Contoh PTS 2
Contoh PTS 2
OLEH :
DWI SUNGKOWO R., M.Pd
ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui apakah prestasi belajar
fisika pada siswa yang belajar melalui strategi pembelajaran problem solving dipadu
dengan STAD lebih tinggi daripada siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran
konvensional; (2) Mengetahui apakah prestasi belajar fisika pada siswa yang
memiliki memiliki kecerdasan visual spasial tinggi memiliki prestasi belajar fisika
lebih tinggi dibanding dengan prestasi belajar fisika siswa yang memiliki kecerdasan
visual spasial rendah; (3)Mengetahui apakah terdapat interaksi antara model
pembelajaran problem solving dipadu STAD dengan tingkat kecerdasan visual
spasial terhadap prestasi belajar fisika pada materi optik. Penelitian ini menggunakan
rancangan penelitian eksperimen semu, menggunakan rancangan faktorial 2x2
kemudian diuji dengan Anava dua jalur. Karena ada interaksi dilanjutkan dengan uji
LSD yang mendapatkan kesimpulan bahwa (1) Prestasi belajar fisika pada siswa
yang belajar melalui strategi pembelajaran problem solving dipadu dengan STAD
lebih tinggi daripada siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran konvensional,
(2) Prestasi belajar fisika pada siswa memiliki kecerdasan visual spasial tinggi
memiliki prestasi belajar fisika yang lebih tinggi jika menggunakan problem solving
dipadu dengan STAD daripada siswa yang memiliki kecerdasan visual spasial tinggi
belajar secara konvensional, (3) Terdapat interaksi antara dengan model
pembelajaran problem solving dipadu STAD dengan tingkat kecerdasan visual
spasial terhadap prestasi belajar fisika pada materi optik. Model pembelajaran
paduan problem solving dan kooperatif tipe STAD memberikan efek positif terhadap
prestasi siswa, namun demikian efek model pembelajaran akan berbeda pada tingkat
kecerdasan visual spasial yang berbeda.
Salah satu tahapan tes untuk siswa baru di RSBI adalah tes kecerdasan. Hasil dari tes
kecerdasan menunjukkan kecerdasan ganda yang dimiliki calon siswa. Calon siswa yang
diterima di SMPN 1 Trenggalek memiliki nilai tes IQ minimal 100. Dalam perkembangan
prestasi siswa ternyata masih ada beberapa siswa yang harus mengikuti remidial untuk
mencapai kriteria ketuntasan minimal. Hal ini menunjukkan adanya masalah dalam
1
mengoptimalkan peningkatan prestasi siswa. Problem solving dan model pembelajaran
koperatif tipe STAD telah terbukti mampu meningkatkan prestasi belajar. Dalam penelitian
ini dilakukan pembelajaran paduan problem solving dengan STAD dengan memperhatikan
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui apakah prestasi belajar fisika pada siswa
yang belajar melalui strategi pembelajaran problem solving dipadu dengan STAD lebih
tinggi daripada siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran konvensional; (2)
Mengetahui apakah prestasi belajar fisika pada siswa yang memiliki memiliki kecerdasan
visual spasial tinggi memiliki prestasi belajar fisika lebih tinggi dibanding dengan prestasi
belajar fisika siswa yang memiliki kecerdasan visual spasial rendah; (3)Mengetahui apakah
terdapat interaksi antara model pembelajaran problem solving dipadu STAD dengan tingkat
kecerdasan visual spasial terhadap prestasi belajar fisika pada materi optik.
seseorang yang memiliki dahulu beberapa prasyarat antara lain: (1) bisa melakukan
konsep terdefinisi secara teori, dan (4) menguasai aturan-aturan. Semua itu diperlukan
memecahkan masalah yang oleh Gagne dalam Wilis (1988:24) diuraikan seperti Gambar
berikut ini.
