Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DIPADU DENGAN STAD

TERHADAP PRESTASI BELAJAR FISIKA DITINJAU DARI KECERDASAN


VISUAL SPASIAL SISWA SMPN 1 TRENGGALEK.

OLEH :
DWI SUNGKOWO R., M.Pd

ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui apakah prestasi belajar
fisika pada siswa yang belajar melalui strategi pembelajaran problem solving dipadu
dengan STAD lebih tinggi daripada siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran
konvensional; (2) Mengetahui apakah prestasi belajar fisika pada siswa yang
memiliki memiliki kecerdasan visual spasial tinggi memiliki prestasi belajar fisika
lebih tinggi dibanding dengan prestasi belajar fisika siswa yang memiliki kecerdasan
visual spasial rendah; (3)Mengetahui apakah terdapat interaksi antara model
pembelajaran problem solving dipadu STAD dengan tingkat kecerdasan visual
spasial terhadap prestasi belajar fisika pada materi optik. Penelitian ini menggunakan
rancangan penelitian eksperimen semu, menggunakan rancangan faktorial 2x2
kemudian diuji dengan Anava dua jalur. Karena ada interaksi dilanjutkan dengan uji
LSD yang mendapatkan kesimpulan bahwa (1) Prestasi belajar fisika pada siswa
yang belajar melalui strategi pembelajaran problem solving dipadu dengan STAD
lebih tinggi daripada siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran konvensional,
(2) Prestasi belajar fisika pada siswa memiliki kecerdasan visual spasial tinggi
memiliki prestasi belajar fisika yang lebih tinggi jika menggunakan problem solving
dipadu dengan STAD daripada siswa yang memiliki kecerdasan visual spasial tinggi
belajar secara konvensional, (3) Terdapat interaksi antara dengan model
pembelajaran problem solving dipadu STAD dengan tingkat kecerdasan visual
spasial terhadap prestasi belajar fisika pada materi optik. Model pembelajaran
paduan problem solving dan kooperatif tipe STAD memberikan efek positif terhadap
prestasi siswa, namun demikian efek model pembelajaran akan berbeda pada tingkat
kecerdasan visual spasial yang berbeda.

Kata kunci: Problem solving, kecerdasan visual spasial, Prestasi belajar

Salah satu tahapan tes untuk siswa baru di RSBI adalah tes kecerdasan. Hasil dari tes

kecerdasan menunjukkan kecerdasan ganda yang dimiliki calon siswa. Calon siswa yang

diterima di SMPN 1 Trenggalek memiliki nilai tes IQ minimal 100. Dalam perkembangan

prestasi siswa ternyata masih ada beberapa siswa yang harus mengikuti remidial untuk

mencapai kriteria ketuntasan minimal. Hal ini menunjukkan adanya masalah dalam

pembelajaran. Informasi tingkat kecerdasan dapat dioptimalkan dengan menerapkan

pembelajaran yang tepat. Pembelajaran paduan problem solving diyakini dapat

1
mengoptimalkan peningkatan prestasi siswa. Problem solving dan model pembelajaran

koperatif tipe STAD telah terbukti mampu meningkatkan prestasi belajar. Dalam penelitian

ini dilakukan pembelajaran paduan problem solving dengan STAD dengan memperhatikan

tingkat kecerdasan visual spasial siswa.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui apakah prestasi belajar fisika pada siswa

yang belajar melalui strategi pembelajaran problem solving dipadu dengan STAD lebih

tinggi daripada siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran konvensional; (2)

Mengetahui apakah prestasi belajar fisika pada siswa yang memiliki memiliki kecerdasan

visual spasial tinggi memiliki prestasi belajar fisika lebih tinggi dibanding dengan prestasi

belajar fisika siswa yang memiliki kecerdasan visual spasial rendah; (3)Mengetahui apakah

terdapat interaksi antara model pembelajaran problem solving dipadu STAD dengan tingkat

kecerdasan visual spasial terhadap prestasi belajar fisika pada materi optik.

