Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION (DIC)

disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Oleh :

Kelompok 3/A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2017
MAKALAH

DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION (DIC)

disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Oleh :

Vivin Riskiyana 152310101011 Tirtanti Prawita Sari 152310101036

Rizka Ayu Kirana 152310101013 Grace Agustin P 152310101039

Devi Saputri 152310101016 Diana Aprilia P 152310101041

Rise Dyah Prawestri 152310101018 Regitasari Dwi C 152310101180

Rindyawati Kusuma 152310101019 Wahyu Adinda YP 152310101186

Ida Wahyuni 152310101021 Tira Anjeli Rahmah 152310101201

Ervina Erlin Agustin 152310101023 Irfan Firmansyah 152310101205

Ami Allaili Wahidah 152310101025 Nindyah Mentari D 152310101210

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2017
BAB I

TINJAUAN TEORITIS

1.1 Pengertian Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)


Koagulasi intravaskuler desiminanta (KID) atau lebih dikenal, Disseminated

Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana bekuan-bekuan darah kecil

tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil

dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan.

(medicastore.com)
Disseminated Intravascular Coagulation adalah suatu sindrom yang ditandai dengan

adanya perdarahan/kelainan pembekuan darah yang disebabkan oleh karena

terbentuknya plasmin yakni suatu spesifik plasma protein yang aktif sebagai

fibrinolitik yang di dapatkan dalam sirkulasi (Price, S. 2005).


Secara umum Disseminated Intavascular Coagulation (DIC) didefinisikan sebagai

kelainan atau gangguan kompleks pembekuan darah akibat stirnulasi yang berlebihan

pada mekanisme prokoagulan dan anti koagulan sebagai respon terhadap jejas/injury

(wordpress.com)
DIC adalah penyakit dimana faktor pembekuan dalam tubuh berkurang sehingga

terbentuk bekuan-bekuan darah yang tersebar di seluruh pembuluh darah.

1.2 Anatomi dan Fisiologi Hematologi


Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi termasuk

sum-sum tulang dan nodus limfa. Darah merupakan medium transport tubuh volume

darah manusia sekitar 7%-10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter.

Darah terdiri atas 2 komponen utama, yaitu sebagai berikut :

1. Plasma darah, bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit, dan

protein darah.
2. Butir-butir darah ( blood corpuscles), yang terdiri atas komponen sebagai berikut :
1) sel darah merah (eritrosit)
Merupakan cairan bikonkav dengan diameter sekitar 7 mikron, yang

memungkinkan gerakan oksigen masuk dan keluar sel secara cepat dengan jarak

yang pendek antara membrane dan inti sel, warnanya kuning kemerah-merahan

karena didalamnya mengandung hemoglobin.

Komponen eritrosit :

a. membran eritrosit
b. sistem enzim
c. hemoglobin, komponennya terdiri atas :
a) heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi
b) globin : bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai beta

Terdapat sekitar 300 molekul Hb dalam setiap sel darah merah. Tugas

akhir Hb adalah : menyerap karbondioksida dan ion hydrogen serta

membawanya ke paru tempat zat-zat tersebut dilepaskan dari Hb.

Sifat-sifat sel darah merah :

(a) Normositik = sel yang ukurannya normal.


(b) Normokromik = sel dengan jumlah hemoglobin yang normal.
(c) Mikrositik = sel yang ukurannya terlalu kecil.
(d) Makrositik = sel yang ukurannya terlalu besar.
(e) Hipokromik = sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu sedikit.
(f) Hiperkromik = sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu banyak.

2) Sel darah putih (Leukosit)

Bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantaraan kaki

palsu. Sel darah putih dibentuk di sumsum tulang dari sel-sel bakal. Jenis-jenis dari

golongan sel ini adalah golongan yang tidak bergranula, yaitu limfosit T dan B

monosit dan makrofag serta golongan yang bergranula yaitu eosinofil, basofil, dan

neutrofil.

Fungsi sel darah putih adalah :

1. Sebagai serdadu tubuh yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit atau

bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan sistem retikulo endotel.


2. Sebagai pengangkut yaitu mengangkut atau membawa zat lemak dari dinding

usus melalui limfa terus ke pembuluh darah.