2
Aturan aturan tingkat tinggi
Aturan aturan
Semakin ke atas semakin
Konsep terdefinisi kompleks
Konsep konkret
Diskriminasi - diskriminasi
empat unsur dasar model pembelajaran kooperatif Nurhadi, dkk. (2003: 60). Empat unsur
dasar pembelajaran kooperatif tersebut adalah: saling ketergantungan positif, interaksi tatap
hidup bergotong royong, meningkatkan motivasi belajar intrinsik, dan meningkatkan sikap
positif terhadap belajar dan pengalaman belajar. Pembelajaran kooperatif dilandasi oleh
Model STAD merupakan salah satu model dari pembelajaran kooperatif yang
paling awal ditemukan dan dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawan di John
Hopkins University. Model ini sangat popular karena mudah diaplikasikan dalam kelas. Ide
dasar Model STAD adalah bagaimana memotivasi siswa dalam kelompoknya agar mereka
dapat saling mendorong dan membantu satu sama lain dalam menguasai materi yang
disajikan, serta menumbuhkan suatu kesadaran bahwa belajar itu penting, bermakna dan
bekerja berdasarkan prinsip siswa bekerja bersama-sama untuk belajar dan bertanggung
3
jawab terhadap belajar dalam tim dan juga dirinya sendiri (Koeshandayanto, 2003:56).
Kelompok-kelompok tersebut mempunyai anggota yang heterogen baik ras, agama, suku,
pembelajaran kooperatif tipe STAD, setiap tahap dari prosedur metode pemecahan
masalah selalu dikerjakan secara kooperatif oleh siswa. Dalam artian pembelajaran
yang dinilai dalam pembelajaran problem solving yang diseting secara kooperatif tipe
Tabel Rubrik Penilaian pada Kelas Problem Solving dengan Seting Kooperatif
Tipe STAD
No Indikator Deskriptor
1. Tahap analisis. a. Membaca soal dan menguasai LKS dengan seksama.
b. Menganalisis masalah/soal bersama dengan kelompok.
c. Mencatat data-data yang diketahui dan ditanyakan.
d. Bekerjasama dalam memprediksi jawaban.
2. Tahap a. Bekerjasama dengan kelompok dalam menentukan data-
perencanaan. data pendukung.
b. Bekerjasama dalam menentukan penyelesaian masalah.
c. Bekerjasama dalam menentukan hubungan antar konsep.
d. Bekerjasama dalam membuat transformasi.
3. Tahap aplikasi. a. Berdiskusi dalam menentukan rumus sesuai dengan
masalah.
b. Berdiskusi dalam memberikan satuan yang sesuai.
c. Berdiskusi dalam menuliskan reaksi dengan lengkap.
d. Berdiskusi dalam menghitung dengan tepat.
4. Tahap a. Bersama-sama dengan anggota kelompok dalam melakukan
pengecekan. pengecekan pada tahap analisis.
b. Bersama-sama dengan anggota kelompok dalam melakukan
pengecekan pada tahap perencanaan.
c. Bersama-sama dengan anggota kelompok dalam melakukan
pengecekan pada tahap perhitungan.
Sumber: Depdiknas (2006: 62)
Dalam materi IPA (fisika) pada pokok bahasan optik siswa diharapkan memiliki
4
kompetensi dalam memahami sifat sifat cahaya dan hubungannya dengan perbagai
bentuk cermin dan lensa. Materi Optik pada kelas 8 SMP melibatkan konsep, fakta, hukum
terdapat beberapa siswa yang tidak mampu memenuhi kriteria ketuntasan minimal,
sehingga perlu upaya lain untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Berdasarkan fakta di
lapangan selain informasi model pembelajaran yang diterapkan juga terdapat informasi
pembelajaran. Upaya peningkatan prestasi belajar yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah adalah melalui Pendekatan pembelajaran Problem solving yang dipadukan dengan
siswa. Model pembelajaran kooperatif type STAD untuk meningkatkan interaksi antara
siswa dengan tingkat kecerdasan visual spasial tinggi dan rendah dalam satu kelompok,
sedangkan Pendekatan problem solving terutama ditujukan untuk membentuk pola berfikir
yang teratur dan teliti. Sehingga prestasi belajar fisika pada siswa yang belajar melalui
strategi pembelajaran problem solving dipadu dengan STAD diharapkan lebih tinggi
belajar yang tinggi pada materi optik. Pemahaman tentang ruang, sudut bentuk dan sekitar
keruangan dapat diterapkan dalam penyelesaian masalah tentang optik. Pembelajaran yang
soal-soal fisika dengan memanfaatkan pemahaman geometry. Seorang siswa yang memiliki
kemampuan visual spasial tinggi akan memperoleh prestasi yang lebih tinggi dibanding
5
siswa dengan kemampuan visual spasial rendah. Hal ini terjadi karena mereka dengan
mudah dapat menghubungkan gambar, garis, dan sudut dalam pembelajaran optik.