Menurut Wilis (1988), pemecahan masalah merupakan kegiatan yang melibatkan

pembentukan aturan-aturan tingkat tinggi. Untuk memecahkan masalah diperlukan

seseorang yang memiliki dahulu beberapa prasyarat antara lain: (1) bisa melakukan

dikriminasi-diskriminasi, (2) menguasai konsep-konsep konkrit, (3) memiliki konsep-

konsep terdefinisi secara teori, dan (4) menguasai aturan-aturan. Semua itu diperlukan

untuk memecahkan masalah dengan benar.

Tingkat kompleksitas keterampilan intelektual merupakan prasyarat untuk

memecahkan masalah yang oleh Gagne dalam Wilis (1988:24) diuraikan seperti Gambar

berikut ini.

2
Aturan aturan tingkat tinggi

Aturan aturan
Semakin ke atas semakin
Konsep terdefinisi kompleks

Konsep konkret

Diskriminasi - diskriminasi

Pembelajaran kooperatif dapat mencapai hasil yang maksimal, bila menerapkan

empat unsur dasar model pembelajaran kooperatif Nurhadi, dkk. (2003: 60). Empat unsur

dasar pembelajaran kooperatif tersebut adalah: saling ketergantungan positif, interaksi tatap

muka, akuntabilitas individual, dan keterampilan menjalin hubungan antar pribadi.

Pentingnya pembelajaran kooperatif menurut Nurhadi, dkk (2003 : 62 63) adalah

untuk memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial, meningkatkan keterampilan

hidup bergotong royong, meningkatkan motivasi belajar intrinsik, dan meningkatkan sikap

positif terhadap belajar dan pengalaman belajar. Pembelajaran kooperatif dilandasi oleh

falsafah bahwa manusia adalah makhluk sosial.

Model STAD merupakan salah satu model dari pembelajaran kooperatif yang

paling awal ditemukan dan dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawan di John

Hopkins University. Model ini sangat popular karena mudah diaplikasikan dalam kelas. Ide

dasar Model STAD adalah bagaimana memotivasi siswa dalam kelompoknya agar mereka

dapat saling mendorong dan membantu satu sama lain dalam menguasai materi yang

disajikan, serta menumbuhkan suatu kesadaran bahwa belajar itu penting, bermakna dan

menyenangkan. Seperti dalam kebanyakan model pembelajaran kooperatif, Model STAD

bekerja berdasarkan prinsip siswa bekerja bersama-sama untuk belajar dan bertanggung

3
jawab terhadap belajar dalam tim dan juga dirinya sendiri (Koeshandayanto, 2003:56).

Kelompok-kelompok tersebut mempunyai anggota yang heterogen baik ras, agama, suku,

dan kemampuan akademik (Nurhadi , 2004: 65).

Pada penggunaan metode pemecahan masalah (problem solving) melalui

pembelajaran kooperatif tipe STAD, setiap tahap dari prosedur metode pemecahan

masalah selalu dikerjakan secara kooperatif oleh siswa. Dalam artian pembelajaran

kooperatif terintegrasi pada keempat tahapan metode pemecahan masalah. Rubrik

yang dinilai dalam pembelajaran problem solving yang diseting secara kooperatif tipe

STAD seperti terlihat pada Tabel 2.5.

Tabel Rubrik Penilaian pada Kelas Problem Solving dengan Seting Kooperatif
Tipe STAD
No Indikator Deskriptor
1. Tahap analisis. a. Membaca soal dan menguasai LKS dengan seksama.
b. Menganalisis masalah/soal bersama dengan kelompok.
c. Mencatat data-data yang diketahui dan ditanyakan.
d. Bekerjasama dalam memprediksi jawaban.
2. Tahap a. Bekerjasama dengan kelompok dalam menentukan data-
perencanaan. data pendukung.
b. Bekerjasama dalam menentukan penyelesaian masalah.
c. Bekerjasama dalam menentukan hubungan antar konsep.
d. Bekerjasama dalam membuat transformasi.
3. Tahap aplikasi. a. Berdiskusi dalam menentukan rumus sesuai dengan
masalah.
b. Berdiskusi dalam memberikan satuan yang sesuai.
c. Berdiskusi dalam menuliskan reaksi dengan lengkap.
d. Berdiskusi dalam menghitung dengan tepat.
4. Tahap a. Bersama-sama dengan anggota kelompok dalam melakukan
pengecekan. pengecekan pada tahap analisis.
b. Bersama-sama dengan anggota kelompok dalam melakukan
pengecekan pada tahap perencanaan.
c. Bersama-sama dengan anggota kelompok dalam melakukan
pengecekan pada tahap perhitungan.
Sumber: Depdiknas (2006: 62)

