Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konjungtivitis merupakan penyakit mata paling umum di dunia, pada berbagai
ras, usia, jenis kelamin dan strata social. Penyakit konjungtivitis ini merupakan
penyakit mata terbanyak ketiga di dunia setelah penyakit katarak dan glaukoma,
khusus konjungtivitis penyebarannya sangat cepat.1,5 Di Negara maju seperti
Amerika, insidensi konjungitivitis bakteri mencapai 135 per 10.000 penderita.
Sementara itu di Indonesia pada tahun 2014 diketahui dari 185.863 kunjungan ke poli
mata. Konjungtivitis juga termasuk dalam 10 besar penyakit rawat jalan terbanyak pada
tahun 2015.2

Gejala konjungtivitis sangat bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan


mata berair sampai berat dengan sekret purulen kental. Konjungtivitis atau radang
konjungtiva adalah radang selaput lendir yang menutupi kelopak mata bagian
belakang dan bola mata, yang dibedakan kedalam bentuk akut dan kronis.
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata dan
lapisan dalam kelopak mata) yang disebabkan oleh mikro-organisme (virus,
bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi dari bahan-bahan kimia seperti terkena
serpihan kaca yang debunya beterbangan sehingga mengenai mata kita dan
menyebabkan iritasi sedangkan konjungtivitis yang disebabkan oleh
mikroorganisme (terutama virus dan kuman atau campuran keduanya) ditularkan
melalui kontak dan udara.1,3

B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari dibuatnya tinjauan pustaka ini adalah untuk metode pembelajaran
mengenai konjungtivitis meliputi anatomi dan fisiologi, definisi, epidemiologi,
klasifikasi, faktor risiko, patogenesis, tanda dan gejala, diagonosis dan

1
penatalaksaan osteorthritis, sekaligus untuk melengkapi salah satu tugas
kepaniteraan klinik di bagian ikakom 1.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi
Konjungtiva merupakan lapisan terluar dari mata yang terdiri dari membran
mukosa tipis yang melapisi kelopak mata, kemudian melengkung melapisi
permukaan bola mata dan berakhir pada daerah transparan pada mata yaitu kornea.
Secara anatomi, konjungtiva dibagi atas 2 bagian yaitu konjungtiva palpebra dan
konjungtiva bulbaris. Namun, secara letak areanya, konjungtiva ibagi menjadi 6
area yaitu area marginal, tarsal, orbital, forniks, bulbar dan limbal. Konjungtiva
bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan
dengan epitel kornea pada limbus.Pada konjungtiva palpebra, terdapat dua lapisan
epithelium dan menebal secara bertahap dari forniks ke limbus dengan membentuk
epithelium berlapis tanpa keratinisasi pada daerah marginal kornea. Konjungtiva
palpebralis terdiri dari epitel berlapis tanpa keratinisasi yang lebih tipis. Dibawah
epitel tersebut terdapat lapisan adenoid yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang
terdiri dari leukosit. Konjungtiva palpebralis melekat kuat pada tarsus, sedangkan
bagian bulbar bergerak secara bebas pada sklera kecuali yang dekat pada daerah
kornea.1

Berikut adalah gambaran anatomi dari konjungtiva 4

.
Gambar 2.5. Anatomi Konjungtiva

3
Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak
vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk
jaringjaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva
tersusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan bersambung dengan
pembuluh limfe palpebra hingga membentuk pleksus limfatikus yang banyak.5

Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama (oftalmik) nervus


trigeminus. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri. 1,5

Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata, menyediakan


kebutuhan oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi mata,
dengan mekanisme pertahanan nonspesifik yang berupa barier epitel, akt ivitas
lakrimasi, dan menyuplai darah. Selain itu, terdapat pertahanan spesifik berupa
ekanisme imunologis seperti sel mast, leukosit, adanya jaringan limfoid pada
mukosa tersebut dan antibodi dalam bentuk IgA.5

Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi menjadi dua
grup besar yaitu: 1

1. Penghasil musin

4
a. Sel goblet; terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada daerah
inferonasal.
b. Crypts of Henle; terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva tarsalis
superior dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis inferior.
c. Kelenjar Manz; mengelilingi daerah limbus.

