Anda di halaman 1dari 79

MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI POTONG

PADA PETERNAKAN RAKYAT DI SEKITAR


KEBUN PERCOBAAN RAMBATAN BPTP
SUMATERA BARAT

SKRIPSI
ANGGA PRASETYA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN

Angga Prasetya. D14070232. 2011. Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada


Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera
Barat. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M.Si
Pembimbing Anggota : Muhamad Baihaqi, S.Pt, M.Sc

Usaha peternakan menjadi modal penting bagi terwujudnya program


pemerintah yaitu swasembada daging tahun 2014. Para peternak sebagai pemegang
peranan penting dalam usaha ini haruslah mampu bersikap bijak dan terampil dalam
memelihara ternak mereka. Di dalam menghasilkan produktivitas yang tinggi maka
banyak hal yang harus dilakukan diantaranya manajemen pemeliharaan yang baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mengevaluasi manajemen
pemeliharaan sapi potong pada peternakan rakyat di sekitar Kebun Percobaan
Rambatan Kabupaten Tanah Datar. Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini
adalah agar peternak mengetahui manajemen pemeliharaan yang baik untuk
meningkatkan produktivitas peternakan yang mereka kelola dan sebagai bahan
pertimbangan bagi instansi serta seluruh pihak terkait guna memperbaiki
permasalahan peternakan di daerah penelitian.
Penelitian ini dilakukan di sekitar Kebun Percobaan Rambatan, Jorong
Rambatan, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar. Pelaksanaan penelitian
dilakukan dari bulan Februari hingga Maret 2011. Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah peternak sapi potong di sekitar Kebun Percobaan Rambatan
dengan jumlah sampel 40 orang peternak. Data yang dikumpulkan dalam penelitian
ini adalah berupa data primer dan data sekunder. Data dianalisis secara deskriptif.
Sistem pemeliharaan ternak sapi potong di sekitar Kebun Percobaan
Rambatan semuanya adalah semi intensif. Kawasan di sekitar Kebun Percobaan
Rambatan ini merupakan lahan yang sangat potensial dalam mengembangkan usaha
peternakan sapi potong. Hijauan makanan ternak berupa limbah pertanian yang
dihasilkan dari Kebun Percobaan Rambatan ini dapat dijadikan sebagai pakan
tambahan untuk memenuhi kebutuhan harian ternak.
Manajemen pemeliharaan sapi potong meliputi pakan yang diberikan, pe-
nanganan kesehatan, perkandangan dan perkawinan. Jenis sapi yang dipelihara oleh
peternak yaitu sapi Simmental, sapi Peranakan Ongole (PO) dan sapi Pesisir. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 70% peternak memberikan pakan dengan
kombinasi antara rumput budidaya (rumput gajah) dan rumput lapang. Sebanyak
90% peternak memiliki kandang yang berjarak lebih dari lima meter dari pemukiman
mereka. Terdapat sebanyak 95% peternak menggunakan sistem Inseminasi Buatan
(IB) dan sisanya sebanyak 5% peternak menggunakan sistem perkawinan secara
alami.
Berdasarkan analisis yang dibandingkan dengan standar Good Farming
Practices (Direktorat Jenderal Budidaya Peternakan, 2000) menunjukkan bahwa
pemeliharaan sapi potong di sekitar Kebun Percobaan Rambatan dapat dikatakan
kurang baik. Bangunan kandang terbuat dari bahan yang kurang bermutu, tidak
memiliki ventilasi yang baik, sehingga belum memenuhi persyaratan yang

i
dibutuhkan. Salah satu unsur terpenting dalam manajemen pemeliharaan sapi potong
yaitu faktor manusia. Pemeliharaan sapi potong oleh masyarakat dilakukan dengan
kurang baik, karena performa tubuh sapi terlihat kurang baik dan pertumbuhan yang
kurang. Penanganan kesehatan juga telah dilakukan dengan baik, terlihat saat
pengamatan tidak terdapat sapi yang mengalami sakit yang serius ataupun sapi yang
mati.

Kata-kata kunci : manajemen pemeliharaan, sapi potong, peternakan rakyat.

ii
ABSTRACT

Management of Beef Cattles in BPTP Rambatan, West Sumatera


Prasetya, A., L.Cyrilla, dan M. Baihaqi
This study aimed to evaluate beef cattle management in farms around BPTP
in West Sumatera. West Sumatra is an agrarian territory and has a potency to
increase beef cattles productivity. In the regency of Tanah Datar, more than 70% of
the citizens work in agriculture sector (food crops, plantation, fishery, and livestock
farming). The Problem in livestock farming was people has a lack of knowledge
about management breeding which causing non optimum production. Good farming
practices such as breeding, feeding, health management, and waste management will
leads to be high productivity. There were 70% farmers feed their cattle with
combination of cultivated grass and weeds. There were 90% farmers have their farm
for more than 5 meters away from their houses. There were 95% farmers using
Artificial Insemination (AI) and the other (5%) using natural insemination. A good
management was expect to increase a biosafety and bio-security in this area.
Keywords : breeding farm, management, beef cattle, smallholder farmers

iii
MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI POTONG
PADA PETERNAKAN RAKYAT DI SEKITAR
KEBUN PERCOBAAN RAMBATAN BPTP
SUMATERA BARAT

SKRIPSI

ANGGA PRASETYA

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

iv
Judul : Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada Peternakan Rakyat di
Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat
Nama : Angga Prasetya
NIM : D14070232

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M.Si) (Muhamad Baihaqi, S.Pt, M.Sc)


NIP: 19630705 198803 2 001 NIP:19800129 200501 1 005

Mengetahui:
Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.)


NIP: 19591212 198603 1001

Tanggal Ujian: 13 September 2011 Tanggal Lulus:

v
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Angga Prasetya. Penulis dilahirkan pada tanggal 19


September 1989 di Batusangkar, Sumatra Barat. Penulis merupakan anak pertama
dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Nofiardi dan Ibu Syafni Nengsih.
Pendidikan dasar ditempuh di SD Negeri 05 Pabalutan, Kabupaten Tanah Datar dan
diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan
pada tahun 2004 di SMP Negeri 1 Rambatan, Kabupaten Tanah Datar dan
pendidikan lanjutan atas diselesaikan pada tahun 2007 di SMA Negeri 3
Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
Status mahasiswa pada Jurusan Teknologi Produksi Ternak, Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor diperoleh melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) pada
tahun 2007. Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif pada Badan Eksekutif
Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM-KM) IPB pada tahun 2009 dan Badan
Eksekutif Mahasiswa Peternakan (BEM-D) Fakultas Peternakan IPB pada tahun
2010. Penulis merupakan lulusan dari Building Enterpreneurship Student (BEST)
Fakultas Peternakan IPB pada tahun 2010. Penulis juga pernah terlibat pada Program
Mahasiswa Wirausaha (PMW) pada tahun 2010. Tahun 2010 penulis berkesempatan
memperoleh juara I beregu dalam Kontes Penjurian Sapi Perah tingkat nasional
dalam rangka memperingati Hari Susu Nusantara di Cikole, Lembang serta meraih
juara I dalam Lomba Essay yang diadakan oleh BEM Fakultas Peternakan dalam
rangka Gebyar Politik Ceria pada tahun yang sama. Pada tahun 2010 sampai dengan
tahun 2011 penulis berkesempatan memperoleh Beasiswa Bantuan Belajar
Mahasiswa (BBM/PPA).

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas besarnya limpahan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi,
penelitian, seminar dan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Skripsi yang berjudul Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong pada
Peternakan Rakyat di Sekitar Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera
Barat ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selain itu penyusunan
skripsi ini merupakan wujud peran aktif dan kontribusi penulis dalam dunia
peternakan. Skripsi ini disusun dengan harapan dapat memberi informasi atau
gambaran mengenai aspek teknis manajemen pemeliharaan sapi potong di sekitar
Kebun Percobaan Rambatan dan menjadi bahan pertimbangan dalam perbaikan
manajemen pemeliharaan sapi potong sehingga mampu meningkatkan produksi sapi
potong di peternakan rakyat serta dapat meningkatkan pemeliharaan yang baik untuk
para peternak.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh
dari sempurna, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran,
sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. Akhir kata semoga karya ini bermanfaat
dalam bidang pendidikan umumnya dan peternakan khususnya.

Bogor, September 2011

Penulis

vii
DAFTAR ISI
Halaman

RINGKASAN ........................................................................................... i
ABSTRACT .............................................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... v
RIWAYAT HIDUP ................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ............................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xii
PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................... 1
Tujuan ................................................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3
Bangsa-bangsa Sapi ............................................................................ 3
Sapi Peranakan Ongole (PO) ........................................................ 4
Sapi Simmental ............................................................................ 4
Sistem Pemeliharaan ........................................................................... 5
Perkandangan .............................................................................. 5
Pakan ........................................................................................... 6
Perkawinan .................................................................................. 8
Limbah Peternakan ...................................................................... 9
MATERI DAN METODE ......................................................................... 10
Lokasi dan Waktu ............................................................................... 10
Materi ................................................................................................. 10
Prosedur ............................................................................................. 10
Rancangan .......................................................................................... 11
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 13
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ....................................................... 13
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) .................................... 15
Karakteristik Peternak ........................................................................ 16
Aspek Manajemen Pemeliharaan ........................................................ 21
Pakan ........................................................................................... 23
Perkandangan .............................................................................. 30
Kesehatan Ternak ........................................................................ 34
Perkawinan .................................................................................. 37
viii
Penanganan Limbah ..................................................................... 40
Pemasaran ................................................................................... 41
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 43
Kesimpulan ........................................................................................ 43
Saran .................................................................................................. 43
UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 46
LAMPIRAN .............................................................................................. 50

ix
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Karakteristik Peternak Sapi Potong di Sekitar KP Rambatan ............... 17
2. Kandungan Nutrien Rumput Lapang Berdasarkan Bahan Kering ........ 22
3. Analisa Bahan Kering dan Kecernaan Setaria splendida ..................... 24
4. Aspek Pakan Sapi Potong di Sekitar KP Rambatan ............................. 25
5. Kandungan Nutrien Jerami Padi Berdasarkan Bahan Kering ............... 26
6. Komposisi Nutrien Klobot Jagung Berdasarkan Bahan Kering ............ 27
7. Kandungan Nutrisi Kulit Singkong Bagian Dalam ............................... 28
8. Aspek Perkandangan Sapi Potong di Sekitar KP Rambatan ................ 32
9. Aspek Kesehatan Sapi Potong di Sekitar KP Rambatan ...................... 35
10. Aspek Perkawinan Sapi Potong di Sekitar KP Rambatan .................... 37
11. Pola Pemasaran Sapi Potong di Sekitar KP Rambatan ......................... 42

x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kebun Percobaan Rambatan ................................................................ 15
2. Status Kepemilikan Ternak ................................................................. 20
3. Rumput Gajah sebagai Pakan Hijauan ................................................. 21
4. Pakan Hijauan (Setaria splendida) ....................................................... 29
5. Kandang Sapi sebagai Tempat Beraktivitas Ternak ............................. 31
6. Peternak Memperbaiki Kandang .......................................................... 33
7. POS Pelayanan Program Inseminasi Buatan ....................................... 38
8. Proses Inseminasi Buatan ................................................................... 39
9. Pemanfaatan Pupuk Kandang ............................................................. 40

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Kuesioner Penelitian ........................................................................... 51
2. Foto-foto Kegiatan Penelitian ............................................................. 63
3. Daftar Identitas Responden ................................................................. 65
4. Data Statistik Peternakan Kabupaten Tanah Datar .............................. 66

xii
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pada tahun 2008 tercatat populasi sapi potong sebanyak 11.869.000 ekor.
Jumlah tersebut naik sebesar 7,82% dari tahun 2001. Khusus untuk daging sapi
dengan kontribusi terhadap kebutuhan daging nasional sebesar 23% dan diperkirakan
akan terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan penduduk, perbaikan
ekonomi masyarakat serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
mengkonsumsi protein hewani (Badan Pusat Statistik, 2009). Ditambah lagi dengan
daya beli dan perbaikan ekonomi masyarakat sehingga mereka bisa mencukupi
kebutuhan konsumsi protein hewani.
Salah satu penyedia daging untuk memenuhi kebutuhan penduduk Indonesia
adalah dari para peternak yang memelihara bangsa sapi lokal dan sapi hasil
persilangan sapi lokal dengan sapi impor. Banyak hal yang dapat dilakukan dalam
mengembangkan dan meningkatkan produktivitas sapi-sapi lokal dan sapi impor
tersebut seperti manajemen pemeliharaan yang baik. Peningkatan populasi sapi
potong disebabkan oleh perkembangan dan kemajuan informasi mengenai dunia
peternakan, sementara peningkatan populasi penduduk juga semakin meningkat
sebagai pangsa pasar bagi peternak sehingga peternak bergairah dalam memelihara
sapi potong sebagai mata pencaharian mereka.
Pemeliharaan sapi tidak hanya bagaimana sapi-sapi yang dipelihara bisa
makan dan tumbuh besar begitu saja. Peternak harus memperhatikan aspek-aspek
terkait dalam hal pemeliharaan sapi. Aspek-aspek tersebut meliputi pakan yang
diberikan, perkandangan, penanganan kesehatan, perkawinan, pengelolaan limbah,
serta aspek terkait lainnya diharapkan akan menghasilkan produktivitas yang tinggi.
Kendala yang terdapat di dalam pemeliharaan sapi potong diantaranya adalah
kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap Good Farming Practices dan
penerapannya yang menyebabkan pemeliharaan sapi-sapi tersebut kurang maksimal.
Kabupaten Tanah Datar merupakan daerah yang potensial untuk membangun
usaha peternakan sapi terutama sapi potong, salah satunya adalah di Kecamatan
Rambatan yang memiliki potensi besar dalam pemeliharaan sapi potong karena
didukung oleh sumberdaya lahan yang cukup memadai dan penduduk yang
berpengalaman dalam usaha budidaya sapi potong serta tersedianya banyak hijauan
1
makanan ternak. Selain itu, sisa produk hasil pertanian juga menjadi pakan alternatif
bagi masyarakat sekitar seperti jerami padi dan singkong.
Ada beberapa penyebab yang membuat Kabupaten Tanah Datar belum
optimal dan maksimal sebagai sentra produksi sapi potong diantaranya adalah
kurangnya pengetahuan masyarakat dalam manajemen pemeliharaan sapi potong,
sosialisasi yang kurang terhadap masyarakat dan pemeliharaan sapi secara
konvensional (pemeliharaan sapi secara tradisional dengan manajemen pemeliharaan
yang masih sederhana).
Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian
tentang manajemen pemeliharaan sapi potong pada peternakan rakyat di sekitar
Kebun Percobaan Rambatan BPTP Sumatera Barat.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mengevaluasi manajemen
pemeliharaan sapi potong pada peternakan rakyat di sekitar Kebun Percobaan BPTP
Sumatera Barat.

2
TINJAUAN PUSTAKA

Bangsa-Bangsa Sapi
Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik
tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, mereka dapat
dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama,
karakteristik yang dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya (Tanari, 2001).
Setiap bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang bisa
membawa risiko yang kurang menguntungkan.
Menurut Blakely dan Bade (1991), secara zoologis sapi termasuk dalam filum
Chordata (yaitu hewan yang memiliki tulang belakang), kelas Mamalia (menyusui),
ordo Artiodaktil (berkuku atau berteracak genap), sub ordo Ruminansia (pemamah
biak), famili Bovidae (tanduknya berongga), genus Bos (pemamah biak berkaki
empat). Spesiesnya terbagi dua, yaitu Bos Taurus (sebagian besar bangsa sapi yang
ada) dan Bos indicus (sapi-sapi yang memiliki punuk). Natasasmita dan Mudikdjo
(1985) menambahkan, spesies sapi terdiri dari : Bos taurus (sapi-sapi Eropa), Bos
indicus (sapi-sapi bergumba atau Zebu asal India dan Afrika), dan Bos sondaicus
(sapi-sapi lokal Indonesia).
Masing-masing jenis ternak terdiri atas berbagai bangsa, yaitu sekelompok
ternak yang memiliki kesamaan sifat yang dapat diturunkan. Beberapa contoh bangsa
sapi yang termasuk Bos taurus misalnya sapi Friesian Holstein (FH), Jersey,
Shorthorn, Angus, dan lain-lain. Sedangkan bangsa sapi yang termasuk Bos indicus
misalnya sapi Ongole, Brahman, Angkole, Boran, dan lain-lain. Contoh Bos
sondaicus yang terkenal adalah Banteng dan sapi bali (Natasasmita dan Mudikdjo,
1985).
Natasasmita dan Mudikdjo (1985) menjelaskan bahwa bangsa-bangsa sapi
yang sudah lama ada di Indonesia dan dianggap sebagai sapi lokal adalah sapi bali
(termasuk Bos sondaicus), serta peranakan Ongole (PO), sapi madura, sapi jawa, sapi
Sumatera (sapi pesisir), dan sapi Aceh yang kesemuanya dianggap sebagai keturunan
sapi Bos sondaicus dan Bos indicus. Diantara bangsa sapi yang besar populasinya
adalah sapi bali, sapi Ongole, serta Peranakan Ongole (PO) dan sapi madura.

