Anda di halaman 1dari 11

Nama : Mestika Anggun Kencana

NPM : 1609200170023
Mata Kuliah : Teori Belajar dan Pembelajaran IPA

1. Nilai UN dan UKG rendah, padahal pemerintah sudah menyediakan berbagai sarana dan
prasarana, mengapa hal ini terjadi? Jelaskan melalui kacamata teori belajar, dan berbagai
hasil penelitian.
Jawaban:
Rendahnya nilai UN dan UKG sekarang ini terjadi karena guru masih kurang
menguasai beberapa kompetensi dasar yang harus dimiliki guru sebagai tenaga pendidik
profesional, salah satu kompetensinya yaitu kompetensi pedagogi. Rendahnya nilai UN
dan UKG ini banyak terjadi di berbagai provinsi di Indonesia , menurut jurnal Hidayat
(2016:4-5) mengatakan, Dari jumlah 33 provinsi pada tahun 2015 hanya terdapat 7
(tujuh) provinsi saja yang nilainya berada di atas rata-rata nasional. Ketujuh provinsi itu
adalah DIY (53,60), Jateng (50,41), Babel (48,25), DKI (47,93), Jatim (47,89), Sumbar
(47,21), dan Jabar (46,81). Adapun 26 provinsi lainnya, memperoleh di bawah rata-rata
nasional, 45,82, di mana tiga nilai terendah dipegang oleh provinsi Maluku Utara (38,02),
Aceh (38,88), dan Maluku (40,00). Daerah kita di Aceh ternyata merupakan urutan tiga
terbawah paling rendah nilai UKG nya, menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh M.
Sabri Abdul Majid dari Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh di tahun
2014 dalam jurnal Hidayat (2016:5) mengatakan, Rendahnya kualitas siswa di Aceh
berkorelasi positif dengan kemampuan dan kualitas guru.
.Kompetensi pedagogi adalah kemampuan yang harus dimiliki guru dalam
menguasai teori belajar dan pembelajaran. Saat ini masih banyak guru yang tidak
mengaplikasikan teori belajar dalam pembelajaran, sehingga guru tidak optimal dalam
mengajar dan mengakibatkan nilai siswa rendah. Padahal salah satu karakteristik seorang
guru profesional adalah harus menguasai teori belajar. Menurut jurnal Andriani
(2016:2106) mengatakan, PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan dan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen menjelaskan bahwa
guru harus memiliki 4 kompetensi dasar, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi
profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial. Kompetensi pedagogik
meliputi penguasaan teori belajar dan pembelajaran. Kenyataannya, banyak data survey
yang menunjukkan bahwa kompetensi pedagogi guru di Indonesia masih rendah, menurut
jurnal Gunawan (2016:108) mengatakan, Pemerintah mentargetkan nilai ratarata UKG
adalah 55, data hasil UKG nasional menunjukkan rata-rata UKG nasional 53,02 dengan
perincian rata-rata nilai kompetensi profesional 54,77 dan rata-rata nilai pedagogik 48,94.
Berdasar data hasil UKG nasional tahun 2015 dapat diketahui bahwa nilai kompetensi
pedagogik masih belum sesuai dengan target pemerintah. Data dalam jurnal
Widiawahyuni (2015:5) mengatakan, Salah satu penyebab nilai kompetensi pedagogik
guru rendah disebabkan karena guru masih kurang menguasai teori belajar yang dapat
dilihat pada poin No. 2 pada tabel di bawah ini.