Dalam materi IPA (fisika) pada pokok bahasan optik siswa diharapkan memiliki

4
kompetensi dalam memahami sifat sifat cahaya dan hubungannya dengan perbagai

bentuk cermin dan lensa. Materi Optik pada kelas 8 SMP melibatkan konsep, fakta, hukum

dan teori yang melibatkan sifat-sifat geometris. Dengan pembelajaran konvensional,

terdapat beberapa siswa yang tidak mampu memenuhi kriteria ketuntasan minimal,

sehingga perlu upaya lain untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Berdasarkan fakta di

lapangan selain informasi model pembelajaran yang diterapkan juga terdapat informasi

tentang kecerdasan ganda siswa yang dapat dimanfaatkan dalam mengoptimalkan

pembelajaran. Upaya peningkatan prestasi belajar yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah adalah melalui Pendekatan pembelajaran Problem solving yang dipadukan dengan

pembelajaran kooperatif type STAD dengan memperhatikan kecerdasan visual spasial

siswa. Model pembelajaran kooperatif type STAD untuk meningkatkan interaksi antara

siswa dengan tingkat kecerdasan visual spasial tinggi dan rendah dalam satu kelompok,

sedangkan Pendekatan problem solving terutama ditujukan untuk membentuk pola berfikir

yang teratur dan teliti. Sehingga prestasi belajar fisika pada siswa yang belajar melalui

strategi pembelajaran problem solving dipadu dengan STAD diharapkan lebih tinggi

daripada siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran konvensional.

Kecerdasan visual spasial juga dapat dioptimalkan untuk mendapatkan prestasi

belajar yang tinggi pada materi optik. Pemahaman tentang ruang, sudut bentuk dan sekitar

keruangan dapat diterapkan dalam penyelesaian masalah tentang optik. Pembelajaran yang

diarahkan dengan banyak melibatkan gambar, kegiatan menggambar serta penyelesaian

soal-soal fisika dengan memanfaatkan pemahaman geometry. Seorang siswa yang memiliki

kemampuan visual spasial tinggi akan memperoleh prestasi yang lebih tinggi dibanding

5
siswa dengan kemampuan visual spasial rendah. Hal ini terjadi karena mereka dengan

mudah dapat menghubungkan gambar, garis, dan sudut dalam pembelajaran optik.

Siswa yang memiliki intelegensi tinggi diharapkan memperoleh prestasi belajar

yang tinggi (Koeshandayanto, 2003). Namun ada faktor-faktor lain yang turut

mempengaruhi perkembangan hasil belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi

belajar adalah antara lain sebagai berikut: 1) pengaruh pendidikan dan pembelajaran

unggul; 2) perkembangan dan pengukuran otak; 3) kecerdasan (intelegensi)

emosional (http://ditptksd.go.id, 2008).

Untuk lebih memudahkan dalam memahami faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan

prestasi belajar, Syah (2008: 65) menggambarkannya dalam diagram seperti Gambar 2.2

berikut ini.

Faktor-faktor Eksternal:
Kondisi lingkungan sosial
Faktor faktor internal * Lingkungan Keluarga
1. Kondisi Fisiologis * Lingkungan sekolah
* sehat * tidak sehat * Lingkungan masyarakat
2. Kondisi psikologis
* Intelegensi * Minat Kondisi lingkungan non sosial
* Perhatian * Motivasi Rumah/tempat tinggal
* Bakat Gedung sekolah
Alat & sumber belajar
PROSES DAN Iklim/cuaca
PRESTASI Waktu belajar
BELAJAR

Faktor-Faktor
Pendekatan Belajar:

1. Strategi Belajar
2. Metode belajar

6
Gambar Bagan Faktor yang Mempengaruhi Proses dan Prestasi Belajar
(Sumber: Syah, 2008: 65)

Dari Gambar 2.2 dapat disimpulkan bahwa, dalam upaya memperoleh prestasi

belajar yang tinggi maka semua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar harus

diupayakan dalam kondisi sebaik mungkin. Usaha yang dapat dilakukan seorang guru

adalah mengelola proses pembelajaran di kelas meliputi pengelolaan model dan pendekatan

pembelajaran. Model dan pendekatan pembelajaran yang dipilih harus diyakini dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa secara teori, ataupun hasil penelitian terdahulu.