3
Sapi Peranakan Ongole
Sapi Peranakan Ongole (PO) adalah sapi hasil persilangan antara sapi Ongole
dengan sapi lokal di pulau Jawa secara grading up. Ciri khas sapi tersebut berpunuk
besar, bergelambir longgar dan berleher pendek. Kulit berwarna kuning dengan bulu
putih atau putih kehitam-hitaman. Kulit di sekeliling mata, bulu mata, moncong,
kuku, dan bulu cambuk pada ujung ekor berwarna hitam. Kepala pendek dengan
profil melengkung. Mata besar dengan sorot yang tenang. Tanduk pendek dan tanduk
pada sapi betina berukuran lebih panjang dibandingkan dengan sapi jantan.
Telinganya panjang dan menggantung (Sarwono dan Arianto, 2003).
Menurut Natasasmita dan Mudikdjo (1985) ciri-ciri sapi PO diantaranya
bertubuh besar, bergumba besar, dan bergelambir lebar; bobot hidup jantan dewasa
(350-450kg), betina dewasa (300-400kg); kebanyakan warna rambutnya putih abu-
abu dengan campuran rambut hitam dan merah, sedangkan waktu lahir berwarna
kecoklatan; panjang badan (jantan 133 cm; betina 132 cm), lingkar dada (jantan 172
cm; betina 163 cm); dan produksi karkas 45% (jantan dan betina).

Sapi Simmental

Sapi Simmental adalah bangsa Bos taurus, berasal dari daerah Simme di
negara Switzerland tetapi sekarang berkembang lebih cepat di benua Eropa dan
Amerika, merupakan tipe sapi perah dan pedaging, warna bulu coklat kemerahan
(merah bata), dibagian muka dan lutut kebawah serta ujung ekor berwarna putih, sapi
jantan dewasanya mampu mencapai berat badan 1.150 kg sedang betina dewasanya
800 kg. Bentuk tubuhnya kekar dan berotot, sapi jenis ini sangat cocok dipelihara di
tempat yang iklimnya sedang. Persentase karkas sapi jenis ini tinggi, mengandung
sedikit lemak. Sapi Simmental dapat difungsikan sebagai sapi perah dan potong
(Sugeng, 2006).
Secara genetik, sapi Simmental adalah sapi potong yang berasal dari wilayah
beriklim dingin, merupakan sapi tipe besar, mempunyai volume rumen yang besar,
voluntary intake (kemampuan menambah konsumsi di luar kebutuhan yang
sebenarnya) yang tinggi dan metabolic rate yang cepat, sehingga menuntut tata
laksana pemeliharaan yang lebih teratur.

4
Sistem Pemeliharaan

Salah satu upaya untuk meningkatkan populasi dan mempercepat penyebaran


ternak besar oleh peternak adalah dengan cara pemeliharaan ternak tersebut.
Pemeliharaan ternak yang baik sangat mempengaruhi perkembangbiakan serta
terjaminnya kesehatan ternak (Hernowo, 2006).
Peternak dalam memelihara ternaknya harus berdasarkan prinsip-prinsip
pemeliharaan dan pembiakan hewan tropis yaitu : pengawasan lingkungan,
pengawasan status kesehatan, pengawasan pegawai, pengawasan makan dan air
minum, pengawasan sistem pengelolaan dan pengawasan kualitas hewan ternak
(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Sistem pemeliharaan sapi potong dikategorikan dalam tiga cara yaitu sistem
pemeliharaan intensif yaitu ternak dikandangkan, sistem pemeliharaan semi intensif
yaitu tenak dikandangkan pada malam hari dan dilepas di ladang penggembalaan
pada pagi hari dan sistem pemeliharaan ekstensif yaitu ternak dilepas di padang
penggembalaan (Hernowo, 2006).

Perkandangan
Kandang memiliki beberapa fungsi penting dalam suatu usaha sapi potong
yaitu : (1) melindungi sapi potong dari gangguan cuaca, (2) tempat sapi beristirahat
dengan nyaman, (3) mengontrol sapi agar tidak merusak tanaman di sekitar lokasi
peternakan, (4) tempat pengumpulan kotoran sapi, (5) melindungi sapi dari hewan
pengganggu, (6) memudahkan pemeliharaan, terutama dalam pemberian pakan,
minum dan mempermudah pengawasan kesehatan (Abidin, 2002).
Menurut Abidin (2002), pembuatan kandang harus memperhatikan syarat-
syarat teknis antara lain : (1) luas kandang harus dibuat sesuai dengan jumlah sapi,
(2) kandang terbuat dari bahan-bahan berkualitas sehingga tahan lama, (3) kandang
menghadap ke timur sehingga matahari pagi dapat masuk secara langsung, (4) sistem
ventilasi kandang harus baik, (5) kandang dibangun dengan memperhatikan arah
angin yang dominan dan bagian muka sapi tidak mendapat kontak langsung dengan
angin yang bertiup. Kandang yang akan dibangun harus kuat, memenuhi syarat
kesehatan, mudah dibersihkan, mempunyai drainase yang baik, sikulasi udara yang
bebas dan dilengkapi tempat makan dan minum sapi serta bak desinfektan (Direktorat
Jenderal Peternakan, 2000).
5
Secara umum terdapat dua tipe kandang yaitu kandang individual dan
kandang koloni. Kandang individu digunakan bagi satu ekor sapi dengan ukuran
2,5x1,5m. Tujuan dibuatnya kandang individu adalah memacu pertumbuhan sapi
potong lebih pesat dimana ruang gerak sapi terbatas. Kondisi sapi di kandang
individual lebih tenang dan tidak mudah stres. Kandang koloni dipergunakan bagi
sapi bakalan dalam satu periode penggemukan yang ditempatkan dalam satu kandang
dengan luas minimum 6m2. Model kandang koloni memungkinkan terjadinya
persaingan antar sapi dalam memperebutkan pakan, akibatnya sapi yang menang
akan memilki pertumbuhan yang cepat. Dibandingkan dengan tipe kandang
individual, pertumbuhan sapi di kandang koloni relatif lebih lambat karena ada
energi yang terbuang akibat gerakan sapi yang lebih leluasa. Kebersihan kandang
juga harus diperhatikan karena kotoran dan urin sapi akan segera terinjak-injak oleh
sapi (Abidin, 2002).

Pakan
Usaha ternak sapi potong yang efisien dan ekonomis bisa menjadi kenyataan
apabila tuntutan hidup mereka terpenuhi, salah satu tuntutan utama adalah pakan.
Dengan adanya pakan, tubuh hewan akan mampu bertahan hidup dan kesehatan
terjamin. Pemberian pakan kepada ternak sapi potong bertujuan untuk kebutuhan
pokok hidup dan perawaan tubuh dan keperluan berproduksi (Sugeng, 2005).
Selanjutnya Sugeng (2005), menyatakan bahwa pemberian zat-zat pakan
yang disajikan harus disesuaikan dengan tujuannya masing-masing. Tujuan
pemberian pakan dibedakan menjadi dua yaitu makanan perawatan untuk
mempertahankan hidup dan kesehatan, serta makanan produksi untuk pertumbuhan
dan pertambahan berat. Kebutuhan pakan sapi tropis berbeda dengan sapi subtropis.
Sapi tropis yang adaptasinya terhadap lingkungan cukup bagus membutuhkan pakan
relatif lebih sedikit daripada sapi subtropis.
Menurut Natasasmita dan Mudikdjo (1979), bahan pakan dikelompokkan
menjadi dua yaitu :
1. Menurut asalnya pakan terdiri dari : (1) hijauan alami (rumput lapangan), (2)
hijauan tanaman (rumput gajah), (3) hasil limbah pertanian (jerami), (4) hasil
limbah industri (bungkil), (5) hasil pengawetan (silase, selai).

6
2. Menurut kandungan zat makanan dan fungsinya dalam memenuhi kebutuhan
ternak terdiri dari : (1) hijauan kering, (2) hijauan segar, (3) silase, (4) sumber
energi, (5) sumber protein, (6) sumber mineral, (7) sumber vitamin, dan (8)
makanan tambahan.

Pengelolaan pakan akan sangat menentukan tingkat keberhasilan


pemeliharaan sapi. Oleh karena itu, cara-cara pengelolaannya harus dipahami.
Ketersediaan padang penggembalaan pada pemeliharaan ternak sapi diperlukan
sekali sebagai sumber pakan hijauan. Pemberian pakannya dapat dilakukan dengan
pemotongan rumput tersebut, kemudian diberikan pada ternak sapi yang ada di
dalam kandang. Pemberian pakan seperti ini disebut cut and carry. Selain itu, rumput
juga dapat dikonsumsi langsung oleh sapi di areal padang penggembalaan
berdasarkan pada stocking rate (daya tampung) padang penggembalaan tersebut
untuk mencukupi kebutuhan penggembalaan setiap UT (Unit Ternak) (Santosa,
2005). Ketersediaan pakan harus mencukupi kebutuhan ternak, baik yang berasal
dari hijauan/rumput, maupun pakan konsentrat yang dibuat sendiri atau berasal dari
pabrik (Direktorat Jenderal Peternakan, 2000).
Menurut Santosa (2005) bahwa dalam memilih bahan pakan, beberapa
pengetahuan penting berikut ini harus diketahui sebelumnya yaitu :
1. Bahan pakan harus mudah diperoleh dan sedapat mungkin terdapat di daerah
sekitar sehingga tidak menimbulkan masalah biaya transportasi dan kesulitan
mencarinya;
2. Bahan pakan harus terjamin ketersediaannya sepanjang waktu dalam jumlah
yang mencukupi keperluan;
3. Bahan pakan harus mempunyai harga yang layak dan sedapat mungkin
mempunyai fluktuasi harga yang tidak besar;
4. Bahan pakan diusahakan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia yang
sangat utama. Seandainya harus menggunakan bahan pakan tersebut maka
usahakanlah agar digunakan satu macam saja;
5. Bahan pakan harus dapat diganti dengan bahan pakan lain yang kandungan
zat-zat makanannya hampir setara;
6. Bahan pakan tidak mengandung racun dan tidak dipalsukan atau tidak
menampakkan perbedaaan warna, bau atau rasa dari keadaan normalnya.
7
Perkawinan
Sapi dapat dikembangbiakan dengan dua metode yang umum dikenal, yaitu :
1) metode alamiah yaitu sapi jantan pemacek dikawinkan dengan sapi betina yang
sedang birahi, sperma sapi jantan pemacek untuk perkawinan alamiah hanya mampu
melayani 120 ekor sapi betina/tahun, dan 2) metode inseminasi buatan (IB), metode
ini lebih populer dikenal dengan kawin suntik. Perkawinan dilakukan dengan
bantuan peralatan khusus dan manusia (inseminator), seekor sapi jantan pemacek
sebagai sumber sperma dapat dipergunakan untuk mengawini sapi betina sampai
20.000 ekor/tahun (Hernowo, 2006).
Perkawinan keluarga merupakan perkawinan antara individu yang
mempunyai hubungan keluarga yang dekat, misalnya antara anak dengan bapak.
Tujuan sistem perkawinan yang demikian adalah :
1. Meningkatkan kemurnian, sehingga daya menurunkan sifat bertambah.
2. Memungkinkan timbulnya sifat jelek, sehingga segera dapat dilakukan
penyisihan. Ternak yang sifatnya jelek tidak dikembangbiakkan (Hernowo,
2006).
Menurut Santosa (2005) keterampilan dalam melihat tanda-tanda berahi
ternak sapi betina sangat menentukan keberhasilan perkawinan ternak sapi. Tanda-
tanda yang lazim nampak pada ternak sapi adalah : sapi betina tidak tenang (gelisah),
nafsu makan berkurang, sering melenguh dan mendekati pejantan dan sering menaiki
sapi lain dan jika dinaiki akan diam.
Selain itu Santosa (2005) menyatakan tanda khusus dari vulva adalah
keadaannya yang tampak memerah, membengkak dan keluar lendir bening. Bila
sudah terlihat tanda-tanda berahi, secepatnya sapi betina tersebut dikawinkan.
Perkawinan akan berhasil apabila dilakukan terutama pada 15-18 jam setelah tanda-
tanda berahi mulai tampak. Apabila perkawinan dilakukan sebelum mencapai 6 jam
setelah tanda berahi tampak maka perkawinan kurang berhasil. Namun apabila
perkawinan dilakukan setelah 28 jam setelah tanda-tanda berahi tampak maka
perkawinan akan mengalami kegagalan.

8
Limbah Peternakan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, limbah peternakan dibedakan
menjadi dua yaitu limbah ternak dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti
sempit, limbah ternak adalah feses dan urin sedangkan dalam arti luas ialah sisa dari
produksi peternakan setelah diambil hasil utamanya. Berdasarkan pengertian
tersebut, yang dimaksud dengan limbah peternakan adalah kulit, tanduk, bulu, tulang,
dan isi rumen (Wiryosuharto, 1985). Total limbah yang dihasilkan peternakan
tergantung dari spesies ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang.
Menurut Soehadji (1992), limbah peternakan meliputi semua kotoran yang
dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan baik berupa limbah padat dan cairan,
gas, maupun sisa pakan. Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk
padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati, atau isi perut dari
pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau
dalam fase cairan (air seni atau urin, air dari pencucian alat-alat). Sedangkan limbah
gas adalah semua limbah berbentuk gas atau dalam fase gas. Setiap usaha
penggemukan sapi potong harus membuat unit pengolahan limbah perusahaan
(padat, cair dan gas) yang sesuai dengan kapasitas produksi limbah yang dihasilkan
(Direktorat Jenderal Peternakan, 2000).
Limbah peternakan yang berupa kotoran dan sisa pakan dapat menurunkan
mutu lingkungan dan dapat mengganggu kesehatan. Kotoran ternak yang tercecer
akan terbawa oleh aliran air hujan ke daerah-daerah yang lebih rendah dan
selanjutnya akan menyebabkan penyakit (Setiawan, 1996). Penanganan limbah yang
biasa dilakukan peternak adalah dengan menampung di kolam terbuka sehingga
fermentasi aerob dan degradasi senyawa organik berlangsung sangat lambat (Widarto
dan Suryana, 1995).

9
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di sekitar (dalam radius 3 km2) Kebun Percobaan
Rambatan Komplek Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Kabupaten Tanah Datar,
Sumatera Barat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Maret 2011.

Materi
Bahan yang digunakan yaitu kuesioner kepada 40 peternak yang digunakan
untuk mengetahui dan mengevaluasi manajemen pemeliharaan sapi potong dan sapi
potong sebanyak 169 ekor yang terdiri dari sapi Pesisir, sapi Simmental dan sapi
Peranakan Ongole (PO). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya
wearpack, alat tulis, kamera digital dan meteran.

Prosedur
Penelitian dilakukan dengan cara pengumpulan data primer dan sekunder.
Data primer diperoleh dengan pengambilan data melalui survei terhadap peternak
sampel dan peternak di sekitar Kebun Percobaan Rambatan Komplek Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Data
sekunder diperoleh dari kelompok tani ternak setempat (karakteristik peternak),
Kantor Kecamatan (data demografi wilayah Kecamatan Rambatan) dan Dinas
Peternakan Kabupaten Tanah Datar (data populasi ternak dan informasi perkawinan
ternak). Data yang diolah meliputi manajemen pemeliharaan seperti perkandangan,
pakan (hijauan makanan ternak), perkawinan, kesehatan, pengelolaan limbah
peternakan dan pemasaran. Adapun data primer yang dikumpulkan adalah :
1. Identitas peternak meliputi nama, umur, latar belakang pendidikan, jumlah
anggota keluarga dan pekerjaan.
2. Identitas sapi, meliputi jumlah sapi, jenis kelamin sapi, umur sapi, dan jenis
sapi.
3. Jumlah pakan dan air minum yang diberikan, meliputi sistem pemberian air
minum, jenis pakan (hijauan maupun konsentrat), perbandingan antara
pemberian hijauan dan konsentrat, frekuensi pemberian, dan jumlah yang
diberikan per hari.