2. Kelenjar asesoris lakrimalis. Kelenjar asesoris ini termasuk kelenjar Krause dan
kelenjar Wolfring. Kedua kelenjar ini terletak dalam dibawah substansi propria.
Pada sakus konjungtiva tidak pernah bebas dari mikroorganisme namun karena
suhunya yang cukup rendah, evaporasi dari cairan lakrimal dan suplai darah
yang rendah menyebabkan bakteri kurang mampu berkembang biak. Selain itu,
air mata bukan merupakan medium yang baik.1

B. Definisi
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lender yang
menutupi belakang kelopak dan bola mata, yang memudahkannya terpapar dengan
dunia luar sehingga mudah terjadi infeksi baik akut maupun kronis. Yang dapat
disebabkan oleh bakteri, klamidia, alergi, viral toksik, berkaitan dengan penyakit
sistemik.1,6

Gejala klinis yang terlihat pada konjungtiva dapat berupa:

Hiperemi

5
Discharge (sekret)

Epifora

Pseudoptosis

6
Khemosis (edema konjungtiva)

Hipertrofi papil

Hipertrofi folikel

7
Pseudomembran dan membran

Formasi pannus

Phlyctenules

8
C. Klasifikasi
Konjungtivitis terdiri dari:
1. Konjungtivitis bakteri1
Konjungtivitis yang disebabkan bakteri dapat saja akibat infeksi gonokok,
meningkok, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Himophilus
influenzae, dan Escherichia coli.
Memberikan gejala secret muko-purulen dan purulent, kemosis
konjungtiva, edema kelopak, kadang-kadang disertai keratitis dan blefaritis.
Konjungtiva bakteri ini mudah menular, pada satu mata ke mata sebelahnya dan
menyebar ke organ lain melalui benda yang dapat menyebarkan kuman.
Terdapat 2 bentuk konjungtivitis akut (dapat sembuh kurang lebih 14 hari) dan
biasanya sekunder terhadap penyakit palpebral/obstruksi ductus
nasolakrimalis.
a) Konjuntivitis bakteri akut1
Konjungtivitis bakteri akut disebabkan oleh Streptokokus,
Corynebacterium diphtherica, Pseudomonas, dan Hemophilus.
Gambaran klinis berupa konjungtivitis mukopurulen dan konjungtivitis
purulen. Perjalanan penyakit akut yang dapat berjalan kronis.
Dengan tanda hiperemi konjungtiva, edema kelopak, papil dan dengan
kornea yang jernih.
Pengobatan kadangkadang diberikan sebelum pemeriksaan
mikrobiologik dengan antibiotic tunggal seperti Neosporin, basitrasin,
gentamisin, kloramfenikol, tobramisin, eritromisin, dan sulfa. Bila
pengobatan tidak memberikan hasil dengan antibiotic setelah 3-5 hari maka
pengobatan dihentikan dengan ditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik.
Bila terjadi penyulit pada kornea maka diberikan sikloplegik.
Pada konjuntivitis bakteri sebaiknya dimintakan pemeriksaan sediaan
langsung dan bila ditemukan kumannya, maka pengobatan disesuaikan.
Apabila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, maka
diberikan antibiotic spectrum luas dalam bentuk tets mata tiap jam atau