Dr. Howard Gardner menemukan sebuah teori tentang kecerdasan. Menurut

Gardner (2002) mengatakan bahwa manusia lebih rumit dari pada yang dijelaskan dari

tes IQ atau tes apapun dan orang yang berbeda memiliki kecerdasan yang berbeda. Pada

tahun 1983, Howard Gardner dalam bukunya The Theory of Multiple Intelegence,

mengusulkan tujuh macam komponen kecerdasan, yang disebutnya dengan Multiple

Intelegence (Intelegensi Ganda). Intelegensi ganda meliputi kecerdasan linguistic-verbal

dan kecerdasan logiko-matematik kecerdasan spasial-visual, kecerdasan ritmik-musik,

kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal. Sekarang

tujuh kecerdasan tersebut di atas sudah bertambah lagi dengan satu komponen

kecerdasan yang lain, yaitu kecerdasan naturalis. Teori kecerdasan ganda itu terus

berkembang sampai sekarang.

Sedangkan menurut Tirri dan Nokelainen (2008: 206-221) hasil penelitian

menunjukkan bahwa setiap kecerdasan berkorelasi dengan kecerdasan lainnya. Korelasi

antar kecerdasan tersebut menunjukkan bahwa Kecerdasan logika matematika berkorelasi

7
positif dengan kecerdasan visual spasial, kecerdasan linguistik dan intrapersonal berkorelasi

positif dengan kecerdasan spiritual dan kecerdasan natural.

Pada kajian yang berbeda Silverman (2004) memandang bahwa pembagian teori

kecerdasan ganda sebelumnya akan sangat tepat untuk mengetahui tingkat kecerdasan

individu, tetapi akan sulit dimanfaatkan guru dalam praktek pembelajaran di kelas. Oleh

karena itu Silverman melakukan penyederhanaan dan membagi siswa menjadi dua

kelompok besar yaitu The visual- spatial dan auditory-sequential. Pembagian tersebut lebih

mudah dimanfaatkan guru dalam mempersiapkan pembelajaran di kelas. Pengembangan

instrumen yang dilakukan oleh Silverman diadaptasi untuk penelitian ini.

Pemanfaatan pemahaman kecerdasan visual spasial dalam metode pengajaran Fisika

dapat dilakukan dengan memasukkan berpikir spasial seperti bentuk-bentuk geometris,

mainan (puzzle) yang menghubungkan konsep spasial dengan angka, menggunakan tugas-

tugas spasial dapat membantu terhadap pemecahan masalah dalam fisika (Newman dalam

Tambunan, 2006: 27-28). Pemanfaatan kecerdasan visual spasial sangat erat dengan

geometri sehingga dapat diterapkan pola pembelajaran Van Hiele. Pembelajaran geometri

dengan pola pembelajaran Van Hiele di tingkat pendidikan dasar dimulai dengan cara

sederhana dari konkret ke abstrak, dari segi intuitif ke analisis, dari eksplorasi ke

penguasaan dalam jangka waktu yang cukup lama, serta dari tahap yang paling sederhana

hingga yang tinggi (Wu & Ma, 2006: 409-416). Anak-anak dalam belajar geometri melalui

beberapa tahap yaitu: pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi dan akurasi. Demikian pula

pengertian terhadap konsep pembagian, proporsi tergantung dari pengalaman spasial yang

mendahuluinya Clements, dalam Eliot (1987,dalam Tambunan, 2006: 28-32).

8
METODE

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimen semu (quasi

eksperimen),menggunakan rancangan faktorial 2x2 dengan pengukuran dua faktor yang

memungkinkan dilakukan pengukuran dengan serempak pengaruh dua variabel perlakuan

(faktor) terhadap sampel yang telah ditentukan. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei

sampai Juni 2010. Sampel penelitian sejumlah 101 siswa terbagi dalam 2 kelompok, yaitu

kelompok kontrol dan perlakuan yang masing-masing kelompok memiliki kriteria tinggi

dan rendah untuk tingkat kecerdasan visual spasial.