10
4. Sistem perkandangan, meliputi bentuk kandang (individu atau kelompok),
ukuran kandang, keadaan sekitar kandang, jenis bahan bedding, volume
bedding, frekuensi penambahan dan penggantian bedding, jarak kandang dari
pemukiman penduduk dan peralatan yang tersedia di kandang.
5. Pengelolaan limbah, meliputi cara pembersihannya, waktu pembersihan,
frekuensi pembersihan, dan jumlah rata-rata feses. Hal tersebut akan dikait-
kan dengan proses pengolahan feses selanjutnya.
6. Proses pengolahan feses yang meliputi produksi (berkaitan dengan pembersi-
han kandang), pengumpulan feses, pengangkutan feses, pengolahan feses, pe-
nyimpanan, dan penggunaannya.
7. Kebersihan lingkungan sekitar, meliputi kebersihan di sekitar kandang.
8. Kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data secara analisis deskriptif.

Rancangan
Penelitian ini menggunakan metode survei. Metode survei adalah metode
pengumpulan informasi (data) dari sampel untuk mewakili seluruh populasi dan
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Teknik
observasi yaitu pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pengamatan
langsung ke lapangan untuk mengetahui fenomena atau gejala yang ada pada objek-
objek penelitian. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive yaitu pengambilan
sampel dilakukan kepada peternak yang tinggal pada radius 3 km2 di sekitar Kebun
Percobaan Rambatan. Ukuran sampel atau jumlah peternak responden yang diambil
dalam penelitian sebanyak 12,5% (40 peternak dari keseluruhan peternak yang ada di
desa Rambatan yaitu 320 orang). Peternak bersifat homogen. Penelitian ini
menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari semua
responden melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner atau daftar
pertanyaan yang disusun secara terstruktur. Data sekunder diperoleh dari kelompok
ternak setempat, Kantor Desa, Kantor Kecamatan dan Dinas Peternakan Kabupaten
Tanah Datar.
Data yang dikumpulkan meliputi keadaan umum daerah Rambatan dan
sekitarnya, karakteristik peternak responden sebagai tenaga kerja, jumlah sapi yang
dipelihara, pakan ternak, dan sisem pemeliharaan yang meliputi perkandangan,
pakan, perkawinan, serta kesehatan ternak. Analisis deskiptif digunakan untuk
11
mendeskripsikan karakteristik peternak responden. Karakteristik peternak yang
diamati meliputi umur, pendidikan dan kepemilikan ternak.

12
HASIL DAN PEMBAHSAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) sebagai wilayah agraris memiliki potensi


yang besar untuk meningkatkan produksi peternakan, terutama ternak sapi. Pada satu
sisi, produksi peternakan di Sumatera Barat telah mencukupi kebutuhan lokal dan
mampu menutupi sebagian kebutuhan daging dari provinsi terdekat seperti Provinsi
Riau, Jambi dan Sumatera Utara. Namun di sisi lain, potensi sumberdaya alam
Sumbar masih cukup besar untuk meningkatkan produksi peternakan dan memberi
sumbangan pada upaya mencukupi kebutuhan daging nasional. Hal ini juga didukung
oleh budaya masyarakatnya yang sudah terbiasa beternak sapi semenjak dahulu.
Wilayah kabupaten Tanah Datar terletak di tengah-tengah Provinsi Sumatera
Barat, yaitu pada 0017" LS - 0039" LS dan 10019" BT 10051" BT. Ketinggian
rata-rata 400 sampai 1000 meter di atas permukaan laut. Kabupaten Tanah Datar
merupakan salah satu dari tujuh kabupaten terbaik di Indonesia dari 400 kabupaten
yang ada. Penghargaan ini diberikan pada tahun 2003 oleh Lembaga International
Partnership dan Kedutaan Inggris. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
menobatkan Kabupaten Tanah Datar sebagai satu dari empat daerah paling
berprestasi dan berhasil melaksanakan otonomi daerah.
Kabupaten Tanah Datar berbatasan dengan empat kabupaten di Sumatera
Barat. Disebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Agam dan Kota Lima Puluh.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Sawahlunto dan Kabupaten Solok. Sebelah
Barat berbatasan dengan Kabupaten Padang Pariaman sedangkan sebelah Timur
berbatasan dengan Kabupaten Sawah Lunto Sijunjung. Kabupaten Tanah Datar
merupakan daerah yang kaya dengan sumber air. Selain Danau Singkarak, di
Kabupaten Tanah Datar terdapat lebih dari 25 buah sungai.
Kabupaten Tanah Datar adalah daerah agraris, lebih dari 70% penduduknya
bekerja pada sektor pertanian, baik pertanian tanaman pangan, perkebunan,
perikanan maupun peternakan. Begitu juga dengan usaha masyarakat pada sektor lain
juga berbasis pertanian seperti pariwisata dan industri kecil atau agro industri.
Pontensi ekonomi Kabupaten Tanah Datar dapat dikategorikan atas tiga kategori
yaitu sangat potensial, potensial dan tidak potensial. Sektor pertanian yang sangat
potensial untuk dikembangkan adalah ubi kayu, kubis, karet, tebu, peternakan sapi
13
potong, peternakan kuda, peternakan kambing potong, budidaya ayam ras pedaging,
ayam bukan ras, budidaya itik dan budidaya ikan air tawar. Sektor lain yang sangat
potensial untuk dikembangkan adalah industri konstruksi bangunan sipil, pedagang
eceran makanan olahan hasil bumi, usaha warung telekomunikasi, pedagang
cinderamata dan wisata sejarah. Potensi ekonomi Kabupaten Tanah Datar yang
tergolong potensial untuk sektor pertanian hampir semua potensial kecuali cengkeh,
tembakau, bayam dan merica. Sedangkan untuk sektor pertambangan yang potensial
dikembangkan adalah galian kapur dan sirtu (pasir batu).
Umumnya kegiatan usahatani dilakukan dalam suatu sistem yang terdiri dari
beberapa tipe usahatani. Namun terdapat satu atau lebih komoditas yang
mendominasi suatu daerah. Hal ini dapat terjadi karena kondisi agro-ekosistemnya
mendukung untuk berkembangnya jenis komoditas tertentu, dan juga sifat sosial
budaya masyarakat yang menyebabkan komoditas tersebut terus menerus
berkembang. Komoditas unggulan dan andalan untuk tanaman pangan adalah padi
sawah, jagung, kedelai, kentang, kubis, pisang, jeruk siam, markisa dan manggis.
Komoditas perkebunan yang diunggulkan adalah kakao, gambir, kelapa sawit, karet,
kelapa dan kayu manis. Sedangkan komoditas peternakan yang potensial untuk
dikembangkan adalah ternak sapi potong, ayam buras dan itik.
Sistem pemeliharaan ternak sapi masih tradisional dengan manajemen yang
minim terutama dalam penyediaan pakan yang kurang memadai sepanjang tahun dan
penggunaan pejantan yang layak agar membuahkan turunan yang produktif. Usaha
peternakan di Sumbar belum begitu berkembang jika dibandingkan dengan Pulau
Jawa. Sebagaimana pada jenis ternak pada umumnya, kunci keberhasilan pe-
ngembangan industri peternakan pada dasarnya berpangkal pada tiga unsur utama :
(1) ketersediaan bibit unggul; (2) ketersediaan dan jaminan mutu pakan; (3)
dukungan kelembagaan dengan perangkat lunak yang menunjang, termasuk
kebijakan daerah, infrastruktur dan pemasaran.
Usaha peternakan tradisional dalam skala kecil hanya merupakan penunjang
kegiatan agribisnis, sebab kemampuannya terbatas untuk memenuhi kebutuhan
keluarga dan belum sepenuhnya berorientasi pasar. Usaha peternakan di Sumbar
didominasi oleh pelaku tradisional yang belum mampu untuk menjadi salah satu
andalan pertumbuhan peternakan. Walaupun demikian, potensi yang ada

14
memberikan peluang besar bagi pengembangan ternak sapi di Sumbar. Usaha
peternakan sapi yang terdapat di Sumatera Barat umumnya didominasi oleh sapi
lokal dan sapi persilangan unggul seperti Simmental, Limousine, Brahman, Angus
dan jenis lainnya.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumbar


Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat merupakan
Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bidang penelitian dan pengembangan pertanian yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dikoordinasikan
oleh Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian
(BBP2TP), ditetapkan sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor :
16/Permentan/OT.140/2006 tanggal 1 Maret 2006 dengan wilayah kerja Provinsi
Sumatera Barat. Denah lokasi Kebun Percobaan Rambatan dapat dilihat pada
Gambar 1.

Sumber:http://www.google.cm/imgres?imgurl=http://geospasial.bnpb.go.id/wpcontent/uploads/2009
/10/2009-10-12_peta_administrasi_tanah_datar

Gambar 1. Kebun Percobaan Rambatan

BPTP Sumatera Barat telah mengalami beberapa kali perubahan sebelumnya


bernama Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sukarami dibentuk
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.798/KPTS/OT.210/12/94 tanggal
4 November 1994 yang merupakan penggabungan Balai Penelitian Tanaman Pangan
15
(Balittan) Sukarami dengan Balai Informasi Pertanian (BIP) Sumbar, BIP Bengkulu,
Sub Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat-obatan (Balitro) Laing dan
Laboratorium Bukittinggi dengan wilayah kerja mencakup Provinsi Sumatera Barat
dan Provinsi Bengkulu.
Sehubungan dengan tuntutan percepatan pembangunan pertanian maka pada
tahun 2001 Badan Litbang Pertanian melakukan lagi reorganisasi dengan membentuk
BPTP disetiap Propinsi. Dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian
No.350/Kpts/OT.210/6/ 2001 tanggal 14 Juni 2001, BPTP Sukarami menjadi BPTP
Sumatera Barat dengan wilayah kerja hanya untuk Propinsi Sumbar. Dalam
Keputusan ini, BPTP Sumbar memiliki satu Laboratorium Diseminasi di Padang
serta tiga kebun percobaan yaitu : Bandar Buat di Padang, Sitiung di Kabupaten
Darmasraya, dan Rambatan di Kabupaten Tanah Datar serta satu Laboratorium
Tanah di Kota Bukittinggi.
Kebun Percobaan Rambatan sebagai Laboratorium Lapang memiliki tujuan
yaitu tempat dilakukannya berbagai macam penelitian dan percobaan berbagai
macam tanaman pangan. Hasil dari percobaan ini nantinya akan dibawa ke Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat.

Karakteristik Peternak

Karakteristik peternak merupakan salah satu aspek yang dapat mendukung


keberhasilan usaha peternakan sapi pedaging. Aspek tersebut terdiri atas umur,
pendidikan formal, pekerjaan utama, jumlah tanggungan, anggota dari kelompok
ternak setempat, pengalaman beternak, serta motivasi (alasan) beternak. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar peternak berumur antara 17-55 tahun
(90%) dan sisanya yaitu sebanyak 10% berumur di atas 55 tahun. Kelompok usia
produktif tersebut menunjukkan bahwa regenerasi bagi petani-peternak tidak
terhambat. Peternak usia produktif tersebut memilih beternak sebagai usaha
sampingan disamping meneruskan usaha ternak orang tua mereka.
Pendidikan berhubungan dengan ilmu pengetahuan peternak khususnya
pengetahuan mengenai budidaya ternak serta cara pengelolaan yang baik. Pendidikan
peternak umumnya digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu pendidikan formal
serta pendidikan non formal. Pendidikan formal peternak cukup beragam mulai dari
SD, SMP, serta SMA, ada pula peternak yang tidak bersekolah. Pendidikan formal
16
peternak sebagian besar adalah Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 72,5%. Hal
tersebut dikarenakan keterbatasan kemampuan ekonomi orang tua mereka pada saat
itu. Mereka lebih memilih membantu orang tua bekerja untuk menghasilkan uang
dibandingkan dengan melanjutkan sekolah. Selain itu, pendidikan pada waktu itu
belum menjadi prioritas kepentingan masyarakat di tempat penelitian. Karakteristik
peternak yang diperoleh dalam penelitian (hasil wawancara) disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Peternak Sapi Potong di Sekitar KP Rambatan.


Jumlah
No. Uraian
Peternak (orang) Persentase (%)

1. Umur (tahun)
a) 17-55 36 90,00
b) >55 4 10,00
2. Pendidikan Formal
a) SD 29 72,50
b) SMA 11 27,50
3. Pekerjaan Utama
a) Petani 17 42,50
b) Pedagang 4 10,00
c) Pengrajin batako 19 47,50
4. Jumlah Tanggungan (orang)
a) 1-3 11 27,50
b) 4-5 22 55,00
c) > 5 7 17,50
5. Pengalaman Beternak (tahun)
a) 5 7 17,50
b) > 5 33 82,50
6. Tergabung dalam kelompok ternak
a) Ya 8 20,00
b) Tidak 32 80,00
7. Motivasi (alasan) beternak
a) Hobi 3 7,50
b) Menambah pendapatan 29 72,50
c) Mengisi waktu luang 8 20,00
8. Jumlah tenaga kerja
a) Ada 1 2,5,00
b) Tidak ada 39 97,50
9. Jumlah ternak yang dimiliki
a) 1-5 ekor 31 77,50
b) 5-10 ekor 7 17,50
c) 10 ekor 2 5,00
Keterangan : n = 40

Pendidikan non formal yang diperoleh peternak di tempat penelitian berasal


dari penyuluhan. Penyuluhan tersebut diperoleh oleh peternak yang tergabung dalam
17
kelompok tani (peternak) di daerah penelitian. Kelompok tani (peternak) di tempat
penelitian bernama Talago Dalimo yang telah berdiri semenjak tahun 2009.
Kelompok Tani Talago Dalimo memiliki pengurus harian seperti ketua, sekretaris,
bendahara dan anggota. Semua anggota yang tergabung ke dalam kelompok tani
sudah berperan aktif. Setiap dua minggu sekali, dilakukan evaluasi dan musyawarah
mufakat antara pengurus dan anggota kelompok. Peternak yang tergabung dalam
kelompok ini berjumlah 30 orang sedangkan responden yang tergabung ke dalam
kelompok tani ternak ini hanya delapan orang (20%) dari 40 orang total responden
yang ada. Sebagian besar peternak yang tergabung ke dalam kelompok tani ini
pernah mengikuti kegiatan penyuluhan. Kegiatan penyuluhan diberikan oleh Dinas
Pertanian Kabupaten Tanah Datar. Penyuluhan yang diberikan berupa pengetahuan
dasar pemeliharaan ternak, pengendalian penyakit serta cara pengobatannya secara
sederhana. Peternak yang tergabung dalam kelompok ternak lebih mudah dalam
mendapatkan informasi di bidang peternakan. Hal tersebut karena adanya pertemuan
kelompok ternak secara rutin. Pertemuan tersebut membahas permasalahan yang
sering timbul serta mencari solusinya. Peternak-peternak tersebut juga dapat saling
bertukar informasi dan pengalaman. Namun, kegiatan rutin tersebut kini semakin
jarang dilakukan karena kesibukan dari masing-masing anggota kelompok.
Para peternak telah memiliki pengalaman beternak selama bertahun-tahun.
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa sebanyak 82,5% responden memiliki pengalaman
beternak di atas lima tahun. Peternak telah memiliki bekal pengetahuan mengenai
cara beternak dari keluarga secara turun-temurun maupun telah berpengalaman
merawat ternak sejak mereka kecil. Pengalaman tersebut menjadi guru yang tak
ternilai dalam menentukan keberhasilan usaha peternakan tersebut. Pengalaman
beternak yang lebih dari lima tahun tersebut dianggap sudah berpengalaman dalam
menjalankan usaha peternakan sapi potong. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar
peternak memulai usaha ternak sapi potong sejak mereka masih kecil.
Peternak pemula (beternak kurang dari lima tahun) baru memulai beternak
semenjak tiga tahun yang lalu karena mereka beranggapan bahwa beternak
merupakan sesuatu yang menyenangkan dan membawa keuntungan bagi mereka.
Ternak sapi dipelihara terutama sebagai salah satu sumber pendapatan dan tabungan.
Sebagian besar peternak di Sumatera Barat sudah berpengalaman dan terampil dalam