9
salep mata 4 sampai 5 kali sehari. Apabila dipakai tetes mata, sebaiknya
sebelum tidur diberi salep mata (sulfasetamid 10-15% atau khloramfenicol).
Apabila tidak sembuh dalam 1 minggu bila mungkin dilakukan
pemeriksaan resistensi, kemungkinan defisiensi air mata atau obstruksi
ductus nasolakrimalis.
b) Konjuntivitis gonore
Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat
disertai dengan sekret purulen. Gonokok merupakan kuman yang sangat
patogen, virulen dan bersifat invasif, sehingga reaksi radang terhadap
kuman ini sangat berat. 1
Infeksi pada neonatus terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran,
sedang pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang menderita penyakit
tersebut.
Gejala:
Konjungtiva yang kaku, dan sakit saat perabaan
Kelopak mata membengkak dan kaku sehingga sukar di buka.
Terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior,
sedangkan konjungtiva bulbi merah.
Pada stadium supuratif terdapat sekret yang kental. 1,3.

Pemeriksan dan diagnosis:

Pemeriksaan sekret dan pewarnaan metilen blue dimana dapat


terlihat diplokok di dalam sel leukosit.
Dengan pewarnaan gram akan terdapat sel intraselular atau ekstra
selular dengan sifat gram negative.

Pengobatan

Penisilin Salep dn Suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB


selama 7 hari dan kloramfenikol tetes mata (0,5-1,0%).

10
2. Konjuntivitis virus akut
a) Demam Faringokonjungtiva1
Konjungtivitis demam faringokonjungtiva disebabkan oleh virus.
Kelainan ini akan memberikan gejala demam, faringitis, secret berair dan
sedikit, folikel pada konjungtiva yang mengenai satu atau kedua mata.
Biasanya disebabkan Karena adenovirus 3,4 dan 7, terutama mengenai
anak-anak yang disebabkan melalui droplet atau kolam renang. Masa
inkubasi 5-12 hari, yang menularkan selama 12 hari, dan bersifat endemik.
Terapi suportif Karena dapat sembuh sendiri. Diberikan kompres,
astringen, lubrikasi, pada kasus yang berat dapat diberikan antibiotic
dengan steroid topikal.
b) Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks
Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak
kecil, adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh
darah unilateral, iritasi, bertahi mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan.
Pada kornea tampak lesi-lesi epithelial tersendiri yang umumnya menyatu
membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus epithelial yang bercabang banyak
(dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herpes kadang-kadang
muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada
palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika
ditekan.1,3
Terapi:
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang
dewasa, umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun,
antivirus local maupun sistemik harus diberikan untuk mencegah
terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea mungkin diperlukan debridemen
kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap ulkus dengan kain kering,
meneteskan obat antivirus, dan menutupkan mata selama 24 jam. Antivirus
topical sendiri harus diberikan 7 10 hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu
bangun atau salep vida rabine lima kali sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1

11
tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam.
Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali
sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir oral, 400 mg lima kali sehari
selama 7 hari.1
Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang
adalah pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus
dipakai 7-10 hari. Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena
makin memperburuk infeksi herpes simplex dan mengkonversi penyakit
dari proses sembuh sendiri yang singkat menjadi infeksi yang sangat
panjang dan berat.1,3

3. Konjungtivitis Alergi1
Radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa
reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari
kontak seperti pada reaksi obat, bakteri, dan toksik. Merupakan reaksi antibody
humoral terhadap allergen. Biasanya dengan riwayat atopi.
Gejala utama penyakit alergi ini adalah radang (merah, sakit, bengkak dan
panas), gatal, silau berulang dan menahun. Pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan sel eosinophil, sel plasma, limfosit dan basophil.
Pengobatan terutama dengan menghindarkan factor pencetus penyakit dan
memberikan astrigen, sodium kromolin, steroid topikal dosis rendah yang
kemudian disusul dengan kompres dingin untuk menghilangkan edemanya.
Pada kasus berat diberikan antihistamin dan steroid sistemik.
a) Konjungtivitis Vernal
Akibat reaksi hipersentifitas tipe 1 yang mengenai kedua mata dan
bersifat rekuren. Pda mata ditemukan papil besar dengan permukaan rata
pada konjungtiva tarsal, dengan rasa gatal berta, secret gelatin yang berisi
eosinophil atau granula eosinophil, pada kornea terdapat keratitis,
neovaskularisasi, dan tukak indolen.