Tabel . Sebaran Sampel penelitian

Kelompok Kelompok
No Kelas Jumlah Status dalam penelitian
Tinggi Rendah
Kelas Kontrol, dengan
1 VIII F 8 8 16
pembelajaran Konvensional
Kelas Kontrol, dengan
2 VIII 8 8 16
pembelajaran Konvensional
Kelas Perlakuan, dengan
3 VIII 8 8 16
pembelajaran Paduan
Kelas Perlakuan, dengan
4 VIII 8 8 16
pembelajaran Paduan
Jumlah 32 32 64

Tes tingkat kecerdasan visual spasial menggunakan instrumen yang diadaptasi dari tes

yang dikembangkan oleh Linda K. Silverman, yang telah dilakukan uji validitas dan

reliabilitas sebelum digunakan dalam penelitian. Hasil uji validitas dan reliabilitas ternyata

instrumen dinyatakan valid dan reliabel dengan signifikansi 5%.

9
Instrumen tes hasil belajar dikembangkan melalui penyusunan kisi-kisi, penyusunan

soal, pengujian validitas konstruk dan diujicobakan untuk dilakukan uji validitas, uji

reliabilitas, penentuan tingkat kesukaran serta daya pembeda. Hasil ujicoba menunjukkan

bahwa soal-soal yang dipakai valid dan reliabel, serta memiliki tingkat kesukaran dan daya

beda yang memenuhi syarat untuk dipakai dalam penelitian.

Hipotesis penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis varian dua arah (two

ways ANAVA) dengan orde 2 x 2 dan dilanjutkan dengan Least Significance Difference

(LSD) dengan bantuan SPSS for Windows versi 16.0.

HASIL

Setelah melalui uji normalitas dan homogenitas, data dinyatakan normal dan berasal dari

sampel yang homogen kemudian diuji dengan Anava dua jalur.hasil uji Anava sebagai

berikut.

Tabel . Hasil Penghitungan dengan ANAVA

Dependent Variable:Prestasi
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1171,172a 3 390,391 38,145 0,000
Intercept 395483,766 1 395483,766 38642,689 0,000
Pembelajaran 805,141 1 805,141 78,670 0,000
Visualspa 159,391 1 159,391 15,574 0,000
Pembelajaran *
206,641 1 206,641 20,191 0,000
Visualspa
Error 614,062 60 10,234
Total 397269,000 64
Corrected Total 1785,234 63
a. R Squared = 0,656 (Adjusted R Squared = 0,639)

10
Hasil penelitian Faktor Pembelajaran: nilai uji F = 78,670 dengan nilai p=0,000. Karena

nilai p=0,000 lebih kecil dari = 0,05 maka H0 ditolak dan berarti ada perbedaan pengaruh

pembelajaran terhadap prestasi belajar fisika,(2) Faktor kemampuan Visual spasial nilai uji

F = 15,574 dengan nilai p=0,000. Karena nilai p=0,000 lebih kecil dari = 0,05 maka H0

ditolak dan berarti ada perbedaan pengaruh tingkat kemampuan visual spasial terhadap

prestasi belajar, (3)iNilai uji F pada interaksi memperoleh Fh antar AB=20,191>3,15

dengan nilai p=0.000. Karena nilai p=0,000 lebih kecil dari = 0,05 maka H0 ditolak dan

ada interaksi antara model pembelajaran dan tingkat kecerdasan visual spasial. Karena ada

interaksi dilanjutkan dengan uji LSD yang mendapatkan hasil uji sebagai berikut.