Jenis-jenis sel darah putih:

Sel darah putih terdiri atas beberapa jenis sel darah sebagai berikut:

1. Agranulosit

Memiliki diameter sekitar 10-12 mikron. Granulosit terbagi menjadi 3

kelompok :

a. Neutrofil : granula yang tidak berwarna mempunyai inti sel yang

terangkai, kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak berbintik-

bintik halus atau granula, banyaknya sekitar 60-70%.

b. Eosinofil : berwarna merah dengan pewarnaan asam, ukuran dan

bentuknya hamper sama dengan neutrofil banyaknya kira-kira 24%.

c. Basofil : berwarna biru dengan pewarnaan basa, sel ini lebih kecil dari

pada eosinofil, mempunyai inti yang bentuknya teratur banyaknya kira-

kira 0.5% disumsum merah. Basofil bekerja sebagaimfosit sel mast dan

mengeluarkan peptide vasoaktif.

2. Granulosit

Terdiri atas limfosit dan monosit:

a. Limfosit

Memiliki nucleus besar bulat dengan menempati sebagian besar sel

limfosit berkembang dalam jaringan limfe. Ukurannya sekitar 7-15 mikron,

banyaknya 20-25 % dan fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang

masuk dalam jaringan tubuh.


Limfosit ada 2 macam, yaitu limfosit T dan B. Limfosit T

meninggalkan susmsum tulang dan berkembang lama, kemudian bermigrasi

menuju ketimus.kemudian sel-sel beredar dalam darah sampai mereka

bertemu dengan antigen-antigen dimana mereka telah diprogramkan untuk

mungenalinya. Setelah dirangsang oleh antigennya. Sel ini mengahasilkan

bahan-bahan kimia yang menghancurkan mikroorganisme dan membertahu

sel-sel darah putih lainnya bahwa telah terjadi infeksi. Limfosit B terbentuk

di sumsum tulang lalu bersirkulasi dalam darah sampai menjumpai antigen

dimana mereka telah diprogram untuk mengenalinya. Pada tahap ini,

limfosit B mengalami pematangan lebih lanjut dan menjadi sel plasma serta

menghasilkan antibody.

b. Monosit

Ukurannya lebih besar dari limfosit, protoplasmanya besar, warna

biru sedikit abu-abu serta mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan.

Monosit dibentuk didalam sumsum tulang masuk kedalam sirkulasi dalam

bentuk hematom dan mengalami proses pematangan menjadi makrofag

setelah masuk ke jaringan. Fungsinya sebagai fagosit, jumlahnya 34 % dari

total komponen yang ada di sel darah putih. Jumlah sel darah putih. Pada

orang dewasa, jumlah sel darah putih total 4,0-11,0 x 10 9/l yang terbagi

sebagi berikut.

Granulosit :

1. Neutrofil 2,5 7,5 x 109

2. Eosinofil 0,04 0,44 x 109

3. Basofil 0 0,10 x 109

4. Limfosit 1,5 3,5 x 109


5. Monosit 0,2 0,8 x 109f

c. Keping darah (Trombosit)

Trombosit adalah bagian dari beberapa sel-sel besar dalam sumsum

tulang yang berbentuk cakram bulat, oval, bikonveks, tidak berinti, dan hidup

sekitar 10 hari.Jumlah trombosit antara 150 dan 400 x 109/liter (150.000-

400.000/milimeter), sekitar 30-40% terkonsentrasi di dalam limpa dan sisanya

bersirkulasi dalam darah. Fungsi trombosit yaitu berperan penting dalam

pembentukan bekuan darah diantaranya mengubah bentuk dan kualitas setelah

berikatan dengan pembuluh yang cedera.

d. Plasma darah

Plasma darah adalah bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah,

warnanya bening kekuning-kuningan hamper 90% dari plasma darah terdiri

atas air. Zat-zat yang terdapat dalam plasma darah sebagai berikut :

1. Fibrinogen yang berguna dalam peristiwa pembekuan darah.

2. Garam-garam mineral seperti garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-lain

yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik.

