Anda di halaman 1dari 23

Referat

HIDROSEFALUS

Oleh:

Muhamad Mukhlis, S. Ked 04084821517059

Ira Meliani, S.ked 04084821517078

Pembimbing:

dr. Trijoso Permono, Sp.BS

DEPARTEMEN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RUMAH SAKIT DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

2016
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

HIDROSEFALUS

Oleh:

Muhamad Mukhlis, S.Ked 04084821517059

Ira Meliani 04084821517078

Telah dilaksanakan pada bulan Januari 2016 sebagai salah satu persyaratan guna
mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Bedah FK Unsri/ RSMH
Palembang.

Palembang, Januari 2016

Pembimbing,

dr. Trijoso Permono, Sp.BS

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Hidrosefalus untuk
memenuhi tugas laporan referat yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran
kepaniteraan klinik, khususnya dalam Departemen Ilmu Bedah.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Trijoso
Permono, Sp.BS, selaku pembimbing yang telah membantu memberikan ajaran
dan masukan sehingga referat ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan referat ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan.

Palembang, Januari 2016

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2 Tujuan................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi ........................................................................ 3
2.2 Definisi Hidrosefalus.......................................................................... 9
2.3 Epidemiologi ...................................................................................... 10
2.4 Etiologi ............................................................................................... 10
2.5 Patofisiologi ....................................................................................... 11
2.6 Klasifikasi........................................................................................... 13
2.7 Gambaran Klinis ................................................................................ 14
2.8 Penatalaksanaan ................................................................................. 16
2.9 Komplikasi ......................................................................................... 17
2.10 Prognosis ............................................................................................ 17
BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Otak dan sumsum tulang belakang membentuk sistem saraf pusat. Struktur
penting ini dilindungi oleh tulang tengkorak dan kolumna vertebralis. Komponen
utama otak adalah serebrum, serebelum dan batang otak. Serebrum merupakan
area pusat memproses input dan output. Ini juga merupakan area yang mengatur
berbicara, berpikir, dan ingatan. Serebelum berperan dalam fungsi koordinasi.
Batang otak mengontrol fungsi detak jantung, bernapas, dan tekanan darah.7
Hidrosefalus merupakan kondisi abnormal terjadinya akumulasi cairan
serebrospinal yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan di ventrikel dan
ruang subaraknoid otak. Hal ini terjadi karena adanya hambatan aliran cairan
serebrospinal. Hambatan aliran ini menyebabkan ketidakseimbangan antara
produksi dan reabsorpsi cairan serebrospinal. Insiden hidrosefalus pada anak dan
dewasa diperkirakan 0.9 hingga 1.5 per 1000 kelahiran. Jika terdapat kelainan
kongenital seperti spina bifida dan myemeningocele, kejadian hidrosefalus
meningkat 1.3 hingga 2.9 per 1000 kelahiran.6
Peningkatan tekanan intrakranial pada pasien hidrosefalus dapat
menimbulkan dampak yang serius. Peningkatan tekanan intrakranial dapat
langsung mencederai jaringan saraf di bawahnya dan mengganggu aliran darah
serebral serta suplai oksigen dan glukosa pada neuron. Hal ini dapat menimbulkan
berbagai gejala seperti sunsetting eyes, random eye movement, peningkatan
refleks tendon, gagal tumbuh, kejang, bahkan koma.6
Prognosis penyakit ini bergantung pada penyebab yang mendasarinya dan
ada tidaknya komplikasi yang muncul. Semakin lama terjadi dilatasi ventrikel
oleh akumulasi cairan serebrospinal yang berlebihan, maka akan semakin kecil
kemungkinan struktur otak berfungsi seperti semula. Oleh karena itu, penulis
sangat tertarik untuk membahas mengenai hidrosefalus.

1
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan referat ini adalah sebagai berikut:
a. Memahami anatomi dan patofisiologi terbentuknya cairan
serebrospinal
b. Mengetahui etiologi hidrosefalus
c. Mengetahui prinsip dasar terjadinya hidrosefalus
d. Mengetahui tatalaksana
e. Mengetahui komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi


a. Anatomi
Kulit kepala terdiri atas lima lapis, tiga lapisan yang pertama saling melekat
dan bergerak sebagai sebuah unit. Adapun kelima struktur ini adalah SCALP,
meliputi:1
1. Skin (kulit), tebal, berambut dan mengandung banyak kelenjar sebasea.
2. Connective tissue (jaringan ikat di bawah kulit), merupakan jaringan
lemak fibrosa. Pada lapisan ini terdapat banyak pembuluh arteri dan vena.
Cabang-cabang dari a. carotis externa dan interna.
3. Aponeurosis (epicranial), merupakan lembaran tendo yang tipis.
4. Loose areolar tissue (jaringan ikat longgar), mengisi spatium
subaponeuroticum, menghubungkan epicranial dan pericranial.
5. Pericranium, merupakan periosteum yang menutupi permukaan luar tulang
tengkorak.