12
Biasanya mengenai pada laki-laki mulai pada usia dibawah 10 tahun.
Penderita konjungtivitis vernal sering menunjukan gejala-gejala alergi
terhadap tepung sari rumput-rumputan.
Gejala klinis: pada mata ditemukan papil besar dengan permukaan rata
pada konjungtiva tarsal, dengan rasa gatal berat, secret gelatin yang berisi
eosinophil.
Pengobatan: biasanya dapat sembuh sendiri tanpa diobati. Kombinasi
antihistamin sebagai profilaksis dan pengobatan pada kasus sedang hingga
berat.
b) Konjungtivitis flikten
Merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan alergi terhadap
bakteri atau antigen tertentu. Konjungtivitis flikten disebabkan oleh Karena
alergi (hipersentivitas tipe IV) terhadap tuberkuloprotein, stafilokok,
limfogranuloma venerea, leismaniasis, infeksi parasit di tempat lain dalam
tubuh. Sering ditemukan pada anak-anak di daerah padat, yang biasanya
dengan gizi kurang atau sering mendapat radang saluran napas.
Gejala konjungtivitis flikten adalah mata berair, iritasi dengan rasa
sakit, fotofobia dapat ringan hingga berat. Bila kornea ikut terkena, selain
rasa sakit yang dirasakan, pasien juga merasa silau dan blefarospasme.
Biasanya konjungtivitis flikten terlihat unilateral dan kadang-kadnag
mengenai kedua mata. Pada konjungtivitis terlihat bitnik putih yang
dikelilingi daerah hiperemi.
Pengobatan pada kongtivitis flikten adalah dengan diberi steroid
topical, midriatikabila terjadi penyulit terhadap kornea, diberi kacamata
hitam Karena ada rasa silau yang sakit. Diperhatikan higiene mata dan
diberi antibiotic salep mata waktu tidur, dan air mata buatan. Sebaiknya
dicari penyebabnya seperti adanya tuberculosis, blefaritis stafilokokus
kronik lainnya.
Karena sering terjadi pada anak-anak dengan gizi kurang maka
sebaiknya diberikan vitamin dan makanan tambahan. Penyulit yang dapat

13
ditimbulkan adalah menyebarnya flikten kedalam kornea atau terjadi
infeksi sekunder sehingga timbul abses.
4. Trakoma
Adalah bentuk konjungtivitis folikular kronik yang disesbabkan oleh
Chlamydia trachomatis. Penyakit ini menyerang semua umur tapi lebih mudah
pada orang muda dan anak-anak. Daerah yang banyak terkena adalah
semenajung Balkan. Ras yang paling banyak terkena adalah ras Yahudi,
penduduk asli Australia dan India Amerika atau daerah dengan hygiene kurang.
Cara penularan penyakit ini melalui kontak langsung dengan secret
penderita trakoma atau melalui alat-alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk,
alat-alat keccantikan dan lain-lain. Masa inkubasi rata-rata 7 hari (berkisar
antara 5 sampai 14 hari).
Secara histopatologik, pada pemeriksaan kerokan konjungtivitis dengan
pewarnaan giemsa terutam terlihat reaksi sel-sel PMN, dan sel folikel dapat
juga ditemukan. Sel limfoblas merupakan tanda diagnostic yang penting bagi
trakoma. Terdapat badan inklusi Halber tatter-Prowazeck di dalam sel epitel
konjungtiva yang bersifat basophil berupa granul, biasanya bentuk cungkup
seakan-akan menggengam nucleus.
Keluhan pasien menyerupai konjungtivitis bakteri, antara lain fotofobia,
gatal, berair, eksudat edema palpebral, kemosis konjungtivitis bulbaris,
hipertrofi. Menurut klasifikasi Mac Callan, penyakit ini berjalan melalui empat
stadium.
Stadium Insipien
Terdapat hipertrofi papil dengan folikel yang kecil-kecil pada
konjungtiva tarsus superior, yang memperlihatkan penebalan dan
kongesti pada pembuluh darah konjungtiva. Secret yang sedikit dan
jernih bila tidak ada infeksi sekunder.
Stadium Estabilished
Terdapat hipertrofi papiler dan folikel yang matang (besar) pada
konjungtiva tarsus superior. Pada stadium ini dapat ditemukan pannus