18
membudidayakan sapi potong. Walaupun demikian, usaha peternakan ini umumnya
berupa usaha peternakan rakyat dengan jumlah sapi yang dipelihara berkisar antara
1-5 ekor/ kepala keluarga (KK) (Sabirin, 2002).
Hasil penelitian menunjukkan beberapa jenis sapi potong yang dipelihara
oleh peternak diantaranya sapi Peranakan Ongole (PO), sapi Simmental, dan sapi
Pesisir yang terdapat di lokasi penelitian. Mayoritas peternak memelihara sapi
Simmental dengan alasan bobot lahir yang tinggi, sesuai dengan pakan yang
sederhana dan harga jual yang tinggi. Menurut Blakely dan Bade (1991), sapi
Simmental terkenal karena kemampuannya menyusui anak yang baik serta
pertumbuhannya juga cepat, badannya panjang dan padat. Sapi ini termasuk yang
berukuran berat baik pada kelahiran, penyapihan maupun saat mencapai dewasa.
Selain sapi Simmental, peternak juga memelihara sapi Peranakan Ongole (PO). Sapi
PO memiliki keunggulan diantaranya kuat, tahan panas, tahan lapar dan haus, serta
dapat menyesuaikan dengan pakan yang sederhana (Basuki, 1991). Keunggulan
tersebut membuat sapi-sapi Simmental dan PO ini dapat beradaptasi, bertahan dan
tumbuh dengan baik di sekitar Kebun Percobaan Rambatan.
Alasan (motivasi) peternak mengawali usaha beternak sapi potong cukup
beragam. Sebanyak 72,5% peternak memutuskan untuk beternak dengan alasan agar
dapat menambah pendapatan dan diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup
keluarga peternak. Beternak sapi pedaging juga dapat dijadikan sebagai tabungan
jangka panjang karena ternak tesebut dapat dijual sewaktu-waktu pada saat
kebutuhan mendesak. Motivasi lainnya adalah sebagai hobi sebanyak 7,5% dan
sisanya sebanyak 20% yaitu untuk mengisi waktu luang.
Semua responden adalah peternak, akan tetapi mereka mempunyai sumber
pendapatan lain dengan siklus usaha lebih cepat dari usaha peternakan adalah
sebanyak 47,5% berprofesi sebagai pengrajin batako, sebanyak 42,5% petani dan
sisanya sebanyak 10% persen adalah pedagang. Tidak ada satupun peternak yang
merupakan peternak murni yang hanya bergantung dari hasil peternakan. Bagi
peternak, memelihara ternak merupakan usaha sambilan. Saragih (1997),
merumuskan pergeseran usaha peternakan rakyat menuju industri yaitu : a)
peternakan sebagai usaha sambilan untuk mencukupi kebutuhan sendiri dengan
tingkat pendapatan dari usaha ternak kurang dari 30%, b) peternakan sebagai cabang

19
usaha dalam pertanian campuran dengan tingkat pendapatan dari usaha ternak 30-
70%, c) peternakan sebagai usaha pokok dengan komoditi lain sebagai sampingan
dan pendapatan dari usaha ternak sebesar 70-100%, d) industri peternakan yaitu
mengusahakan ternak secara khusus dengan tingkat pendapatan usaha ternak sebesar
100%.
Dalam satu tahun terakhir tidak ada peternak yang menjual ternak yang
dipelihara. Dari sini terlihat bahwa fungsi usaha peternakan lebih banyak ditujukan
sebagai tabungan dan akan digunakan untuk kebutuhan mendesak dengan jumlah
yang cukup besar. Sedangkan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dipenuhi
dengan usaha selain peternakan seperti usaha tanaman pangan, pedagang dan
pengrajin batako.
Hal mendasar yang perlu menjadi perhatian dalam pengembangan ternak
lokal adalah keterbatasan modal peternak untuk memiliki ternak besar. Sebanyak
17,5% dari responden yang memiliki ternak sendiri sedangkan sebanyak 82,5% dari
responden merupakan peternak yang memelihara ternak orang lain dengan sistem
gaduhan. Status kepemilikan ternak dapat dilihat pada Gambar 2.

milik
sendiri
17%

milik
orang
lain
83%

Gambar 2. Status Kepemilikan Ternak

Pola gaduhan bersifat perorangan. Pola ini didasarkan atas saling percaya
antara penggaduh dengan pemilik ternak, tanpa disertai surat-surat resmi. Walaupun
demikian sangat jarang terjadi sengketa antara pemilik ternak dan penggaduh.
Bahkan bila ada ternak yang mati atau dicuri selalu dapat diselesaikan dengan baik
antara kedua belah pihak dengan kekeluargaan. Sistem gaduhan yang berkembang
umumnya adalah sistem bagi hasil saat ternak dijual dengan komposisi 50%
penggaduh dan 50% pemilik.
20
Pelaku utama dalam sistem gaduhan sapi potong di Sumatera Barat adalah :
(1) pemasok (pemilik) sapi, (2) penggaduh (pemelihara sapi atau produsen), (3)
pembeli (blantik/ pedagang pengumpul) atau konsumen sapi potong di dalam
maupun luar daerah. Pada umumnya penggaduh dapat berupa petani perorangan atau
kelompok yang sebagian besar mempunyai keterbatasan dana, keterbatasan
mengakses pasar dan keterbatasan kepemilikan lahan (Prasetyo, 2004).

Aspek Manajemen Pemeliharaan

Menurut Prawiradiputra dan Bambang (2005), beberapa faktor yang sangat


menentukan keberhasilan pemeliharaan ternak sapi, baik yang dipelihara secara
intensif maupun semi-intensif antara lain : (1) pemberian pakan yang cukup dan
bergizi; (2) tersedianya ternak bibit yang berkualitas; dan (3) pengendalian penyakit.
Pemberian pakan yang baik dan mencukupi kebutuhan ternak yang dipelihara
merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam memperoleh produksi ternak sapi
yang memuaskan.

Gambar 3. Rumput Gajah sebagai Pakan Hijauan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 90% peternak menerapkan


sistem pemeliharaan secara semi intensif yaitu pada siang hari ternak yang mereka
miliki dilepas di padang penggembalaan hingga sore hari sedangkan pada malam
harinya ternak dikandangkan. Menurut Ayuni (2005), sistem pemeliharaan semi
intensif yang ada di Kecamatan IV Angkat dilakukan dengan mengandangkan sapi
pada malam hari, sedangkan pada pagi sampai siang hari, ternak sapi dibawa ke
sawah sebagai tenaga kerja pada lahan pertanian atau hanya digembalakan saja.
Setelah ternak dikandangkan maka peternak memberikan hijauan makanan ternak
yang sudah dicari dan dipersiapkan untuk kebutuhan ternak di malam hari. Dalam hal
21
pemberian hijauan makanan ternak (HMT), sebanyak 95% peternak menerapkan
kombinasi dimana ternak digembalakan dan juga diberikan hijauan berupa rumput
potongan. Selain rumput lapang dan budidaya (rumput gajah dan setaria), peternak
juga memberikan leguminosa berupa gamal dan lamtoro untuk ternak mereka.
Rumput lapang merupakan hijauan yang sudah umum digunakan oleh para
peternak sebagai pakan utama ternak ruminansia untuk memenuhi kebutuhan serat
kasar. Rumput ini mudah diperoleh, murah dan mudah dikelola karena tumbuh liar
tanpa dibudidayakan karena itu rumput lapang memiliki kualitas yang rendah untuk
pakan ternak (Aboenawan, 1991). Menurut Wiradarya (1989), rumput lapang
merupakan campuran dari berbagai rumput lokal yang umumnya tumbuh secara
alami dengan daya produksi dan kualitas nutrisi yang rendah. Komposisi zat
makanan rumput lapang berdasarkan bahan kering dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Nutrien Rumput Lapang Berdasarkan Bahan Kering


Nutrien Komposisi* Komposisi** Komposisi***
%
Bahan Kering 22,97 - -
Abu 9,12 8,23 8,48
Protein Kasar 10,21 7,75 8,59
Lemak Kasar 1,23 1,34 6,93
Serat Kasar 32,09 31,46 36,38
Bahan Ekstrak Tanpa 47,35 50,93 48,31
Nitrogen
Total Digetible - 52,37 57,31
Nutrient
Kalsium 0,17 - 0,30
Posfor 0,17 - 0,12
Sumber : *Batubara (1992), **Furqaanida (2004), ***Wahyuni (2008)

Pemeliharaan ternak ruminansia telah biasa dilakukan masyarakat. Ternak


tersebut merupakan sumber komoditi, sumber tabungan serta memiliki fungsi sosial.
Perawatan dan pemeliharaan ternak sapi yang baik dapat menjaga kelansungan hidup
ternak sapi yang sehat serta memiliki pertumbuhan yang baik pula. Sistem
pemeliharaan sapi pedaging dikategorikan dalam tiga cara yaitu sistem pemeliharaan
intensif, semi intensif dan ekstensif. Sistem pemeliharaan intensif merupakan sistem
pemeliharaan dimana ternak dikandangkan sepanjang hari. Sistem pemeliharaan semi
intensif, ternak dikandangkan pada malam hari dan dilepas di tempat penggembalaan

22
pada pagi atau siang hari. Sistem pemeliharaan ekstensif merupakan sistem
pemeliharaan dimana ternak dilepas di ladang penggembalaan sepanjang hari
(Hernowo, 2006).
Pakan
Hijauan merupakan sumber pakan yang sangat penting bagi ruminansia.
Hijauan mengandung hampir semua zat yang dibutuhkan oleh ternak selain sebagai
bulk (pengenyang) (Awabien, 2007). Pakan dalam usaha peternakan merupakan
bagian yang penting dan menentukan tinggi rendahnya produksi, pertumbuhan dan
besar kecilnya keuntungan peternakan. Dengan demikian maka harus selalu
diupayakan penggunaannya baik pakan hijauan maupun penguat pada tingkat yang
optimum (Siregar, 1999).
Menurut Mulyono (1999), pakan hijauan mengandung zat gizi yang dapat
menentukan pertumbuhan, reproduksi dan kesehatan ternak. Pakan hijauan segar
yang baik adalah bila komposisinya diatur antara yang mengandung protein rendah
dan protein tinggi. Hijauan merupakan sumber serat kasar yang tinggi bagi ruminan.
Hijauan yang dimaksud biasanya berupa rumput-rumputan. Secara tradisional, sapi
potong hanya diberi hijauan sebagai pakan. Namun untuk program penggemukan
yang berorientasi pada keuntungan finansial perlu dipertimbangkan penggunaan
pakan berupa konsentrat sehingga dicapai efisiensi waktu yang akan meningkatkan
keuntungan (Abidin, 2002).
Sebanyak 70% peternak (28 orang) memberikan pakan hijauan untuk ternak
mereka yaitu kombinasi antara rumput budidaya (rumput gajah dan Setaria
splendida) serta rumput lapang sedangkan air minum diberikan ad libitum. Rumput
gajah (Pennisetum purpureum) merupakan jenis rumput unggul yang mempunyai
produktivitas dan kandungan zat gizi yang cukup tinggi serta disukai oleh ternak
ruminansia. Rumput gajah mempunyai produksi bahan kering 40 sampai 63 ton ha-1
tahun-1 (Siregar, 1989), dengan rata-rata kandungan zat-zat gizi yaitu : protein kasar
9,66%, BETN 41,34%, serat kasar 30,86%, lemak 2,24%, abu 15,96%, dan TDN
51% (Hartadi et al., 1986 dan Lubis, 1992). Analisa bahan kering dan kecernaan
rumput Setaria splendida dapat dilihat pada Tabel 3.

23
Tabel 3. Analisa Bahan Kering dan Kecernaan Setaria splendida.
Bahan Kering

PK SK Abu EE NFE

Segar, 120 cm, Tanzania 11,3 39,2 15,8 3,6 30,2

Segar, 25 hari tumbuh, Zaire 11,4 27,8 12,1 3,0 45,7

Sumber : Gohl, 1975

Setaria splendida merupakan hijauan pakan ternak yang produktif dan


musah cara penanamannya. Penanamannya bisa dengan menggunakan potongan
rhizom, pols atau biji, tetapi lebih disukai bila ditanam dengan vegetatif karena
viabilitas benihnya rendah (Infoternak, 2005). Rumput ini termasuk hijauan pakan
ternak yang mempunyai daya cerna tinggi (70-80%), namun diikuti oleh laju
penurunan kecernaan yang tinggi pula dengan semakin meningkatnya umur tanaman.
Komposisi nutrisi dari hijauan pakan ternak ini yaitu : serat kasar 31,7%, protein
kasar 9,5%. Produksi berat kering 20 ton/ha/tahun (Hasnudi, 2004).
Pemberian pakan hijauan yang dilakukan peternak belum memenuhi
kebutuhan ternak yang mereka miliki. Ini dapat dilihat dari penampilan tubuh ternak
yang masih kurang baik. Ternak masih terlihat kurus. Biasanya para peternak
melakukan pemotongan rumput pada pagi hari dan sore hari. Pemberian pakan
dilakukan dua kali sehari dan sesuai dengan standar menurut Direktorat Jenderal
Budidaya Peternakan (2000). Peternak memberikan hijauan 25-30 kg/ekor/hari
kepada ternak mereka. Hal ini belum sesuai dengan kebutuhan ternak yang mereka
miliki. Terdapat beberapa peternak yang memiliki bobot ternak yang cukup besar,
akan tetapi pemberian pakan yang dilakukan tidak sesuai dengan kriteria pemberian
pakan yang seharusnya yaitu 10% dari berat badan. Peternak menggunakan karung
bekas dan juga gerobak dorong guna memudahkan dalam membawa hijauan yang
sudah diambil di lahan pertanian yang mereka miliki. Peternak tidak pernah
menghitung kebutuhan nutrisi ternaknya tetapi hal terpenting adalah agar ternak
mereka tenang dan tidak berteriak-teriak karena sudah kenyang. Hijauan makanan
ternak sifatnya fluktuasi. Sebanyak 75% peternak mengatakan bahwa hijauan

24
makanan ternak tidak bisa mencukupi kebutuhan ternak sepanjang tahun. Penerapan
aspek pakan sapi potong di sekitar KP Rambatan dapat dilihat pada Tabel 4.
.
Tabel 4. Penerapan Aspek Pakan Sapi Potong di Sekitar KP Rambatan.
Jumlah
No. Uraian
Peternak (orang) Persentase (%)

1. Metode pemeliharaan ternak


a) Dilepas berkeliaran sepanjang 4 10
hari
b) Dilepas siang hari dan 36 90
dikandangkan pada malam hari
2. Sistem pemberian pakan ternak
a) Diberikan rumput potongan 2 5
b) Kombinasi (digembalakan dan 38 95
diberi rumput potongan)
3. Waktu penggembalaan ternak
a) Pagi hari 23 57,5
b) Siang hari 8 20
c) Sore hari 9 22,5
4. Hijauan (rumput) yang diberikan
a) Rumput lapang 7 17,5
b) Rumput budidaya (rumput 5 12,5
gajah dan Setaria)
c) Kombinasi rumput lapang dan 28 70
rumput budidaya
5. Ketersediaan hijauan sepanjang tahun
a) Selalu tersedia 3 7,5
b) Musiman (fluktuasi) 30 75
c) Kurang 7 17,5
6. Limbah pertanian yang diberikan
a) Jerami padi 29 72,5
b) Jerami jagung 9 22,5
c) Singkong 2 5
7. Pakan tambahan
a) Dedak padi 12 30
b) Garam/ mineral 28 70
Keterangan : n = 40

Pada musim hujan, hijauan pakan ternak berlimpah sedangkan pada musim
kemarau hijauan pakan ternak terbatas. Para peternak hanya bisa mengandalkan
hijauan yang ada namun tidak mencukupi kebutuhan ternak. Oleh karena itu peternak
menggunakan jerami padi sebagai pengganti hijauan. Terdapat sebanyak 72,5%
peternak yang memberikan jerami padi untuk makanan ternak mereka. Jika jerami
padi yang diberikan kepada ternak masih bersisa maka para peternak memberikan