yang tinggi (Koeshandayanto, 2003). Namun ada faktor-faktor lain yang turut
belajar adalah antara lain sebagai berikut: 1) pengaruh pendidikan dan pembelajaran
Untuk lebih memudahkan dalam memahami faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan
prestasi belajar, Syah (2008: 65) menggambarkannya dalam diagram seperti Gambar 2.2
berikut ini.
Faktor-faktor Eksternal:
Kondisi lingkungan sosial
Faktor faktor internal * Lingkungan Keluarga
1. Kondisi Fisiologis * Lingkungan sekolah
* sehat * tidak sehat * Lingkungan masyarakat
2. Kondisi psikologis
* Intelegensi * Minat Kondisi lingkungan non sosial
* Perhatian * Motivasi Rumah/tempat tinggal
* Bakat Gedung sekolah
Alat & sumber belajar
PROSES DAN Iklim/cuaca
PRESTASI Waktu belajar
BELAJAR
Faktor-Faktor
Pendekatan Belajar:
1. Strategi Belajar
2. Metode belajar
6
Gambar Bagan Faktor yang Mempengaruhi Proses dan Prestasi Belajar
(Sumber: Syah, 2008: 65)
Dari Gambar 2.2 dapat disimpulkan bahwa, dalam upaya memperoleh prestasi
belajar yang tinggi maka semua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar harus
diupayakan dalam kondisi sebaik mungkin. Usaha yang dapat dilakukan seorang guru
adalah mengelola proses pembelajaran di kelas meliputi pengelolaan model dan pendekatan
pembelajaran. Model dan pendekatan pembelajaran yang dipilih harus diyakini dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa secara teori, ataupun hasil penelitian terdahulu.
Gardner (2002) mengatakan bahwa manusia lebih rumit dari pada yang dijelaskan dari
tes IQ atau tes apapun dan orang yang berbeda memiliki kecerdasan yang berbeda. Pada
tahun 1983, Howard Gardner dalam bukunya The Theory of Multiple Intelegence,
tujuh kecerdasan tersebut di atas sudah bertambah lagi dengan satu komponen
kecerdasan yang lain, yaitu kecerdasan naturalis. Teori kecerdasan ganda itu terus
7
positif dengan kecerdasan visual spasial, kecerdasan linguistik dan intrapersonal berkorelasi
Pada kajian yang berbeda Silverman (2004) memandang bahwa pembagian teori
kecerdasan ganda sebelumnya akan sangat tepat untuk mengetahui tingkat kecerdasan
individu, tetapi akan sulit dimanfaatkan guru dalam praktek pembelajaran di kelas. Oleh
karena itu Silverman melakukan penyederhanaan dan membagi siswa menjadi dua
kelompok besar yaitu The visual- spatial dan auditory-sequential. Pembagian tersebut lebih
mainan (puzzle) yang menghubungkan konsep spasial dengan angka, menggunakan tugas-
tugas spasial dapat membantu terhadap pemecahan masalah dalam fisika (Newman dalam
Tambunan, 2006: 27-28). Pemanfaatan kecerdasan visual spasial sangat erat dengan
geometri sehingga dapat diterapkan pola pembelajaran Van Hiele. Pembelajaran geometri
dengan pola pembelajaran Van Hiele di tingkat pendidikan dasar dimulai dengan cara
sederhana dari konkret ke abstrak, dari segi intuitif ke analisis, dari eksplorasi ke
penguasaan dalam jangka waktu yang cukup lama, serta dari tahap yang paling sederhana
hingga yang tinggi (Wu & Ma, 2006: 409-416). Anak-anak dalam belajar geometri melalui