Kulit

Jaringan ikat

Aponeurosis

Jar. ikat longgar

Pericranium

Gambar 1. Penampang koronal bagian atas kepala (Snell, 713)

3
Liquor cerebrospinalis dihasilkan oleh plexus choroideus, yang terdapat di
dalam ventriculus cerebri lateralis, tertius, dan quartus. Cairan ini keluar dari
sistem ventrikel otak melalui tiga foramen pada atap ventriculus quartus dan
masuk ke dalam spatium subarachnoideum. Kemudian cairan ini mengalir ke atas,
di atas permukaan hemispherium cerebri dan ke bawah di sekitar medulla spinalis.
Spatium subarachnoideum spinalis meluas ke bawah sampai setinggi vertebra
sacralis kedua. Akhirnya liquor masuk ke dalam aliran darah melalui villi
arachnoideales dengan berdifusi melalui dindingnya.1
Selain membawa sisa-sisa yang berhubungan dengan aktivitas neuron,
liquor cerebrospinalis juga merupakan cairan otak mengapung yang efektif untuk
melindungi otak dari trauma.1

Gambar 2. Aliran produksi cairan serebrospinal

Ventrikel merupakan serangkaian dari empat rongga dalam otak yang saling
berhubungan dan dibatasi oleh sel ependim (semacam sel epitel yang membatasi
semua rongga otak dan medula spinalis) dan mengandung cairan serebrospinalis.

4
Ketika sistem saraf berkembang pada masa mudigah dari tabung saraf berongga,
rongga sentral awal pada tabung ini dipertahankan dan dimodifikasi untuk
membentuk ventrikel dan kanalis sentralis. Ventrikel juga bersambungan dengan
kanalis sentralis sempit yang membentuk terowongan di bagian tengah medula
spinalis. Sel-sel ependim adalah salah satu dari beberapa jenis sel yang memiliki
silia. Gerakan silia sel ependim ikut berperan mengalirkan cairan serebrospinal di
seluruh ventrikel.2,4 Pada setiap hemisferium serebri terdapat satu ventrikel lateral.
Ventrikel ketiga terdapat dalam diensefalon, sedangkan ventrikel keempat dalam
pons dan medula oblongata. Ventrikel lateral berhubungan dengan ventrikel
ketiga melalui sepasang foramen interventrikularis Monro. Ventrikel ketiga dan
keempat dihubungkan melalui suatu saluran sempit di dalam otak tengah yang
dinamakan aqueductus Sylvii. Pada ventrikel keempat terdapat tiga lubang,
sepasang foramen Luschka di lateral dan satu foramen Magendie di medial, yang
berlanjut ke ruang subaraknoid otak dan medula spinalis.2

Hemisfer
Ventrikel lateral

Ventrikel 3

Aquaductus
cerebri Foramen interventrikular

Ventrikel 4
Foramen lateral Luschka
Foramen
Magendie

Gambar 3. Sistem ventrikel


Dalam setiap ventrikel terdapat struktur sekresi khusus yang dinamakan
pleksus koroideus. Pleksus ini terdiri dari jalinan pembuluh darah pia mater yang
mempunyai hubungan langsung dengan ependima. Pleksus koroideus yang