25
campuran garam dan mineral (ditambah air) untuk meningkatkan palatibilitas jerami
padi agar habis dikonsumsi oleh ternak. Sebanyak 70% peternak menerapkan cara
seperti ini agar jerami padi yang diberikan tidak terbuang sia-sia. Ketersediaan
hijauan pakan di Indonesia dipengaruhi oleh iklim, sehingga pada musim kemarau
terjadi kekurangan hijauan pakan ternak dan sebaliknya pada musim hujan
jumlahnya melimpah. Pemanfaatan limbah pertanian merupakan salah satu cara
untuk mengatasi kekurangan hijauan pakan ternak (Syamsu, et al., 2003).
Kandungan nutrien jerami padi berdasarkan bahan kering dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan Nutrien Jerami Padi Berdasarkan Bahan Kering

Zat Makanan Kadar (%)

Bahan Kering 37,99

Abu 17,40

Protein Kasar 4,21

Lemak Kasar 1,44

Serat Kasar 32,50

Beta-N 44,45

Calcium 0,42

Phospor 0,28

Sumber : Sutardi (1980)

Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang sangat potensial
sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia. Jerami padi
merupakan bahan pakan herbivora yang tergolong bahan pakan yang berkualitas
rendah antara lain karena dinding selnya tersusun oleh selulosa, hemiselulosa, lignin
dan silika (Budiman, 2007). Penggunaan jerami padi sebagai makanan ternak
mengalami kendala terutama disebabkan faktor pembatas dengan nilai nutrisi yang
rendah yaitu kandungan protein rendah, serat kasar tinggi, serta kecernaan rendah
(Syamsu, 2007).
Menurut Suminar (2005), lignin merupakan faktor yang lebih banyak
mempengaruhi rendahnya daya cerna dari jerami tanaman pada umumnya,

26
sedangkan pada jerami padi rendahnya daya cerna disebabkan oleh tingginya
kandungan silika. Lignifikasi dan silifikasi bersama-sama mempengaruhi rendahnya
daya cerna jerami. Jerami padi dalam keadaan segar relatif lebih hijau, mempunyai
kadar air, palatabilitas dan kecernaan lebih tinggi dibandingkan dengan yang sudah
kering dan bertumpuk (Suminar, 2005).
Selain jerami padi, para peternak juga memberikan jerami jagung dan
singkong untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak mereka. Jerami jagung biasanya
diperoleh dari hasil panen yang ada di Kebun Percobaan Rambatan dan sekitarnya.
Jerami jagung sebagai pakan ternak ruminansia digunakan terutama sebagai
pengganti sumber serat atau menggantikan 50% dari rumput atau hijauan. Daun
jagung mempunyai palatabilitas yang tinggi. Nilai palatabilitas tersebut diukur secara
kualitatif dalam penelitian Wilson et al., (2004). Komposisi nutrien klobot jagung
berdasarkan bahan kering dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi Nutrien Klobot Jagung Berdasarkan Bahan Kering

Zat Makanan Kadar (%)

Abu 3,23

Protein Kasar 7,84

Lemak Kasar 0,65

Serat Kasar 32,25

Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen 56,03

Total Digestible Nutrien 54,29

Calcium 0,21

Phospor 0,44

Sumber : Furqaanida (2004)

Selain buah atau bijinya, tanaman jagung menghasilkan limbah dengan


proporsi terbesar adalah batang jagung (stover) diikuti dengan daun, tongkol dan
kulit jagung (Umiyasih dan Wina, 2008). Klobot jagung adalah kulit buah jagung
yang biasa dibuang (Umiyasih dan Wina, 2008). Selain berfungsi sebagai pakan
ternak, klobot jagung juga berfungsi sebagai pelindung biji jagung dan tongkol untuk

27
mempertahankan kesegaran biji dan tongkol sehingga tidak akan terlampau keras
untuk dikunyah oleh ternak. Menurut Wilson et al., (2004) secara kualitatif, klobot
jagung mempunyai nilai palatabilitas yang tinggi. Umiyasih dan Wina (2008) juga
menyebutkan bahwa kadar air klobot jagung lebih rendah dibanding kadar air limbah
tanaman jagung yang lain seperti tongkol dan batang, yaitu berkisar antara 45-50%.
Selain jerami padi dan jerami jagung, peternak juga memberikan singkong
sebagai pakan untuk ternak mereka. Jumlah dan pemberiannya tidak menentu.
Apabila di sekitar pemukiman mereka terdapat petani yang sedang melakukan panen
singkong maka peternak bisa mendapatkan singkong-singkong yang terbuang yang
nantinya digunakan sebagai pakan ternak mereka. Kandungan nutrisi kulit singkong
bagian dalam dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kandungan Nutrisi Kulit Singkong Bagian Dalam


Bahan Bahan Kering (%)

Bahan Kering 86,50

Protein Kasar 10,64

Lemak Kasar 5,24

Serat Kasar 9,48

Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen 71,43

Total Digestible Nutrien 79,87

Abu 3,21
Keterangan : Hasil Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan IPB (2004)

Singkong sebagai bahan makanan mempunyai beberapa kelemahan antara lain


palatabilitas rendah dan adanya kandungan asam sianida (HCN) sehingga merupakan
faktor pembatas dalam penggunaannya. Pemberian kulit singkong dalam jumlah
besar dapat menimbulkan keracunan akibat adanya sianida yang dapat menyebabkan
kematian (Darmawan, 2003).
Umumnya petani sudah cukup lama memelihara sapi potong, baik secara
tradisional maupun secara intensif (komersial). Pada tingkat peternak, sistem
pemeliharaan dilakukan dengan digembalakan penuh dan dikandangkan. Di lain
28
pihak pada kondisi peternakan individu, usaha yang dilakukan bersifat model
penggemukan yang sudah mengarah pada tingkat usaha komersial dengan skala
pemeliharaan sampai 10 ekor/ KK. Pola ini didukung antara lain oleh : (1)
ketersediaan pakan berupa hijauan makanan ternak (baik unggul maupun rumput
lapang), di samping sumber pakan lain seperti sagu, ampas tahu dan batang pisang
yang mudah diperoleh, (2) sumberdaya manusia peternak yang sudah menyadari
manfaat yang dapat diperoleh dari pemeliharaan ternak dan (3) akses pasar yang
cukup besar, di samping untuk memenuhi kebutuhan daging di daerah Sumbar
sendiri, masih terbuka peluang mensuplai ternak ke provinsi tetangga.
Makanan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan (Tillman et al., (1998). Kualitas pakan yang dikonsumsi ternak
semakin baik maka akan diikuti pertambahan bobot badan yang semakin tinggi.

Gambar 4. Pakan Hijauan (Setaria splendida)

Konsumsi diperhitungkan dengan jumlah makanan yang dimakan oleh ternak,


dimana zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi
kebutuhan hidup pokok dan untk keperluan produksi hewan tersebut (Tillman et al.,
1998). Faktor yang mempengaruhi konsumsi adalah jenis kelamin, besarnya tubuh,
keaktifan dan kegiatan pertumbuhan atau produktivitas lainnya yaitu suhu dan
kelembaban udara. Suhu udara yang tinggi menyebabkan kurangnya konsumsi pakan
karena konsumsi air minum yang tinggi berakibat pada penurunan konsumsi energi
(Siregar, 1984). Konsumsi juga sangat dipengaruhi oleh palatabilitas yang tergantung
pada beberapa hal yaitu penampilan dan bentuk makanan, bau, rasa, tekstur dan
temperatur lingkungan.
Peternak tidak banyak yang menggunakan formulasi ransum untuk makanan
ternak mereka. Hanya beberapa peternak saja yang memanfaatkan formulasi ransum

29
seperti campuran ampas tahu dan dedak padi. Alasan mereka adalah karena biaya
yang dikeluarkan untuk membeli ampas tahu dan dedak padi sangat besar dan
dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk menuju tempat penjualan ampas tahu dan
dedak padi karena jaraknya yang cukup jauh. Ampas tahu yang dihasilkan oleh
perusahaan digunakan sepenuhnya oleh peternakan yang skalanya lebih besar.
Peternak (dalam hal ini responden) hanya bisa memanfaatkan ampas tahu apabila
masih ada sisa dari perusahaan. Beberapa jenis pakan harus diformulasikan untuk
mendapatkan ransum yang lengkap. Kegunaan dari formulasi ransum adalah untuk
menuangkan pengetahuan tentang zat atau beberapa zat makanan, bahan atau
beberapa bahan makanan menjadi suatu bahan makanan (ransum) yang dapat
memenuhi kebutuhan ternak yang mempunyai tingkatan produksi tertentu yang
dikehendaki oleh peternak (Parakkasi, 1995).
Perkandangan
Pemilihan kondisi kandang yang sesuai diantaranya dengan
mempertimbangkan letak yang strategis, kondisi tanah dan kesesuaian iklim untuk
jenis ternak sapi (Sarwono dan Arianto, 2003). Kandang milik peternak terletak di
samping atau di belakang rumah peternak. Jarak dari rumah peternak serta luasan
kandang tergantung luasan tanah yang dimiliki peternak. Luasan kandang ternak
yang dimiliki peternak sangat bervariasi. Ukuran kandang diantaranya berkisar
antara 3,5x1,7m untuk 2 ekor sapi hingga 21x2,5m untuk 18 ekor sapi. Ukuran
kandang sapi yang dimiliki peternak pada umumnya masih belum memenuhi standar.
Luas kandang individu disesuaikan dengan ukuran tubuh sapi yaitu 2,5 x 1,5 meter
(Rasyid dan Hartati, 2007).
Umumnya kandang berbentuk kandang koloni dimana sapi ditempatkan pada
satu kandang saja secara berkelompok namun ada juga peternak yang memelihara
sapi dalam kandang individu. Tatalaksana pemeliharaan sapi pedaging salah satunya
melalui tatalaksana perkandangan. Kandang diperlukan untuk melindungi ternak dari
perubahan cuaca dan iklim yang ekstrim, mencegah dan melindungi ternak dari
penyakit, menjaga keamanan ternak dari pencurian, memudahkan pengelolaan
ternak, serta meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja (Rasyid dan Hartadi,
2007).

30
Letak bangunan kandang tidak berdekatan dengan bangunan umum atau
perumahan, minimal 10 meter (Rasyid dan Hartati, 2007). Terdapat sebanyak 90%
peternak memiliki kandang yang berjarak lebih dari lima meter dari pemukiman
mereka. Hal ini masih belum baik karena jarak kandang dan perumahan sebaiknya
minimal 10 meter (Rasyid dan Hartadi, 2007). Jarak terdekat antara kandang dengan
bangunan lain bukan kandang minimal 25 m (Direktorat Jenderal Budidaya
Peternakan, 2000). Hanya 10% saja dari peternak yang memiliki kandang berjarak
satu hingga empat meter dari rumah mereka. Kandang tersebut bahkan berhimpitan
dengan rumah peternak. Kondisi ini memudahkan peternak dalam memelihara serta
melakukan pengawasan pada ternaknya.

Gambar 5. Kandang Sapi sebagai Tempat Beraktivitas Ternak

Menurut Anitasari (2008) bahwa peternak sapi di desa pada umumnya


membangun kandang sapinya dekat dengan rumah (<10 m) atau di dalam rumah
dengan alasan faktor keamanan dan mempermudah pemeliharaan. Kelemahan dari
pembangunan kandang yang dekat dengan rumah adalah bau serta kebisingan (suara)
dari sapi tersebut.
Dalam hal kebersihan kandang, sebanyak 80% peternak memiliki kandang
yang bersih karena setiap pagi para peternak membersihkan kandang setelah ternak-
ternak tersebut dikeluarkan dari kandangnya. Alasan peternak membangun kandang
adalah agar pengawasan dan pemeliharaan ternak sapi mudah dilakukan pada waktu
yang tepat. Penerapan aspek perkandangan sapi potong di sekitar KP Rambatan
dapat dilihat pada Tabel 8.

31
Tabel 8. Aspek Perkandangan Sapi Potong di Sekitar KP Rambatan.

Jumlah
No. Uraian
Peternak (orang) Persentase (%)

1. Lokasi kandang
a) Terpisah dari rumah dengan 36 90
jarak 5 m
b) Terpisah dekat dengan 4 10
rumah dengan jarak 1-4 m
2. Konstruksi kandang
a) Baik 3 7,5
b) Sedang 6 15
c) Kurang 31 77,5
3. Kebersihan kandang
a) Baik 32 80
b) Sedang 5 12,5
c) Kurang 3 7,5
4. Peralatan kandang
a) Ada 35 87,5
b) Tidak ada 5 12,5
5. Bahan yang digunakan
a) Bambu 6 15
b) Kayu 32 80
c) Semen 2 5
6. Luas kandang
a) 5-10 m2 38 95
b) 10 m2 2 5
Keterangan : n = 40

Selain itu, hal tersebut dikarenakan agar memudahkan dalam pengambilan


kotoran serta ternak aman dari ancaman pencurian. Bangunan kandang yang ada di
sekitar KP Rambatan cukup bervariasi dari non permanen dan semi permanen.
Kandang non permanen yang terdapat di sekitar KP Rambatan biasanya terbuat dari
bahan papan bekas, kayu serta bambu. Bahan-bahan tersebut diperoleh dari hutan
yang ada di lahan pertanian yang dimiliki oleh para peternak. Hal tersebut dilakukan
untuk menekan biaya pembuatan kandang serta memudahkan dalam pengerjaannya
sehingga dalam pembangunan kandang dapat menghemat biaya karena dapat
dikerjakan sendiri serta tidak membutuhkan waktu yang lama. Kelemahan dari
kandang tipe ini adalah kurang kokoh sehingga apabila sapi mengamuk
kemungkinan sapi dapat lepas serta dapat merusak lahan. Kandang ini biasanya
32
beralaskan tanah langsung. Bangunan kandang semi permanen merupakan perpaduan
antara permanen dan non permanen. Bangunan ini biasanya terbuat dari kayu atau
bambu tetapi alasnya telah berlapis semen.

Gambar 6. Peternak Memperbaiki Kandang.

Ventilasi kandang yang sempurna menguntungkan peternak di dalam


kandang karena ventilasi bermanfaat untuk mengeluarkan udara kotor dari dalam
kandang dan menggantinya dengan udara segar dari luar kandang. Letak kandang
sebagian besar menghadap ke arah sinar matahari. Sinar matahari pagi banyak
mengandung sinar ultraviolet. Sinar matahari sangat penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan ternak karena dapat membantu proses pembentukan vitamin D,
membunuh bibit penyakit dan dapat mempercepat pengeringan kandang yang basah
akibat air kencing dan lainnya. Kandang yang basah menyebabkan kelembaban.
Kelembaban kandang berpengaruh terhadap kesehatan ternak, pertumbuhan dan
perkembangan bibit penyakit. Kelembaban kandang disebabkan oleh beberapa hal
yaitu berasal dari tubuh ternak itu sendiri, kotoran dan air kencing serta percikan air
minum.
Bangunan dan konstruksi kandang yang terdapat di lokasi penelitian belum
memenuhi standar. Konstruksi kandang para peternak terlihat kurang baik karena
terbuat dari bahan kayu yang sudah tidak dimanfaatkan. Bahan yang digunakan oleh
peternak tidak menjamin ketahanan konstruksi bangunannya karena terbuat dari
bahan kayu dan bambu yang di dapat dari hutan dan lahan pertanian yang mereka
miliki. Peternak menggunakan serbuk gergaji, sekam padi dan abu pembakaran sisa
pencetakan batako sebagai bedding dengan tujuan agar ternak tidak kontak langsung
dengan kotorannya sehingga mendapatkan alas yang nyaman untuk tidur. Banyaknya

33
jumlah bedding yang diberikan peternak tidak ditentukan. Pemberian bedding tidak
selalu digunakan oleh peternak karena bedding yang dihasilkan dari proses
pembuatannya tidak begitu banyak.
Kesehatan Ternak
Para peternak sejak jaman dahulu pada awal mereka mulai beternak sudah
mengenal berbagai macam penyakit dan telah melakukan pula berbagai usaha yang
menurut anggapan mereka dapat menyembuhkannya (Blakely dan Bade, 1991).
Kasus yang sering melanda peternakan sapi di lokasi penelitian adalah penyakit
kembung (bloat). Namun selama penelitian berlangsung, penyakit kembung (bloat)
tidak ditemukan.
Berdasarkan hasil wawancara, peternak menyatakan bahwa penyakit ini
pernah menyerang ternak yang dipelihara. Penyakit ini (kembung) disebabkan oleh
rumput yang dipanen pada pagi hari masih banyak mengandung embun. Sebaiknya
hijauan ini dilayukan terlebih dahulu sebelum diberikan pada sapi. Selain itu jenis
leguminosa (kacang-kacangan) tertentu yang mengandung protein tinggi juga diduga
dapat memicu terjadinya kembung bila diberikan dalam jumlah banyak. Penanganan
yang dilakukan peternak untuk mengobati penyakit kembung yaitu pemberian
minyak goreng (Rianto dan Endang, 2009).
Berbagai jenis penyakit sapi sering berjangkit di Indonesia, baik yang
menular ataupun tidak menular. Penyakit yang sering menyerang sapi adalah
penyakit radang limpa (anthraks), penyakit mulut dan kuku (PMK), surra dan
sebagainya (Sugeng, 2003). Upaya yang dilakukan untuk pencegahan penyakit
adalah menggunakan kandang karantina, melarang impor sapi/ daging sapi dari
negara yang tidak bebas PMK, vaksinasi berkala, menjaga kebersihan lingkungan
dan pemberian obat cacing secara berkala (Soeprapto dan Abidin, 2006). Selain
kembung (bloat), penyakit radang kuku atau kuku busuk (footrot) juga pernah
menyerang ternak di lokasi penelitian. Hal ini disebabkan oleh kondisi kandang yang
lembab dan kotor sehingga penyakit ini mudah menyerang ternak. Pencegahan dan
pengobatan yang dilakukan peternak yaitu dengan memotong kuku ternak dan bagian
yang sakit direndam di dalam larutan formalin dan rifanol kemudian sapi
ditempatkan pada kandang yang bersih dan kering.