Dari data tabel tersebut pada poin No. 2 menunjukkan bahwa kemampuan guru
dalam menguasai teori belajar masih sangat kurang, sehingga berdampak pada nilai UKG
dan hasil UN siswa. Pada tahun 2017 nilai UKA (uji kompetensi awal) yang dilakukan
bulan februari lalu nilai rata-rata tertinggi di pegang oleh Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY) dengan rata-rata nilai UKG nya 50,1.
Menurut beberapa hasil jurnal diatas menyatakan salah satu hal yang paling
penting dimiliki oleh guru adalah kompetensi pedagogik yaitu kemampuan yang harus
dimiliki guru dalam menguasi berbagai teori belajar dan pembelajaran. Kenyataannya,
saat ini masih banyak guru yang menganggap bahwa teori belajar hanya sebagai teori
semata, bukan sebagai teori yang harus diaplikasikan dalam pembelajaran. Padahal,
dengan menguasai teori belajar inilah guru akan lebih mudah dalam melaksanakan
pembelajaran. Teori belajar selalu dikaitkan dengan ruang lingkup bidang psikologi, yaitu
aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor. Aspek-aspek yang harus diperhatikan
ini juga sangat sesuai dengan aspek yang harus diperhatikan dalam kurikulum yang
sekarang dipakai di Indonesia yaitu kurikulum 2013. Ada empat teori dalam
pembelajaran yang dikenal saat ini yaitu :
Teori Behaviorisme
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan
Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu
berkembang menjadi aliran psikologi yang berpengaruh terhadap arah pengembangan
teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar. Menurut Rahyubi (2012:18) mengatakan, Teori belajar
behaviorisme menjelaskan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang dapat
diamati, di ukur dan dinilai secara konkret sebagai hasil dari pengalaman. Belajar
merupakan akibat adanya interaksi antra stimulus dan repons, namun stimulus dan
respon yang dimaksud harus diamati (observable) dan dapat di ukur. Firman Allah
SWT dalam al-Quran juga mengajarkan tentang teori perilaku yang tertuang dalam
(Q.S Luqman, 31 : 13) yang artinya : Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada
anaknya, ketika dia memberikan pelajaran kepadanya,Wahai anakku! Janganlah
engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
kedzliman yang besar. Teori belajar tingkah laku atau behavioristik didirikan dan
dianut oleh beberapa ilmuwan. Diantaranya adalah Ivan Pavlov, Thorndike, Watson,
dan Skinner.
Kognitivisme
Kemampuan kognitif dapat diukur melalui prestasi belajar siswa di Sekolah,
prestasi belajar merupakan kemampuan yang dimiliki anak setelah melalui kegiatan
belajar. Dalam Al Quran Allah SWT juga menyuruh manusia untuk menggunakal
akal dan menggunakan kemampuan kognitifnya dalam mempelajari segala ciptaannya
seperti dalam (Q.S al-Ankabut ayat 49) yang artinya Sebenarnya, Al Quran itu
adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-rang yang diberi ilmu. Dan tidak
ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecualiorang-orang yang zalim. Teori belajar
kognitif juga dikemukakan oleh beberapa ilmuan barat diantaranya Jean Piaget,
Brunner, dan Ausubel
Konstruktivisme
Dalam perkembangan selanjutnya, arus utama kognitivisme bergeser ke
konstruktivisme, yaitu belajar melibatkan konstruksi atau pengetahuan yang didapat
seseorang dari pengalamannya sendiri. Dalam Al Quran Allah juga memperintahkan
manusia untuk belajar dan berpikir atas segala ciptaannya seperti dalam (Q.S Ali-
Imran 190-191) yang artinya Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan
silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. Teori ini juga
dikemukakan oleh ahli barat yaitu John Dewey, Jean Piaget, Vygotsky
Humanisme
Teori belajar humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang
mengedepankan bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik mampu
mengembangkan potensi dirinya. Dalam Al Quran banyak sekali firman Allah SWT
yang menuntut kita untuk menjadi manusia yang baik. Dalam pembelajaran peserta
didik juga harus dinilai sisi afektifnya yaitu sikap seperti jujur, teliti, bertanggung
jawab, kerjasama, Dalam Al Quran salah satunya disebutkan dalam (Q.S Ar-Rad
13:11) yang artinya Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki
keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-
kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. dll. Teori ini juga dikemukakan oleh
ahli barat yaitu Kolb.
Jadi, jika guru menguasai teori-teori pembelajaran di atas, maka guru akan
lebih mudah dalam melaksanakan proses belajar mengajar dikelas. Adapun manfaat
dari teori belajar adalah:
Sebagai dasar dalam penerapan materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian.