3. Protein darah (albumin dan globulin) menigkatkan viskositas darah juga

menimbulkan tekanan osmotic untuk memelihara keseimbangan cairan

dalam tubuh

4. Zat makanan (asam amino, glukosa, lemak, mineral, vitamin).

5. Hormone, yaitu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.

6. Antibody.

e. Limpa

Merupakan organ lunak kurang lebih berukuran 1 kepalan tangan.

Limpa terletak pada pojok atas kiri abdomen di bawah costa, limpa terdiri atas
kapsula limpa fibroelastin, folikel (masa jaringan limpa) dan pulpa merah

(jaringan ikat, sel eritrosit, sel leukosit).

1.3 Epidemiologi
Disseminated Intravascular Coagulation ini lebih sering terjadi sebagai respon

terhadap faktor lain dibandingkan sebagai kondisi primer, tidak ditemukan faktor

predisposisi yang berhubungan dengan umur, jenis kelamin atau pun ras. (Hewish,2005)

1.4 Etiologi

Berbagai penyakit dapat mencetuskan DIC fulminan atau derajat rendah seperti dibawah
ini :

DIC dapat terjadi pada penyakit penyakit :

1. Infeksi (demam berdarah dengue, sepsis, meningitis, pneumonia berat, malaria


tropika, infeksi oleh beberapa jenis riketsia ).
2. Komplikasi kehamilan (solusio plasentae, kematian janin intrauterin,emboli cairan
amnion).
3. Setelah operasi (operasi paru) by passcardiopulmonal, lobektomi, gastrektomi,
splenektomi).
4. Keganasan ( karsinoma prostat, karsinoma paru, leukemia akut )

Penyakit yang disertai DIC fulminan Penyakit disertai DIC derajat rendah

1. Bidang obstetri : emboli cairn amnion, 1. Penyakit keganasan


abrupsi plasenta, eklamsia, abortus
2. Penyakit kardiovaskuler
2. Bidang hematologi : reaksi transfusi
darah, hemolisis berat, transfusi masif, 3. Penyakit autoimun
leukemia M3 dan M4
4. Penyakit ginjal menahun
3. Infeksi
a. Septikemia, gram negatif 5. Peradangan
( endoktosin ), gram positif (mikro- 6. Graft versus Host disease
polisakarida)
b. Viremia : HIV, hepatitis, varisela, 7. Penyakit hati menahun
virus sitomegalo, demam dengue
c. Parasit : malaria
d. Trauma
e. Penyakit hati akut : gagal hati akut,
ikterus obstruktif
f. Luka bakar
g. Alat prostesis : shunt Leveen atan
shunt Denver, alat bantu balon aorta
h. Kelainan vaskuler
Untuk lebih jelasnya lihat pada tabel di bawah ini :

Emboli cairan amnion yang disertai DIC sering mengancam nyawa dan dapat
menyebabkan kematian. Gejala DIC karena emboli cairan amnion yaitu gagal napas akut
dan renjatan. Biasanya pada permulaan hanya DIC derajat rendah dan kemudian dapat
berkembang cepat menjadi fulminan. Dalam keadaan ini nekrosis jaringan janin dan enzim
jaringan nekrosis tersebut akan masuk dalam sirkulasi ibu dan mengaktifkan sistem
koagulasi dan fibrinolisis dan terjadi DIC fulminan.

Pada kehamilan dengan eklamsia ditemukan DIC derajat rendah dan sering pada organ
khusus seperti ginjal dan mikrosirkulasi palsenta. Abortus yang diinduksi dengan garam
hipertonik juga sering disertai DIC derajat rendah sampai abortus komplet namun kadang
dapat menjadi fulminan.

Hemolisis karena reaksi transfusi darah dapat memicu sistem koagulasi sehingga
terjadi DIC. Akibat hemolisis, sel darh merh melepaskan adenosin difosfat (ADP) atau
membran fosfolipid SDM yang mengaktifkan sistem koagulasi baik sendiri maupun secara
bersamaan dan meyebabkan DIC. Pada septikimia DIC terjadi akibat endoktosin atau
mantel polisakarida bakteri memulai koagulasi dengn cara mengaktifkan faktor F XII
menjadi F XIIa dan pelepasan materi prokoagulan dari granulasit dan semuanya ini dapat
mencetusakan DIC.