34
Penerapan aspek kesehatan sapi potong di sekitar KP Rambatan dapat dilihat
pada Tabel 9.

Tabel 9. Aspek Kesehatan Sapi Potong di Sekitar KP Rambatan.


Jumlah
No. Uraian
Peternak (orang) Persentase (%)

1. Vaksinasi
a) Ada 7 17,5
b) Tidak ada 33 82,5
2. Ternak terjangkit penyakit
a) Ada 29 72,5
b) Tidak ada 11 27,5
3. Usaha dan Tanggapan terhadap sapi
yang sakit
a) Melaporkan pada petugas 5 12,5
b) Berusaha mengatasi secara 30 75
tradisional
c) Dibiarkan 3 7,5
d) Langsung di jual 2 5
4. Kematian ternak
a) 2 ekor 2 5
b) Tidak ada 38 95
5. Tindakan terhadap kematian
a) Melaporkan pada petugas 7 17,5
b) Dikubur 33 82,5
6. Penggunaan obat-obatan ringan
a) Ada 36 90
b) Tidak ada 4 10
Keterangan : n = 40

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa tindakan pencegahan dan pengobatan


sudah dilakukan dengan baik. Apabila ada ternak yang mati maka peternak langsung
menguburkannya tetapi peternak belum memiliki dan menjalankan program
vaksinasi dengan baik. Peternak masih menangani secara tradisional jika terdapat
ternak yang terserang penyakit.
Tinja dan urin dari hewan yang tertular dapat sebagai sarana penularan
penyakit, misalnya saja penyakit anthraks melalui kulit manusia yang terluka atau
tergores. Spora anthraks dapat tersebar melalui darah atau daging yang belum
dimasak yang mengandung spora. Kasus anthraks sporadik pernah terjadi di Bogor
tahun 2001 dan juga pernah menyerang Sumba Timur tahun 1980 dan burung unta di
Purwakarta tahun 2000 (Soeharsono, 2002).

35
Menurut Arkoso (1996), umumnya tujuan pemeliharaan ternak adalah
sebagai sumber bahan makanan terutama protein hewani yang sangat penting bagi
manusia. Sebagai makhluk hidup, ternak juga membutuhkan kebugaran dan
kesehatan, namun di lain pihak ternak juga dapat terserang penyakit. Selain dari
gangguan faktor mekanis pada tubuh hewan (luka, tusukan, pukulan, patah tulang),
faktor teknis (panas atau dingin yang berlebihan), gangguan fungsi tubuh karena
racun (kecukupan nutrisi dan lain-lain), kesehatan ternak juga dipengaruhi oleh
serangan beberapa jasad renik (mikroorganisme) yang bersifat pathogen dan
menyebabkan hewan maupun manusia menjadi sakit.
Selain dari yang disebabkan oleh mikroorganisme sebetulnya lebih banyak
penyebab penyakit berkaitan dengan sistem atau manajemen pemeliharaan ternak.
Apabila hal tersebut dipenuhi dalam kondisi yang memadai, umumnya ternak dapat
hidup dan berkembang dengan baik. Namun, serangan mikroorganisme terhadap
individu/ kelompok ternak membutuhkan penanganan yang serius selain dari
pengelolaan harian, agar ternak tetap menjadi sehat dan produktif (Arkoso, 1996).
Keberhasilan usaha ternak sapi sangat ditentukan oleh kesehatan ternak.
Ternak harus bebas dari penyakit, sehingga dapat tumbuh, berproduksi/ reproduksi
secara optimal dan dapat dijual dan dikembangbiakan lebih cepat, sehingga dapat
memberikan manfaat yang optimal bagi pemeliharanya. Oleh sebab itu, pemeliharaan
kesehatan ternak dan pencegahan penyakit merupakan bagian penting dalam
pengelolaan suatu usaha peternakan.
Sebanyak 82,5% peternak hampir tidak melakukan vaksinasi pada ternak
mereka. Pengetahuan peternak secara medis masih kurang (sebesar 62,5% dari
jumlah responden). Jika terdapat ternak yang sakit maka peternak akan melakukan
pengobatan tradisional terhadap ternak yang mereka miliki (sebesar 75% dari jumlah
responden). Pengobatan biasanya dengan menggunakan daun sirsak dan daun
alvukad yang direbus untuk mengobati penyakit kembung.
Pengendalian penyakit dimaksudkan untuk menjauhkan dan membebaskan
ternak dari penyakit. Ada dua sarana produksi peternakan yang biasa digunakan
untuk itu diantaranya vaksin dan obat-obatan. Vaksin adalah bibit penyakit yang
sudah dilemahkan atau dimatikan, dan dipakai untuk pembentukan zat kebal tubuh
(antibiotik) sehingga ternak kebal terhadap suatu penyakit tertentu. Ada tiga jenis

36
obat yang biasa digunakan yaitu antiseptik dan desinfektan, antibiotika dan obat
cacing (Rahardi et al., 1993).
Perkawinan
Program perkawinan dilakukan untuk menghasilkan keturunan dan mutu
genetik yang baik. Sistem perkawinan sapi-sapi di peternakan yang ada yaitu
perkawinan alami dan Inseminasi Buatan (IB). Terdapat sebanyak 95% peternak
menggunakan sistem Inseminasi Buatan (IB) dan sisanya sebanyak 5% peternak
menggunakan sistem perkawinan secara alami. Penerapan aspek perkawinan sapi
potong di sekitar KP Rambatan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Penerapan Aspek Perkawinan Sapi Potong di Sekitar KP Rambatan.


Jumlah
No. Uraian
Peternak (orang) Persentase (%)

1. Metode perkawinan
a) Alamiah (jantan pemacek) 2 5
b) Teknologi Inseminasi Buatan 38 95
2. Identifikasi ternak berahi
a) Melihat bagian pada vulva 30 75
b) Tingkah laku 8 20
c) Tidak tahu (dibiarkan) 2 5
3. Program Inseminasi Buatan (IB)
a) Ada 38 95
b) Tidak ada 2 5
4. Lama waktu program IB
a) 5 tahun 27 67,5
b) 5-10 tahun 12 30
c) 10 tahun 1 2,5
5. Hasil dari Inseminasi Buatan
a) Sangat memuaskan 12 30
b) Cukup memuaskan 28 70
6. IB dalam satu kali berahi
a) 3 kali 31 77,5
b) 4-5 kali 9 22,5
c) 5 kali 0 0
7. Biaya pelayanan Inseminasi Buatan
a) Rp 30.000 35 87,5
b) Rp 30.000.-Rp 50.000. 5 12,5
Keterangan : n = 40

Pemilihan bibit sapi potong biasanya menyangkut tentang (1) asal usul atau
silsilah ternak termasuk bangsa ternak, (2) kapasitas produksi (umur, pertambahan
berat badan, produksi dan lemak), (3) kapasitas reproduksi (kesuburan ternak, jumlah
37
anak yang lahir dan hidup normal, umur pertama kawin, siklus birahi, lama bunting,
keadaan waktu melahirkan dan kemampuan membesarkan anak) dan (4) tingkat
kesejahteraan ternak (Rahardi et al., 2001).
Sistem Inseminasi Buatan (IB) pada awalnya lebih sering dilakukan. Hal
tersebut dikarenakan sistem IB lebih praktis dan peternak dapat memilih sperma
pejantan. Namun, sistem Inseminasi Buatan (IB) sering kali tidak berhasil. Sebanyak
70% peternak mengatakan cukup puas terhadap hasil dari sistem IB ini. Sebanyak
77,5% peternak menuturkan bahwa agar berhasil, sapi harus menjalani 2-3 kali
kawin suntik. Hal tersebut disebabkan ketidaktahuan peternak terhadap masa berahi
ternak yang dipelihara. Di samping itu tempat pelayanan (Pos Kawin Suntik)
jaraknya 5 km dari peternakan sehingga seringkali masa berahinya telah terlewati.
Sistem perkawinan buatan ini juga membutuhkan biaya cukup besar. Sekali
Inseminasi Buatan (IB) dikenai biaya Rp 30.000,00 tergantung kredibilitas
inseminator dan jauh dekatnya lokasi peternakan dari POS Pelayanan Inseminasi
Buatan itu sendiri.

Gambar 7. POS Pelayanan Program Inseminasi Buatan

Sarana dan prasarana pendukung pembangunan peternakan di Sumbar cukup


memadai, seperti semen beku telah diproduksi oleh UPTD Limbukan-Payakumbuh
dan vaksin SE diperoleh dari BPPV Regional II Bukittinggi. Di samping itu, di
Sumatera Barat terdapat Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Padang Mangatas
yang mensuplai bibit unggul sapi Simmental ke berbagai daerah di Indonesia,
termasuk ke BIB Singosari di Jawa Timur. Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU)
Sapi Potong Padang Mangatas mempunyai tugas melaksanakan pemuliaan dan
produksi bibit sapi potong unggul, khususnya untuk Indonesia Bagian Barat.

38
Keberadaan BPTU Padang Mangatas lebih didukung dengan tersedianya Balai
Inseminasi Buatan (BIB) Tuah Sakato yang berlokasi di Limbukan.
Balai Inseminasi Buatan (BIB) daerah yang terdapat di Payakumbuh tersebut
merupakan UPT Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat yang secara bertahap
dilengkapi peralatannya. Pendirian BIB Tuah Sakato dimaksudkan untuk mengatasi
terjadinya kekosongan persediaan Semen Beku (bibit) di kabupaten atau kota di
Sumbar, sekaligus dapat memenuhi kebutuhan Semen Beku secara tepat waktu, tepat
jumlah dan tepat jenis (3T).
Tujuan pokok dari kelembagaan BIB Tuah Sakato ini adalah :
1) Menunjang kelancaran program IB daerah
2) Mengatasi permasalahan ketersediaan semen beku
3) Menghemat pengeluaran anggaran pemerintah
4) Swasembada semen beku
5) Peningkatan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Balai Inseminasi Buatan (BIB) Tuah Sakato mulai berproduksi pada tanggal 22
Mei 2002 dan diresmikan oleh Gubernur Sumatera Barat pada tanggal 7 September
2002. Lembaga ini merupakan BIB milik Pemda pertama di luar Pulau Jawa dan
merupakan BIB ketiga sesudah BIB Lembang dan BIB Singosari milik pemerintah
pusat) di Indonesia. Semen beku produksi BIB Tuah Sakato sudah memiliki kualitas
yang setara dengan BIB Nasional.

Gambar 8. Proses Inseminasi Buatan

Teknologi inseminasi buatan dapat meningkatkan mutu genetik ternak,


sehingga berat lahir sapi di daerah Sumatera Barat telah meningkat menjadi 30-45 kg
jika dibandingkan dengan anak sapi kawin alam yang hanya 15-25 g. Selain itu,

39
inseminasi buatan juga dapat memperpendek jarak kelahiran (calving interval) antar
anak sapi.
Penanganan Limbah
Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk
mendorong kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran. Selain
melalui air, limbah peternakan sering mencemari lingkungan secara biologis yaitu
sebagai media untuk berkembangbiaknya lalat. Kandungan air manur antara 27-86%
merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan larva
lalat, sementara kandungan air manur 65-85% merupakan media yang optimal untuk
lalat bertelur. Kehadiran limbah ternak dalam keadaan keringpun dapat menimbulkan
pencemaran yaitu dengan menimbulkan debu (Syah, 2009).
Peternak di lokasi penelitian belum membuat unit pengolahan limbah dengan
baik. Sebanyak 12,5% peternak yang memanfaatkan pupuk kandang yang dihasilkan
yang nantinya digunakan sendiri sebagai pupuk (kompos) terutama untuk tanaman
palawija dan hortikultura sedangkan sebanyak 87,5% peternak tidak memanfaatkan
kotoran ternak tersebut sebagi pupuk karena para peternak lebih memilih
menggunakan pupuk buatan untuk memupuk lahan pertanian mereka. Kotoran yang
dihasilkan setiap harinya hanya dibiarkan menumpuk begitu saja di dalam kandang
(sebanyak 82,5%). Hanya 5% saja dari peternak yang menyimpan kotoran (pupuk
kandang) pada gudang penyimpanan yang telah disediakan. Pembuatan kompos yang
dilakukan peternak dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Pemanfaatan Pupuk Kandang di Lokasi Penelitian

Pemanfaatan limbah usaha peternakan terutama kotoran ternak dapat di-


lakukan melalui pemanfaatan kotoran tersebut sebagai pupuk organik. Penggunaan
pupuk kandang (manure) selain dapat meningkatkan unsur hara pada tanah juga
40
dapat meningkatkan aktivitas mikrobiologi tanah dan memperbaiki struktur tanah
tersebut (Soehadji,1992).

Pemasaran
Melalui jalur pemasaran manapun, peternak menghendaki proses yang cepat
dengan rantai pemasaran pendek (Pramono et al., 2004). Pemasaran merupakan salah
satu syarat mutlak dalam pembangunan pertanian (Mosher, 1963). Agribisnis
meliputi seluruh sektor pasokan usahatani dan perusahaan yang terlibat dalam proses
produksi, penyebaran dan penjualan kepada konsumen akhir, termasuk kredit
pertanian dan lembaga keuangan lain yang melayani sektor pertanian (Gaspersz,
2002).
Umumnya perdagangan sapi yang berkembang di daerah penelitian adalah
dalam bentuk sapi hidup yang berlangsung di kandang sapi peternak dan di pasar
ternak. Para pedagang pengumpul/ tengkulak biasanya membeli sapi potong dari
peternak, kemudian tengkulak menjual sapi tersebut kepada jagal dan selanjutnya ke
pengecer (retailer daging). Walaupun demikian ada pula pedagang daging yang
langsung membeli ternak kepada tengkulak, tidak melalui jagal. Bahkan ada
tengkulak yang merangkap sebagai jagal dan pedagang daging. Transaksi antara
pedagang pengumpul dengan peternak lebih banyak terjadi di rumah peternak.
Semua responden menyatakan bahwa pembayaran dilakukan secara tunai saat sapi
dibawa oleh tengkulak.
Dalam hal penjualan ternak, para peternak meminta bantuan kepada
tengkulak (pedagang pengumpul) dalam menjual ternak mereka. Sebagian besar
responden yaitu sebanyak 92,5% melakukan penjualan ternak mereka melalui
tengkulak sedangkan sisanya sabanyak 7,5% menjual ternak mereka melalui pihak
lain seperti tukang jagal dan pedagang daging. Alasan para peternak melakukan
penjualan ternak mereka kepada tengkulak adalah karena tengkulak membawa ternak
mereka dari lokasi pembelian ke tempat pengumpulan sementara atau langsung ke
pasar ternak. Fungsi tengkulak lainnya adalah penanganan ternak sebelum dijual,
diantaranya perawatan dan pemberian pakan. Biasanya peternak akan memanggil
beberapa tengkulak untuk melakukan penawaran dan memilih tengkulak yang
menawar dengan harga tertinggi. Harga rata-rata untuk satu ekor sapi berkisar antara
Rp 8.000.000,00 hingga Rp 15.000.000,00 tergantung keadaan ternak yang dijual
41
(ternak hidup). Harga di tingkat peternak ditentukan dengan cara menaksir berat
daging hidup, sedangkan bagian-bagian seperti hati, limpa, usus, paru, jantung,
ginjal, lidah, kerongkongan, kaki, kepala, kulit dan lainnya tidak dinilai. Pola
pemasaran sapi potong di sekitar KP Rambatan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Pola Pemasaran Sapi Potong di Sekitar KP Rambatan.


