Anda di halaman 1dari 30

Bab Tiga

Material Beton Pratekan

3.1. Pendahuluan

Beton adalah material komposit dari semen, agregat kasar (split, batu pecah atau
kerikil), agregat halus (pasir), air dan bahan tambahan yang lain. Perbandingan berat
campuran beton pada umumnya adalah portland semen 18%, agregat kasar 44%, agregat
halus 31% dan air 7%. Setelah beberapa jam campuran tersebut dituangkan atau dicor pada
acuan (formwork) yang telah disediakan, bahan-bahan tersebut akan langsung mengeras
sesuai bentuk acuan yang telah dibuat. Standar kekuatan beton ditentukan oleh kuat tekan
karakteristik (fc) uji siinder pada usia 28 hari.
Bab ini membahas sifat-sifat material beton dan baja yang berkaitan dengan sistem
beton pratekan.

3.2. Agregat

Agregat kasar adalah material berbutir yang diperoleh dari batu-batuan dan batu pecah.
Agregat kasar juga dapat dihasilkan dari material sintetis seperti slag (residu pembakaran
batubara), serpih, abu terbang (fly ash) dan tanah lempung yang digunakan pada beton ringan.
Untuk agregat halus digunakan pasir yang diambil dari dasar sungai atau
penambangan bersama dengan pasta semen terhidrasi mengisi celah antara agregat kasar.
Sifat-sifat penting agregat adalah:
1. Bentuk dan tekstur;
2. Ukuran butir;
3. Kadar air;
4. Berat jenis;
5. Berat satuan;
6. Daya tahan dan ketiadaan bahan-bahan pengotor.
Ukuran nominal maksimum agregat kasar dibatasi oleh nilai terendah (tidak melebihi)
nilai berikut ini:
(1) 1/5 jarak terkecil antara sisi-sisi cetakan, ataupun
(2) 1/3 ketebalan pelat lantai, ataupun
(3) 3/4 jarak bersih minimum antara tulangan-tulangan atau kawat-kawat, bundel tulangan,
atau tendon-tendon prategang atau selongsong-selongsong.
(4) Jarak spasi diantara tendon/untaian kabel dikurangi 5 mm.
Material Beton Pratekan

Bahan-bahan pengotor yang harus dibatasi dalam agregat adalah butiran lempung,
kayu, batubara, chert, lanau, debu batu (material yang lebih kecil dari 75 mikron), bahan
organik, kotoran, dan partikel friable (mudah hancur/terdekomposisi menjadi bubuk).

3.3. Semen
Semen adalah campuran batu gamping, gypsum dan lempung yang dihaluskan dan
dipanaskan dalam tempat pembakaran sampai 14001600 oC. Tipe-tipe semen yang boleh
digunakan dalam pelaksanaan beton pratekan adalah:
1. Semen portland biasa (OPC, ordinary portland cement) tipe 1 yang memenuhi spesifikasi
SNI 15-2049-2004 dan ASTM C150-2004;
2. Semen portland komposit (PCC, portland composit cement) yang mengandung terak
semen dan gypsum tidak lebih dari 50% dan memenuhi spesifikasi SNI 15-7064-2004;
3. Semen portland biasa (OPC, ordinary portland cement) tipe 3 (semen dengan pengerasan
awal tinggi).

3.4. Air
Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan-bahan
merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau bahan-bahan
lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan.
Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang
didalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat,
tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan.

3.5. Bahan Tambahan (admixtures)


Bahan tambahan diklasifikasikan ke dalam dua golongan: bahan tambahan kimia dan
bahan tambahan mineral. Bahan tambahan yang dapat digunakan adalah:
1) Bahan tambahan pembentuk gelembung udara (air-entraining admixtures) sesuai
spesifikasi SNI 03-2496-1991;
2) Bahan tambahan pengurang air (water reducing admixtures) sesuai spek. ASTM C 494;
3) Bahan tambahan penghambat reaksi hidrasi beton (set retarding admixtures);

4) Bahan tambahan pemercepat reaksi hidrasi beton (set accelerating admixtures);


5) Bahan tambahan gabungan pengurang air dan penghambat reaksi hidasi beton (water
reducing and set retarding admixtures) sesuai spesifikasi ASTM C 494; dan,
6) Bahan tambahan pengurang air dan pemercepat reaksi hidrasi beton (water reducing
and set accelerating admixtures) sesuai spesifikasi ASTM C 494.
Bahan tambahan yang mengandung klorida (kalsium klorida) tidak boleh digunakan
pada beton pratekan.

3.6. Sifat-sifat Beton yang Mengeras

43 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

Beton yang digunakan dalam pratekan harus mempunyai kualitas yang baik. Dan
harus mempunyai karakteristik berikut:

1. Kekuatan tinggi dengan rasio air semen (f.a.s) yang rendah;

2. Ketahanan (durabilitas) dengan permeabilitas yang rendah (angka pori rendah), dengan
kandungan semen minimum dan dicampur, dipadatkan dan dirawat dengan benar.

3. Susut dan rangkak minimum dengan cara membatasi kandungan semen.

3.6.1. Kekuatan Beton


Untuk aplikasi beton pratekan, dibutuhkan beton berkekuatan tinggi karena alasan-
alasan berikut:
1. Menahan tegangan-tegangan yang tinggi pada zona pengangkuran;
2. Harus memiliki ketahanan yang tinggi dalam gaya atau tegangan tekan (kompresi), tarikan,
geser dan kemampuan rekatan;
3. Harus mempunyai kekakuan yang relatif besar untuk mengurangi defleksi; dan,
4. Harus mengurangi retak-retak akibat rangkak.
Untuk standar perencanaan kekuatan beton pratekan di Indonesia mengacu pada SNI T-12-
2004.

Kuat Tekan (Compressive Strength)


Ini merupakan parameter terpenting beton, yang apabila tidak disebutkan lain dalam
spesifikasi, kuat tekan didefinisikan sebagai kuat tekan beton pada umur 28 hari, fc, dengan
berdasarkan suatu kriteria perancangan dan keberhasilan sebagai berikut:
1. Ditetapkan berdasarkan prosedur probabilitas statistik dari hasil pengujian tekan pada
sekelompok benda uji silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm, dinyatakan
dalam satuan MPa, dengan kemungkinan kegagalan sebesar 5%, maksudnya adalah
tidak lebih dari 5% dari sampel uji yang gagal atau bernilai kurang dari kuat karakteristik.
2. Dalam hal komponen struktur beton prategang, sehubungan dengan pengaruh gaya
prategang pada tegangan dan regangan beton, baik dalam jangka waktu pendek maupun
jangka panjang, maka kuat tekan beton minimum adalah 30 MPa.

Sketsa pada Gambar 3.1, menunjukkan suatu distribusi ideal dari harga kuat tekan fc tes
silinder dengan sejumlah sampel dengan menggunakan distribusi probabilitas normal. Sumbu
horizontal menyatakan nilai kuat tekan (compressive strength. Sumbu vertikal menyatakan
jumlah sampel uji untuk suatu kuat tekan tertentu atau dalam statistika disebut juga frekuensi.
Harga rata-rata kuat tekan (mean compressive strength) dinyatakan sebagai fcm. Kekuatan
karakteristik dinyatakan dengan fc (fck untuk benda uji kubus) yaitu nilai dalam sumbu-X di
bawah dimana 5% dari luasan total berada di bawah penurunan kurva. Harga fc (fck) 1.65
kali lebih rendah daripada fcm (fcm = 1.651.65fc' = 1.65fck) , dimana adalah simbol
deviasi standar untuk distribusi probabilitas normal.
Kuat tekan minimum untuk beton pratekan disyaratkan sebagai berikut:
30 MPa untuk sistem post-tensioning, dan
40 MPa untuk sistem pretensioning.