Perdarahan terjadi karena :

1. Hipofibrinogenemia
2. Trombositopenia
3. Beredarnya antikoagulan dalam sirkulasi darah (hasil perombakan fibrinogen)
4. Fibrinolisis berlebihan

Tanda dan gejala kehilangan darah

Kehilangan volume
Tanda Klinis
Ml % VDT

500 10 Takada : kadang-kadang sinkope


vasovagal pada pendonor darah
1000 20 Pada saat istirahat mungkin takada bukti
klinis kehilangan darah; terlihat sedikit
turun pada TD postural; takikardi pada
saat latihan

TD dan N saat istirahat telentang


mungkin normal; vena leher datar bila
1500 30 telentang; hipotensi postural; takikardi
saat latihan

Tekanan vena sentral, curah jantung dan


tekanan darah arteri di bawah normal
bahkan bila telentang dan istirahat; sesak
napas, nadi cepat halus, kulit lembab
2000 40 dingin

Asidosis laktat, syok berat, kematian

2500 50

1.5 Patofisiologi
Dibawah kondisi homeostasis, tubuh dipertahankan dalam keseimbangan tersetel

koagulasi dan fibrinolisis. Aktivasi dari kaskade koagulasi menghasilkan trombin yang

mengubah fibrinogen untuk fibrin, bekuan fibrin yang stabil menjadi produk akhir dari

hemostasis sistem yang kemudian fibrino lytic berfungsi untuk memecah fibrinogen dan

fibrin.pengaktifan system fibrinolytic menghasilkan plasmin (dalam bentuk trombin),

yang bertanggung jawab untuk lisis dari bekuan fibrin rincian fibrinogen dan fibrin

disebut polipeptida hasil dalam produk degradasi fibrin (FDPs) atau produk split fibrin

(FSPs). dalam keadaan homeostasis kehadiran trombin sangat penting karena merupakan
pusat enzim proteolitik dari pembekuan dan juga diperlukan untuk pemecahan gumpalan

darah atau fibrinolisis.

Kaskade koagulasi

Trombin

Fibrinogen untuk fibrin

Dipecah oleh fibrinolitik

Plasmin (dalam bentuk trombin)

Pusat enzim proteolitik diperlukan untuk penggumpalan darah

Perdarahan

Dx : Resti perubahan perfusi jaringan b.d hemoragi sekunder

1.6 Klasifikasi

DIC dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

1. DIC akut (overt DIC), adalah kondisi dimana pembuluh darah dan darah serta
komponennya tidak dapat mengkompensasi atau mengembalikan homeostasis dalam
merespon injury. Ditandai dengan abnormalitas dari parameter koagulasi. Akibatnya
terjadi trombosis dan/atau perdarahan yang berujung kegagalan organ multipel.
2. DIC kronik (non-overt DIC), adalah kondisi klinik dari kerusakan pembuluh darah
yang memperberat sistem koagulasi. Namun respon tubuh masih dapat menjaga agar
tidak terjadi pengaktifan lebih lanjut dari sistem hemostasis dan inflamasi.

1.7 Manifestasi Klinis


1. Perdarahan dari tempat-tempat pungsi luka dan membran mukosa pada klien dengan

syok komplikasi persalinan sepsis atau kanker


2. Perubahan kesadaran yang mengindikasikan trombus serebrum
3. Distensi abdomen yang menandakan adanya perdarahan saluran cerna
4. Sianosis dan tachypnea akibat buruknya perfusi dan oksigenasi jaringan
5. Hematuria akibat perdarahan atau oliguria akibat menurunnya perfusi ginjal

1.8 Pemeriksaan Penunjang


1.8.1 Pemeriksaan Hemostasis pada DIC

1. Masa Protrombin
Masa protrombin bergantung pada perubahan fibrinogen menjadi fibrin.
Masa protrombin yang memanjang bisa karena hipofibrinogenemia, gangguan
FDP pada polimerisasi fibrin monomer dan karena plasmin menginduksi lisis
faktor V dan faktor IX. Normal atau memendeknya masa protrombin terjadi karena
:

1) Beredarnya faktor koagulasi aktif seperti trombin atau F Xa yang dapat


mempercepat pembentukan fibrin
2) Hasil degradasi awal dapat mempercepat pembekuan oleh trombin dan sistem
pembentukan gel yang cepat.