beberapa tahap yaitu: pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi dan akurasi. Demikian pula
pengertian terhadap konsep pembagian, proporsi tergantung dari pengalaman spasial yang
8
METODE
(faktor) terhadap sampel yang telah ditentukan. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei
sampai Juni 2010. Sampel penelitian sejumlah 101 siswa terbagi dalam 2 kelompok, yaitu
kelompok kontrol dan perlakuan yang masing-masing kelompok memiliki kriteria tinggi
Kelompok Kelompok
No Kelas Jumlah Status dalam penelitian
Tinggi Rendah
Kelas Kontrol, dengan
1 VIII F 8 8 16
pembelajaran Konvensional
Kelas Kontrol, dengan
2 VIII 8 8 16
pembelajaran Konvensional
Kelas Perlakuan, dengan
3 VIII 8 8 16
pembelajaran Paduan
Kelas Perlakuan, dengan
4 VIII 8 8 16
pembelajaran Paduan
Jumlah 32 32 64
Tes tingkat kecerdasan visual spasial menggunakan instrumen yang diadaptasi dari tes
yang dikembangkan oleh Linda K. Silverman, yang telah dilakukan uji validitas dan
reliabilitas sebelum digunakan dalam penelitian. Hasil uji validitas dan reliabilitas ternyata
9
Instrumen tes hasil belajar dikembangkan melalui penyusunan kisi-kisi, penyusunan
soal, pengujian validitas konstruk dan diujicobakan untuk dilakukan uji validitas, uji
reliabilitas, penentuan tingkat kesukaran serta daya pembeda. Hasil ujicoba menunjukkan
bahwa soal-soal yang dipakai valid dan reliabel, serta memiliki tingkat kesukaran dan daya
Hipotesis penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis varian dua arah (two
ways ANAVA) dengan orde 2 x 2 dan dilanjutkan dengan Least Significance Difference
HASIL
Setelah melalui uji normalitas dan homogenitas, data dinyatakan normal dan berasal dari
sampel yang homogen kemudian diuji dengan Anava dua jalur.hasil uji Anava sebagai
berikut.
Dependent Variable:Prestasi
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1171,172a 3 390,391 38,145 0,000
Intercept 395483,766 1 395483,766 38642,689 0,000
Pembelajaran 805,141 1 805,141 78,670 0,000
Visualspa 159,391 1 159,391 15,574 0,000
Pembelajaran *
206,641 1 206,641 20,191 0,000
Visualspa
Error 614,062 60 10,234
Total 397269,000 64
Corrected Total 1785,234 63
a. R Squared = 0,656 (Adjusted R Squared = 0,639)
10
Hasil penelitian Faktor Pembelajaran: nilai uji F = 78,670 dengan nilai p=0,000. Karena
nilai p=0,000 lebih kecil dari = 0,05 maka H0 ditolak dan berarti ada perbedaan pengaruh
pembelajaran terhadap prestasi belajar fisika,(2) Faktor kemampuan Visual spasial nilai uji
F = 15,574 dengan nilai p=0,000. Karena nilai p=0,000 lebih kecil dari = 0,05 maka H0
ditolak dan berarti ada perbedaan pengaruh tingkat kemampuan visual spasial terhadap
dengan nilai p=0.000. Karena nilai p=0,000 lebih kecil dari = 0,05 maka H0 ditolak dan
ada interaksi antara model pembelajaran dan tingkat kecerdasan visual spasial. Karena ada
interaksi dilanjutkan dengan uji LSD yang mendapatkan hasil uji sebagai berikut.
Tabel 4.10 Hasil Uji LSD Pada Variabel Terikat Dipengaruhi Interaksi Model
Pembelajaran * Tingkat Kecerdasan Visual Spasial
Multiple Comparisons
Dependent Variable:Prestasi
95% Confidence
Interval
Std.