Tabel 4.10 Hasil Uji LSD Pada Variabel Terikat Dipengaruhi Interaksi Model
Pembelajaran * Tingkat Kecerdasan Visual Spasial
Multiple Comparisons
Dependent Variable:Prestasi
95% Confidence
Interval
Std.
(I) Group (J) Group Mean Sig.
Error Lower Upper
Difference
Bound Bound
(I-J)
Pembelajaran Pembelajaran
Paduan Konvensional 7,094* .800 0,000 5.494 8.694

Kelompok Kelompok
visual spasial visual spasial 3,156* 0,800 0,000 1,556 4,756
Tinggi Rendah

LSD Visual spasial


Visual spasial
Rendah - 10,250* 1,131 0,000 7.99 12.51
tinggi-paduan
konvensional

Visual spasial Visual spasial


tinggi- Rendah - 6,750* 1,131 0,000 4.49 9.01
Konvensional konvensional

11
Visual spasial
Visual spasial
tinggi- 3,500* 1,131 0,003 1.24 5.76
tinggi-paduan
Konvensional

Vis spasl
Visual spasial
Rendah - -0,438 1,131 0,700 -2.7 1.82
tinggi-paduan
paduan

Visual spasial
Visual spasial
tinggi- -3,500* 1,131 0,003 -5.76 -1.24
tinggi-paduan
Konvensional

Visual spasial Vis spasl


tinggi- Rendah - -3,938* 1,131 0,001 -6.2 -1.68
Konvensional paduan

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

kesimpulan bahwa (1) Prestasi belajar fisika pada siswa yang belajar melalui strategi

pembelajaran problem solving dipadu dengan STAD lebih tinggi daripada siswa yang

belajar dengan strategi pembelajaran konvensional, (2) Prestasi belajar fisika pada siswa

memiliki kecerdasan visual spasial tinggi memiliki prestasi belajar fisika yang lebih tinggi

jika menggunakan problem solving dipadu dengan STAD daripada siswa yang memiliki

kecerdasan visual spasial tinggi belajar secara konvensional, (3) Terdapat interaksi antara

dengan model pembelajaran problem solving dipadu STAD dengan tingkat kecerdasan

visual spasial terhadap prestasi belajar fisika pada materi optik. Model pembelajaran

paduan problem solving dan kooperatif tipe STAD memberikan efek positif terhadap

prestasi siswa, namun demikian efek model pembelajaran akan berbeda pada tingkat

kecerdasan visual spasial yang berbeda.

Kepada sekolah agar dilakukan perencanaan lebih terperinci untuk memanfaatkan

data kecerdasan ganda yang dimiliki untuk mengoptimalkan prestasi belajar siswa. Kepada

peneliti berikutnya, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan cakupan populasi dan

12
topik yang lebih luas, agar data yang diperoleh lebih valid sehingga hasil penelitiannya

lebih akurat jika digeneralisasi.

DAFTAR RUJUKAN

Arends, R.I. (2008) Learning to Teach: Belajar untuk Mengajar. Buku Dua. (Penterjemah:
Helly Prayitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rhineka
Cipta.
Bennett, B., Bennett, C. R., & Stevahn, L. 1991. Cooperative Learning: Where Heart
Meets Mind. Washington City: Professional Development Associates, Bothell.
Chochran, W.G 1991. Teknik Pengambilan Sampel. Terjemahan Rudiansyah. 2005.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Choi, J., Cristopher, D., Hsu, P., Kim, H., McGriff, S. (2000). A Problem Solving
Assessment Instrument. College of education, The Pennsylvania State University,
PA: The Pennsylvania State University Press.
Cooper, J. L., Robinson, P., & Miyazoki, Y. 1999. Promoting Core Skills Through
Cooperative Learning. Dunne, A. (Ed.): The learning society. 140-148. London:
Kogan Page Limited.
Davidson, N & Kroll, D.L..1991. An Overview of Research on Cooperative Learning
Related to Mathematics. Journal for Research in Mathematics educatior.
22(5):362-365.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Strategi Pembelajaran dan Pemilihannya .
Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama
Depdiknas. 2009. Panduan Pelaksanaan Pembinaan SMP Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional. Jakarta: Direktorat pembinaan Sekolah Menengah Pertama
Djaali, H & Muljono P. 2004. Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Cetakan kedua.
Jakarta: PPS UNJ.
Forehand, M. 2005. Bloom's taxonomy: Original and revised. Emerging Perspectives on
Learning, Teaching, and Technology. Dapat diakses di Website:
http://www.coe.uga.edu/epltt/bloom.htm. Diakses 10 Februari 2010.
Gardner, H. (2002). Multiple Intelligence Kecerdasan Majemuk Teori dan Praktek.
Jakarta: Interaksara.
Haas , S.C.2005 Classroom Identification of Visual-Spatial Learners .
www.visualspatial.org/files/steven.pdf diakses 6 Maret 2010.
Heller, P., & Hollabaugh, M. (1992). Teaching problem solving through cooperative
grouping. Part 2: Designing problems and structuring groups. American Journal of
Physics 60 (7): 637-645.
Heller, P., Keith, R., & Anderson, S. (1992). Teaching problem solving through
cooperative grouping. Part 1: Groups versus individual problem solving. American
Journal of Physics. 60 (7): 627-636.