2. Partial Thrombin Time (PTT)


PTT yang diaktifkan seharusnya memanjang pada DIC fulminan karena
berbagai sebab sehingga parameter ini lebih berguna daripada masa protrombin.
Plasmin menginduksi biodegradasi F V, VIII, IX dan XI, yang seharusnya juga
menyebabkan PTT memanjang. PTT akan memanjang bila kadar fibrinogen
kurang dari 100 mg%.

3. Kadar Faktor Pembekuan

Pada kebanyakan pasien DIC fulminan faktor pembekuan yang akif


beredar dalam sirkulasi terutama F Xa, Ixa dan trombin. Sebagai contoh jika F
VIII diperiksa dengan pada pasien DIC dengan disertai peningkatan F Xa, jelas F
VIII dicatat akan tinggi karena dalam uji sistem ini F Xa memintas kebutuhanF
VIII sehingga terjadi perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan cepat dan waktu
yang dicatat dalam kurva standar pendek dan ini akan diinterprestasi sebagai
kadar F VIII yang tinggi.

4. FDP
Hasil degradasi adalah akibat biodegradasi fibrinogen atau fibrin oleh
plasmin jadi secara tidak langsung menunjukkan bahwa jumlah plasmin melebihi
jumlah normal dalm darah. Tes protamin sulfat atau etanol biasanya positif bila
dalam sirkulasi darah ada fibrin monomer solubel.
5. D-Dimer
D-Dimer merupakan hasil degradasi fibrin ikat silang yaitu fibrinogen
yang diubah menjadi fibrin dan kemudian diaktifkan oleh faktor XIII. D-Dimer
merupakan tes yang paling dapat dipercaya untuk menilai kemungkinan DIC.

6. Plasmin

Pemeriksaan sistem fibrinolisis daalam laboratorium klinis yang berguna pada


DIC adalah pemeriksaan plasminogen dan plasmin. Fibrinolisis sekunder
merupakan respons tubuh untuk mencegah trombosis, dalam upaya tubuh
menghindarkan kerusakan organ yang irreversibel pada pasien dengan DIC.

7. Trombosit
Jumlah trombosit bervariasi mulai dari yang paling rendah 2000-3000
sampai lebih dari 100.000/mm3. Pada pasien DIC dalam sediaan apus dari tepi
jumlahnya rata-rata 60.000/mm3.

Uji fungsi trombosit seperti masa perdarahan, agregasi trombosit biasanya


mengganggu pada DIC. Gangguan ini disebabkan FDP menyelubungi membran
trombosit.

Faktor 4 trombosit (PF4) dan -tromboglobulin merupakan petanda


terjadinya reaktivasi dan penglepasan trombosit dan biasanya meningkat pada
DIC. Bila pada DIC kadar PF4 dan -tromboglubulin meningkat dan kemudian
menurun sesudah pengobatan, hal ini menunjukkan pengobatan berhasil.
Rendahnya trombosit pada DIC menandakan adanya aktivasi trombin yang
terinduksi dan penggunaan trombosit. Memanjangnya waktu pembekuan
menandakan menurunnya jumlah faktor pembekuan yang tersedia seperti
vitaminK.

Diagnosis laboratorium DIC dapat dibagi dalam 4 kelompok :

1) Aktivasi sistem prokoagulan meliputi, protrombin, fragmen 1+2, fibrinopeptida


A, fibrinopeptida B, kompleks trombin-anti trombin (TAT) dan D-Dimer.
Semuanya meningkat pada DIC
2) Aktivasi sistem fibrinolisis meliputi D-Dimer, FDP, plasmin dan plasmin
antiplasmin kompleks (PAP), semuanya meningkat pada DIC.
3) Konsumsi penghambat ada yang meningkat dan ada yang menurun. Yang
meningkat : kompleks TAT, kompleks PAP. Yang menurun : L. antitrombin, 2
antiplasmin, heparin, kofaktor II, protein C dan S
4) Kerusakan atau kegagalan organ. Yang meningkat adalah laktat dehidrogenase,
kreatinin, dan ang menurun pH dan PaO2
Untuk menentukan derajat berat DIC dapat dipakai sistem skor. Sistem
skor didasarkan atas nilai uji laboratorium keempat kelompok di atas, ditambah
keadaan klinis dan hemodinamik pasien.