44 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

Dengan kuat tekan maksimum untuk kedua sistem sebesar 60 MPa.

Gambar 3.1. Idealisasi distribusi normal kekuatan tekan beton

Kuat Tarik (Tensile Strength)


Kekuatan tarik beton diberikan sebagai:
1. Kekuatan tarik lentur (flexural tensile srength) : hal ini diukur dengan percobaan
pembebanan 2 titik pada balok (disebut juga percobaan pembebanan 4 titik bila termasuk
reaksi-reaksi perletakkan);
2. Kekuatan tarik belah (splitting tensile strength): diukur dengan percobaan penekanan
diametral dengan sampel berbentuk silinder;
3. Kekuatan tarik langsung (direct tensile strength): diukur dengan percobaan tarikan
langsung pada sampel persegi.
Apabila tidak dilakukan percobaan pembebanan tarik dengan salah satu atau lebih dari cara-
cara yang disebutkan ini maka kuat tarik beton dapat dihitung sebagai,
Kuat tarik langsung

f ct 0, 33 fc '
Kuat tarik lentur
f cf 0, 6 fc '

dan,
tegangan ijin tarik untuk beton prategang penuh,

f ci 0, 5 fc '

dimana,
fct = kuat tarik langsung dalam N/mm2 (MPa)
fcf = kuat tarik lentur dalam N/mm 2 (MPa)
fci = kuat ijin tarik untuk beton prategang penuh (MPa)
fc = kuat tekan karakteristik uji silinder dalam N/mm2 (MPa)

SNI T-12-2004 pasal 4.4.1.1.2 dan pasal 4.4.1.2.3:

45 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

4.4.1.1.2 Kuat tarik


Kuat tarik langsung dari beton, fct, bisa diambil dari ketentuan:
- 0,33 fc MPa pada umur 28 hari, dengan perawatan standar; atau
- Dihitung secara probabilitas statistik dari hasil pengujian.
4.4.1.1.3 Kuat tarik lentur
Kuat tarik lentur beton, fcf, bisa diambil sebesar:
- 0,6 fc MPa pada umur 28 hari, dengan perawatan standar; atau
- Dihitung secara probabilitas statistik dari hasil pengujian.

4.4.1.2.3 Tegangan ijin tarik pada kondisi batas layan


Tegangan tarik yang diijinkan terjadi pada penampang beton, boleh diambil untuk:
- beton tanpa tulangan : 0,15 fc
- beton prategang penuh : 0,5 fc
Tegangan ijin tarik dinyatakan dalam satuan MPa.
4.4.1.2.4 Tegangan ijin tarik pada kondisi transfer gaya prategang untuk komponen
beton prategang
Tegangan tarik yang diijinkan terjadi pada penampang beton untuk kondisi transfer gaya
prategang, diambil dari nilai-nilai:
- Serat terluar mengalami tegangan tarik, tidak boleh melebihi nilai 0,25 fci, kecuali untuk
kondisi di bawah ini.
- Serat terluar pada ujung komponen struktur yang didukung sederhana dan mengalami
tegangan tarik, tidak boleh melebihi nilai 0,5 fci.
Tegangan ijin tarik dinyatakan dalam satuan MPa.

Kekakuan Beton (Stiffness of Concrete)


Kekakuan beton diperlukan dalam menentukan besar defleksi. Kekakuan diberikan
oleh modulus elastisitas atau modulus Young. Untuk perilaku tegangan non-linear (fc)
terhadap regangan beton (c), modulus dapat ditentukan modulus awal, modulus tangensial
atau modulus secant. Dalam berbagai peraturan, modulus secant diambil pada harga kuat
tekan karakteristik sebesar 0.3fc.

Modulus elastisitas beton, Ec, nilainya tergantung pada mutu beton, yang terutama
dipengaruhi oleh karakteristik material dan proporsi campuran beton. Namun untuk analisis
perencanaan struktur beton yang menggunakan beton normal dengan kuat tekan yang tidak
melampaui 60 MPa, atau beton ringan dengan massa jenis yang tidak kurang dari 2000 kg/m3
dan kuat tekan yang tidak melampaui 40 MPa. Harga Ec untuk pembebanan jangka pendek
(short-time loading) yaitu dengan mengabaikan efek rangkak dapat ditentukan sebagai:

E c w c 1.5 0, 043 fc '


atau

E c 4700 fc '

46 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

dengan pertimbangan bahwa kenyataannya harga ini bisa bervariasi 20%. Dimana wc
menyatakan berat jenis beton dalam satuan kg/m3, fc menyatakan kuat tekan beton dalam
satuan MPa, dan Ec dinyatakan dalam satuan MPa. Untuk beton normal dengan massa jenis
sekitar 2400 kg/m3, Ec boleh diambil sebesar 4700fc, dinyatakan dalam MPa; atau
ditentukan dari hasil pengujian. Perhatikan bahwa Ec dalam formula diatas adalah untuk
pembebanan jangka pendek dengan mengabaikan efek rangkak.

Daya Tahan Beton (Durability of Concrete)

Daya tahan beton merupakan suatu hal yang sangat penting sehubungan biaya
selama usia pemakaian struktur. Biaya selama usia pakai struktur mencakup biaya awal dan
biaya pemeliharaan dan perbaikan.

Sifat ketahanan beton didefinisikan sebagai kemampuan menahan pengaruh cuaca,


serangan kimiawi, abrasi atau proses perusakan lainnya. Masalah daya tahan umum dalam
beton adalah:
1. Serangan sulfat dan bahan kimia lainnya;
2. Reaksi alkali agregat;
3. Korosi tendon atau batang tulangan baja.
Daya tahan beton secara material itu sendiri berhubungan dengan sifat kerapatan air
atau permeabilitasnya. Oleh karena itu, beton harus mempunyai tingkat permeabilitas yang
rendah dan tersedianya selimut beton yang cukup untuk melindungi tulangan baja. Pemilihan
bahan yang sesuai dan kontrol kualitas yang baik merupakan hal-hal yang fundamental untuk
ketahanan beton. Tabel 3.1. memberikan rasio air semen (f-a-s) maksimum dan kandungan
semen minimum untuk kondisi bukaan/keterpaparan sedang terhadap serangan perusak.

Tabel 3.1. Kandungan semen dan f-a-s untuk kondisi bukaan/keterpaparan sedang
Kandungan semen minimum : 300 kg per m3 beton
Rasio air semen maksimum : 0.50

Untuk membatasi susut dan rangka, kandungan semen maksimum sebesar 530 kg per m 3
beton.

Beton Mutu Tinggi (High Strength of Concrete)

Dengan kemajuan teknologi beton, beton mutu tinggi menjadi semakin populer dalam
penerapan pratekan. Beberapa sifat dari beton mutu tinggi adalah:
1. Kekuatan tinggi;
2. Susut dan rangkak minimum;
3. Daya tahan tinggi;
4. Mudah dikerjakan
5. Biaya efektif.

47 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

Secara tradisional, beton mutu tinggi berarti beton dengan kekuatan yang tinggi dengan
kandungan semen yang tinggi dan faktor air semen yang rendah. Tetapi kandungan semen
yang lebih banyak menyebabkan retak rangkak plastis dan autogen, dan retak termal.
Beberapa tipe khusus beton kinerja tinggi adalah sbb:
1. Beton mutu tinggi;
2. Beton kelecakan tinggi;
3. Beton kompaksi-sendiri;
4. Beton bubuk reaktif;
5. Beton kadar abu terbang tinggi;
6. Beton tulangan fiber (serat).