(I) Group (J) Group Mean Sig.
Error Lower Upper
Difference
Bound Bound
(I-J)
Pembelajaran Pembelajaran
Paduan Konvensional 7,094* .800 0,000 5.494 8.694
Kelompok Kelompok
visual spasial visual spasial 3,156* 0,800 0,000 1,556 4,756
Tinggi Rendah
11
Visual spasial
Visual spasial
tinggi- 3,500* 1,131 0,003 1.24 5.76
tinggi-paduan
Konvensional
Vis spasl
Visual spasial
Rendah - -0,438 1,131 0,700 -2.7 1.82
tinggi-paduan
paduan
Visual spasial
Visual spasial
tinggi- -3,500* 1,131 0,003 -5.76 -1.24
tinggi-paduan
Konvensional
kesimpulan bahwa (1) Prestasi belajar fisika pada siswa yang belajar melalui strategi
pembelajaran problem solving dipadu dengan STAD lebih tinggi daripada siswa yang
belajar dengan strategi pembelajaran konvensional, (2) Prestasi belajar fisika pada siswa
memiliki kecerdasan visual spasial tinggi memiliki prestasi belajar fisika yang lebih tinggi
jika menggunakan problem solving dipadu dengan STAD daripada siswa yang memiliki
kecerdasan visual spasial tinggi belajar secara konvensional, (3) Terdapat interaksi antara
dengan model pembelajaran problem solving dipadu STAD dengan tingkat kecerdasan
visual spasial terhadap prestasi belajar fisika pada materi optik. Model pembelajaran
paduan problem solving dan kooperatif tipe STAD memberikan efek positif terhadap
prestasi siswa, namun demikian efek model pembelajaran akan berbeda pada tingkat
data kecerdasan ganda yang dimiliki untuk mengoptimalkan prestasi belajar siswa. Kepada
peneliti berikutnya, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan cakupan populasi dan
12
topik yang lebih luas, agar data yang diperoleh lebih valid sehingga hasil penelitiannya
DAFTAR RUJUKAN
Arends, R.I. (2008) Learning to Teach: Belajar untuk Mengajar. Buku Dua. (Penterjemah:
Helly Prayitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rhineka
Cipta.
Bennett, B., Bennett, C. R., & Stevahn, L. 1991. Cooperative Learning: Where Heart
Meets Mind. Washington City: Professional Development Associates, Bothell.
Chochran, W.G 1991. Teknik Pengambilan Sampel. Terjemahan Rudiansyah. 2005.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Choi, J., Cristopher, D., Hsu, P., Kim, H., McGriff, S. (2000). A Problem Solving
Assessment Instrument. College of education, The Pennsylvania State University,
PA: The Pennsylvania State University Press.
Cooper, J. L., Robinson, P., & Miyazoki, Y. 1999. Promoting Core Skills Through
Cooperative Learning. Dunne, A. (Ed.): The learning society. 140-148. London:
Kogan Page Limited.
Davidson, N & Kroll, D.L..1991. An Overview of Research on Cooperative Learning
Related to Mathematics. Journal for Research in Mathematics educatior.
22(5):362-365.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Strategi Pembelajaran dan Pemilihannya .
Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama
Depdiknas. 2009. Panduan Pelaksanaan Pembinaan SMP Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional. Jakarta: Direktorat pembinaan Sekolah Menengah Pertama
Djaali, H & Muljono P. 2004. Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Cetakan kedua.
Jakarta: PPS UNJ.
Forehand, M. 2005. Bloom's taxonomy: Original and revised. Emerging Perspectives on
Learning, Teaching, and Technology. Dapat diakses di Website:
http://www.coe.uga.edu/epltt/bloom.htm. Diakses 10 Februari 2010.
Gardner, H. (2002). Multiple Intelligence Kecerdasan Majemuk Teori dan Praktek.
Jakarta: Interaksara.
Haas , S.C.2005 Classroom Identification of Visual-Spatial Learners .
www.visualspatial.org/files/steven.pdf diakses 6 Maret 2010.