14
trakoma yang jelas. Terdapat hipertrofi papil ynag berat yang seolah-
olah mengalahkan gambaran folikel pada konjungtiva superior.
Stadium Parut
Terdappat parut pada konjungtiva tarsus superior yang terlihat sebagai
garis putih yang halus sejajar dengan margo palpebral. Parut folikel
pada limbus kornea disebut cekungan Herbert.
Stadium Sembuh
Suatu pembentukan parut yang sempurna pada konjungtiva tarsus
superior sehingga menyebabkan perubahan bentuk pada tarsus yang
dapat menyebabkan enteropion dan trikiasis.
Pengobatan trakoma adalah tetrasiklin 1-1,5 gr/hari peroral diberikan
dalam 4 dosis selama 3-4 minggu, doxycycline 100 mg peroral 2x sehari
selama 3 minggu atau erythromycin 1 g/hari peroral dibagi dalam 4 dosis
selama 3-4 minggu. Pencegahan dilakukan dengan hygiene yang baik,
makanan yang bergizi, penyakit ini sembuh atau bertambah ringan.

15
BAB III
KESIMPULAN

Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai oleh dilatasi


vaskular, infiltrasi selular dan eksudasi, atau radang pada selaput lendir yang menutupi
belakang kelopak dan bola mata. Yang dapat disebabkan oleh: bakteri, klamidia, alergi,
viral toksik, berkaitan dengan penyakit sistemik.

Gejala konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata, sangat berair, ada
kotoran mata, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis bakteri biasanya mengenai kedua
mata. Salah satu ciri khasnya adalah keluar kotoran mata dalam jumlah banyak,
berwarna kuning kehijauan. Konjungtivitis alergi juga mengenai kedua mata.
Tandanya, selain mata berwarna merah, mata juga akan terasa gatal.Produksi air mata
juga berlebihan sehingga mata sangat berair.

Pengobatan konjungtivitis dapat berupa tetes mata atau salep antibiotik


biasanya digunakan untuk mengobati konjungtivitis bakteri. Antibiotik sistemik juga
sering digunakan jika ada infeksi di bagian tubuh lain. Pada konjungtivitis bakteri atau
virus, dapat dilakukan kompres hangat di daerah mata untuk meringankan gejala.
Tablet atau tetes mata antihistamin cocok diberikan pada konjungtivitis alergi.

Pada dasarnya konjungtivitis adalah penyakit ringan, namun pada beberapa kasus
dapat berlanjut menjadi penyakit yang serius. Untuk itu tidak ada salahnya berkonsultasi
dengan dokter mata jika terkena konjungtivitis.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, H. Sidarta Prof. dr. SpM. Ilmu Penyakit Mata edisi kelima. Jakarta: FKUI;
2017, hal 2, 143
2. Kemenkes RI, 2010. 10 Besar Penyakit Rawat Jalan Tahun 2009. Profil Kesehatan
Indonesia tahun 2009
3. Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta. 2010
4. Putz, R. & Pabst R. Sobotta. Jilid 1. Edisi 23. Jakarta: EGC, 2014
5. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section 11.
San Fransisco: MD Association, 2008-2009
6. Chris tanto,dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aeuskulapius. 2014

17

Anda mungkin juga menyukai