Dalam elemen post-tension, beton di sebelah blok angkur (disebut blok ujung/angkur
mati) memperoleh pemusatan tegangan yang tinggi. Tipe beton pada ujung blok-blok boleh
berbeda dari sisa beton lainnya pada elemen. Beton tulangan serat (fiber) digunakan untuk
mengontrol keretakan akibat gaya-gaya pecah. Gambar 3.2, menunjukkan blok-blok ujung
yang dicor secara terpisah dengan beton mutu tinggi.

Gambar 3.2. Blok ujung dalam suatu dek jembatan

Tegangan Ijin (Allowable Stress) Beton


Tegangan ijin diterapkan dalam analisis dan desain elemen pada kondisi beban layan.
Standar peraturan di Indonesia SNI 03-2874-2002 pasal 20.4 - 20.5 dan SNI T-12-2004 pasal
4.4.1.1.x 4.4.1.2.x, memberikan tegangan-tegangan ijin maksimum untuk beton pratekan
dan tendon.

Tegangan Tekan Ijin Komponen Lentur


Gambar 3.3. menunjukkan variasi tegangan tekan ijin untuk kelas-kelas beton yang
berbeda pada saat transfer prategang.

Gambar 3.3. Variasi nilai tegangan tekan ijin pada saat transfer pratekan (IS 1343)

48 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

Gambar 3.4. menunjukkan variasi tegangan tekan ijin untuk kelas-kelas beton yang
berbeda pada kondisi beban layan. Zona 1 menggambarkan lokasi dimana tegangan-
tegangan tekan paling tidak mungkin mengalami peningkatan. Zona 2 menunjukkan lokasi-
lokasi dimana tegangan-tegangan tekan paling mungkin mengalami peningkatan, misalnya
akibat beban-beban transien dari kendaraan yang melewati dek jembatan.

Gambar 3.4. Variasi nilai tegangan tekan ijin pada kondisi beban layan (IS 1343)

Nilai-nilai tegangan ijin komponen lentur pada saat transfer prategang dan pada kondisi beban
layan.

20.4 Tegangan izin beton untuk komponen struktur lentur


1) Tegangan beton sesaat sesudah penyaluran gaya prategang (sebelum terjadinya
kehilangan tegangan sebagai fungsi waktu) tidak boleh melampaui nilai berikut:
(1) Tegangan serat tekan terluar ........................................................ 0,60fci
(2) Tegangan serat tarik terluar kecuali seperti yang diizinkan dalam 20.4(1(3))
....................................................................................................... (1/ 4) fci
(3) Tegangan serat tarik terluar pada ujung-ujung komponen struktur di atas
perletakan sederhana ................................................................... (1/ 2) fci

Bila tegangan tarik terhitung melampaui nilai tersebut di atas, maka harus dipasang tulangan
tambahan (non-prategang atau prategang) dalam daerah tarik untuk memikul gaya tarik total
dalam beton, yang dihitung berdasarkan asumsi suatu penampang utuh yang belum retak.

2) Tegangan beton pada kondisi beban layan (sesudah memperhitungkan semua


kehilangan prategang yang mungkin terjadi) tidak boleh melampaui nilai berikut:
(1) Tegangan serat tekan terluar akibat pengaruh prategang, beban mati dan
beban hidup tetap ........................................................................... 0,45fc
(2) Tegangan serat tekan terluar akibat pengaruh prategang, beban mati dan
beban hidup total ............................................................................ 0,6fc
(3) Tegangan serat tarik terluar dalam daerah tarik yang pada awalnya
mengalami tekan ............................................................................ (1/ 2) fc
(4) Tegangan serat tarik terluar dalam daerah tarik yang pada awalnya
mengalami tekan dari komponen-komponen struktur (kecuali pada sistem pelat
dua-arah), dimana analisis yang didasarkan pada penampang retak transformasi
dan hubungan momen-lendutan bilinier menunjukkan bahwa lendutan seketika
dan lendutan jangka panjang memenuhi persyaratan 10.5(4), dan dimana
persyaratan selimut beton memenuhi 9.7(3(2)) .............................. fc
3) Tegangan izin beton dalam 20.4(1) dan 20.4(2) boleh dilampaui bila dapat ditunjukkan
dengan pengujian atau analisis bahwa kemampuan strukturnya tidak berkurang dan lebar
retak yang terjadi tidak melebihi nilai yang disyaratkan.

20.5 Tegangan izin tendon prategang


Tegangan tarik pada tendon prategang tidak boleh melampaui nilai berikut:
1) Akibat gaya pengangkuran tendon ............................................... 0,94fpy
tetapi tidak lebih besar dari nilai terkecil dari 0,80fpu dan nilai maksimum yang
direkomendasikan oleh pabrik pembuat tendon prategang atau perangkat
angkur.
2) Sesaat setelah penyaluran gaya prategang ................................. 0,82fpy
tetapi tidak lebih besar dari 0,74fpu.
3) Tendon pasca tarik, pada daerah angkur dan sambungan, segera setelah
penyaluran gaya .......................................................................... 0,70fpu

49 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

3.6.2. Rangkak Beton


Rangkak beton adalah pertambahan deformasi menurut waktu di bawah kondisi
pembebanan konstan. Berkaitan dengan terjadinya rangkak beton, gaya prategang di dalam
tendon berkurang sejalan waktu. Olah karena itu, kajian tentang rangkak adalah sesuatu yang
penting dalam beton pratekan guna menghitung kehilangan prategang. Rangkak timbul akibat
2 penyebab, yaitu:
1. Pengaturan ulang pasta semen terhidrasi (khususnya produk-produk berlapis);
2. Keluarnya air dari rongga di bawah pembebanan.

Bila suatu spesimen beton mengalami pembebanan tekan lambat (slow loading), kurva
tegangan regangan bertambah panjang di sepanjang sumbu regangannya dibanding kurva
untuk pembebanan cepat (fast loading). Hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan
terminologi rangkak. Bila beban ditahan pada suatu tingkat, pertambahan regangan akibat
rangkak akan menyebabkan suatu pergeseran dari kurva pembebanan cepat menjadi kurva
pembebanan lambat (lihat Gbr. 3.5).

Gambar 3.5. Kurva tegangan-regangan beton dibawah tekanan (kompresi)

Rangkak diukur dengan besarnya regangan yang timbul sebagai tambahan kepada
regangan elastik akibat bekerjanya beban-beban. Bila beban-beban yang bekerja dekat
nilainya dengan beban-beban layan, regangan rangkak meningkat pada suatu tingkat yang
berkurang menurut waktu. Regangan rangkak ultimit ditemukan proporsional terhadap
regangan elastik. Perbandingan regangan rangkak ultimit terhadap regangan elastik disebut
koefisien rangkak Bila tegangan dalam beton kurang dari 1/3 tegangan karakteristiknya,
regangan rangkak ultimit diberikan sebagai,

cr,ult = el

Variasi regangan menurut waktu dibawah tegangan tekan aksial konstan ditunjukkan dalam
Gambar 3.6.