5
menyekresi CSF jernih dan tak berwarna, yang merupakan bantal cairan
pelindung di sekitar sistem saraf pusat.2
Cairan serebrospinal terdiri dari air, elektrolit, gas oksigen dan
karbondioksida yang terlarut, glukosa, beberapa leukosit (terutama limfosit), dan
sedikit protein. Cairan ini berbeda dari cairan ekstraseluler lainnya karena cairan
ini mengandung kadar natrium dan klorida yang lebih tinggi, sedangkan kadar
glukosa dan kaliumnya lebih rendah. Ini menunjukkan bahwa pembentukannya
lebih bersifat sekresi dibandingkan hanya filtrasi.2
Setelah mencapai ruang subaraknoid, cairan serebrospinal dalam sirkulasi di
sekitar otak dan medula spinalis lalu keluar menuju sistem vaskular (sistem saraf
pusat tak mengandung sistem getah bening). Sebagian besar cairan direabsorpsi ke
dalam darah melalui struktur khusus yang dinamakan villi araknoidalis atau
granulasio araknoidalis, yang menonjol dari ruang subaraknoid ke sinus sagitalis
superior otak. CSF diproduksi dan direabsorpsi terus menerus dalam sistem saraf
pusat. Volume total CSF di seluruh rongga serebrospinal sekitar 125 ml,
sedangkan kecepatan sekresi pleksus koroideus sekitar 500 sampai 750 ml per
hari. Tekanan CSF merupakan fungsi kecepatan pembentukan cairan dan
resistensi terhadap reabsorpsi oleh villi araknoidalis. Tekanan CSF sering diukur
waktu dilakukan pungsi lumbal, dan pada posisi supinasi biasanya berkisar antara
130 mmH2O (13 mmHg).2

6
Gambar 4. Sirkulasi cairan serebrospinal (Price Wilson, 1023)

b. Fisiologi
Cairan serebrospinal (CSS) mengelilingi dan menjadi bantalan bagi otak dan
medula spinalis. CSS memiliki berat jenis (densitas) hampir seperti berat jenis
otak itu sendiri, sehingga pada hakikatnya mengapung atau tersuspensi di dalam
lingkungan cairan khusus ini. Fungsi utama CSS adalah sebagai cairan peredam
kejut untuk mencegah otak menumbuk bagian interior tengkorak yang keras
ketika kepala tiba-tiba mengalami benturan. Cairan serebrospinal terbentuk
sebagai akibat dari mekanisme transpor selektif menembus membran pleksus
khoroideus. Setelah terbentuk, CSS mengalir melewati empat ventrikel yang
saling berhubungan di dalam interior otak dan melalui kanalis sentralis sempit di
medula spinalis, yang berhubungan dengan ventrikel terakhir. Cairan
serebrospinal keluar melalui lubang-lubang kecil dari ventrikel keempat di dasar
otak untuk masuk ke ruang subarakhnoid dan kemudian mengalir antara lapisan-
lapisan meninges di seluruh permukaan otak dan medula spinalis. CSS

7
direabsorpsi dari ruang subarakhnoid ke dalam vena melalui vilus arakhnoid.
Setelah direabsorpsi, cairan serebrospinal kembali ke atrium kanan melalui vena
cava superior.4,5
Kecepatan normal pembentukan cairan serebrospinal hampir bersifat
konstan, sehingga perubahan pembentukan cairan jarang menjadi faktor penentu
pengaturan tekanan. Sebaliknya, vili arakhnoidalis berfungsi sebagai katup yang
memungkinkan cairan serebrospinal dan isinya mengalir ke dalam darah dalam
sinus venosus dan tidak memungkinkan aliran sebaliknya. Pada keadaan normal,
kerja katup vili tersebut memungkinkan cairan serebrospinal mulai mengalir ke
dalam darah ketika tekanan cairan serebrospinal sekitar 1.5 mmHg lebih besar
dari tekanan darah dalam sinus venosus. Kemudian, jika tekanan cairan
serebrospinal masih meningkat terus, katup akan terbuka lebih lebar, sehingga
dalam keadaan normal, tekanan cairan serebrospinal tidak pernah meningkat lebih
dari beberapa mmHg dibanding tekanan dalam sinus venosus serebri. Sebaliknya,
dalam keadaan sakit, vili tersebut kadang-kadang menjadi tersumbat oleh partikel-
partikel besar, fibrosis, atau kelebihan sel darah yang bocor ke dalam cairan
serebrospinal pada penyakit otak.4,5
- Tumor otak menurunkan reabsorpsi cairan serebrospinal kembali ke darah,
akibatnya tekanan cairan serebrospinal dapat meningkat sampai 37 mmHg
atau 4 kali nilai normal.
- Pada perdarahan dan infeksi di ruang tengkorak, sejumlah besar sel darah
merah dan/atau darah putih tiba-tiba muncul dalam cairan serebrospinal,
hal ini dapat menyebabkan sumbatan serius pada saluran-saluran absorpsi
yang berukuran kecil melalui vili arakhnoidalis.4,5