Jumlah
No Uraian
Peternak (orang) %
1. Saat Menjual
a) Sudah waktunya 4 10
b) Anak mulai sekolah 29 72,5
c) Harga bagus 7 17,5
2. Dijual kepada
a) Tengkulak 37 92,5
b) Lainnya 3 7,5
3. Cara menentukan nilai jual
a) Perkiraan berat daging 40 100
Keterangan : n = 40 orang

Para peternak yang sebagian besar mata pencaharian mereka adalah bertani
dan tukang memiliki alasan dalam melakukan penjualan ternak mereka. Sebanyak
72,5% responden mengatakan bahwa alasan mereka dalam menjual ternak adalah
karena anak-anak mereka yang akan memulai sekolah dan tahun ajaran baru
sedangkan sebanyak 17,5% menyatakan bahwa alasan mereka menjual ternak karena
harga pada saat itu bagus dan tinggi sehingga mereka tertarik untuk menjual ternak.
Sebanyak 10% dari peternak menjual ternak mereka dengan alasan umur ternak yang
mereka pelihara sudah cukup tua (afkir).
Menurut Boer et al., (2002), di Sumatera Barat, ternak sapi potong merupa-
kan komponen penting dalam sistem ekonomi, usaha tani, lapangan pekerjaan dan
agribisnis peternakan. Sistem usahatani yang ada diterapkan oleh masyarakat seperti
pemeliharaan sapi potong berfungsi sebagai tabungan dan sewaktu-waktu dapat
dijual untuk modal usaha, biaya pendidikan anak dan kegiatan sosial lainnya.

42
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian menjelaskan bahwa secara umum manajemen pemeliharaan


sapi potong di sekitar (dalam radius 3 km2) Kebun Percobaan Rambatan masih
kurang baik. Sistem pemeliharaan ternak adalah semi intensif. Pakan kombinasi
antara rumput budidaya (rumput gajah) dan rumput lapang serta beberapa
leguminosa seperti gamal dan lamtoro. Kandang yang digunakan masih bersifat non-
permanen dan masih kurang layak sebagai tempat aktivitas ternak. Mayoritas
peternak telah melakukan Inseminasi Buatan (IB) dalam proses pengawinan ternak
yang mereka miliki. Namun, mayoritas peternak belum memanfaatkan hasil ikutan
(kotoran) sebagai energi alternatif seperti pupuk kandang dan biogas.
Saran
Manajemen pemeliharaan sapi potong di sekitar Kebun Percobaan Rambatan
masih membutuhkan perhatian khusus untuk meningkatkan produktivitas ternak sapi
potong terutama dalam hal penanganan penyakit. Selain itu teknologi pakan perlu
dilakukan untuk memanfaatkan sumber daya pakan (hijauan dan limbah pertanian).
Diperlukan banyak dukungan dan motivasi dari berbagai pihak terkait dengan upaya
peningkatan produktivitas peternakan di daerah penelitian. Selain itu peran serta dari
Kebun Percobaan Rambatan masih perlu ditingkatkan. Program Sarjana Membangun
Desa (SMD) juga dibutuhkan untuk membantu masyarakat dalam pemecahan
masalah seputar bidang peternakan.

43
UCAPAN TERIMAKASIH

Puji Syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas semua rahmat dan
karunia serta anugerah yang telah diberikan dalam pembuatan skripsi ini. Shalawat
serta salam semoga tetap tercurah bagi baginda Muhammad SAW, keluarga dan para
sahabatnya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si.
sebagai pembimbing akademik atas nasihat dan bimbingan selama menjadi
mahasiswa di Fakultas Peternakan, Ibu Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M.Si sebagai
pembimbing utama sekaligus dosen penguji dan Bapak Muhamad Baihaqi S.Pt,
M.Sc. sebagai pembimbing anggota sekaligus penguji atas perhatian dan nasihat
yang telah diberikan selama penyusunan proposal, penelitian, seminar, serta
penyusunan skripsi. Terima kasih kepada dosen penguji, Bapak Ahmad Yani, S.TP,
M.Si dan Ibu Ir. Lidy Herawati, MS serta panitia sidang atas saran dan masukan yang
diberikan.
Terimakasih juga kepada Kelompok Tani Talago Dalimo, Dinas Peternakan
Kabupaten Tanah Datar, yang telah mengizinkan penulis menggunakan data
penelitian dan yang telah banyak memberikan arahan serta masukan selama berada di
lokasi penelitian dan selama penelitian dilaksanakan. Pada kesempatan kali ini,
penulis juga ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada :
1. Ayahanda Nofiardi dan Ibunda Syafni Nengsih, serta adik penulis Anggy
Praditya, Anggel Pradipta dan Agustina tersayang yang dengan tulus ikhlas
hingga akhir selalu menemani dan mengajari penulis tentang keikhlasan,
kasih sayang, dan kesabaran. Dan tidak lupa pula untuk keluarga besar (mak
tuo, pak tuo, pak en, pak ka, da ed, tek wit dan saudara-saudara penulis) atas
motivasi dan doa yang selalu terpanjatkan.
2. Guru-guru di SMA N 3 Batusangkar (Mami Yani, Pak Syafri, Mr. Joe, Bunda
Fri, Pak Amral, Pak Harpeni dan Pak Mus).
3. Sahabat-sahabat terbaik penulis (Arif Prasetya, Erwinsyah, Riki Anwarsyam,
Ihsan Adi Putra, Agung H. S., Bedi Ferlangga) atas semua canda tawa,
perhatian, kesabaran dan kasih sayang yang selalu terjalin dan juga teman-
teman IPTP 44, seluruh sahabat penulis di Villa Perwira (Abang Kresna
Handoyo, Qori Pebrial Ilham, Anggi Rianto, Destian Norry Basritta, Mahmud
44
Aditya Rifqi, Hilhamsyah Putra H, Ricky Sinaga, Sandi Maha P), teman-
teman TPB, teman-teman OMDA IPMM Bogor, teman-teman SMA, SMP,
SD dan TK, tetangga serta semua orang yang telah terlukis di dalam hati
penulis.
4. Semua pihak yang terlibat dalam kelancaran penyusunan skripsi ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Bogor, September 2011

45
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2002. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Penggemukan Sapi Potong.


Agromedia Pustaka. Jakarta.
Aboenawan, L. 1991. Pertambahan berat badan, konsumsi ransum dan total
digestible nutrient (TDN) pellet isi rumen dibanding pellet rumput pada
domba jantan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Anitasari, P. 2008. Hubungan antara kondisi sanitasi kandang ternak dengan kejadian
diare pada peternakan sapi perah di Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo,
Kabupaten Boyolali tahun 2008. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan.
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Arkoso, B. T. 1996. Penyakit Hewan di Indonesia. Dalam Profil Peternakan Sapi dan
Kerbau di Sumatera Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera
Barat.
Awabien, R. L. 2007. Respon fisiologis domba yang diberi minyak ikan dalam
bentuk sabun kalsium. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak.
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ayuni, N. 2005. Tatalaksana pemeliharaan dan pengembangan ternak sapi potong
berdasarkan sumberdaya lahan di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Skripsi.
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Azwar, R. 2005. Peran tanaman pakan ternak sebagai tanaman konservasi dan
penutup tanah di perkebunan. Dalam Prosiding Lokakarya Nasional Tanaman
Pakan Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor, 16
September 2005.
Badan Pusat Statistik, 2010. Populasi Ternak 2000-2008.
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=24&n
otab=12. [26 Juli 2011]
Basuki. 1991. Performan sapi peranakan ongole dan kerbau lumpur sebagai ternak
kerja pada pola pemeliharaan secara teradisional. Laporan Penelitian.
Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Batubara, I. 1992. Koefesien cerna (Setaria splendida Stapt), rumput lapang dan
alang-alang (Imperata cylindrica) dengan teknik in vitro. Skripsi. Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Blakely, J. & D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Terjemahan :
Bambang Srigandono. Universitas Gadjahmada Press, Yogyakarta.
Boer, M., Arizal P., & Hamdi. 2002. Strategi pemberian pakan tambahan sapi betina
bunting dan tidak bunting untuk meningkatkan penampilan reproduksi.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner di Bogor. 30
September-1 Oktober 2001, hal 71-74.

46
Budiman. 2007. Pengaruh berbagai kombinasi jerami padi dengan daun gamal
(Gliricidia maculata) terhadap kualitas silase. Buletin Nutrisi dan Makanan
Ternak, Vol. 6 (1) : 2007 ISSN 1411-4577.
Darmawan. 2003. Pengaruh kulit umbi ketela pohon fermentasi terhadap tampilan
kambing Kacang jantan. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. IX(2) : 115-
122.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2000. Pedoman Budidaya Sapi Potong yang Baik
(Good Farming Practices), Jakarta.
Furqaanida, N. 2004. Pemanfaatan klobot jagung sebagai substitusi sumber serat
ditinjau dari kualitas fisik dan palatabilitas wafer ransum komplit untuk
domba. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Gaspersz, V. 2002. Membangun sistem agribisnis peternakan berkualitas
internasional. Makalah Seminar Nasional Fakultas Peternakan UNDANA,
Kupang, Oktober 2002.
Gohl., B. O. 1975. Tropical Feeds. Feeds Information, Summarries, and Nutritive
Value. Food and Agricultire Organization of the United States, Rome.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo, & A. D. Tillman. 1986. Tabel komposisi pakan
untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hasnudi. 2004. Pokok-pokok pemikiran ternak. http://library.usu.ac.id. [25 Juli 2011]
Hernowo, B. 2006. Prospek pengembangan usaha peternakan sapi potong di
Kecamatan Surade Kabupaten Sukabumi. Skripsi. Program Studi Sosial
Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Infoternak. 2005. Setaria splendida.
http://www.infoternak.gov.my/index.php?option=com_content&task=view&i
d=62&Item id=38&lang=my. [25 Juli 2011]
Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan ke-2. PT Pembangunan, Jakarta.
Mosher, A. T. 1963. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Jasaguna, Jakarta.
Mulyono. 1999. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Cetakan 2. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Natasamita, A & K. Mudikdjo. 1979. Peternakan Unit Penataran. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Natasamita, A & K. Mudikdjo. 1985. Beternak Sapi Daging. Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi Ternak Sapi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Pramono, D., C. Cahyati, & T. Prasetyo. 2004. Peranan blantik dalam pemasaran
sapi di Jawa Tengah. Prosiding Lokakarya Sistem dan Kelembagaan
Usahatani Tanaman-Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Jakarta.

47
Prasetyo, T. 2004. Kelembagaan gaduhan sapi dalam sistem usahatani tanaman-
ternak di Jawa Tengah. Prosiding Lokakarya Sistem dan Kelembagaan
Usahatani Tanaman-Ternak. Badan Litbang Pertanian. 71p.

Prawiradiputra, Bambang R., Sajimin, Nurhayati, D. Purwantari & Iwan H. 2005.


Hijauan pakan ternak di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.
Rahardi, F., I. Satyawibawa & R. N. Setyowati. 1993. Agribisnis Peternakan.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Rasyid, A. & Hartati. 2007. Petunjuk Teknis Perkandangan Sapi Pedaging. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Dinas Pertanian, Jakarta.
Rianto E. & P. Endang. 2009. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sabirin, S.D. 2002. Opersionalisasi konsep lumbung ternak nagari. Seminar
Agribisnis Peternakan. Padang, 22-23 Oktober 2002. Kerjasama Fakultas
Peternakan Unand, BPTP Sumbar dan Dinas Peternakan Provinsi Sumatera
Barat. 20p.
Santosa, U. 2005. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Saragih, J. R. 1997. Kelembagaan bagi hasil ternak domba dan dampaknya terhadap
pendapatan peternak di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Tesis. Fakultas
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sarwono, B. & H. B. Arianto. 2003. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Setiawan, A. I. 1996. Memanfaatkan Limbah Ternak. Penebar Swadaya, Yogyakarta.
Siregar, S. B. 1999. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Smith, J.B. & S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan
Hewan Percobaan di Daerah Tropis. UI-Press, Jakarta.
Soehadji, 1992. Kebijaksanaan pemerintah dalam pengembangan industri peternakan
dan penanganan limbah petemakan. Makalah Seminar. Direktorat Jenderal
Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta
Soeharsono. 2002. Anthrax Sporadik, Tak Perlu Panik. Kompas, 12 September
2002. http://www.kompas.com [18 Juli 2010]
Soeprapto, H. & Z. Abidin. 2006. Cara tepat penggemukan sapi potong. PT
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Sugeng, Y. B. 2005. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sugeng, Y. B. 2006. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press), Jakarta.
Suminar, A. A. 2005. Palatabilitas, kecernaan dan aktivitas ruminasi domba lokal
yang diberi ransum komplit berbahan baku jerami padi hasil olahan cairan
48
rumen dan amoniasi. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Syah, N. 2009. Pencemaran Akibat Limbah Peternakan dan Penanganannya.
http://www.kalimantankita.blogspot.com. [11 Juli 2011]
Syamsu, J. A. L. A. Sofyan, K. Mudikdjo, & E. G. Said. 2003. Daya dukung limbah
pertanian sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Indonesia. Wartazoa 13
(1) : 33-37.
Syamsu, Jasmal A. 2007. Teknologi pengolahan jerami padi sebagai pakan ternak.
http://jasmal.blgspot.com/2007/09/teknologi-pengolahan-jerami-padi.html
[11 Juli 2011]
Tanari M. 2001. Usaha pengembangan sapi bali sebagai ternak lokal dalam
menunjang pemenuhan kebutuhan protein asal hewani di Indonesia. http://
rudyct. 250x. com/ sem1_012/m_tanari.htm. [11 Juli 2011].
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo & S.
Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Umiyasih, U., & E. Wina. 2008. Pengolahan dan nilai nutrisi limbah tanaman jagung
sebagai pakan ternak ruminansia. Wartazoa 18 (3) : 127-136.
Wahyuni, D. S. 2008. Fermentabilitas dan degradabilitas in vitro serta produksi
biomassa mikroba ransum komplit kombinasi rumput lapang, konsentrat dan
suplemen kaya nutrisi. Skripsi. Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Widarto, L., & Suryana. 1995. Membuat Bioarang dari Kotoran Lembu. Kanisius,
Yogyakarta.
Wilson, C. B., G. E. Erickson, T. J. Klopfenstein, R. J. Rasby, D. C. Adams, & I. G.
Rush. 2004. A review of corn stalk grazing on animal performance and crop
yield. Nebraska Beef Cattle Reports. 13-15.
http://digitalcommons.unl.edu/animalscinber/215. [20 Juli 2011].
Wiradarya, T. R. 1989. Peningkatan produktivitas ternak domba melalui perbaikan
nutrisi rumput lapang. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Wiryosuharto, S.D. 1985. Produksi dan Penggunaan Kotoran Ternak. Direktur
Jenderal Peternakan, Jakarta.

49
LAMPIRAN

50
Lampiran 1. Lembar Kuesioner

Kuesioner Penelitian
Kode Responden : ..............

KUESIONER PENELITIAN

MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI POTONG PADA PETERNAKAN


RAKYAT DI SEKITAR KEBUN PERCOBAAN RAMBATAN BPTP
SUMATERA BARAT

IDENTITAS RESPONDEN

Nama :

Tempat tinggal :

1. Kampung/desa :

2. Kecamatan :

3. Kabupaten :

Tanggal wawancara :

Waktu wawancara :

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

51
IDENTITAS RESPONDEN
Jenis Kelamin : Laki-laki/ Perempuan
Umur : .....................................
Status : Menikah/ Belum Menikah / Janda / Duda
Jumlah anggota keluarga : ......................................
Pekerjaan : ......................................
Anggota Keluarga Pekerjaan Pokok Pekerjaan Sambilan

Kepala Keluarga

Ibu

Anak ke-1

Anak ke-2

Anak ke-3

Pendidikan (Kepala Keluarga)


1. Tingkat pendidikan formal terakhir yang dicapai Bapak/Ibu/Sdr :
a) Tidak Sekolah e) D3 / S0
b) SD / Sederajat f) Sarjana / S1
c) SMP / Sederajat g) S2 / S3
d) SMA / Sederajat
Pengalaman Beternak / Budidaya Terrnak Sapi (lingkari jawaban yang sesuai)
2. Sudah berapa lama Bapak/Ibu/Sdr beternak sapi ? .........tahun atau semenjak
tahun .........
3. Apa alasan dan riwayat Bapak/Ibu/Sdr mau beternak sapi
?...........................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
Kepimilikan
4. Lahan
Keterangan Luas Fungsi
(ha)

Lahan Pertanian

52
Lahan Peternakan

5. Ternak
Jenis Ternak Jumlah (ekor) Fungsi

a) ..... ............... ............

b) ..... ............... ............


c) ..... ............... ............