Kriteria derajat berat DIC :

a. Skor >90, DIC tidak mungkin


b. Skor 75-89, DIC ringan
c. Skor 50-79, DIC sedang
d. Skor < 49, DIC berat

Manfaat skor dalam menilai dan menentukan pengobatan :

1) Ada respons pengobatan. Skor bertambah 10 atau lebih dalam 48 jam. DIC
ada perbaikan. Pengobatan dengan antikoagulan diteruskan (heparin atau
AT III)
2) DIC menetap. Kenaikan skor 9 selama 48 jam DIC menetap.
Antikoagulan (heparin, AT III) diteruskan. Evaluasi 48 jam lagi
3) Terapi gagal. Skor berkurang selama 72 jam. Antikoagulan dihentikan,
demikian juga pengobatan substitusi
8. Pemeriksaan kadar penghambat pembekuan (AT III atau protein C) berguna untuk
memberikan informasi prognostik. Pemeriksaan hasil degradasi fibrin seperti D-
dimer, akan membantu untuk membedakan DIC dengan kondisi lain yang
memiliki gejala serupa, pemanjangan waktu pembekuan dan turunnya trombosit,
seperti pada penyakit hati kronik.
9. Rendahnya kadar penghambat koagulasi (Antitrombin III)

1.9 Penatalaksanaan Medis


Penatalakasanaan DIC yang utama adalah mengobati penyakit yang mendasari

terjadinya DIC Jika hal ini tidak dilakukan pengobatan terhadap DIC tidak akan berhasil

Kemudian pengobatan lainnya yang bersifat suportive dapat diberikan.

1. Antikogulan

Secara teoritis pemberian antikoagulan heparin akan menghentikan proses pembekuan,

baik yang disebabkan oleh infeksi maupun oleh penyebab lain. Meski pemberian

heparin juga banyak diperdebatkan akan menimbulkan perdarahan, namun dalam

penelitian klinik pada pasien DIC heparin tidak menunjukkan komplikas perdarahan

yang signifikan. Dosis heparin yang diberikan adalah 300 500 u/jam dalam infus

kontinu.

Indikasi:

1) Penyakit dasar tak dapat diatasi dalam waktu singkat


2) Terjadi perdarahan meski penyakit dasar sudah diatasi
3) Terdapat tanda-tanda trombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal hati,

sindroma gagal nafas

Dosis:

100iu/kgBB bolus dilanjutkan 15-25 iu/kgBB/jam (750-1250 iu/jam) kontinu,

dosis selanjutnya disesuaikan untuk mencapai aPTT 1,5-2 kali kontrol Low molecular

weight heparindapat menggantikan unfractionated heparin.

2. Plasma dan trombosit


Pemberian baik plasma maupun trombosit harus bersifat selektif Trombosit diberikan

hanya kepada pasien KID dengan perdarahan atau pada prosedur invasive dengan

kecenderungan perdarahan Pemberian plasma juga patut dipertimbangkan karena di

dalam palasma hanya berisi faktor-faktor pembekuan tertentu saja, sementara pada

pasien KID terjadi gangguan seluruh faktor pembekuan.


3. Penghambat pembekuan (AT III)
AT III dapat bermanfaat bagi pasien KID, meski biaya pengobatan ini cukup

mahal.Direkomendasikan sebagai terapi substitusi bila AT III<70%

Dosis:

Dosis awal 3000 iu (50 iu/kgBB) diikuti 1500 iu setiap 8 jam dengan infus

kontinu selama 3 5 hari.