8
2.2 Definisi
Hidrosefalus merupakan kondisi abnormal terjadinya akumulasi cairan
serebrospinal yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan di ventrikel dan
ruang subaraknoid otak. Hal ini terjadi karena adanya hambatan aliran cairan
serebrospinal, dapat disebabkan oleh obstruksi atau non-obstruktif.6
Ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi cairan serebrospinal
dapat meningkatkan volume cairan serebrospinal, sehingga terjadi pelebaran pada
ventrikel (ventrikulomegali), ruang subaraknoid, dan peningkatan tekanan
intrakranial. Peningkatan tekanan intrakranial ini dapat menekan parenkim otak
yang bisa menimbulkan berbagai gejala.6,8

Gambar 5. Struktur ventrikel normal dan hidrosefalus

9
2.3 Epidemiologi
Kata hidrosefalus berasal dari bahasa Yunani hidro yang berarti air dan
sefalus yang berarti kepala.8 Insiden hidrosefalus belum diketahui secara pasti,
karena hidrosefalus berhubungan dengan banyak penyakit dan kondisi lain.
Namun secara umum, insiden hidrosefalus 0.5 hingga 4 per 1000 kelahiran.
Hidrosefalus dapat terjadi 80-85% pada bayi lahir dengan myelomeningokel.8
Insiden hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran
dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis aquaductus serebri. Hidrosefalus dapat
terjadi pada semua umur, pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh
toksoplasmosis.

2.4 Etiologi
Kongenital
Muncul saat lahir, bisa disebabkan oleh Malformasi Dandy-Walker,
Porenchepaly, Spina bifida, Malformasi Chairi I dan II, Kista araknoid,
dan paling sering stenosis akuaduktus.6
Didapat
Disebabkan oleh perdarahan subaraknoid, perdarahan intraventricular,
trauma, infeksi (meningitis), tumor, komplikasi pembedahan, dan trauma
kepala berat.6

2.5 Patofisiologi
Enam puluh persen cairan serebrospinal diproduksi oleh pleksus
koroidalis, sisanya diproduksi oleh sel ependim ventrikel serebri, akuaduktus
serebri, dan ruang subaraknoid.8 Aliran cairan serebrospinal bersifat pasif, tidak
terlalu memerlukan energi. Ketika cairan diproduksi dalam jumlah tertentu, maka
akan direabsorpsi dalam jumlah yang sama.
Alirannya dimulai dari ventrikel lateral kanan dan kiri interventrikuler
foramen monroe ventrikel tiga aquaduktus cerebri ventrikel empat dan
keluar melalui dua apertura lateral Luska atau satu apertura medial Magendi
menuju cisternae magna. Dari sini cairan serebrospinal menuju ruang cortico-

10
subaraknoid dan ruang subaraknoid spinal.6 Cairan serebrospinal diproduksi oleh
pleksus koroidalis secara terus menerus 400-500 ml/hari dan direabsorpsi terus
menerus oleh granulasi araknoid ke sinus dural dan ke sistem vena.
Keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi cairan serebrospinal
mempertahankan tekanan LCS pada 7-15 mmHg pada orang dewasa normal.6

Gambar 6. Patofisiologi hidrosefalus

Beberapa faktor yang memengaruhi aliran cairan serebrospinal, seperti


resistensi, yang bisa muncul dari adanya obstruksi dan restriksi, plasticity,
fleksibilitas struktur vena di intrakranial. Plasticity dimaksudkan sebagai
ketidakmampuan otak untuk berubah bentuk. Contohnya, peningkatan volume
intravena akan membuat ventrikel melebar, sehingga bisa terjadi distorsi korteks
serebri. Semakin bertambah usia, maka otak akan semakin kaku.8
Perubahan struktur : pertama kali dilatasi temporal dan frontal dari ventrikel
lateral, sering asimetris. Terjadi kompresi white matter,

11
penurunan korteks serebri, dan penipisan lapisan korteks.
Kerusakan sel ependim dan bisa terjadi aliran
transependim CSS. Septum pelusidum rusak.8
Gangguan vaskular : penurunan aliran darah periventrikular white matter,
hipoperfusi dapat menimbulkan kerusakan neuron dan
glia, terjadi gangguan maturasi otak.8