13
Ibrahim, M, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press.
Isjoni. 2009. Cooperative learning. Bandung: Alfabeta.
Iskandar, dkk.1995. Belajar dan Pembelajaran, buku II. Surabaya: University Press IKIP
Surabaya.
Keppel, G. 1982. Design and Analysis. New Jersey, Englewood Cliffs: Prentice-Hall.
Koeshandayanto, S. 2003. Strategi Pembelajaran Fisika. Edisi revisi. Technical
Cooperation Project for Development of Science and Mathematics Teaching for
Primary and Secondary Education in Indonesia.
Lie, A. 2002. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-
ruang Kelas. Jakarta: Gramedia Widiasarana.
Murwani, R.S. 2001. Statistik Terapan (Teknis Analisis Data). Diktat tidak dipublikasikan.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.
Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 (Pertanyaan dan Jawaban). Jakarta: Grasindo.
O'Neil, H., Jr., & Schacter, J. (1997). Test specifications for problem-solving assessment.
CSE Technical Report 463. Los Angeles, CA: National Center for Research on
Evaluation, Standards, and Student Testing. Retrieved September 6, 2005, from
http://www.cse.ucla.edu/CRESST/Reports/TECH463.PDF diakses 27 Februari
2010.
Pannen,P., dkk. 2001. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas.
Polya, G.1983 How to Solve IT!Edisi ke 2, Princeton: Princeton University Press.
Santyasa, I.W. 2008. Pembelajaran Berbasis Masalah Dan pembelajaran Kooperatif.
Makalah Disajikan dalam Pelatihan tentang Pembelajaran dan Asesmen Inovatif
bagi Guru-Guru Sekolah Menengah di Kecamatan Nusa Penida, tanggal 22, 23,
dan 24 Agustus 2008 di Nusa Penida.
Seluk, G., alkan, S., Erol, M. 2008. The Effects of Problem Solving Instruction on
Physics Achievement, Problem Solving Performance and Strategy Use. Izmir,
TURKEY:Buca Education Faculty, Department of Physics Education, Dokuz
Eyll University, Lat. Am. J. Phys. Educ. Vol. 2, No. 3, Sept. 2008.
Silverman, L.K.2002. Identifying Visual-Spatial and Auditory-Sequential Learners: A
Validation Study. www.visualspatial.org/files/linda.pdf diakses 6 Maret 2010.
Slavin, S.E. 1997. Cooperative Learning Theory, Research and Practice. Englewood
Cliffs, NJ: Prentice Hall.
Styer,D, 2002. Solving prolem in Physics.
http://www.oberlin.edu/physics/dstyer/SolvingProblems.html; diakses 6 Maret
2010.
Sugiharti, P. 2005. Penerapan Teori Multiple Intelligence dalam Pembelajaran Fisika.
Jurnal Pendidikan Penabur. 04 (05): 29-35.
Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Sunarto. 2009.Pengertian Prestasi Belajar, (Online) http://sunartombs.wordpress.com,
diakses 1 April 2009.
Syah, M. 2008. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
http://pustaka.ui.ac.id/doc/jurnal/13 diakses 27 Maret 2010.

14
Wilis, R. D. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Departmen Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Wu, D., Ma,H. 2006. The Distributions Of Van Hiele Levels Of Geometric Thinking Among
1st Through 6th Graders .National Tai-Chung University, Taiwan Ling-Tung
University, Taiwan: Novotn, J., Moraov, H., Krtk, M. & Stehlkov, N. 2006
(Eds.). Proceedings 30th Conference of the International Group for the
Psychology of Mathematics Education, Vol. 5, pp. 409-416.
http://www.emis.de/proceedings/PME30/5/409.pdf diakses 12 Maret 2010.

15

Anda mungkin juga menyukai