Memberi dorongan kepada siswa agar menjadi manusia yang bebas dan tidak
terikat oleh pendapat orang lain dn mengatur pribadinya sendiri secara
bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan,
norma dan etika yang ada.
Dapat mengindentifikasikan keberhasilan aplikasi teori
Mengetahui berbagai macam prilaku atau ciri-ciri siswa dan menemukan cara-cara
untuk menyikapinya.
Mampu menciptakan suasana belajar yang aktif dan dinamis.
Membantu menyalurkan dan mengoptimalkan potensi masing-masing siswa .
2. Bagaimana sistem pemrosesan informasi yang dikembangkan siswa dalam memahami
konsep fisika sehingga ia menyatakan jawaban benar. Jawab pertanyaan ini disertai
masalah, teori, jurnal, pemecahan masalah, dan desain yang digunakan.
Jawab:
Pembelajaran fisika merupakan sebuah konsep abstrak yang sangat sulit dipahami
oleh siswa. Konsep abstrak ini tidak mudah diajarkan kepada siswa seperti mengajarkan
sebuah konsep konkret, karena sesuatu yang abstrak tidak dapat dilihat oleh mata seperti
sesuatu yang konkret yang dapat dilihat, dipegang, dan dirasakan atau dengan kata lain
memiliki bentuk fisik. Dalam penyampaian informasinya, konsep abstrak seperti
pembelajaran fisika ini memerlukan strategi, pendekatan, dan model pembelajaran yang
tepat agar siswa menyerap informasi/ilmu yang diberikan guru menjadi sebuah
pengetahuan yang bermakna dan dapat disimpan di Long Term Memory.
Pembelajaran fisika bertujuan agar siswa mendapat pengetahuan dan mampu
memahami berbagai hal tentang keteraturan sains. Pemahaman dan pengetahuan tersebut
dapat diperoleh melalui proses ilmiah agar siswa memiliki sikap ilmiah yang dapat
digunakan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran IPA
yang baik harus berupa konsep teori dan praktis, tetapi hal ini pun jarang dilakukan oleh
para guru karena berbagai hal, baik karena waktu, tidak adanya alat-alat dan bahan
praktikum, dan sebagian lagi tidak menguasai cara kerja di laboratorium. Murnawianto
(2017:70) mengatakan, Pendidikan di Indonesia masih kurang dikembangkan dalam
meningkatkan kemampuan berpikir dan soft skill, keaksaraan sains, termasuk konsep
sains pada siswa Indonesia masih tergolong rendah, buktinya pada 2009 Indonesia
mendapat peringkat 57 dari 65 negara dan 64 dari 65 negara pada 2012.
Fisika adalah cabang ilmu IPA yang sangat bermanfaat dalam perkembangan
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi baik dari segi teoritis maupun praktisnya.
Pelajaran fisika bertujuan untuk memberikan pemahaman konsep fisika pada siswa agar
dapat mengembangkan pengetahuan , keterampilan dan sikap percaya diri sehingga dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi kenyataannya tingkat keberhasilan
pembelajaran fisika belum maksimal.
Keberhasilan pembelajaran fisika di sekolah harus didukung oleh berbagai sarana
dan prasarana, seperti ketersediaan alat-alat laboratorium sebagai media pembelajaran
fisika. Peran laboratorium sangat penting untuk pembelajaran fisika karena pembelajaran
fisika tidak cukup hanya dengan kelas sebagai tempat belajar dan buku-buku sebagai
acuan untuk memperoleh teori melainkan juga diperlukan sebuah tempat untuk praktek
atau eksperimen seperti laboratorium. Menurut Barnawi dan Arifin (2012:185)
menyatakan laboratorium merupakan tempat untuk melaksanakan praktik yang
memerlukan peralatan khusus. Laboratorium berfungsi sebagai tempat untuk
memecahkan masalah, mendalami suatu fakta, melatih kemampuan, keterampilan ilmiah,
dan mengembangkan sikap ilmiah.
Praktek atau eksperimen sangat dibutuhkan dalam fisika agar hasil belajar siswa
optimal. Sebagaimana hasil penelitian Awitaningsih,dkk (2008:185) menyatakan
pemanfaatan laboratorium fisika di sekolah dapat mendukung pelaksanaan pembelajaran
fisika. Selanjutnya, hasil penelitian Sundari (2008:197) menyatakan siswa sangat antusias
jika pembelajaran dilakukan dengan lebih variatif seperti dengan kegiatan praktikum.
Penggunaan alat laboratorium dapat membantu siswa memperoleh informasi/ilmu
pengetahuan yang lebih bermakna. Banyak ilmuan yang mencetuskan berbagai teori-teori
belajar dalam pembelajaran, salah satunya adalah teori pemrosesan informasi. Teori
pemrosesan informasi bermula dari asumsi bahwa pembelajaran merupakan faktor yang
sangat penting dalam perkembangan. Menurut teori ini, belajar merupakan proses
mengolah informasi. Implementasi teori pemrosesan informasi dalam kegiatan
pembelajaran telah dikembangkan oleh beberapa tokoh, di antaranya adalah pendekatan-
pendekatan yang berorientasi pada pemrosesan informasi yang dikembangkan oleh Gage