Gambar 3.6. Variasi regangan berdasarkan waktu untuk beton yang mengalami kompresi

50 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

Bila beban dihilangkan, regangan elastik pulih dengan seketika. Namun regangan elastik
pemulihan kurang dari regangan elastik awal karena bertambahnya modulus elastik sesuai
usia. Terdapat pengurangan regangan akibat pemulihan rangkak yang nilainya kurang dari
regangan rangkak. Ada sejumlah regangan sisa yang tidak dapat dipulihkan (Gbr. 3.7).

Gambar 3.7. Variasi regangan menurut waktu menunjukkan efek penghilangan pembebanan

Regangan rangkak bergantung pada beberapa faktor dan meningkat sejalan dengan
peningkatan variabel-variabel berikut:
1. Kandungan semen (rasio pasta semen terhadap agregat)
2. Rasio air semen
3. Kandungan udara (gelembung udara)
4. Temperatur sekeliling

Regangan rangkak berkurang seiring peningkatan variabel-variabel berikut:


1. Umur beton pada saat pembebanan
2. Kelembaban relatif
3. Rasio volume terhadap luas permukaan.
Regangan rangkak juga bergantung pada tipe agregat.
Suatu metoda sederhana untuk mengestimasi nilai regangan rangkak ultimit dengan
hanya memperhitungkan satu faktor adalah dengan memberikan usia pembebanan struktur
beton pratekan. Tabel 3.1. memberikan koefisien rangkak untuk tiga nilai usia pembebanan.

Table 3.2. Koefisien rangkak untuk 3 nilai usia pembebanan


Usia Pembebanan Koefisien Rangkak

7 hari 2.2

28 hari 1.6

1 tahun 1.1

Dari tabel terlihat bahwa bila strukturnya dibebani pada usia 7 hari, maka koefisien rangkak
bernilai 2.2, yang berarti bahwa regangan rangkak besarnya 2.2 kali regangan elastik. Dengan
demikian regangan total adalah lebih dari tiga kali regangan elastik. Olah karena itu, perlu
mengkaji efek rangkak dalam kehilangan pratekan dan defleksi dari elemen lentur pratekan.
Bahkan bilamana struktur dibebani pada umur 28 hari, regangan rangkak tetap substansial.
Hal ini mengimplikasikan kehilangan pratekan dan defleksi yang lebih besar.

51 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

Perawatan beton yang cukup dan menunda penerapan pembebanan menghasilkan


keuntungan jangka panjang yang berhubungan dengan daya tahan, kehilangan prategang dan
defleksi.
Rangkak dalam peraturan beton Indonesia dimuat dalam SNI T-12-2004 pasal 4.4.1.9
yang kutipannya tersebut dibawah ini,

SNI T-12-2004 pasal 4.4.1.9

Koefisien rangkak pada beton cc(t):


cc.t = cc(t). e (1)

e merupakan regangan elastis sesaat, yang diakibatkan oleh bekerjanya suatu


tegangan tetap. Dalam hal koefisien rangkak cc(t), bila tidak dilakukan pengukuran
atau pengujian secara khusus, bisa dihitung dari rumusan:

cc(t) = (t0,6 / (10 + t0,6)) Cu (2)


Cu = 2,35 cc (3)
cc = Khc.Kdc.Ksc.Kfc.Kacc.Ktoc (4)

keterangan :
t = waktu setelah pembebanan [hari]
Cu = koefisien rangkak maksimum
Khc = faktor pengaruh kelembaban relatif udara setempat [H (%)]
Kdc = faktor pengaruh ketebalan komponen beton [d (cm)]
Ksc = faktor pengaruh konsistensi (slump) adukan beton [s (cm)]
Kfc = faktor pengaruh kadar agregat halus dalam beton [F (%)]
Kacc = faktor pengaruh kadar udara dalam beton [AC (%)]
Ktoc = faktor pengaruh umur beton saat dibebani [to (hari)]

Besaran faktor-faktor Khc, Kdc, Ksc, Kfc, Kacc, dan Ktoc dapat diambil dari grafik-grafik
pada Gambar 3.8.

Namun demikian bila tidak dilakukan suatu perhitungan rinci seperti yang
dirumuskan dalam persamaan (1) sampai (4), atau bila dianggap memang tidak
dibutuhkan suatu perhitungan rinci yang sebagaimana disebutkan di atas, maka
dalam asumsi pada suatu kondisi yang standar, nilai koefisien rangkak maksimum
Cu bisa diambil secara langsung dari Tabel 3.3 di bawah ini.

Dalam hal ini, yang disebut sebagai suatu kondisi standar adalah:
- Kelembaban relatif udara setempat H = 70 %
- Ketebalan minimum komponen beton d = 15 cm
- Konsistensi (slump) adukan beton s = 7,5 cm
- Kadar agregat halus dalam beton F = 50 %
- Kadar udara dalam beton AC = 6 %.

Tabel 3.3. Koefisien standar rangkak beton sebagai tambahan regangan jangka panjang

52 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

Gambar 3.8. Grafik Penentuan Faktor Rangkak

3.6.3. Susut Beton


Susut beton didefinisikan sebagai pengerutan (=kontraksi) akibat hilangnya
kelembaban. Kajian susut merupakan hal yang penting dalam beton pratekan untuk
menghitung kehilangan prategang. Susut timbul akibat 2 penyebab, yaitu:
1. Hilangnya air dari rongga-rongga;
2. Berkurangnya volume akibat proses karbonasi (pengapuran).
Gambar 3.9, menunjukkan variasi regangan susut berdasarkan waktu. Disini, t0 adalah waktu
dimulainya pengeringan. Regangan susut bertambah pada suatu tingkat yang mengecil
seiring waktu. Regangan susut ultimit sh diestimasi untuk menghitung kehilangan prategang.

53 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

Gambar 3.9. Variasi regangan susut menurut waktu

Regangan susut seperti halnya regangan rangkak bergantung pada beberapa faktor
dan meningkat sejalan dengan peningkatan variabel-variabel berikut:
1. Temperatur sekitar
2. Gradien (tinggi rendahnya) temperatur dalamelemen
3. Rasio air semen (f-a-s)
4. Kandungan semen

Regangan susut berkurang seiring meningkatnya variabel-variabel berikut:


1. Umur beton pada permulaan pengeringan
2. Kelembaban relatif
3. Rasio volume terhadap luas permukaan.
Regangan susut juga bergantung pada tipe agregat.
Suatu estimasi sederhana untuk menentukan nilai regangan susut ultimit sh diberikan
di bawah ini,

Untuk sistem pretension


sh = 0.0003

Untuk sistem post-tension

Dimana, t adalah usia (hari) pada saat transfer. Untuk sistem post-tensioning, t adalah usia
(hari) pada saat transfer prategang yang mendekati waktu perawatan.
Dapat diamati bahwa dengan bertambahnya umur pada saat transfer prategang,
regangan susut mengecil. Seperti disebutkan sebelumnya bahwa perawatan beton yang
cukup dan menunda penerapan pembebanan akan menghasilkan keuntungan jangka
panjang yang berhubungan dengan daya tahan dan kehilangan prategang.
Susut dalam peraturan beton Indonesia dimuat dalam SNI T-12-2004 pasal 4.4.1.8
yang kutipannya tersebut dibawah ini,

SNI T-12-2004 pasal 4.4.1.8

4.4.1.8 Susut beton


Bila tidak dilakukan pengukuran atau pengujian secara khusus, nilai regangan susut
rencana beton pada umur t (hari), untuk beton yang dirawat basah di lokasi
pekerjaan, bisa ditentukan berdasarkan rumusan di bawah ini:

54 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

cs.t = (t / (35 + t)) cs.u (1)

dengan pengertian :
cs.t = nilai regangan susut beton pada umur t hari, dan
cs.u = nilai susut maksimum beton, yang besarnya bisa diambil sebagai:

cs.u = 780 x 10-6 cs (2)

Nilai cs ditentukan oleh kondisi campuran beton dan lingkungan pekerjaan:

cs = Khs.Kds.Kss.Kfs.Kbs.Kacs (3)

keterangan :
t = umur beton yang dirawat basah di lokasi pekerjaan, terhitung sejak 7 hari
setelah pengecoran [hari]
Khs = faktor pengaruh kelembaban relatif udara setempat [H (%)]
Kds = faktor pengaruh ketebalan komponen beton [d (cm)]
Kss = faktor pengaruh konsistensi (slump) adukan beton [s (cm)]
Kfs = faktor pengaruh kadar agregat halus dalam beton [F (%)]
Kbs = faktor pengaruh jumlah semen dalam beton [C (kg/m3)]
Kacs = faktor pengaruh kadar udara dalam beton [AC (%)].