Heller, P., & Hollabaugh, M. (1992). Teaching problem solving through cooperative
grouping. Part 2: Designing problems and structuring groups. American Journal of
Physics 60 (7): 637-645.
Heller, P., Keith, R., & Anderson, S. (1992). Teaching problem solving through
cooperative grouping. Part 1: Groups versus individual problem solving. American
Journal of Physics. 60 (7): 627-636.
13
Ibrahim, M, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press.
Isjoni. 2009. Cooperative learning. Bandung: Alfabeta.
Iskandar, dkk.1995. Belajar dan Pembelajaran, buku II. Surabaya: University Press IKIP
Surabaya.
Keppel, G. 1982. Design and Analysis. New Jersey, Englewood Cliffs: Prentice-Hall.
Koeshandayanto, S. 2003. Strategi Pembelajaran Fisika. Edisi revisi. Technical
Cooperation Project for Development of Science and Mathematics Teaching for
Primary and Secondary Education in Indonesia.
Lie, A. 2002. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-
ruang Kelas. Jakarta: Gramedia Widiasarana.
Murwani, R.S. 2001. Statistik Terapan (Teknis Analisis Data). Diktat tidak dipublikasikan.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.
Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 (Pertanyaan dan Jawaban). Jakarta: Grasindo.
O'Neil, H., Jr., & Schacter, J. (1997). Test specifications for problem-solving assessment.
CSE Technical Report 463. Los Angeles, CA: National Center for Research on
Evaluation, Standards, and Student Testing. Retrieved September 6, 2005, from
http://www.cse.ucla.edu/CRESST/Reports/TECH463.PDF diakses 27 Februari
2010.
Pannen,P., dkk. 2001. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas.
Polya, G.1983 How to Solve IT!Edisi ke 2, Princeton: Princeton University Press.
Santyasa, I.W. 2008. Pembelajaran Berbasis Masalah Dan pembelajaran Kooperatif.
Makalah Disajikan dalam Pelatihan tentang Pembelajaran dan Asesmen Inovatif
bagi Guru-Guru Sekolah Menengah di Kecamatan Nusa Penida, tanggal 22, 23,
dan 24 Agustus 2008 di Nusa Penida.
Seluk, G., alkan, S., Erol, M. 2008. The Effects of Problem Solving Instruction on
Physics Achievement, Problem Solving Performance and Strategy Use. Izmir,
TURKEY:Buca Education Faculty, Department of Physics Education, Dokuz
Eyll University, Lat. Am. J. Phys. Educ. Vol. 2, No. 3, Sept. 2008.
Silverman, L.K.2002. Identifying Visual-Spatial and Auditory-Sequential Learners: A
Validation Study. www.visualspatial.org/files/linda.pdf diakses 6 Maret 2010.
Slavin, S.E. 1997. Cooperative Learning Theory, Research and Practice. Englewood
Cliffs, NJ: Prentice Hall.
Styer,D, 2002. Solving prolem in Physics.
http://www.oberlin.edu/physics/dstyer/SolvingProblems.html; diakses 6 Maret
2010.
Sugiharti, P. 2005. Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika.
Jurnal Pendidikan Penabur. 04 (05): 29-35.
Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Sunarto. 2009.Pengertian Prestasi Belajar, (Online) http://sunartombs.wordpress.com,
diakses 1 April 2009.
Syah, M. 2008. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
http://pustaka.ui.ac.id/doc/jurnal/13 diakses 27 Maret 2010.
14
Wilis, R. D. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Departmen Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Wu, D., Ma,H. 2006. The Distributions Of Van Hiele Levels Of Geometric Thinking Among
1st Through 6th Graders .National Tai-Chung University, Taiwan Ling-Tung
University, Taiwan: Novotn, J., Moraov, H., Krtk, M. & Stehlkov, N. 2006
(Eds.). Proceedings 30th Conference of the International Group for the
Psychology of Mathematics Education, Vol. 5, pp. 409-416.
http://www.emis.de/proceedings/PME30/5/409.pdf diakses 12 Maret 2010.
15