskan nilai-nilai Islam,

adalah menjadi suatu keharusan bagi sekolah untuk menjamin

terciptanya kualitas keimanan siswa yang salah satunya tercermin pada

aspek akhlak. SD Muhammadiyah 1 selama ini dinilai telah banyak

mengantarkan siswa-siswanya meraih prestasi di bidang akademik dan

non akademik. Hal ini dapat dilihat dari berbagai penghargaan yang

didapatkan siswa pada perlombaan dan kejuaraan mulai tingkat

Kabupaten sampai Nasional. Maka akan menjadi suatu ironi jika

keberhasilan ini tidak dibarengi meningkatnya kualitas spiritual siswa,

di antaranya akhlak yang mulia sebagaimana visi yang telah ditetapkan

sekolah. Hal ini akan menjadi bekal yang dibutuhkan siswa ketika ia

masuk dalam lingkungannya dan menghadapi permasalahan yang

serba kompleks di tengah masyarakat.

Kedua, perkembangan iptek yang semakin cepat memaksa anak

untuk berada pada lingkungan yang terus berubah. Tidak hanya

perubahan yang bersifat materi tetapi juga perubahan pola hidup dan

pergeseran nilai di masyarakat. Hal ini membawa dampak yang besar

pada perkembangan anak. Anak akan menjadi sangat terbiasa hidup

dalam era serba teknologi sehingga pola pergaulan pun menjadi

semakin bebas. Masalah-masalah moral yang berkaitan dengan


96

perkembangan iptek ini harus segera disikapi oleh sekolah dengan

meneguhkan benteng keimanan anak agar tidak mudah terseret arus

yang negatif.78

Ketiga, kurikulum pendidikan akhlak yang selama ini

diterapkan dinilai kurang efektif dalam mengembangkan sikap dan

perilaku siswa. Padahal jika dilihat dari isi kurikulum pendidikan

akhlak telah mencakup nilai-nilai yang dibutuhkan siswa dalam

berperilaku antara dirinya dengan Sang Pencipta, manusia, dan

makhluk lainnya. Kelemahan pendidikan akhlak dinilai ada pada

tataran implementasi yang masih lebih banyak menekankan pada

domain kognitif.

Hal ini dikarenakan orientasi pendidikan akhlak seolah-olah

hanya proses untuk mengejar target kurikulum yang telah ditetapkan.

Bagaimana tidak, materi kurikulum yang demikian banyak,

disampaikan dalam waktu 1 jam pelajaran yaitu 35 menit tiap minggu.

Waktu yang demikian pendek hanya cukup untuk menyampaikan

materi tanpa ada kesempatan bagi guru untuk mengajak dan memantau

siswa membiasakan diri mengimplementasikan materi yang diajarkan.

Di samping itu, materi yang diberikan serta evaluasi yang

dilakukan masih lebih banyak menekankan pada teori sehingga metode

evaluasi pun melalui pemberian soal-soal.79 Hal ini memberikan

kesempatan kepada siswa untuk menghafal sehingga siswa lebih

78
Burhanuddin, Wawancara, Sidoarjo, 12 Juni 2010.
79
Ikhsan, Wawancara, Sidoarjo, 22 April 2010.
97

banyak menggunakan kemampuan kognitifnya dibandingkan

kemampuan afektif dan psikomotoriknya. Sedangkan penilaian

terhadap sikap dan perilaku siswa hanya dilakukan melalui

pengamatan guru yang dilakukan sebatas kemampuan guru mengamati

sejumlah siswa yang diajarnya.

Pertimbangan keempat, yaitu perlunya meningkatkan peran

orangtua dalam mendukung proses pembelajaran anak di luar sekolah.

Selama ini siswa hanya melakukan aktivitas-aktivitas belajar dan

beribadah hanya ketika berada di lingkungan sekolah. Anak masih

menganggap bahwa seluruh aktivitas tersebut adalah kewajiban di

sekolah saja. Hal ini bisa terjadi karena ketika anak berada di luar

sekolah, orangtua kurang mengawasi atau cenderung memberikan

kelonggaran kepada anak dalam segala tindakannya. Sehingga anak

akan beranggapan aktivitas belajar dan beribadah dilakukan karena

takut kepada guru, bukan sebagai tindakan yang harus dilaksanakan

karena kesadaran dan pemahamannya.

Menurut Kepala Sekolah, pengembangan kurikulum

pendidikan akhlak yang berupa kurikulum pembiasaan untuk

menciptakan iklim learning culture bagi siswa, karena selama ini

hanya diterapkan learning habit. Di mana siswa hanya melakukan

proses belajar, melakukan aktivitas ibadah hanya ketika ia berada di

lingkungan sekolah. Ketika anak berada di luar sekolah, ia akan

berhenti melakukannya. Sedangkan dalam learning culture, anak akan


98

dibiasakan untuk melakukan kegiatan dan berperilaku positif di

manapun berada, dan anak akan bertanggung jawab terhadap apa yang

dilakukannya.

b. Proses Pengembangan Kurikulum

Proses pengembangan kurikulum pendidikan akhlak dimulai

dengan melakukan analisis kebutuhan pendidikan akhlak bagi siswa.