Besaran faktor-faktor Khs, Kds, Kss, Kfs, Kbs, dan Kacs dapat diambil dari grafik-grafik
pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10. Grafik Penentuan Faktor Susut

55 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

3.7. Karakteristik Bahan Injeksi (Properties of Grout)


Injeksi semen adalah campuran air, semen dan bahan tambahan seperti pasir, bahan
tambahan pengurang air, bahan-bahan ekspansif (air-entraining agent, agen pembentuk
gelembung udara), dan bahan-bahan pozzolan (silika atau aluminium silika). Menggunakan
rasio air semen sekitar 0.45 0.50, dan agregat pasir halus untuk mencegah segregasi
(pemisahan). Sifat-sifat bahan injeksi yang diinginkan adalah:
1. Fluiditas atau kemampu-aliran (=bersifat seperti larutan)
2. Perdarahan (bleeding) dan pemisahan (segregation) minimum
3. Susut kecil
4. Mempunyai kekuatan yang cukup sesudah mengeras
5. Tidak mengandung campuran yang berbahaya/merusak
6. Berdaya tahan.

Perdarahan (bleeding) adalah suatu bentuk tertentu segregasi dimana sejumlah air keluar ke
permukaan beton, sebagai dampak dari air memiliki gravitasi jenis yang terkecil diantara
material yang digunakan. Perdarahan yang berlebihan umumnya disebabkan oleh campuran
yang terlalu basah (kandungan air terlalu banyak), proporsi campuran jelek atau proses
pencampuran yang tidak baik.

Spesifikasi bahan injeksi:


1. Butiran pasir harus lolos ayakan 150 - 200 um;
2. Kuat tekan uji kubus atau silinder dari bahan injeksi usia 7 hari tidak kurang dari 17
N/mm2.
Bahan injeksi dalam peraturan beton Indonesia dimuat dalam SNI 03-2847-2002 pasal
20.18 yang kutipannya tersebut dibawah ini,

SNI 03-2847-2002 pasal 20.18

1) Grout harus terdiri dari semen portland dan air; atau semen portland, pasir, dan air.
2) Bahan untuk grout yaitu semen portland, air, pasir dan bahan-tambahan yang boleh
digunakan, harus memenuhi ketentuan yang berlaku dalam pasal 5. Bahan-
tambahan yang boleh digunakan adalah yang telah diketahui tidak memiliki
pengaruh buruk terhadap bahan grout, baja, atau beton. Bahan tambahan yang
mengandung kalsium klorida tidak boleh dipergunakan.
3) Pemilihan proporsi grout:
(1) Proporsi bahan untuk grout harus didasarkan pada salah satu ketentuan
berikut:
a) Hasil pengujian pada grout yang masih segar dan yang sudah mengeras
yang dilaksanakan sebelum pekerjaan grout dimulai, atau
b) Catatan pengalaman sebelumnya dengan bahan dan peralatan yang serupa
dan pada kondisi lapangan yang sebanding.
(2) Semen yang digunakan untuk pekerjaan harus sesuai dengan jenis semen
yang digunakan dalam penentuan proporsi grout.
(3) Kandungan air haruslah merupakan nilai minimum yang cukup untuk menjamin
tercapainya pelaksanaan pemompaan grout dengan baik, tetapi nilai rasio
berat air-semen tidak boleh melampaui 0,45.
(4) Penurunan kemampuan alir grout akibat penundaan pelaksanaan grouting tidak
boleh diatasi dengan penambahan air.
4) Pengadukan dan pemompaan grout
(1) Grout harus diaduk dalam alat yang mampu untuk mencampur dan beragitasi
Secara menerus sehingga akan menghasilkan distribusi bahan yang merata
dan seragam. Selanjutnya, adukan dilewatkan melalui saringan, dan kemudian
dipompa sedemikian hingga akan mengisi selongsong tendon secara penuh.

56 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

(2) Suhu komponen struktur pada saat pelaksanaan grout harus di atas 2 C dan
Harus dijaga agar tetap diatas 2 C hingga kubus grout ukuran 50 mm yang
dirawat di lapangan mencapai suatu kuat tekan minimum sebesar 6 MPa.
(3) Selama pengadukan dan pemompaan, suhu grout tidak boleh lebih tinggi dari
30 C.

3.8. Baja Prategang (Prestressing Steel)


Bab ini mencakup topik-topik sbb:
1. Bentuk-bentuk Baja Prategang;
2. Tipe-tipe Baja Prategang;
3. Karakteristik Baja Prategang;
4. Peraturan Standar Baja Prategang

3.8.1. Bentuk-bentuk Baja Prategang


Perkembangan beton pratekan dipengaruhi oleh penemuan baja berkekuatan tinggi.
Itu adalah suatu paduan besi, karbon, mangan dan bahan tambahan lainnya. Material berikut
ini menguraikan tipe-tipe dan karakteristik baja prategang.

Sebagai tambahan pada baja prategang, tulangan non-prategang konvensional


digunakan untuk (tambahan) kapasitas lentur, kapasitas geser, kebutuhan tulangan susut dan
suhu. Sifat-sifat tulangan bajanon-prategang tidak dicakup dalam bagian ini. Diharapkan para
mahasiswa telah cukup menguasai penulangan konvensional.

Kawat (Wires)
Sebuah kawat prategang adalah suatu satuan tunggal yang terbuat dari baja. Dalam beton
prategang kawat tunggal hanya untuk aplikasi sistem pretensioning (slab pracetak). Diameter
nominal kawat adalah 2.5, 3.0, 4.0, 5.0, 7.0, 8.0, 10.0 mm. Tipe-tipe kawat sbb:
1. Kawat polos (plain wire) : tanpa lekukan permukaan
2. Kawat lekuk (indented wire) : terdapat lekukan melingkar atau elips pada permukaan.

Tabel 3.4.a. Tipe-tipe Baja Prategang yang umum digunakan

(Kawat berlekuk)

(Untaian 3-Kawat)

57 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

Strand (Untaian Kawat)


Beberapa kawat dipintal bersama berbentuk segitiga atau segienam untuk membentuk suatu
untaian kawat atau strand. Tipe-tipe strand sbb (lihat Tabel. 3.4. a- b) :
1. Strand 2-kawat : 2 kawat dipintal bersama membentuk untaian (strand);
2. Strand 3-kawat : 3 kawat dipintal bersama membentuk strand;
3. Strand 7-kawat : Dalam tipe strand ini, enam kawat dipintal di sekitar kawat pusat.
Biasanya kawat pusat berdimensi lebih besar daripada kawat lainnya dan digunakan untuk
kedua sistem, pre dan post-tensioning.