12
2.6 Klasifikasi

Hidrosefalus komunikans
Terjadi ketika vili araknoid tidak mampu mereabsorpsi cairan serebrospinal.
Perdarahan intraventrikular dan subaraknoid dapat menyebabkan vili araknoid
menjadi tidak berfungsi secara adekuat, bisa bersifat sementara ataupun
permanen. Hal ini disebabkan oleh efek produk akhir dari pemecahan sel darah
merah pada vili araknoid. Infeksi seperti meningitis juga dapat menyebabkan vili
araknoid tidak berfungsi optimal (bisa karena toksin atau terbentuknya scar).
Hidrosefalus komunikans bisa juga oleh overproduksi cairan serebrospinal, seperti
papiloma pleksus koroideus atau carsinoma pleksus koroideus.8

Hidrosefalus Non Komunikans


Kondisi dimana sistem ventrikel tidak terhubung ke vili araknoidalis karena
adanya obstruksi pada jalur aliran cairan serebrospinal. Cairan serebrospinal
diproduksi di sistem ventrikel tetapi tidak dapat menuju vili araknoid untuk
direabsorpsi. Obstruksi ini dapat terjadi oleh karena tumor, abnormalitas
kongenital pada otak, kista, inflamasi pada infeksi atau semua kondisi yang dapat
mengganggu patensi jalur ini.8

13
Hidrosefalus kongenital
Disebabkan oleh berbagai kondisi sebelum anak dilahirkan. Sebagai contoh,
stenosis aquaductal, malformasi Dandy Walker, hidrosefalus X-linked.
Hidrosefalus kongenital juga berkaitan dengan myelomeningokel, malformasi
Chiari, ensefalokel, dan infeksi prenatal seperti cytomegalovirus atau rubela.8

Hidrosefalus didapat
Hidrosefalus ini bisa disebabkan oleh obstruksi aliran cairan serebrospinal,
overproduksi atau penurunan reabsorpsi oleh tumor, infeksi.8

2.7 Gambaran klinis


Infant (0-2 tahun)
Akumulasi cairan serebrospinal, pelebaran ventrikel dan peningkatan
tekanan intrakranial akan menimbulkan pertambahan lingkar kepala (jika ubun-
ubun belum menyatu), ubun-ubun menonjol, dan penonjolan vena di kulit
kepala terutama saat anak menangis. Bentuk kepala juga dapat menunjukkan
lokasi obstruksi. Sebagai contoh, penonjolan daerah oksipital menunjukkan
malformasi Dandy Walker dan pelebaran dahi pada stenosis akuaduktus.
Gejala lain meliputi ubun-ubun menonjol, anak rewel, letargi, demam, dan
muntah.6
Jika kondisi memburuk, bisa timbul sunsetting eyes, dimana mata anak
tidak mampu untuk melihat ke atas, mata menjadi ke bawah karena ada
penekanan nervus kranial yang mengontrol gerakan mata. Penglihatan dapat
terganggu jika terjadi kompresi pada kiasma optikum sebagai hasil dari dilatasi
ventrikel ketiga. Peregangan periventrikular dapat menyebabkan parese nervus
abdusen yang menyebabkan nistagmus dan random eye movement.6
Bisa juga terjadi peningkatan refleks tendon dan tonus otot ekstremitas
bawah, gagal tumbuh, perkembangan saraf terhambat, keterbatasan kontrol
regio kepala dan leher. Jika tidak ditangani serius, akan terjadi kejang, bahkan
koma.6

14
Anak dan Dewasa
Kepala tidak terlalu membesar secara signifikan, peningkatan tekanan
intrakranial dapat menyebabkan atropi optik atau papiloedema. Gangguan
fungsi hipotalamus (perawakan pendek, gigantisme, obesitas, pubertas prekok,
diabetes insipidus, amenorea, tungkai bawah spastik, dan hiperrefleks. Di
sekolah, anak bisa mengalami kesulitan belajar, dan IQ rendah.6
Hidrosefalus yang terjadi pada anak dan dewasa, dimana ubun-ubun telah
menyatu, akan muncul gejala yang berbeda. Lingkar kepala normal, gejala
yang muncul berupa sakit kepala, muntah, iritabilitas, gangguan kesadaran,
letargi, ventrikulomegali. Papiledema, parese nervus abdusen, hiperrefleks
tungkai bawah, gangguan gerakan bola mata dan penglihatan.6
Pada balita bisa terjadi gangguan berjalan, bicara, koordinasi, penurunan
kontrol kandung kemih.6

15
2.8 Penatalaksanaan
CSF shunting merupakan pengobatan standar dalam terapi hidrosefalus.
Terapi ini dilakukan dengan cara meletakkan kateter ventrikular untuk
mengalirkan cairan serebrospinal ke rongga bagian tubuh lain yang bisa
mereabsorpsi. Komponen shunt meliputi proksimal (ventricular catheter), katup,
dan kateter distal. Salah satu ujung kateter diletakkan di dalam cairan
serebrospinal otak atau cairan serebrospinal di medula spinalis. Kemudian ujung
yang lain diletakkan di rongga abdomen, tetapi bisa juga diletakkan di jantung
atau area di paru dimana cairan serebrospinal dapat diabsorpsi.8,9 Katup pada
kateter mempertahankan aliran satu arah dan meregulasi aliran cairan
serebrospinal.8
Komplikasi shunt:
Infeksi
Obstruksi
Overdraining : absorpsi cairan serebrospinal lebih besar dibanding
produksinya, sehingga ventrikel bisa kolaps, pembuluh darah
rusak, bisa terjadi sakit kepala, perdarahan (hematoma
subdural), atau slit ventricle syndrome.8
Underdraining : reabsorpsi cairan serebrospinal tidak berjalan lancar sehingga
gejala-gejala hidrosefalus bisa muncul.8

Gambar 7. VP dan VA shunt

16
2.9 Komplikasi
Shunt malfunction (20%)
Hematoma subdural (2-17%)
Kejang (3-11%)
Infeksi (3-6%)
Penyebab paling sering Staphylococcus aureus, menyebabkan sumbatan
aliran dan atau proses penyembuhan yang lama. Gejala berupa demam, mual,
muntah, letargi dan iritabilitas.
Hematoma intraserebral (3%)

2.10 Prognosis
Empat puluh persen bertahan 10 tahun. Enam puluh dua persen bisa terjadi
gangguan intelektual.8 Anak dengan hidrosefalus, jika ditangani dengan adekuat
akan menghasilkan prognosis yang lebih baik. (bertahan hingga 10 tahun berkisar
95%, 30% yang kemungkinan gangguan intelektual).8 Prognosis anak yang
menderita hidrosefalus bergantung pada penyebab yang mendasarinya. Prognosis
bisa juga ditentukan oleh ada tidaknya komplikasi seperti shunt malfunction dan
infeksi.8
Tiga faktor penting yang menentukan derajat kerusakan yang disebabkan
hidrosefalus adalah: usia saat onset, etiologi dan durasinya. Usia menjadi faktor
yang penting karena hidrosefalus dapat memengaruhi proses maturasi otak karena
adanya peningkatan tekanan intrakranial. Jika ada faktor yang mendasari, maka
bisa muncul efek destruksi terhadap maturasi dan fungsi otak. Pengobatan juga
dapat merusak otak dan maturasinya, sebagai contoh radiasi tumor pada anak
kecil dapat merusak maturasi otak secara permanen.8
Semakin lama terjadi dilatasi ventrikel dan peningkatan tekanan
intrakranial, maka semakin lama proses pengembalian fungsi, meskipun sistem
ventrikel kembali ke ukuran normal.8

17
BAB III

KESIMPULAN

a. Hidrosefalus terjadi karena ketidakseimbangan antara produksi dan reabsorpsi


cairan serebrospinal.
b. Hidrosefalus terbagi menjadi komunikans, non-komunikans, congenital, dan
acquired.
c. Prognosis anak yang menderita hidrosefalus bergantung pada penyebab yang
mendasarinya dan ada tidaknya komplikasi.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Richard. 2006. Anatomi Klinik Edisi 6. EGC : Jakarta.


2. Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2013. Patofisiologi Volume 2 Edisi
6. EGC : Jakarta.
3. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3 Revisi. EGC :
Jakarta.
4. Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia Edisi 6. EGC : Jakarta.
5. Guyton dan Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC : Jakarta.
6. Sivagnanam, Milani dan Neilank K. Jha. 2011. Hydrocephalus: An Overview.
Wayne State University : USA.
7. Hydrocephalus Association. 2010. Hydrocephalus Diagnosed in Young and
Middle-Aged Adults Second Edition. California.
8. Nielsen, Nadine dan Amanda Breedt. 2013. Hydrocephalus. Springer : Verlag
Berlin Heidelberg.
9. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2013.
Hydrocephalus. NIH : US.
10. Mcallister, James P. 2012. Pathophysiology of congenital and neonatal
hydrocephalus. Washington University : St. Louis.

19

Anda mungkin juga menyukai