Hal ini didapatkan dari hasil evaluasi terhadap kurikulum pendidikan

akhlak yang selama ini diterapkan di SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo.

Dalam pendidikan akhlak, siswa tidak harus dikejar dengan target

terselesaikannya kurikulum selama waktu yang ditentukan. Lebih dari

itu, siswa membutuhkan waktu lebih banyak untuk mempraktekkan

apa yang ada di kurikulum secara berulang-ulang sampai siswa

terbiasa melakukannya.

Analisis kebutuhan siswa terhadap model baru pendidikan

akhlak tersebut disambut positif oleh beberapa guru dengan

memberikan ide dasarnya berupa rancangan pokok-pokok materi yang

akan diberikan kepada siswa dalam format kurikulum baru yaitu

kurikulum pembiasaan. Rancangan materi ini didasarkan pada

pengamatannya terhadap beberapa perilaku siswa yang perlu dibenahi

dan ditingkatkan. Adapun rancangan Kurikulum Pembiasaan yang

akan diterapkan pada tahun ajaran 2010-2011 tersebut tersaji dalam

Tabel 5.
99

Tabel 4.8 Kurikulum Pembiasaan Tahun 2010-2011


STANDAR KOMPETENSI DASAR MATERI POKOK INDIKATOR
KOMPETENSI
1. Menerapkan tertib a. Menjelaskan adab Disiplin diri Siswa dapat:
berdoa, dzikir dan berdoa dan berdzikir Tanggung jawab 1) Menjelaskan adab-adab berdoa dan berdzikir dalam Islam
tertib di masjid. b. Menjelaskan adab 2) Siswa dapat membiasakan diri berdoa dan berdzikir dengan
masuk dan keluar tertib
masjid 3) Menjelaskan adab-adab masuk dan keluar masjid
4) Membiasakan diri tertib ketika masuk dan keluar masjid
5) Membiasakan diri cinta akan masjid (menjaga kebersihan dan
memakmurkan masjid)

2. Menerapkan a. Menjelaskan adab Menghormati Siswa dapat:


senyum dan salam mengucap salam Merawat 1) Menjelaskan salam dalam Islam
dalam kehidupan b. Menjelaskan senyum 2) Menjelaskan hikmah salam
sehari-hari dalam Islam 3) Membiasakan diri mengucap salam ketika bertemu dengan
saudaranya
4) Menjelaskan senyum dalam Islam
5) Menjelaskan hikmah senyum bagi diri dan orang lain
6) Membiasakan diri mengulum senyum pada saudaranya

3. Menerapkan adab Menjelaskan adab Ketekunan Siswa dapat:


dalam menuntut menuntut ilmu Menghormati 1) Menjelaskan adab-adab siswa terhadap guru
ilmu Merawat 2) Menjelaskan adab siswa terhadap sesama siswa
Tanggung jawab 3) Menjelaskan hikmah dalam menuntut ilmu
Keadilan 4) Membiasakan diri untuk hormat dan taat kepada guru
5) Membiasakan diri untuk menghargai dan berbuat baik kepada
sesama siswa
6) Membiasakan diri tekun dalam belajar
4. Menerapkan adab- Menjelaskan adab-adab Menghormati Siswa dapat :
adab dalam dalam berbicara Disiplin diri 1) Menjelaskan sopan santun dalam berbicara dengan orang yang
100

berbicara lebih tua atau muda


2) Membiasakan diri bersikap santun dalam berbicara.
5. Menerapkan Menjelaskan amalan kecil Merawat Siswa dapat :
perilaku mulia berpahala besar Disiplin 1) Menjelaskan hikmah membuang sampah pada tempatnya
Tanggung jawab 2) Menjelaskan hikmah menyingkirkan benda yang menghalangi
Kejujuran dan membahayakan jalan (duri, sampah, batu, dll)
Keberanian 3) Menjelaskan pentingnya mengingatkan teman (amar maruf
nahi munkar)
4) Membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya
5) Membiasakan diri menyingkirkan benda yang menghalangi
dan membahayakan jalan (duri, sampah, batu, dll)
6) Membiasakan diri untuk berani mengingatkan teman dengan
baik

6. Menerapkan adab Menjelaskan adab makan Disiplin diri Siswa dapat :


makan dan minum dan minum Merawat 1) Menjelaskan adab makan dan minum
Menghormati 2) Membiasakan makan dan minum sesuai tuntunan Rasulullah
101

Kurikulum pembiasaan tersebut digolongkan dalam kurikulum

Muatan Lokal. Hal ini dikarenakan kurikulum pembiasaan termasuk

kurikulum yang ditetapkan oleh lokal sekolah saja yang sesuai dengan

keadaan dan kebutuhan SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo. Kurikulum ini

akan diberlakukan bagi seluruh siswa mulai kelas I sampai kelas VI

dengan alokasi waktu 1 jam pelajaran/minggu.