Tabel 3.4.b. Tipe-tipe Batang, Kawat dan Strand Prategang lainnya

(Kawat polos)

(Kawat berlekuk)

(Kawat terpuntir)

(Untaian 2 kawat)

(Untaian 7 kawat)

(Untaian 19 kawat)

(batang bulat)

[Dywidag]

Strand (untaian) 19 kawat [21.6 21.8 mm] Strand 3 kawat [9.0 mm] Kawat tunggal berlekuk

[3.0 10.0 mm, Tianjin]

58 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

Spesifikasi Strand Baja 7-Kawat (Strand Prategang yang Paling Sering Dipakai)

Aplikasi :
The seven-wire, uncoated steel strand is
used in pretensioned and post-tensioned
prestressed concrete construction such as:
Bridges, Ground Anchors, Building
Construction, Water Tanks, Hollow Core
& Reinforcement Applications.

Standards :
These steel strands are produced in
conformity with the following standards:
- BS 5896
- ASTM A 416
- ASTM A 779
- ISO 6934
- clients's specifications

Jangkauan produksi :
Diameter Nominal Tegangan
Tarik
Standar Tipe Strand
mm inch Nominal.
N/mm
9,30 3/8 1770
11,00 7/16 1770
7-kawat standar
12,50 1/2 1770
15,20 6/10 1670
BS (British 8,00 5/16 1860
Standard) 9,60 3/8 1860
5896Relaxation 7-kawat super 11,30 7/16 1860
class 2 12,90 1/2 1860
15,70 6/10 1770
12,70 1/2 1860
7-kawat
15,20 6/10 1820
ditarik
18,00 7/10 1700
7,90 5/16 1725
9,50 3/8 1725
Grade 1725 11,10 7/16 1725
12,70 1/2 1725
ASTM A 15,20 6/10 1725
416Low
relaxation 9,53 3/8 1860
11,11 7/16 1860
Grade 1860 12,70 1/2 1860
15,24 6/10 1860
17,78 7/10 1860

Relaksasi :
Strand relaksasi rendah dengan maksimum kehilangan relaksasi 2.5% sesudah 1000 jam di bawah pembebanan
awal 70% dari beban putus aktual..

Gambar 3.11. Strand 3-kawat, dan Strand 7-kawat dengan 5 variasi diameter (a), dan (b) diagram
tegangan-regangan baja tulangan konvensional dan baja prategang.

59 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

Gambar 3.12. a-b. Slab Post-tension, acuan, angkur, dongkrak, pasak (wedge) dan tendon

Tendon
Suatu kelompok strand atau kawat-kawat ditempatkan bersama membentuk sebuah tendon
prategang. Tendon digunakan dalam sistem post-tension. Gambar 3.13 menunjukkan
potongan melintang sebuah tendon. Untaian-untaian kawat (strands) diletakkan di dalam
sebuah pipa (duct) atau saluran yang dapat diisi penuh dengan injeksi semen (grout) sesudah
penarikan post-tension selesai.

(a) (b)
Gambar 3.13. a-c. Potongan melintang sebuah tendon (a), dan (b) selubung/pipa (duct) tendon

Jenis-jenis tendon yang sering digunakan untuk beton prategang pada sistem pretension
adalah seven-wire strand dan single-wire. Untuk seven-wire ini, satu bundel kawat terdiri dari
7 buah, sedangkan single wire terdiri dari kawat tunggal. Sedangkan untuk beton prategang

60 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

dengan sistem post-tension sering digunakan tendon monostrand, batang tunggal, multi-wire
dan multi-strand. Untuk sistem post-tension method ini tendon dapat bersifat bonded (dimana
saluran kabel diisi dengan material grouting) dan unbonded saluran kabel diisi dengan minyak
gemuk atau grease.

Kabel
Kelompok tendon membentuk sebuah kabel prategang. Kabel prategang umumnya digunakan
pada konstruksi jembatan.

Gambar 3.14. Kabel prategang

Batang (Bar)
Sebuah tendon dapat dibuat dari batang baja tunggal. Diameter sebuah batang baja jauh lebih
besar dari sebuah kawat. Batang-batang baja tersedia dalam ukuran berikut: 10, 12, 16, 20,
22, 25, 28 dan 32 mm. Batang baja umumnya digunakan untuk sistem pretensioning.

Gambar berikut menunjukkan perbandingan bentuk tulangan biasa dan prategang.

Baja Prategang
Baja Tulangan Non-Prategang
Gambar 3.15. Bentuk-bentuk penulangan dan baja prategang (batang, kawat, strand)

3.8.2. Tipe-tipe Perlakuan Baja Prategang


Baja dikerjakan untuk menghasilkan sifat-sifat yang dikehendaki. Di bawah ini
diberikan beberapa proses perlakuan baja.

Pelakuan/Penarikan Dingin (Cold Drawing)

61 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

Perlakuan dingin (cold working) dibuat dengan cara menarik batang-batang melalui
serangkaian pencelupan. Hal ini menyusun kembali kristal-kristal dan meningkatkan kekuatan.

Pelepasan Tegangan (Stress Relieving)


Pelepasan tegangan (stress relieving) dibuat dengan cara memanaskan strand hingga
sekitar 3500C dan mendinginkannya secara perlahan. Hal ini mengurangi deformasi plastis
baja setelah permulaan leleh (yield).

Pengerasan Regangan untuk Relaksasi Rendah (Strain Tempering for Low Relaxation)
Proses ini dibuat dengan dengan cara memanaskan strand hingga sekitar 3500C
sementara baja dalam keadaan ditarik. Hal ini memperbaiki perilaku tegangan- regangan baja
dengan mengurangi deformasi plastis sesudah permulaan luluh. Sebagai akibatnya relaksasi
direduksi.

3.8.3. Karakteristik Baja Prategang


Baja dalam aplikasi prategang harus berkualitas baik. Hal itu memerlukan sifat-sifat
berikut:
1) Kekuatan tinggi;
2) Duktilitas cukup;
3) Kemampu-bengkokan, yang diperlukan pada titik-titik lentukan dan di dekat angkur;
4) Rekatan tinggi, diperlukan untuk elemen pretensioning;
5) Relaksasi rendah untuk mengurangi kehilangan; dan,
6) Korosi minimum.

Kekuatan Baja Prategang


Kekuatan tarik baja prategang dinyatakan dalam kuat tarik karakteristik (fpk) yang
didefinisikan sebagai kuat tarik ultimit dari sepotong spesimen yang tidak melebihi 5% dari
hasil-hasil tesnya yang mengalami kegagalan. Kuat tarik ultimit sepotong spesimen ditentukan
oleh mesin uji (Gbr. 3.16. a - b).

Gambar 3.16.a. Uji kuat tarik spesimen kawat prategang. Permulaan pengujian.

62 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

Gambar 3.16.b. Uji kuat tarik spesimen kawat prategang. Putusnya kawat.

Kuat tarik minimum untuk berbagai tipe kawat diberikan pada Tabel 3.5.a c.

Tabel 3.5.a. Kawat-kawat dengan proses pelepasan tegangan tarikan dingin

Tegangan terbukti harus tidak kurang daripada 85% dari tegangan tarik yang diberikan.

Tabel 3.5.b. Kawat dengan proses penarikan

Tegangan terbukti harus tidak kurang dari 75% dari tegangan tarik yang diberikan.