Identitas ternak
6. Berapa jumlah ternak sapi potong yang Bapak/Ibu/Sdr miliki sekarang ?
Jenis Ternak Sapi Jumlah Jenis (Breed)

Jantan dewasa (berumur 2-3


tahun)

Betina dewasa (berumur 2-3


tahun)

Jantan muda (berumur 1-2


tahun)

Sapi dara (berumur 1-2 tahun)

Pedet Jantan (berumur <1 tahun)

Pedet Betina (berumur <1 tahun)

7. Dari mana sapi potong yang Bapak/Ibu/Sdr pelihara tersebut berasal ?


.........................................., apakah Bapak/Ibu/Sdr juga memelihara jenis sapi
lain selain sapi potong ? ...............................................................................
8. Bagaimana status riwayat kepemilikan sapi yang Bapak/Ibu/Sdr miliki ?
a) Ternak Milik Sendiri d) Warisan
b) Bantuan Pemerintah e) Kerjasama dengan Pihak Swasta
c) Sistem Bagi Hasil
9. Lanjutan pertanyaan nomor 8, bagaimana sistem pengelolaan usaha yang
Bapak/Ibu/Sdr terapkan (misalnya sistem paroh atau sistem lainnya) ?
.............................................................................................................................
53
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
10. Masalah-masalah apa saja yang Bapak/Ibu/Sdr hadapi selama beternak sapi
potong ?
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
Perkandangan
11. Kapan Bapak/Ibu/Sdr membuat kandang untuk sapi potong ? (tahun)
.............................................................................................................................
12. Berapa luas kandang yang Bapak/Ibu/Sdr bangun untuk ternak sapi potong ?
(m2)
.............................................................................................................................
13. Berapa jarak kandang dari rumah Bapak/Ibu/Sdr ? (m)
.............................................................................................................................
14. Bahan apa yang Bapak/Ibu/Sdr gunakan dalam membangun kandang ?
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
15. Berapa biaya yang Bapak/Ibu/Sdr keluarkan untuk membangun sebuah
kandang ?
Bahan-bahan bangunan Harga (Rp)

1. Kayu Rp

2. Bambu Rp

3. Semen Rp

4. Batu bata Rp

5. Atap (Seng) Rp

6. Paku Rp

7. Kawat atau pagar Rp

8. ............................ Rp

9. ............................ Rp

10. ............................ Rp

54
16. Berapa tahun kandang yang dibangun dapat bertahan ? (tahun)
.............................................................................................................................
17. Berapa kali Bapak/Ibu/Sdr memperbaiki kandang dalam setahun ?
.............................................................................................................................
18. Berapa biaya pemeliharaan kandang yang Bapak/Ibu/Sdr keluarkan ?
(Rp/bulan)
.............................................................................................................................
19. Perincian peralatan yang ada di kandang ?
Barang Jumlah

1. Ember .............................. buah

2. Sekop .............................. buah

3. Pengki .............................. buah

4. Sapu lidi .............................. buah

5. Terpal .............................. buah

6. ........................ .............................. buah

7. ........................ .............................. buah

Pemberian pakan (lingkari jawaban yang sesuai)


20. Ternak Bapak/Ibu/Sdr dipelihara secara ?
a) Dilepas berkeliaran sepanjang hari
b) Dilepas siang hari dan diikat pada malam hari
c) Dikandangkan sepanjang hari
d) Dikandangkan pada malam hari saja
21. Sistem pemberian pakan yang Bapak/Ibu/Sdr lakukan ?
a) Menggembalakan di padang penggembalaan
b) Diberikan rumput potongan
c) Membeli dari pihak lain dengan biaya Rp .............................................
d) Kombinasi (digembalakan dan diberkan rumput potongan)
22. Jenis rumput dan leguminosa yang diberikan kepada ternak sapi (nama latin)
?
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................

55
23. Berapa persentase rumput dan leguminosa yang Bapak/Ibu/Sdr berikan
kepada ternak ?
Jenis Pakan Jumlah Persentase (%)

Rumput

Leguminosa

24. Jenis limbah pertanian yang Bapak/Ibu/Sdr berikan kepada ternak sapi
simmental ?
Jenis Limbah Jumlah Persentase (%)

Jerami padi

Jerami jagung

Singkong

25. Jenis pakan tambahan yang Bapak/Ibu/Sdr berikan kepada ternak sapi potong
?
Jenis Pakan Tambahan Jumlah Persentase

Dedak padi

Konsentrat

Ampas tahu

Garam

Mineral

26. Jika pakan yang diberikan adalah konsentrat, berapa komposisi bahan yang
digunakan ?
Komposisi Kimia Bahan Jumlah (kg) Persentase

Jagung

Dedak

............

............

............

56
27. Berapa komposisi kimia bahan yang digunakan ?
Komposisi Kimia Bahan Jumlah (kg) Persentase

Protein

Energi

............

............

............

28. Apakah ada fluktuasi jumlah dan waktu dalam pemberian pakan konsentrat
tersebut ?
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
Jika Ya, pada bulan apa saja dan konsentrat jenis apa yang Bapak/Ibu/Sdr
berikan kepada ternak ?
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
29. Usaha yang Bapak/Ibu/Sdr lakukan untuk penyediaan pakan ?
a) Menanam rumput c) Menanam rumput dan leguminosa
b) Menanam leguminosa d) Pengawetan hijauan (silase dan hay)
30. Jika pemberian pakan dengan penggembalaan di lahan penggembalaan, pada
jam berapa Bapak/Ibu/Sdr menggembalakannya serta berapa lama ?
(jam/hari)
.............................................................................................................................
31. Dalam menggembalakan sapi, apakah Bapak/Ib/Sdr lakukan sendiri atau
membayar orang untuk menggembalakan sapi ? ...............................................
Jika Ya, berapa biaya yang Bapak/Ibu/Sdr keluarkan untuk membayar orang
dalam menggembalakan sapi ? (Rp/hari) ...........................................................
32. Jika pakan konsentrat yang diberikan, berapa biaya yang dikeluarkan untuk
membeli pakan tersebut ? (Rp/hari) ...................................................................
33. Berapa kali dalam sehari pakan konsentrat diberikan ? (kali/hari)
a) 1 kali b) 2-3 kali c) > 3 kali
34. Bagaimana cara pemberian pakan konsentrat pada ternak Bapak/Ibu/Sdr ?
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................

57
35. Bagaimana ketersediaan pakan hijauan sepanjang tahun ?
b) Selalu tersedia
c) Musiman/ fluktuasi
d) Kurang
36. Apakah ada perbedaan ketersediaan pakan dalam setahun ?
Jenis pakan Jumlah (kg) Persentase (%)

Hijauan

Konsentrat

Kesehatan
37. Apakah ternak yang Bapak/Ibu/Sdr pelihara pernah terjangkit penyakit ? (Ya/
Tidak ) .................................., jika Ya jenis penyakit apa yang pernah
menjangkit ternak Bapak/Ibu/Sdr ?
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
38. Bagaimana cara Bapak/Ibu/Sdr menanggulangi penyakit tersebut ?
a) Menangani sendiri dengan pengobatan tradisional
b) Pemanggilan Mantri Hewan
c) Tidak dilakukan pengobatan
d) Ternak yang sakit lansung dijual
39. Berapa biaya yang Bapak/Ibu/Sdr keluarkan untuk kesehatan ternak ? (Rp/
bulan ) ................................................................................................................
Perkawinan
40. Dalam pengembangbiakan ternak, metode perkawinan ternak apa yang
Bapak/Ibu/Sdr terapkan pada ternak sapi ?
a) Metode alamiah dengan menggunakan jantan pemacak
b) Menggunakan teknologi Inseminasi Buatan
c) Menggunakan teknologi Transfer Embrio
41. Bagaimana Bapak/Ibu/Sdr mengidentifikasi ternak yang sedang berahi ?
a) Melihat bagian pada vulva
b) Tingkah laku
c) Tidak tahu (dibiarkan)

58
42. Apakah ada program Inseminasi Buatan (IB) di wilayah Bapak/Ibu/Sdr dalam
beternak ?
.............................................................................................................................

43. Apakah sinkronisasi berahi juga dilakukan di peternakan yang Bapak/Ibu/ Sdr
miliki ?
.............................................................................................................................
Jika Ya, dengan cara apa ?
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
44. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengikuti program inseminasi Buatan ? (Ya/ Tidak)
....................., jika Ya apa alasan Bapak/Ibu/Sdr mengikuti program tersebut ?
45. Darimana asal straw sperma yang digunakan dalam program Inseminasi
Buatan (IB) yang Bapak/Ibu/Sdr ikuti tersebut ?
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
46. Sudah berapa lama Bapak/Ibu/Sdr mengikuti program Inseminasi Buatan ?
.............................................................................................................................
47. Bagaimana menurut Bapak/Ibu/Sdr tentang hasil dari Inseminasi Buatan ?
a) Sangat memuaskan d) Kurang memuaskan
b) Cukup memuaskan e) Tidak memuaskan

c) Memuaskan
48. Berapa kali pelayanan Inseminasi Buatan yang dilakukan dalam satu kali
birahi pada sapi ?
.............................................................................................................................
49. Berapa biaya yang Bapak/Ibu/Sdr keluarkan dalam satu kali pelayanan
Inseminasi Buatan ? (Rp/ pelayanan)
.............................................................................................................................

Pengelolaan limbah
50. Bagaimana cara penanganan kebersihan kotoran yang diproduksi setiap
harinya di peternakan Bapak/Ibu/Sdr ?
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
51. Kapan waktu pembersihan kandang yang Bapak/Ibu/Sdr miliki ?

a) Pagi hari
b) Siang hari

59
c) Sore hari

52. Berapa frekuensi pembersihan kandang yang Bapak/Ibu/Sdr miliki ?


a) 1 kali setiap hari
b) 2 kali setiap hari
c) 3 kali setiap hari
53. Berapa jumlah rata-rata feses yang diproduksi dari peternakan yang
Bapak/Ibu/Sdr miliki ?
a) 50-100 kg/ hari
b) 100-150 kg/ hari
c) 150-200 kg/ hari
d) > 200 kg/ hari
54. Bagaimana cara Bapak/Ibu/Sdr dalam pengumpulan feses ?
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
55. Bagaimana cara Bapak/Ibu/Sdr dalam pengangkutan feses ?
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
56. Bagaimana cara Bapak/Ibu/Sdr dalam pengolahan feses ?
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
57. Bagaimana cara Bapak/Ibu/Sdr dalam penyimpanan ?

.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
58. Bagaimana cara Bapak/Ibu/Sdr dalam penggunaannya ?
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................

Tenaga Kerja
59. Berapa tenaga kerja yang digunakan dalam pemeliharaan sapi potong
Bapak/Ibu/Sdr ? (orang)
.............................................................................................................................

60
60. Apakah ada tenaga kerja yang bukan keluarga, berapa jumlahnya ? (orang)
.............................................................................................................................
61. Berapa jumlah tenaga kerja yang berasal dari keluarga ?
.............................................................................................................................
62. Berapa jam kerja harian bagi tenaga kerja dalam bekerja ) (jam/ hari)
.............................................................................................................................
63. Berapa gaji total/ hari yang Bapak/Ibu/Sdr berikan kepada pekerja ? (Rp/
hari)
.............................................................................................................................
64. Apakah ada struktur organisasi pada peternakan yang Bapak/Ibu/Sdr miliki ?
.............................................................................................................................
jika Ya, bagaimana struktur organisasi tersebut (jelaskan) ?
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
65. Apakah di dalam struktur organisasi tersebut ada yang bertugas khusus di
bidang veteriner (kesehatan) ?
.............................................................................................................................

Pemasaran
66. Bagaimana sistem pemasaran ternak yang Bapak/Ibu/Sdr miliki ?
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
67. Kemana Bapak/Ibu/Sdr menjual ternak sapi yang Bapak/Ibu/Sdr miliki ?
.............................................................................................................................
Apa alasan Bapak/Ibu/Sdr menjual ternak sapi kepada pihak tersebut ?
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
68. Apa alasan Bapak/Ibu/Sdr menjual ternak yang Bapak/Ibu/Sdr miliki ?
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
69. Dimana tempat Bapak/Ibu/Sdr menjual ternak yang Bapak/Ibu/Sdr miliki ?
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................

70. Apa perlakuan khusus yang Bapak/Ibu/Sdr lakukan sebelum ternak dijual ?
.............................................................................................................................
61
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
71. Apa kendala yang Bapak/Ibu/Sdr temukan dalam hal pemasaran ternak yang
Bapak/Ibu/Sdr miliki ?
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................

Umum
72. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Sdr dengan keberadaan Kebun Percobaan
Rambatan ini terhadap masyarakat sekitar ?
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
73. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Sdr tentang program Kebun Percobaan
Rambatan dalam pemeliharaan sapi potong ?
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
...........................................................................................................................

74. Apa saja jenis tanaman yang di tanam di Kebun Percobaan Rambatan dan
berapa produksi tiap tahunnya ?

Jenis Tanaman Produksi Jumlah (ton/tahun) Persentase (%)

........................

........................

........................

........................

........................

75. Apakah limbah pertanian tersebut dijadikan sebagai salah satu sumber pakan
alternatif ? ..........................................................................................................

Responden

( ...................................................)

62
Lampiran 2. Foto-foto Penelitian

1. Fasilitas di Kandang

2. Sapi Potong

` ` ````

3. Kegiatan Wawancara

63
4. Pakan Ternak

5. Perkawinan Ternak

64
Lampiran 3. Daftar Identitas Responden

No Nama Usia Tingkat Beternak Jumlah


(tahun) Pendidikan (tahun) Ternak
1. Bu Dalima 33 SD >5 7
2. Bu Rosmanita 28 SMA 5 2
3. Bu Narti 39 SD >5 3
4. Bu Jawarnis 42 SD >5 4
5. Bu Linda 36 SD >5 4
6. Bu Yosta Defina 29 SMA 5 3
7. Bu Arni 46 SD >5 4
8. Bu Darmi 43 SD >5 4
9. Bu Desmanita 32 SD >5 3
10. Bu Seswenti 30 SMA 5 6
11. Bapak Umar 65 SD >5 3
12. Bapak 63 SD >5 4
Muhammad
13. Bapak Yendri 33 SD >5 2
14. Bapak Japri 40 SD >5 4
15. Bapak Bakri 52 SD >5 6
16. Bapak Nahar 46 SD >5 4
17. Bapak Syahrial 43 SMA 5 4
18. Bapak Jayardi 49 SD >5 7
19. Bapak Jalius 50 SD >5 3
20. Bapak Nanda 39 SMA 5 4
21. Bapak Sudirman 52 SD >5 3
22. Bapak Abdullah 59 SMA 5 12
23. Bapak Yurnalis 37 SD >5 3
24. Bapak Ramli 39 SD >5 4
25. Bapak Afrizal 48 SD 5 4
26. Bapak Sutikno 51 SD >5 4
27. Bapak Zainatul 49 SD >5 3
28. Bapak Manan 47 SD >5 3
29. Bapak Zulkifli 58 SMA >5 2
30. Bapak Afrizon 46 SMA >5 2
31. Bapak Isman 46 SMA >5 4
32. Bapak Subono 52 SMA >5 6
33. Bapak Syafril 51 SD >5 6
34. Bapak Kardinal 49 SD >5 4
35. Bapak Azis 53 SD >5 4
36. Bapak Nofiardi 49 SMA >5 18
37. Bapak Syaipul 37 SD >5 3
38. Bapak Syamsubir 49 SD >5 6
39. Bapak Suradi 51 SD >5 3
40. Bapak Daud 39 SD >5 4

65
Lampiran 4. Data Statistik Peternakan Kabupaten Tanah Datar

66

Anda mungkin juga menyukai