dan Berliner, Biehler, Snowman, Baine, dan Tennyson. Pemrosesan informasi sendiri
secara sederhana dapat diartikan suatu proses yang terjadi pada peserta didik untuk
mengolah informasi, memonitornya, dan menyusun strategi berkenaan dengan informasi
tersebut dengan inti pendekatannya lebih kepada proses memori dan cara berpikir. Dalam
teori pemrosesan informasi, terdapat beberapa model mengajar yang akan mendorong
pengembangan pengetahuan dalam diri siswa dalam hal mengendalikan stimulus yaitu
mengumpulkan dan mengorganisasikan data, menyadari dan memecahkan masalah,
mengembangkan konsep sehingga mampu menggunakan lambang verbal dan non verbal
dalam penyampaiannya. Menurut Syah (2003: 103) mengatakan, Sekilas teori ini mirip
dengan teori kognitif yaitu lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil. Menurut
Rahyubi (2012:325) mengatakan, Inti dari perkembangan dalam pemrosesan informasi
adalah terbentuknya sistem pada diri seseorang yang semakin efisien untuk mengontrol
aliran informasi. Pada pembelajran proses memang penting, namun yang lebih penting
adalah sistem informasi yang diproses itu yang akan dipelajari siswa. Informasi inilah
yang akan menentukan proses. Bagaimana proses belajar siswa akan berlangsung, sangat
ditentukan oleh informasi yang dipelajari. Menurut Asri (2005: 81) mengatakan, Dalam
teori pemrosesan informasi tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala
situasi dan cocok untuk semua siswa.
Dalam Al Quran Allah lebih dulu mengatakan berbagai hal kepada kita untuk
menggali ilmu dan informasi dari alam ciptaannya sebagaimana dalam ayat (Q.S Al
Ghasiyat 17-20) yang artinya Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta
bagaimana dia diciptakan, Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung
bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?. Dalam ayat-ayat ini,
kita banyak menemukan kata undzur, (dan beberapa bentuk perubahan katanya) yang
sama-sama kita ketahui bukan hanya berarti melihat namun lebih dari itu, yaitu meninjau,
memerhatikan, menelaah dan mempelajari, dan ini bukti bahwa al Quran dalam banyak
ayatnya mengajak manusia untuk mengembangkan pikirannya dengan tinjauan,
pengamatan, pemikiran, dan penelitian ilmiah terhadap seluruh semesta alam baik
lingkungan sekitar maupun tentang dirinya sendiri,baik secara pisiologis maupun
psikologis (Tafsir al Quran al Karim, Imam Ismail bin Umar bin Katsir).
Menurut Robert M Gagne (1988) ,belajar dipandang sebagai proses pengolahan
informasi. Robert M. Gagne adalah seorang psikolog pendidikan berkebangsaan Amerika
yang terkenal dengan penemuannya berupa Condition Of Learning. Pembelajaran di kelas
merupakan teori proses informasi yang berkaitan secara langsung dengan proses kognitif.
Teori informasi memberikan perspektif baru pada pengolahan pembelajaran yang akan
menghasilkan belajar yang efektif. Dalam teori pengolahan informasi terdapat persepsi,
pengkodean, dan penyimpanan di dalam memori jangka panjang. Teori ini mengajarkan
kepada siswa siasat untuk memecahkan masalah. Menurut Abdurrahman (2009:32)
asumsi yang mendasari teori pemrosesan informasi Robert M Gagne adalah bahwa
pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan.
Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne tahapan
proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu: (1) motivasi; (2) pemahaman; (3)
pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan
(8) umpan balik.
Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah
sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi
diperlukan sebuah model, menurut (Rehalat, 2014) model pembelajaran pemrosesan
informasi adalah model pembelajaran yang menitikberatkan pada aktivitas yang terkait
dengan kegiatan proses atau pengolahan informasi untuk meningkatkan kapabilitas siswa
melalui proses belajar. Menurut Sadiq (2013: 10) beberapa model telah dikembangkan di
antaranya oleh Gagne (1984), Gage dan Berliner (1988) serta Lefrancois, yang terdiri atas
tiga macam ingatan yaitu: sensory memory atau memori inderawi (MI), memori jangka
pendek (MJPd) atau short-term/working memory, serta memori jangka panjang (MJPJ)
atau long-term memory.
Proses pengolahan informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian
informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dam diakhiri
dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan
(retrieval) (Dimyati, 1989:93). Proses informasi yang efektif meliputi perhatian, memori,
dan proses berfikir. Berdasarkan ketiga model tersebut dapat dikembangkan diagram
pemrosesan informasi berikut ini:

Menurut Lusiana Asri (2004: 83) Komponen-komponen pemrosesan informasi dipilih


berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas bentuk informasi, serta proses terjadinya lupa.
Dalam suatu kegiatan belajar, seseorang menerima informasi dan kemudian mengolah
informasi tersebut di dalam memori. Pemrosesan informasi dalam memori manusia
diproses dan disimpan dalam 3 (tiga) tahapan, yaitu Sensory Memory, Short-term
Memory, dan Long-term Memory.
Berdasar penjelasan tersebut salah solusi yang sangat tepat untuk mengajarkan
konsep abstrak fisika adalah dengan menggunakan berbagai media pembelajaran seperti
alat laboratorium, animasi, PATH, dan menggunakan pendekatan pembelajaran seperti
pembelajaran STEM (Science, Technology, Engineering, And Mathematics). Menurut
Shernoff (2017:1) mengatakan pendidikan STEM dapat membantu generasi penerus
siswa untuk memecahkan masalah dunia nyata dengan menerapkan konsep yang
melintasi disiplin ilmu dan juga kapasitas pemikiran kritis, kolaborasi, dan kreativitas.
Pendidikan di Indonesia saat ini menerapkan kurikulum 2013 dimana kurikulum
ini menuntut siswa agar lebih inovatif dan kreatif dalam belajar. Siswa dalam K-13
dituntut agar lebih aktif daripada guru, hal ini karena dalam K-13 guru disediakan hanya
sebagai fasilitator dan motivator dalam pembelajaran. Pembelajaran dengan eksperimen
terintegrasi STEM sangat cocok dengan kurikulum 2013 dan sangat cocok sebagai salah
satu model pemrosesan informasi dalam pembelajran fisika. Pendidikan STEM dibentuk
berdasarkan perpaduan beberapa disiplin ilmu menjadi satu bentuk kesatuan pendekatan
baru yang utuh. Disiplin ilmu yang menjadi komponen dari pendekatan STEM yaitu
sains, teknologi, enjinering, dan matematika. Pengintegrasian beberapa disiplin ilmu ini
dalam satu kesatuan diharapkan mampu menjadi sebuah model pemrosesan informasi
bagi siswa agar menghasilkan siswa yang kompeten dan berkualitas tidak saja dalam hal
penguasaan konsep tetapi juga dalam mengaplikasikannya pada kehidupan.