Sesuai dengan namanya, kurikulum pembiasaan ini akan

menekankan proses implementasinya pada upaya membiasakan siswa

untuk berperilaku sebagaimana materi kurikulum yang telah ditetapkan

tanpa meniadakan metode penyampaian materi seperti ceramah,

diskusi, eksplorasi, atau pun melalui cerita untuk memperdalam

pemahaman siswa terhadap materi.

Pada implementasinya, aspek pembiasaan akhlak yang menjadi

target kurikulum ini akan diupayakan melalui mekanisme kontrol

terhadap perilaku siswa dengan menggunakan beberapa strategi.

Strategi yang akan diimplementasikan tidak hanya terbatas pada

perilaku siswa di sekolah, namun juga ketika siswa berada di rumah.

Sebagai sekolah yang menerapkan sistem full day school, SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo menetapkan jam sekolah yang lebih

panjang dibandingkan sekolah lain. Setiap hari, siswa menghabiskan

waktu kurang lebih 8 jam di lingkungan sekolah, yang berarti sepertiga

waktu dari 24 jam sehari dimanfaatkan sekolah untuk pendidikan

siswanya. Dalam waktu yang cukup panjang ini lah sekolah berupaya
102

merencanakan dan menyediakan pengalaman belajar dan sarana

parasarana bagi pembiasaan akhlak siswa.

Pembiasaan siswa terhadap perilaku tertib ketika masuk dan

keluar masjid diupayakan ketika siswa melakukan shalat dhuhur

berjamaah di masjid sekolah. Pada saat tersebut, guru akan mengamati

perilaku siswa mulai berangkat ke masjid, ketika berada di dalam

masjid, dan ketika keluar dari masjid. Perilaku siswa yang selama ini

sering terjadi, seperti berlari ketika berangkat ke masjid, bergurau di

dalam masjid, dan kurang peduli terhadap kebersihan masjid

diharapkan dapat berubah sesuai adab yang diajarkan Islam melalui

kurikulum pembiasaan ini.

Materi membiasakan siswa menerapkan senyum dan salam

dilakukan selama siswa menghabiskan waktunya di sekolah.

Pembiasaan perilaku mengucapkan salam dapat diterapkan pada siswa

ketika memasuki ruang kelas, baik pada jam pembelajaran maupun

pada jam istirahat, memasuki ruang guru, dan ketika bertemu guru di

luar kelas. Demikian pula cara ini diterapkan untuk membiasakan

siswa tersenyum dan tidak bersikap acuh tak acuh ketika bertemu

teman, guru, dan orang lain yang dikenalnya.

Dalam upaya menerapkan adab siswa ketika menuntut ilmu,

siswa akan lebih banyak dibiasakan dengan perilaku-perilaku ketika

berada di dalam kelas. Misalnya, membiasakan siswa untuk

memperhatikan penjelasan guru dan tidak berbincang-bincang dengan


103

teman, mentaati perintah guru, seperti mengerjakan tugas yang

diberikan oleh guru, serta menghargai sesama teman ketika berada di

kelas dengan cara tidak membuat kegaduhan di kelas atau mengganggu

teman ketika proses pembelajaran. Pembiasaan perilaku ini akan

diterapkan dan diamati oleh semua guru yang mengajar di tiap kelas.

Upaya membiasakan siswa untuk menerapkan adab santun

dalam berbicara ditekankan pada saat siswa berada di luar kelas. Hal

ini dikarenakan, ketika berada di dalam kelas, interaksi siswa terbatas

dengan guru dan teman sekelasnya. Terlebih ketika berada di dalam

kelas, pada saat pembelajaran, perilaku siswa lebih terkendali dengan

adanya proses pembelajaran. Sedangkan ketika di luar kelas, siswa

akan berinteraksi dengan orang yang lebih beragam, tidak hanya

dengan teman dan guru, tetapi juga dengan karyawan sekolah, serta

adik kelas ataupun kakak kelas.

Selain faktor lamanya waktu yang digunakan siswa di sekolah

dengan berbagai aktivitas mereka yang dijadikan sebagai kontrol

dalam implementasi kurikulum pembiasaan yang akan diterapkan,

faktor tersedianya sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah akan

menjadi faktor yang juga mendukung upaya pembiasaan tersebut. Hal

ini bisa dilihat pada upaya pembiasaan siswa untuk membuang sampah

pada tempatnya dan menyingkirkan benda yang membahayakan jalan

didukung dengan disediakannya tempat sampah di tiap ruangan, baik

ruang kelas, maupun ruang perpustakaan, kantin, dan di halaman


104

sekolah. Adanya tempat sampah yang mudah dijumpai siswa, akan

membantu siswa dalam membiasakan dirinya membuang sampah dan

menyingkirkan benda yang mengganggu jalan pada tempat yang

tersedia.

Upaya membiasakan siswa makan dan minum sesuai tuntutan

Islam dilakukan pada saat siswa berada di luar kelas pada waktu

istirahat. Untuk mendukung upaya tersebut, sekolah menyiapkan

kantin lengkap dengan fasilitas tempat duduk untuk membiasakan

siswa makan dan minum dengan duduk. Selain tempat duduk di kantin,

sekolah juga menyiapkan tempat duduk di halaman sekolah ataupun

beranda kelas yang bersih agar bisa dimanfaatkan siswa untuk duduk.

Untuk mengoptimalkan pelaksanaan kurikulum pembiasaan ini,

sekolah akan melibatkan seluruh guru dalam mengontrol dan menilai

perilaku siswa sesuai aspek-aspek yang ditekankan pada kurikulum.

Upaya ini dilakukan sekolah dengan menginformasikan dan

menyamakan persepsi tiap guru terhadap pelaksanaan kurikulum

pembiasaan. Hasil pengamatan dan penilaian guru akan diinformasikan

secara terkoordinasi kepada wali kelas pada acara rapat rutin guru yang

diadakan setiap Sabtu. Dengan demikian, pemantauan terhadap

perkembangan perilaku siswa dapat dilakukan setiap minggu.

Selain kontrol terhadap perilaku siswa di sekolah, kurikulum

pembiasaan juga menuntut adanya kontrol terhadap perilaku siswa di

luar sekolah. Idealnya, penerapan kurikulum pembiasaan ini menuntut


105

keterlibatan banyak pihak untuk melakukan fungsi kontrol terhadap

perilaku siswa, tidak hanya pihak sekolah, namun juga orang tua dan

seluruh masyarakat. Namun, karena keterbatasan sekolah dalam upaya

kontrol perilaku siswa secara keseluruhan, maka di luar lingkungan

sekolah, pihak sekolah hanya akan melibatkan orang tua.

Strategi yang digunakan sekolah dalam hal ini adalah dengan

membuat instrumen berupa buku check list yang memuat deskripsi

perilaku yang tampak pada siswa selama berada di rumah sesuai

dengan indikator sikap yang telah tertera pada kurikulum pembiasaan.

Sekolah akan meminta orangtua mengisi check list tersebut sesuai

keadaan siswa dan menyerahkannya ke sekolah setiap minggu. Dalam

hal ini, orangtua dituntut bersikap jujur dalam mengisinya agar

diperoleh data yang akurat sebagai informasi bagi guru untuk

memperbaiki perilaku siswa.

Data dan informasi yang diberikan oleh guru dan orangtua akan

dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk mengukur seberapa jauh

penghayatan dan pengamalan siswa terhadap kurikulum pembiasaan

serta seberapa besar keberhasilan pelaksanaan kurikulum tersebut.

Dengan demikian, penilaian tidak dilakukan melalui ujian tes tertulis

sebagaimana diterapkan pada kurikulum lainnya.80

Dimasukkannya kurikulum pembiasaan sebagai kurikulum

baru menyebabkan perubahan struktur kurikulum yaitu kurikulum

80
Tri Oktavia Wahyuningsih, Wawancara, Sidoarjo, 1 Juni 2010.
106

Laboratorium Bahasa Arab dan Inggris yang semula berdiri sendiri

menjadi terintegrasi ke dalam kurikulum Bahasa Arab dan Bahasa

Inggris. Perubahan struktur kurikulum SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo

tahun 2010-2011 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 4.9 Struktur Kurikulum SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo


Tahun 2010-2011
Komponen Kelas dan alokasi waktu
I II III IV V VI
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama :
Aqidah Akhlak 1 1 1 1 1 1
Ibadah Syariah/Fiqih 1 1 2 2 2 2
Al-quran Hadits 1 1 2 2 2 2
Tarekh 1 1 1 1 1 1
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 6 6 6 6 6 8
4. Matematika 6 6 7 7 6 8
5. Ilmu Pengetahuan Alam 2 2 4 4 5 5
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 2 2 3 3 3 3
7. Kerajinan Tangan dan 2 2 2 2 2 2
8. Ketrampilan
Pendidikan Jasmani 2 2 2 2 2 2
B. Muatan lokal :
1. Bahasa Arab - - 2 2 2 2
2. Kemuhammadiyahan - - 1 1 1 1
3. Pembiasaan 1 1 1 1 1 1
4. Bahasa Jawa 2 2 2 2 2 2
5. Bahasa Inggris 2 2 2 2 2 2
6. Math - - 2 2 2 -
7. Science - - 2 2 2 -
C. Pengembangan diri
Total Jam Pelajaran 31 31 45 45 45 45
Remidi dan pengayaan umum 2 2 4 4 4 4
Remidi dan pengayaan al-Islam 4 4 4 4
107

Sampai saat penelitian ini ditulis, SD Muhammadiyah 1

Sidoarjo belum membentuk Tim Pengembang Kurikulum secara resmi.

Rancangan pengembangan kurikulum yang disajikan dalam tulisan ini

disusun oleh Wakil Kepala Sekolah, Ibu Tri Oktavia Wahyuningsih

dan Ibu Zumaroh yang keduanya merupakan guru mata pelajaran Al-

Islam.

Tim pengembang kurikulum dibentuk menjelang pelaksanaan

tahun ajaran baru. Tim ini terdiri dari pimpinan (kepala sekolah dan

wakil sekolah) dan 2 orang guru kelas. Tim bertugas untuk

menetapkan garis-garis besar penyusunan kurikulum untuk kegiatan

pembelajaran setahun ke depan. Dari hasil rumusan tersebut, kemudian

disusun lebih rinci strategi pelaksanaannya secara riil di lapangan oleh

semua guru.81

81
Ikhsan, Wawancara, Sidoarjo, 22 April 2010.
108

B. Analisis Data

SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo, sebagai sekolah yang

mengaktualisasikan dirinya sebagai lembaga pendidikan Islam, maka

relevansinya adalah menjadikan tujuan pendidikannya sesuai dengan tujuan

Pendidikan Islam. Tujuan inilah yang melandasi seluruh sekolah

Muhammadiyah.

Tujuan Pendidikan Islam sendiri adalah merealisasikan manusia

muslim yang beriman, bertakwa, dan berilmu pengetahuan yang mampu

mengabdikan dirinya kepada Sang Khaliq. Rumusan tujuan ini tidak berbeda

dengan rumusan Tujuan Pendidikan Nasional yaitu mengembangkan potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung

jawab.

Dari tujuan-tujuan tersebut, takwa dan akhlak mulia menjadi aspek

yang selalu diperhatikan sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan

pendidikan. Hal ini dipahami bahwa orientasi Pendidikan Islam memiliki

keterkaitan dengan fungsi keberadaan manusia di muka bumi sebagai

khalifah. Dalam fungsi tersebut, manusia diharapkan mampu menjaga

hubungannya dengan Sang Pencipta, sesama manusia, dan dengan alam

sekitarnya.

Bertitik tolak dari tujuan Pendidikan Islam, maka sekolah harus

menentukan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan sebagai alat yang


109

dapat mengantarkan anak didiknya mencapai tujuan tersebut. Selama ini,

dunia pendidikan sering dikritik karena munculnya persoalan moralitas atas

nama pelajar. Mau tidak mau, para pendidik harus terus mengevaluasi pola

pendidikan, terutama pendidikan agama, untuk mengatasi masalah ini. Salah

satu komponen yang perlu ditinjau ulang adalah kurikulum.

Kurikulum pada suatu sekolah merupakan suatu alat atau usaha untuk

mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan sekolah. Karena itu, sekolah

harus selalu melakukan evaluasi terhadap tujuan tersebut apakah telah dicapai

atau belum. Maksudnya, bila tujuan-tujuan yang diinginkan belum tercapai

maka sekolah hendaknya meninjau kembali alat yang digunakan untuk

mencapai tujuan itu, misalnya dengan meninjau kurikulumnya.

Keberadaan kurikulum sebagai organisasi tersusun mempunyai fungsi

sebagai persiapan bagi anak didik. Kurikulum diharapkan mampu

menawarkan program-program pada anak didik yang akan hidup pada

zamannya, dengan latar belakang sosio historis dan kultural yang berbeda

dengan zaman di mana kedua orang tuanya berada.

Kurikulum pendidikan akhlak yang tercakup dalam Kurikulum

Pendidikan Islam, merupakan salah satu kurikulum yang berfungsi

menciptakan anak didik yang berakhlak mulia sebagai salah satu tujuan

pendidikan Islam. Ketika masalah moralitas pelajar semakin menyeruak maka

kurikulum ini perlu dilihat kembali serta dievaluasi bilamana terdapat

kekurangan atau bahkan kesalahan di dalamnya.


110

Para pendidik dan konseptor pendidikan agama sebagai pihak yang

bergumul dengan realitas kehidupan anak didik sehari-hari ditantang untuk

membuat terobosan formulasi pendidikan agama yang efektif. Apa saja

materi yang dibutuhkan, serta metode apa yang digunakan harus dirumuskan

dengan matang agar menjadi bekal bagi anak didik untuk menghadapi realitas

kehidupannya di masyarakat. Para guru tidak boleh terjebak dan terbelenggu

oleh silabus dan kurikulum serta rutinitas pembelajaran yang sudah ada.

Hal ini lah yang coba dilakukan SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo ketika

merasakan bahwa tujuan pendidikannya belum tercapai secara optimal, yaitu

pada masalah akhlak. Beberapa guru menganalisis, mengevaluasi, dan

mengembangkan kurikulum pendidikan akhlak menjadi sebuah formulasi

baru Kurikulum Pembiasaan.

Kurikulum pendidikan akhlak yang selama ini berada dalam

kurikulum Pendidikan Al-Islam, dirasakan masih belum efektif dalam

menciptakan pribadi anak didik yang berakhlak mulia. Hal ini dikarenakan

beberapa alasan, yaitu materi dan metode pembelajaran yang lebih

menekankan pada kemampuan kognitif anak, minimnya jam pelajaran

dibarengi banyaknya target materi yang harus diselesaikan, serta kurangnya

partisipasi orangtua dalam pendidikan anak.

Kurikulum pembiasaan yang akan diterapkan pada tahun ajaran 2010-

2011 diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah tersebut. Terdapat

beberapa aspek yang dapat ditemukan pada kurikulum tersebut yang dianggap

menjadi alternatif pemecahan masalah.


111

Pertama, perubahan orientasi dan fokus pengajaran akhlak yang

semula bersifat subject matter oriented, meskipun mata pelajaran akhlak tetap

diberlakukan, yakni dari yang semula berpusat pada pemberian materi akhlak

dalam arti memahami dan menghafal teori-teori akhlak sesuai kurikulum,

menjadi pembelajaran akhlak yang berorientasi pada pengalaman dan

pembentukan sikap melalui pembiasaan perilaku sesuai dengan Islam.

Kedua, penambahan jam pembelajaran akhlak yang diberikan dalam

rangkaian kurikulum muatan lokal, di luar kurikulum pendidikan akhlak

yang telah ada, yaitu 1 jam pelajaran tiap minggu untuk kurikulum

pembiasaan. Di mana kurikulum ini dirancang untuk mencapai target

pembiasaan perilaku pada siswa, bukan target materi. Demikian pula evaluasi

yang diberikan tanpa soal-soal yang menuntut siswa untuk menghafal materi

pembelajarn, melainkan melalui pengamatan perubahan perilaku oleh guru.

Ketiga, dengan adanya kurikulum pembiasaan ini, orangtua juga ikut

terlibat dalam mensukseskannya dengan cara meningkatkan perhatian, kasih

sayang, bimbingan dan pengawasan yang diberikan oleh kedua orang tua

dirumah.

Bagi orangtua, kurikulum difungsikan sebagai bentuk adanya

partisipasi orangtua dalam membantu usaha sekolah untuk memajukan putra

putrinya. Bantuan yang dimaksud dapat berupa konsultasi dengan pihak

sekolah mengenai masalah yang menyangkut anak mereka. Dengan membaca

dan memahami kurikulum sekolah, orangtua dapat mengetahui pengalaman


112

belajar yang diperlukan anak, sehingga partisipasi orangtua pun tidak kalah

pentingnya dalam menyukseskan proses pembelajaran di sekolah.

Meskipun orangtua telah menyerahkan anaknya kepada sekolah agar

diajarkan ilmu pengetahuan dan dididik menjadi orang yang bermanfaat bagi

pribadinya, orangtua, keluarga, agama, dan masyarakatnya, namun tidak

berarti tanggung jawab kesuksesan anak secara total diserahkan kepada

sekolah atau pendidik. Keberhasilan tersebut merupakan hasil dari sistem

kerjasama berdasarkan fungsi masing-masing. Karenanya, pemahaman

orangtua mengenai kurikulum menjadi hal yang mutlak.

Model pengembangan kurikulum yang dilaksanakan oleh SD

Muhammadiyah 1 Sidoarjo dapat dikategorikan menggunakan pendekatan

pengembangan kurikulum Hilda Taba. Hal ini dilihat dari proses awal

sebelum kurikulum pembiasaan ini dirumuskan yaitu adanya proses diagnosis

kebutuhan siswa. Proses ini dilakukan dengan pengamatan dan evaluasi guru

terhadap perkembangan perilaku anak didik. Dari evaluasi tersebut

disimpulkan adanya kebutuhan untuk memberikan model baru dalam

pembelajaran akhlak guna mencapai tujuan pendidikan.

Informasi yang diperoleh dari proses diagnosis digunakan untuk

menformulasikan pokok-pokok tujuan yang akan dicapai. Proses ini

dilanjutkan dengan pemilihan dan perumusan materi atau isi kurikulum yang

didasarkan pada realitas kebutuhan anak didik, mengorganisasikan

pengalaman belajar, serta menentukan strategi evaluasi. Perumusan


113

pengembangan kurikulum ini dilakukan oleh beberapa guru mata pelajaran al-

Islam yang hasilnya telah disajikan pada data penelitian.

Dilihat dari sumber awal diadakannya pengembangan kurikulum

pembiasaan ini maka dapat dikatakan sebagai the grass roots model, di mana

inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum datang dari guru.

Pengembangan kurikulum model ini hanya dapat terjadi pada sekolah yang

menganut sistem pendidikan desentralisasi. Hal ini bisa dinilai suatu

kelebihan karena guru lah yang dianggap paling tahu kebutuhan anak

didiknya.

Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots mungkin hanya

berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula

dapat digunakan untuk bidang studi sejenis pada sekolah lain. Model

pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi dengan grass rootsnya

memungkinkan terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan sistem

pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia yang mandiri dan

kreatif.82

Sampai penelitian ini ditulis, proses pengembangan kurikulum masih

berada pada tahap organisasi pengalaman belajar dan strategi evaluasi secara

global. Untuk mengoptimalkan tahap selanjutnya, yaitu penentuan deskripsi

perilaku dari tiap indikator dalam kurikulum yang akan digunakan dalam

proses kontrol dan penilaian siswa, SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo akan

membentuk tim khusus pengembangan kurikulum pendidikan akhlak. Untuk

82
Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum, 163.
114

menyelesaikan proses ini sehingga tercipta kurikulum seperti yang

diharapkan maka dibutuhkan anggota tim yang memiliki latar belakang,

kompetensi dan pengalaman yang memadai, serta persepsi yang tidak

berseberangan.

Materi pendidikan akhlak, baik yang tercantum pada kurikulum al-

Islam yang selama ini dipakai maupun kurikulum pembiasan yang baru

dirumuskan, menurut penulis belum memuat materi yang mengantisipasi isu-

isu moral yang terjadi saat ini, seperti pola pergaulan remaja yang semakin

bebas dengan lawan jenis, kemajuan dunia teknologi komunikasi dan

informasi yang memunculkan modus-modus cyber crime baru yang tidak

pernah terbayangkan sebelumnya, perubahan sikap konsumtif dan

materialistis remaja, pengungkapan hak suara atau demonstrasi dengan cara

kekerasan dan anarkis, serta isu-isu lain.

Kurikulum pembiasaan yang telah dirumuskan diharapkan bersifat

fleksibel dan tanggap terhadap isu-isu aktual yang terjadi di lingkungan

siswa. Sehingga materi kurikulum yang telah ditetapkan untuk setahun ke

depan tidak bersifat pasif dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa

yang lebih mendesak atau lebih diprioritaskan. Untuk itu, tim pengembang

kurikulum yang akan dibentuk tidak hanya bekerja pada awal tahun ajaran

saja, melainkan siap setiap saat untuk mengantisipasi perubahan masyarakat

yang kian pesat dan tak terduga.

Selain perlu memperhatikan materi, guru juga dituntut mampu

merancang metode pembelajaran, termasuk menyeleksi alat dan bahan yang


115

akan digunakan dalam pembelajaran secara detail. Baik kurikulum

pendidikan akhlak yang ada dalam kurikulum al-Islam maupun kurikulum

pembiasaan yang akan diterapkan harus disampaikan dengan metode yang

tepat dan efektif. Di antaranya dengan menggunakan beberapa pendekatan,

yaitu:

a. Pendekatan penanaman nilai untuk mengusahakan agar peserta didik

mengenal dan menerima nilai sebagai milik mereka dan bertanggung

jawab atas keputusan yang diambilnya. Cara yang digunakan dalam

pendekatan ini antara lain keteladanan, penguatan positif dan negatif,

simulasi dan bermain peran

b. Pendekatan perkembangan moral kognitif dengan mengarahkan anak

dalam menerapkan proses pemikiran moral melalui diskusi masalah moral

sehingga peserta didik dapat membuat keputusan tentang pendapat

moralnya

c. Pendekatan pembelajaran berbuat. Pendekatan ini tidak hanya bertujuan

untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menganalisis dan

mengidentifikasi nilai mereka dan orang lain, seperti halnya pendekatan

analisis nilai dan pendekatan klarifikasi nilai, tetapi juga untuk

mengembangkan kemampuan mereka dalam melakukan kegiatan sosial

serta mendorong untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk yang

senantiasa berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Cara yang dapat

digunakan adalah melalui kegiatan/proyek sekolah, hubungan antar

pribadi, praktek hidup bermasyarakat dan berorganisasi.


116

Di samping menentukan strategi pembelajaran, penggunaan buku ajar

adalah sesuatu yang dapat membantu anak didik serta tidak dapat dihindarkan

sebagai pedoman guru dalam menyampaikan pembelajaran. Jika buku ajar

tersebut digunakan pula sebagai buku pegangan bagi siswa maka harus

diperhatikan isinya, yaitu mencakup tulisan dan gambar yang ditampilkan di

buku tersebut agar tidak terdapat tulisan yang membuat siswa bingung atau

gambar yang tidak sesuai.

Komponen evaluasi merupakan komponen yang tidak kurang penting

dari komponen-komponen lainnya. Dengan penerapan kurikulum pembiasaan

yang meniadakan metode evaluasi dengan tes tulis yang berupa butir-butir

soal, guru tetap harus menentukan metode evaluasi yang sesuai sehingga data

yang diperoleh dapat dijadikan informasi yang akurat mengenai hasil belajar

siswa.

Jika dalam kurikulum pembiasaan, evaluasi ditekankan pada aspek

sikap dan perilaku siswa maka perlu diadakan perumusan deskripsi perilaku

yang diharapkan sehingga lebih operasional atau spesifik, serta bersifat

obyektif. Dengan penguasaan guru terhadap strategi evaluasi maka

diharapkan proses evaluasi tidak dilakukan dengan pengamatan yang sifatnya

informal saja. Dengan demikian, seluruh komponen yang terlibat dalam

pembelajaran benar-benar diperhatikan secara matang dan detail untuk

mendukung keberhasilan implementasi kurikulum.


117

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pengembangan kurikulum pendidikan akhlak di SD Muhammadiyah 1

Sidoarjo dilakukan dengan beberapa pertimbangan yaitu:

a. Belum tercapainya tujuan sekolah secara optimal yaitu melahirkan

manusia muslim berakhlak mulia, cakap, percaya pada diri sendiri, serta

memiliki aqidah Islamiyah istiqomah;

b. Perkembangan iptek yang semakin cepat memaksa anak untuk berada

pada lingkungan yang terus berubah dan membawa dampak yang besar

pada perkembangan anak sehingga sekolah merasa berkewajiban

membekali anak agar tidak mudah terseret arus yang negatif;

c. Kurikulum pendidikan akhlak yang selama ini diterapkan dinilai kurang

efektif dalam mengembangkan sikap dan perilaku anak karena lebih

banyak menekankan pada domain kognitif;

d. Peran orangtua yang harus ditingkatkan dalam mendukung proses

pembelajaran anak di luar sekolah sehingga siswa melakukan aktivitas-

aktivitas belajar dan beribadah tidak hanya ketika berada di lingkungan

sekolah.

Pengembangan kurikulum pendidikan akhlak di SD Muhammadiyah 1

Sidoarjo digolongkan sebagai the grass roots model, yaitu muncul dari ide

guru berupa format kurikulum baru yaitu kurikulum pembiasaan. Proses


118

pengembangannya sesuai dengan model pengembangan kurikulum Hilda

Taba yaitu diawali dengan melakukan analisis kebutuhan pendidikan

akhlak bagi siswa. Kemudian disusun pokok tujuan, pemilihan materi

yang sesuai dengan kebutuhan siswa, organisasi pengalaman belajar, dan

strategi evaluasi.

2. Muatan materi kurikulum pendidikan akhlak belum menyentuh pada isu

persoalan moralitas pelajar yang aktual dan kompleks.

3. Kurikulum pembiasaan diimplementasikan pada seluruh siswa kelas I

sampai VI dengan materi yang sama. Metode yang digunakan adalah

dengan pembelajaran di kelas dan pembiasaan siswa terhadap perilaku

yang dimaksudkan dalam kurikulum yang dipantau dan dievaluasi melalui

pengamatan guru dan orangtua terhadap perilaku siswa.

B. Saran

1. Kepala Sekolah SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo

a. Untuk membentuk tim pengembang kurikulum secara khusus dan

berkelanjutan agar dapat mengembangkan kurikulum pendidikan

akhlak untuk menyikapi permasalahan yang terjadi di masyarakat.

b. Untuk lebih selektif dalam memilih dan menentukan penggunaan buku

ajar, terutama buku pendidikan akhlak. Penulis menemukan gambar

yang tidak sesuai dengan nilai akhlak pada buku Aqidah Akhlak kelas

VI.
119

c. Untuk meningkatkan partisipasi orangtua dalam membantu proses

pembelajaran siswa di luar sekolah.

2. Dewan Guru

a. Bagi guru mata pelajaran akhlak agar terus berusaha mengembangkan

kurikulum pendidikan akhlak secara mandiri yang sesuai dengan

kebutuhan anak dan perkembangan masyarakat, baik pada segi materi,

alat dan bahan pembelajaran, maupun metode pembelajaran.

b. Bagi guru mata pelajaran kurikulum pembiasaan agar menentukan

strategi evaluasi yang bersifat formal dan obyektif dalam menilai

perubahan perilaku siswa agar dapat digunakan sebagai bahan evaluasi

yang akurat untuk pengembangan kurikulum selanjutnya.

c. Bagi seluruh guru agar mendukung terlaksananya kurikulum

pembiasaan dengan menjadi teladan, ikut mengawasi dan mengingatkan

siswa tentang perilaku yang kurang baik, terutama berkenaan dengan

materi kurikulum pembiasaan.

Anda mungkin juga menyukai