Tabel 3.5.c. Kawat berlekuk

Tegangan terbukti harus tidak kurang daripada 85% dari tegangan kuat tarik yang diberikan.

Untuk batang (bar) baja kekuatan tinggi, tegangan tarik minimum adalah 980 N/mm 2.
Tegangan bukti (proof stress) harus tidak boleh kurang dari 80% dari tegangan tarik yang
diberikan.

Kekakuan Baja Prategang


Kekakuan baja prategang diberikan oleh modulus elastisitas awal. Modulus elastisitas
bergantung pada bentuk baja prategang (kawat atau strand atau batang). Nilai-nilai pada
Tabel 3.6, boleh digunakan apabila tidak tersedia data pengujian.

Tabel 3.6. Modulus Elastisitas Baja Prategang

63 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

Tegangan Ijin Baja Prategang

Tegangan tarik maksimum selama penarikan (fpi) tidak boleh melebihi 80% kekuatan
karakteristik fpk.

Tidak ada batas atas tegangan pada saat transfer (sesudah kehilangan jangka pendek) atau
untuk prategang efektif (sesudah kehilangan jangka panjang).

Kurva Tegangan-Regangan Baja Prategang

Perilaku tegangan-regangan baja prategang dibawah tarikan uniaksial mula-mula


linear (tegangan proporsonal terhadap regangan) dan elastik (regangan dipulihkan pada saat
pelepasan beban). Sekitar 70% dari tegangan ultimit, perilaku baja prategang menjadi
nonlinear dan inelastik. Tidak ada titik luluh yang definitif.
Titik luluh ditentukan dalam hubungannya dengan tegangan bukti (proof stress) atau
regangan luluh yang diberikan. Peraturan di beberapa negara merekomedasikan titik luluh
pada 0.2% tegangan bukti. Tegangan ini berhubungan dengan suatu regangan non-elastik
sebesar 0.002 sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.17.

Gambar 3.17. Tegangan terbukti yang berhubungan dengan regangan nonelastik 0.002

Karakteristik kurva tegangan regangan diberikan pada Gambar 3.18. Tegangan yang
berhubungan dengan suatu regangan dapat ditemukan dengan menggunakan kurva-kurva di
bawah ini.

Kawat, batang dan strand yang Kawat penarikan dingin


diproses dengan pelepasan
tegangan

Gambar 3.18. Kurva tegangan-regangan karakteristik untuk baja prategang

64 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

Kurva tegangan-regangan dipengaruhi oleh proses perlakuan. Gambar berikut


memperlihatkan variasi dalam tegangan bukti 0.2%.

Gambar 3.19. Variasi 0.2% tegangan bukti untuk kawat-kawat


dengan proses perlakuan berbeda

Kurva desain tegangan-regangan dihitung dengan cara membagi tegangan diantara 0.8fpk
dengan suatu faktor keamanan material m = 1.15. Gambar 3.20 di bawah ini menunjukkan
kurva tegangan-regangan desain dan kurva karakteristik.

Gambar 3.20. Kurva tegangan-regangan dan karakteristik


untuk baja prategang

Tegangan ijin baja prategang dalam peraturan beton Indonesia dimuat dalam SNI 03-
T12-2004 pasal 4.4.3, yang kutipannya tersebut dibawah ini,

SNI T12-2004 pasal 4.4.3

4.4.3 Baja tulangan prategang


4.4.3.1 Kekuatan nominal
4.4.3.1.1 Kuat tarik putus
Kuat tarik baja prategang, fpu, harus ditentukan dari hasil pengujian, atau diambil
sebesar mutu baja yang disebutkan oleh fabrikator berdasarkan sertifikat fabrikasi
yang resmi.
4.4.3.1.2 Kuat tarik leleh ekivalen
Kuat leleh baja prategang, fpy, harus ditentukan dari hasil pengujian atau dianggap
sebagai
berikut:
- untuk kawat baja prategang : 0,75 fpu
- untuk semua kelas strand dan tendon baja bulat : 0,85 fpu.
4.4.3.2 Tegangan ijin
4.4.3.2.1 Tegangan ijin pada kondisi batas layan
Tegangan tarik baja prategang pada kondisi batas layan tidak boleh melampaui nilai
berikut:
- Tendon pasca tarik, pada daerah jangkar dan sambungan, sesaat setelah
penjangkaran tendon, sebesar 0,70 fpu.
- Untuk kondisi layan, sebesar 0,60 fpu.
4.4.3.2.2 Tegangan ijin pada kondisi transfer gaya prategang
Tegangan tarik baja prategang pada kondisi transfer tidak boleh melampaui nilai
berikut:

65 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

- Akibat gaya penjangkaran tendon, sebesar 0,94 fpy tetapi tidak lebih besar dari
0,85 fpu atau nilai maksimum yang direkomendasikan oleh fabrikator pembuat tendon
prategang atau jangkar.
- Sesaat setelah transfer gaya prategang, boleh diambil sebesar 0,82 fpy, tetapi tidak
lebih besar dari 0,74 fpu.
4.4.3.3 Modulus elastisitas
Modulus elastisitas baja prategang, Ep, bisa diambil sebesar:
- untuk kawat tegang-lepas : 200 x 103 MPa;
- untuk strand tegang-lepas : 195 x 103 MPa;
- untuk baja ditarik dingin dengan kuat tarik tinggi : 170 x 103 MPa;
- ditentukan dari hasil pengujian.
4.4.3.4 Lengkung tegangan-regangan
Lengkung tegangan-regangan baja prategang ditentukan dari hasil pengujian.
4.4.3.5 Relaksasi baja prategang
Relaksasi baja prategang harus diperhitungkan pada tiap umur dan tahapan
penegangan, dari kondisi kawat baja, strand, dan batang-batang baja prategang yang
berprilaku relaksasi rendah, sesuai dengan hasil pengujian.
4.5 Faktor beban dan faktor reduksi kekuatan
4.5.1 Faktor beban dan kombinasi pembebanan
Untuk besaran beban dan kombinasi pembebanan, diambil mengacu kepada Standar
Pembebanan untuk Jembatan Jalan Raya.
4.5.2 Faktor reduksi kekuatan
Faktor reduksi kekuatan diambil dari nilai-nilai berikut:
- Lentur .......................................................................................................... 0,80
- Geser dan Torsi ........................................................................................... 0,70
- Aksial tekan
* dengan tulangan spiral ................................................................................ 0,70
* dengan sengkang biasa ............................................................................... 0,65
- Tumpuan beton ............................................................................................ 0,70

Ada 2 (dua) metode perencanaan beton prategang, yaitu :