Contoh :
Desain pembelajaran metode eksperimen terintegrasi STEM (Science, Technology,
Engineering, And Mathematics) dalam pembelajaran fisika.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 2009. Pendidikan Bagi Anak Yang Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.

Andriani, dkk. 2016. Peningkatan Kompetensi Pedagogi Guru dan Kemampuan Akademi
Siswa Melalui Lesson Study. Jurnal Pendidikan, 1(11): 2502-471x

Asri, C. B. 2005. Belajar dan Pembelajaran, cet. 1. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Asri, C. B. 2012. Belajar dan Pembelajaran, cet. 2. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Awitaningsih, dkk. 2012. Studi Pemanfaatan Peralatan Laboratorium Fisika Dalam


Mendukung Pelaksanaan Pembelajaran Fisika Kelas X dan XI di SMAN Kabupaten
Banyuwangi Wilayah Selatan-Barat. Jurnal Pembelajaran Fisika, 1(2): 185-191

Barnawi dan M.Arifin.2012. Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah. Yogyakarta: Ar-

Ruzz Media

Gunawan, Sigit dkk. 2016. Supervisi Akademik Berbasis Sharing Of Experience Untuk
Peningkatan Kompetensi Pedagogik, Jurnal Pendidikan : 5(2)

Hidayat, Wahyu. 2016. Komparasi Model Kompetensi Komunikasi Guru Dalam Proses
Belajar Mengajar:Studi Kasus Pada SMPN 1 Bukit Dengan SMPS Blang Panas
Kecamatan Bukit Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh. Jurnal Simbolika, 2(1)

Lusiana, 1992. Pengaruh Interaktif Antara Strategi Penataan Isi Mata Kuliah Secara
Elaborasi dan Gaya Kognitif Siswa Serta Implikasinya Dalam Perancangna
Pengajaran. Makalah Seminar. Malang: PPS IKIP Malang.

Murnawianto,dkk. 2017. Stem-Based Science Learning In Junior High School: Potency For
Training Students Thinking Skill. Pancaran Pendidikan. 6(40) 69-80.

Rahyubi, H. 2012. Teori-Teori Belajar Dan Aplikasi Pembelajaran Motorik. Bandung: Nusa
Media

Rehalat, A. 2014. Model Pembelajaran Pemrosesan Informasi. Jurnal Pendidikan Ilmu


Sosial, 2(23): 1-11.

Sadiq, J. 2013. Pendekatan Pemrosesan Informasi. Makassar: Program Pascasarjana UIN


Alauddin.

Shernoff,dkk. 2017. Assessing Teacher Education And Professional Development Needs For
The Implementation Of Integrated Approaches To STEM Education. International
Journal of STEM Education. 4:13
Sundari, Retna. 2008. Evaluasi Pemanfaatan Laboratorium Dalam Pembelajaran Biologi Di
Madrasah Aliyah Negeri Sekabupaten Sleman. Jurnal Penelitian dan Evaluasi
Pendidikan, XII(2): 196-21

Syah, M. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja grafindo.

Widiawahyuni. 2015. Pengaruh Kompetensi Pedagogik Terhadap Kemampuan Guru Dalam


Mengelola Kegiatan Pembelajaran IPS di SMPN Kota Singaraja, Jurnal JJPE: 5(1)

Anda mungkin juga menyukai