Rumus:

1) 1 iu x BB (kg) x AT III, dengan target AT III > 120%

2) AT III x 0,6 x BB (kg), dengan target AT III > 125%

4. Obat-obat antifibrinolitik

Antifibrinolitik sangat efektif pada pasien dengan perdarahan tetapi pada pasien KID

pemberian antifibrinolitik tidak dianjurkan Karena obat ini akan menghambat proses

fibrinolisis sehingga fibrin yang terbentuk akan semakin bertambah akibatnya KID

yang terjadi akan semakin berat.


1.10 PATHWAY DIC

Inflamasi Sepsis (Infeksi Berat) Obstetrik Hemolisis Intravaskuler

Merangsang hipotalamus Bakteri mengeluarkan endotoksin ADP membran eritrosit mengaktifkan sistem
koagulasi

Merangsang IL-1 (zat yang berperan dalam aktivasi merangsang pelepasan TNF - IL I
komplemen

Set poit pembekuan)

Suhu dalam tubuh mengatifkan faktor Hageman

demam
Gangguan PTA aktif
Termoregulasi Induksi pelepasan reaksi trombosit

Endotel terkelupas

menghambat trombin, kumpulan Jalur eksrinsik (jaringan rusak mengeluarkan tromboplastin jaringan)

fibrin, dan gangguan polimerasi fibrin Tromboplastin+Ca aktif berlebihan

masuk ke pembuluh darah sensitif Faktor X (stuart power) mempercepat protrombin menjadi trombin aliran daarah ke
jantung

(mukosa,hidung,mulut,dll) Trombin mengaktifkan fibrinolisis Stroke volum

Perdarahan Fibrinolisis abnormal TD


Fibrin hancur dan masuk ke aliran darah
Gangguan Perfusi Jaringan
Fibrin mengendap di intravaskuler perifer

Sumbatan trombus di daerah perifer

Suplai O2 Muncul ptekiae di daerah perifer

Metabolisme anaerob
Gangguan Integritas Kulit
ATP asam laktat

Fatigue Nyeri

Resiko Intoleransi
Aktivitas
DAFTAR PUSTAKA

Brenda G. Bare dan Suzanne C. Smeltzer. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8.
Closky. 2000. Nursing Intervention Classification (NIC). Philadelphia : Mosby

Derek S, et al,. 2014. Pediatric Critical Care Medicine. [Serial Online].


https://books.google.co.id/books?
id=K7D0AwAAQBAJ&pg=PA483&dq=pathway+DIC&hl=id&sa=X
&ved=0ahUKEwjYm53Iw-
PXAhUH2o8KHXwbCYsQ6AEIKzAB#v=onepage&q=pathway
%20DIC&f=false (diakses pada 29 November 2017)

DIC: Pathogenesis, Diagnosis, and Therapy of Disseminated Intravascular Fibrin


Formation : Proceedings of the Workshop on Disseminated Intravascular
Coagulation, Castle of Rauischholzhausen, Germany, 12-14 May 1993,
Bagian 545. [Serial Online]. https://books.google.co.id/books?
id=Od1rAAAAMAAJ&q=pathway+Disseminated+intravascular+coa
gulation+DIC&dq=pathway+Disseminated+intravascular+coagulatio
n+DIC&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjLqKTUw-PXAhUIQI8KHR-
zBNoQ6AEIJTAA (diakses pada 29 November 2017)

Engram, Barbara. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.Vol 2.


Jakarta EGC
Hewish, Paul., 2005, Disseminated Intravascular
Coagulation, http://www.patient.co.uk

Http://www. hemodialisa.files.wordpress.com/2010/09/askep-dic.pdf
Http://www.linkpdf.com/.../asuhan-keperawatan-klien-dengan-gangguan-
hematolog--.pdf.
Lubis HS. PENANGANAN KOAGULASI INTRAVASKULAR DISEMINTA
AKUT DAN KRONIK [serial online]
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/62950/21PENA
NGN.pdf?sequence=1 (diakses pada 29 November 2017)
Moorhead. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC). Philadelphia : Mosby
Ners. Wiwik handayani S.Kep. dan dr.Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Buku Ajar
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi
jilid 1. Jakarta: Salemba Medika.
Price,S.2005.Patofisiologi Konsep klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta :
EGC
Tambunan. L.Karamel. 2001. Buku ajar Penyakit Dalam jilid 2. Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai