BAB 1
PENDAHULUAN
Sinusitis merupakan penyakit yang sangat lazim diderita di seluruh dunia, hampir menimpa
kebanyakan penduduk Asia. Penderita sinusitis bisa dilihat dari ibu jari bagian atas yang
kempot. Sinusitis dapat menyebabkan seseorang menjadi sangat sensitif terhadap beberapa
bahan, termasuk perubahan cuaca (sejuk), pencemaran alam sekitar, dan jangkitan bakteri.
Gejala yang mungkin terjadi pada sinusitis adalah bersin-bersin terutama di waktu pagi,
rambut rontok, mata sering gatal, kaki pegal-pegal, cepat lelah dan asma. Jika kondisi ini
berkepanjangan akan meimbulkan masalah keputihan bagi perempuan, atau ambeien
(gangguan prostat) bagi laki-laki.
Menurut Lucas seperti yang di kutip Moh. Zaman, etiologi sinusitis sangat kompleks, hanya
25% disebabkan oleh infeksi, sisanya yang 75% disebabkan oleh alergi dan
ketidakseimbangan pada sistim saraf otonom yang menimbulkan perubahan-perubahan pada
mukosa sinus. Suwasono dalam penelitiannya pada 44 penderita sinusitis maksila kronis
mendapatkan 8 di antaranya (18,18%) memberikan tes kulit positif dan kadar IgE total yang
meninggi. Terbanyak pada kelompok umur 21-30 tahun dengan frekuensi antara laki-laki dan
perempuan seimbang. Hasil positif pada tes kulit yang terbanyak adalah debu rumah
(87,75%), tungau (62,50%) dan serpihan kulit manusia (50%).
Sebagian besar kasus sinusitis kronis terjadi pada pasien dengan sinusitis akut yang tidak
respon atau tidak mendapat terapi. Peran bakteri sebagai dalang patogenesis sinusitis kronis
saat ini sebenarnya masih dipertanyakan. Sebaiknya tidak menyepelekan pilek yang terus
menerus karena bisa jadi pilek yang tak kunjung sembuh itu bukan sekadar flu biasa.
Oleh karena faktor alergi merupakan salah satu penyebab timbulnya sinusitis, salah satu cara
untuk mengujinya adalah dengan tes kulit epidermal berupa tes kulit cukit (Prick test, tes
tusuk) di mana tes ini cepat, simpel, tidak menyakitkan, relatif aman dan jarang menimbulkan
reaksi anafilaktik. Uji cukit (tes kulit tusuk) merupakan pemeriksaan yang paling peka untuk
reaksi-reaksi yang diperantarai oleh IgE dan dengan pemeriksaan ini alergen penyebab dapat
ditentukan.
1.2.6 Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada penderita sinusitis?
1.2.10 Bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada penderita sinusitis?
1.3 Tujuan
1.3.6 Dapat memahami pemeriksaan diagnostic yang perlu dilakukan pada penderita
sinusitis.
1.3.10 Dapat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai pada penderita sinusitis.
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami dan membuat asuhan
keperawatan pada klien dengan sinusitis, serta mampu mengimplementasikannya dalam
proses keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena
bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari
yang terbesar yaitu sinus maksila,sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenid kanan dan kiri.
Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang tulang kepala, sehingga terbentuk
rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal.
Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang
dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus
sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian posterosuperior rongga hidung.
Sinus sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.
1. SINUS MAKSILA
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume
6-8 ml,sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran
maksimal,yaitu 15 ml saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila
yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal mkasila,
dinding medialnya ialah dinding dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah
dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus
maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris
melalui infundibulum etmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah 1) dasar sinus
maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar
(M1 danM2), kadang kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3,bahkan akar-akar gigi
tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas
menyebabkan sinusitis; 2) Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita; 3) Ostium
sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase hanya tergantung dari
gerak silia, lagi pula dreanase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum
adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada
daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.
1. SINUS FRONTAL
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus, berasal
dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal
mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia
20 tahun.
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari lainya dan
dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya
mempunyai satu sinus frontal dan kuran lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.
Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2 cm. sinus
fronta biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Taidak adanya gambaran
septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukan adanya infeksi
sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relative tipis dari orbita dan fosa serebri
anterior, sehingga infeksi dari sinus fronta mudah menjalar ke daerah ini.
Sinus frontal berdrenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang
berhubungan dengan infundibulum etmoid.
1. SINUS ETMOID
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini dianggap
paling penting, karena dapat merupakan focus bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa
bentuk sinus etmoid seperti pyramid dengan dasarnya di bagian posterior. Ukuran dari
anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm dibagian anterior dan 1,5 cm
dibagian posterior.
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang
terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak diantar konka media dan
dinding dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus
etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus
etmoid posterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara
di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di
depan lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral (
lamina basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih
sedikit jumlahnya dan terletak diposterior dari lamina basalis.
Dibagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang
berhubungan sinus frontal. Selo etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di daerah etmoid
anterior terdapat suatu penyempitan yang di sebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium
sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan diresesus frontal dapat menyebabkan sinusitis
frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila.