1. Working stress method (metode beban kerja)
Prinsip perencanaan disini ialah dengan menghitung tegangan yang terjadi akibat
pembebanan ( tanpa dikalikan dengan faktor beban ) dan membandingkan dengan
tegangan yang diijinkan. Tegangan yang diijinkan dikalikan dengan suatu faktor
kelebihan tegangan (overstress factor) dan jika tegangan yang terjadi lebih kecil dari
tegangan yang diijinkan tersebut, maka struktur dinyatakan aman.
2. Limit state method (metode beban batas)
Prinsip perencanaan disini didasarkan pada batas-batas tertentu yang dapat
dilampaui oleh suatu sistim struktur. Batas-batas ini ditetapkan terutama terhadap
kekuatan, kemampuan layan, keawetan, ketahanan terhadap beban, api , kelelahan
dan persyaratan-persyaratan khusus yang berhubungan dengan penggunaan
struktur tersebut. Dalam menghitung beban rencana maka beban harus dikalikan
dengan suatu faktor beban (load factor), sedangkan kapasitas bahan dikalikan
dengan suatu faktor reduksi kekuatan (reduction factor).
Tahap batas (limit state) adalah suatu batas tidak diinginkan yang berhubungan
dengan kemungkinan kegagalan struktur.
Kombinasi pembebanan untuk Tahap Batas Kekuatan ( Strength Limit State ) adalah
:
Berdasarkan SNI 03-2874-2002
1. U = 1,4 D ... .. ( 4 )
2. U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 ( A atau R ) .. ( 5 )
3. U = 1,2 D + 1,0 L 1,6 W + 0,5 ( A atau R ) .. ( 6 )
4. U = 0,9 D 1,6 L .... ( 7 )
5. U = 1,2 D + 1,0 L 1,0 E .. ( 8 )
6. U = 0,9 D E ... ( 9 )
Dimana : U = Kuat perlu
D = Dead Load ( Beban Mati )
L = Live Load ( Beban Hidup )
A = Beban Atap
R = Beban Air Hujan
W = Beban Angin
E = Beban Gempa
Catatan : a. Jika ketahanan terhadap tekanan tanah H diperhitungkan didalam
perencanaan, maka pada persamaan 5, 7 dan 9 ditambahkan 1,6 H, kecuali bila
akibat tekanan tanah H akan mengurangi pengaruh beban W dan E,

66 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

maka pengaruh tekanan tanah H tidak perlu diperhitungkan.


b. Jika ketahanan terhadap pembebanan akibat berat dan tekanan fluida F
diperhitungkan dalam perencanaan, maka beban fluida 1,4 F harus ditambahkan
pada persamaan 4, dan 1,2 F pada persamaan 5.
c . Untuk kombinasi beban ini selanjutnya dapat dipelajari dalam buku kode beton
SNI 03 2874 2002 Perencanaan struktur untuk tahap batas kekuatan (Strength
Limit State), menetapkan bahwa aksi design (Ru) harus lebih kecil dari kapasitas
bahan dikalikan dengan suatu faktor reduksi kekuatan .
Ru Rn ( 5.1 )
Dimana : Ru = aksi desain
Rn = kapasitas bahan
= faktor reduksi

Relaksasi Baja
Relaksasi baja didefinisikan sebagai penurunan tegangan seiring berjalannya waktu
dibawah regangan konstan. Sehubungan relaksasi baja, gaya prategang di dalam tendon
berkurang menurut waktu. Oleh karena itu, kajian tentang relaksasi merupakan suatu yang
penting dalam beton pratekan guna menghitung kehilangan pratekan. Relaksasi bergantung
pada tipe baja, tegangan prategang awal dan temperatur. Gambar di bawah ini menunjukkan
efek relaksasi berkaitan dengan kondisi pembebanan yang berbeda.

Gambar 3.21. Efek relaksasi berkaitan dengan tipe-tipe pembebanan yang berbeda

Gambar 3.22, menunjukkan variasi tegangan terhadap waktu untuk tingkat prategangan yang
berbeda. Dalam gambar ini, tegangan seketika (fp) dinormalkan dengan mengacu kepada
prategang awal (fpi) dalam ordinat. Kurva-kurva diberikan untuk nilai-nilai yang berbeda fpi/fpy,
dimana fpy adalah tegangan luluh.

Gambar 3.22. Variasi tegangan terhadap waktu untuk tingkat prategangan yang berbeda

67 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

Dapat diamati bahwa terdapat kehilangan akibat relaksasi yang signif ikan
pada saat tegangan yang diberikan nilainya lebih dari 70% dari tegangan
luluh. Gambar 3.23.a - b, menunjukkan pelaksanaan tes relaksasi baja prategang.

Gambar 3.23.a. Tes relaksasi untaian kawat tunggal

Gambar 3.23.b. Tes relaksasi untaian 7-kawat

Batas-batas atas kehilangan akibat relaksasi diberikan dalam tabel berikut.

Tabel 3.7. Kehilangan Relaksasi pada 1000 Jam.

Apabila tidak tersedia data, nilai-nilai dalam tabel di bawah ini dapat digunakan untuk mem-
perkirakan kehilangan relaksasi.

68 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

Tabel 3.8. Kehilangan Relaksasi pada 1000 Jam dengan Temperatur 270C.

Kelelahan Material
Dibawah pembebanan dinamik berulang kali, kekuatan elemen dapat berkurang
dengan jumlah siklus penerapan beban. Reduksi kekuatan yang sedemikian disebut
kekelahan atau fatique. Dalam aplikasi prategang, kelelahan elemen mendekati nihil untuk
kondisi dimana tidak terdapat keretakan dalam kondisi beban layan. Apabila suatu elemen
mengalami keretakan, maka kelelahan harus diperhitungkan dalam kaitannya dengan
tegangan tinggi dalam baja di dekat lokasi retak. Suatu contoh dites pada siklus beban 2 x
106 untuk mengamati fenomena kelelahan. Untuk baja, uji kelelahan dilaksanakan guna
memperoleh diagram tegangan vs jumlah siklus kegagalan (Stress vs Number of Cycles
diagram). Dibawah suatu nilai tegangan yang terbatas, spesimen dapat menahan jumlah
siklus pembebanan tak terhingga. Limit (batas) ini disebut limit daya tahan.
Elemen prategang didesain sedemikian rupa sehingga tegangan baja dalam kondisi
beban layan tetap dipertahankan di bawah limit daya tahan tersebut. Gambar
3.24,memperlihatkan suatu rancangan pengujian kelelahan (fatique) untuk strand.

Gambar 3.24. Pengujian tes fatique (kelelahan) untuk strand-strand

Ketahanan (Durabilitas)
Baja prategang rentan terhadap korosi tegangan dan perapuhan hidrogen dalam
lingkungan agresif. Oleh karena itu baja pratekan perlu diproteksi dengan baik. Untuk tendon
terekat, lingkungan basah bahan injeksi memberikan proteksi yang kuat. Untuk tendon tak-
terekat (unbonded), proteksi korosi diberikan melalui satu atau lebih metoda di bawah ini:

69 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

1) Lapisan epoksi (epoxy)


2) Bungkus mastic (pita minyak gemuk/grease)
3) Strand dan batang galvanis (lapisan seng)
4) Memasukkan dalam selubung.

Gambar 3.26. Strand yang dibungkus minyak gemuk (grease) dan diselubungi (sheathing)

Strand dilapisi epoksi hitam

Strand dilapisi epoksi putih

Strand digalvanis

Strand polos (bare)

Gambar 3.27. Strand yang dilapisi (coating) epoksi hitam, epoksi putih, strand galvanis
dan strand polos.

Tabel 3.9. Metoda-metoda perlindungan korosi


Abrasion
Corrosion Typical Relative Cost Lead Can be applied to Applied in
Resistance
Protection Type Thickness (4=highest) Time accessories? the Field?
(4=best)
Hot Dip 2-4
4 3-4 mils 2 yes no
Galvanizing weeks
2-3
Epoxy Coating 1 7-12 mils 1 yes no
weeks
2", 3" or 4" 2
Pre-Grouted Bars 3 3 no yes
tubing weeks
Extruded
2-4
Polyethylene 2 23-25 mils 1 no no
weeks
Coating

Corrosion Inhibiting 2-4


2 N.A. 2 yes yes
Compound weeks

70 Y. Soleman, 2011
Material Beton Pratekan

71 Y. Soleman, 2011

Anda mungkin juga menyukai