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa. Dinding
lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid
darirongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus
sfenoid.
1. SINUS SFENOID
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid
dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya,
dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml. saat sinus
berkembang, pembuluh darah dan nervus dibagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat
berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indensitasi pada dinding sinus sfenoid.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa,
sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan
a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan disebelah posteriornya berbatasan
dengan fosa serebri posterior didaerah pons.
1. KOMPLEKS OSTIO-MEATAL
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-muara
saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan
sempit, dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang
terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid
anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.
1. SISTEM MUKOSILIAR
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan palut lendir
diatasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju
ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.
Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transport mukosiliar dari sinus. Lendir yang
berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum etmoid dialirkan ke
nasofaring di depan muara tuba Eusthacius. Lendir yang berasal dari kelompok sinus
posterior bergabung diresesus sfenoetmoedalis, dialirkan ke nasofaring di posterior-superior
muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis di dapati secret pasca-nasal (post nasal drip), tetapi
belum tentu ada secret di rongga hidung.
Sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Ada
yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa-apa, karena
terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka.
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain:
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban udara
inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karean ternyata tidak didapati pertukaran udara
yang definitive antara sinus dan rongga hidung.
Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap
kali bernafas, sehingga di butuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus.
Lagi pula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa
hidung.
Sinus membantu keseimbanga kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan tetapi bila
udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya aka memberikan pertambahan berat sebesar
1% dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak bermakna.
Sinus ini mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonasi suara dan mempengaruhi kualitas
suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan
sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif. Lagi pula tidaj ada kolerasi antara resonasi
suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya pada
waktu bersin atau membuang ingus.
Mucus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan dengan
mucus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang masuk dengan
udara inspirasi karena mucus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktik dokter sehari-hari,
bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia.
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau
dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya adalah selesma
(common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi
bakteri.
Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus
paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan maksila,
sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sphenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila
disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah
menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen.
Sinusitis dapat berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intracranial, serta
menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.
1. Sinusitis akut : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3
minggu.
Macam-macam sinusitis akut, yaitu sinusitis maksila akut, sinusitis emtmoidal akut, sinus
frontal akut, dan sinus sphenoid akut.
1. Sinusitis kronis : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3-8
minggu tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
2.3 Etiologi
1. Infeksi virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas
(misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan Parainfluenza virus).
1. Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal tidak
menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika
sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi
virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan
menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
1. Infeksi jamur
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem kekebalan,
contohnya jamur Aspergillus.
Gejala : Sekret kental di hidung dan nasofaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing.
Gejala : Demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari, tetapi berkurang setelah sore hari,
sekret kental dan penciuman berkurang.
Gejala : Nyeri di bola mata, sakit kepala, dan terdapat sekret di nasofaring
Gejala : Flu yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang berbau,selalu terdapat
ingus di tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis,
bronkiektasis, batuk kering, dan sering demam.
2.5 Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi
antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap
kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa
yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium
tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative di dalam ronga sinus yang menyebabkan
terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini biasa dianggap sebagai rinosinusitis non-
bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk
tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Secret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai
rinosinusitis akut bacterial dan memerlukan terapi antibiotic.
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada factor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi
hipoksia dan bacteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan
rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu
hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan
tindakan operasi.
Consensus tahun 2004 membagi menjadi akut dengan batas sampai 4 minggu, subakut antara
4 minggu sampai 3 bulan dan kronik jika lebih dari 3 bulan.
Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan dari sinusitis akut
yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya factor predisposisi harus
dicari dan di obati secara tuntas.
Menurut berbagai penelitian, bacteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah
streptococcus pneumonia (30-50%). Hemopylus influenzae (20-40%) dan moraxella
catarrhalis (4%). Pada anak, M.Catarrhalis lebih banyak di temukan (20%).
Pada sinusitis kronik, factor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada
lebih condong ka rarah bakteri negative gram dan anaerob.
Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan
dan kemerahan di daerah kantus medius.
Pemerikasaan pembantu yang penting adalh foto polos atau CT scan. Foto polos posisi
Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti
sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara, cairan (air fluid
level) atau penebalan mukosa.
CT scan sinus merupakan golg standard diagnosis sinusitis karena mampu manila anatomi
hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secacra keseluruhan dan
perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusistis
kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator
saat melakukan operasi sinus.
Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Pemeriksaan ini sudah jarang digunakan karena sangat terbatas kegunaannya.
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil secret dari
meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotic yang tepat guna. Lebih baik lagi bila
diambil secret yang keluar dari pungsi sinus maksila.
Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui meatus
inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya,
selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.
2.7 Penatalaksanaan
1. Mempercepat penyembuhan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah perubahan menjadi kronik
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehinggan drenase dan ventilasi sinus-
sinus pulih secara alami.
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bacterial, untuk
menghilangkan infeksi dan pembengkakan maukosa serta membuka sumbatan ostium sinus.
Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksilin. Jika diperkirakan kuman
telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksilin-klavulanat
atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotic diberikan selama 10-14 hari
meskipun gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotic yang sesuai
untuk kuman negative gram dan anaerob.
Selain dekongestan oral dan topical, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti
analgetik, mukolitik, teroid oral/topical, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau
pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya
dapat menyebabkan secret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan
antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement therapy juga
merupakan terapi tambahan yang bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien
menderita kelainan alergi yang berat.
2.8 Komplikasi
Komplikais sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotic. Komplikasi
berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan eksaserbasi akut,
berupa komplikasi orbita atau intracranial.
Kelainan orbita disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Yang
paling sering adalah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran
infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah
edema palpebra, selulitis orbita, asbes subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi
thrombosis sinus kavernosus. Kelainan Intrakranial. Dapat berupa meningitis, abses
ekstradural atau subdural, abses otak dan thrombosis sinus kavernosus.
Komplikasi juga dapat terjadi padasinusitis kronis berupa: Osteomielitis dan abses
suberiostal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-
anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.
Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal
disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga menyebabkan
kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan sebalum sinusitisnya disembuhkan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Nama : Tn. M
Umur : 46 tahun
Agama : Islam
Penanggung Jawab
Nama : Ny. P
b. Keluhan Utama
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri kepala dan tenggorokan.
Tuan M datang ke RS tanggal 18 November 2010 dengan keluhan nyeri kepala dan
tenggorokan. Nyeri ini dirasakan sejak 7 hari yang lalu disertai pilek yang sering kambuh dan
ingus yang kental di hidung. Nyeri dirasakan semakin hebat jika pasien menelan makanan
dan menundukkan kepala. Pasien mengalami penurunan berat badan sebanyak 1 kg dari berat
badan sebelumnya. Pasien mengaku pernah mempunyai riwayat penyakit THT sebelumnya.
Setelah melakukan pemeriksaan pasien didiagnosa menderita sinusitis.
g. Keadaan Lingkungan
Pasien bertempat tinggal di lingkungan yang kurang bersih, ventilasi rumah kurang (tidak
adekuat).
3.2 Observasi
1. Suhu : 38C
2. Nadi : 84 /menit
3. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
4. RR : 25 /menit
5. BB : 62 kg
6. Tinggi badan : 170 cm
B1 (breathing): Tidak teratur, suara nafas ronkhi berhubugan dengan adanya secret kental
pada hidung
B2 (blood) : Normal
B4 (bladder) : Normal
B5 (bowel) : Nafsu makan menurun ,porsi makan menurun dan BB turun
Data objektif:
Akumulasi secret
Bersihan jalan
nafas tidak efektif
Ronkhi
Sesak nafas
3. Data subjektif: Inflamasi Gangguan
pemenuhan nutrisi
Pasien mengeluh tidak nafsu kurang dari
makan. kebutuhan
Produksi secret meningkat
Data objektif:
Hidung
tersumbat
Penciuman
terganggu
Tidak bisa
mencium aroma makanan
Tidur tidak
nyenyak
5. Data Subjektif: Infeksi saluran pernafasan atas Hipertermi
Merangsang pengeluaran
mediator kimia
Prostalglandin
Peningkatan
set. point Hipotalamus
Suhu tubuh
meningkat
3.4 Diagnosa
3.5 Intervensi
Tujuan : Nyeri yang dirasakan klien berkurang atau menghilang dalam waktu 1x24
jam.
Kriteria hasil : a) Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau
menghilang
c) Skala nyeri 2
2. Diagnosa : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya secret
yang mengental.
Kriteria hasil :
c) Ronkhi (-)
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien kembali terpenuhi dalam waktu 5x24 jam
Kriteria hasil :
b) Tidak gelisah
Kriteria Hasil:
PENUTUP
4.1 Simpulan
Sinusitis merupakan penyakit inflamasi mukosa sinus paranasal yang sering ditemukan dalam
praktik dokter sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan
tersering di seluruh dunia. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu
sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua sinus
mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung. Infeksi virus ini, dapat dipengaruhi oleh
lingkungan yang berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini
lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia. Dalam Consensus
International tahun 1995 membagi sinusitis hanya akut dengan batas sampai 8 minggu yang
kebanyakan disebabkan oleh streptococcus pneumonia (30-50%) dan kronik yang lebih
disebabkan oleh bakteri gram negative dan anaerob jika lebih dari 8 minggu.
4.2 Saran
Banyak komplikasi yang terjadi pada penderita sinusitis, yakni menyebabkan komplikasi ke
orbita dan intracranial, juga dapat menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit
diobati. Namun komplikasi ini dapat menurun dengan pemberian antibiotic dan dekongestan
sejak dini (awal terjangkitnya sinusitis) untuk mempercepat penyembuhan, mencegah
komplikasi, dan perubahan menjadi kronik.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran
EGC
Soepardi, EA. 2007. Buku Ajar Ilmu Kersehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Jakarta: Gaya Baru