Anda di halaman 1dari 24

Makalah Kelembagaan Agribisnis dalam

Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan


Hortikultura
05 Jun

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan pertanian merupakan upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat


tani, yang dicapai melalui investasi teknologi, pengembangan produktivitas tenaga
kerja, pembangunan sarana ekonomi, serta penataan dan pengembangan
kelembagaan pertanian. Sumber daya manusia, bersama-sama dengan sumber
daya alam, teknologi dan kelembagaan merupakan faktor utama yang secara
sinergis menggerakan pembangunan pertanian untuk mencapai peningkatan
produksi pertanian.

Pembangunan pertanian telah dan akan terus memberikan sumbangan bagi


pembangunan daerah, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan
masyarakat, maupun sumbangan tidak langsung melalui penciptaan kondisi yang
kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan hubungan sinergis dengan sektor
lain.

Lembaga merupakan suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau
kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting, atau, secara formal dapat
dikatakan sebagai sekumpulan kebiasaan dan tata kelakuan yang berkisar pada
suatu kegiatan pokok manusia. Lembaga adalah proses-proses terstruktur
(tersusun) untuk melaksanakan berbagai kegiatan tertentu.

Dilihat dari berbagai aspek, seperti potensi sumberdaya yang dimiliki, arah
kebijakan pembangunan nasional, potensi pasar domestik dan internasional
produk-produk agribisnis, dan peta kompetisi dunia, Indonesia memiliki prospek
untuk mengembangkan sistem agribisnis. Prospek ini secara aktual dan faktual ini
didukung oleh hal-hal sebagai berikut:

Pertama, pembangunan sistem agribisnis di Indonesia telah menjadi keputusan


politik. Rakyat melalui MPR telah memberi arah pembangunan ekonomi
sebagaimana dimuat dalam GBHN 1999-2004 yang antara lain mengamanatkan
pembangunan keunggulan komparatif Indonesia sebagai negara agraris dan
maritim. Arahan GBHN tersebut tidak lain adalah pembangunan sistem agribsinis.

Kedua, pembangunan sistem agribisnis juga searah dengan amanat konstitusi


yakni No. 22 tahun 1999, UU No. 25 tahun 1999 dan PP 25 tahun 2000 tentang
pelaksanaan Otonomi Daaerah. Dari segi ekonomi, esensi Otonomi Daerah adalah
mempercepat pembangunan ekonomi daerah dengan mendayagunakan
sumberdaya yang tersedia di setiap daerah, yang tidak lain adalah sumberdaya di
bidang agribinsis. Selain itu, pada saat ini hampir seluruh daerah struktur
perekonomiannya (pembentukan PDRB, penyerapan tenagakerja, kesempatan
berusaha, eskpor) sebagian besar (sekitar 80 persen) disumbang oleh agribinsis.
Karena itu, pembangunan sistem agribisnis identik dengan pembangunan ekonomi
daerah.

Ketiga, Indonesia memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage)


dalam agribisnis. Kita memiliki kekayaan keragaman hayati (biodivercity) daratan
dan perairan yang terbesar di dunia, lahan yang relatif luas dan subur, dan
agroklimat yang bersahabat untuk agribisnis. Dari kekayaan sumberdaya yang kita
miliki hampir tak terbatas produk-produk agribisnis yang dapat dihasilkan dari
bumi Indoensia. Selain itu, Indonesia saat ini memiliki sumberdaya manusia
(SDM) agribisnis, modal sosial (kelembagaan petani, local wisdom, indegenous
technologies) yang kuat dan infrastruktur agribisnis yang relatif lengkap untuk
membangun sistem agribisnis.

Keempat, pembangunan sistem agribisnis yang berbasis pada sumberdaya


domestik (domestic resources based, high local content) tidak memerlukan impor
dan pembiayaan eksternal (utang luar negeri) yang besar. Hal ini sesuai dengan
tuntutan pembangunan ke depan yang menghendaki tidak lagi menambah utang
luar negeri karena utang luar negeri Indonesia yang sudah terlalu besar.

Kelima, dalam menghadapi persaingan ekonomi global, Indonesia tidak mungkin


mampu bersaing pada produk-produk yang sudah dikuasai negara maju. Indonesia
tidak mampu bersaing dalam industri otomotif, eletronika, dll dengan negara maju
seperti Jepang, Korea Selatan, Jerman atau Perancis. Karena itu, Indonesia harus
memilih produk-produk yang memungkinkan Indonesia memiliki keunggulan
bersaing di mana negara-negara maju kurang memiliki keunggulan pada produk-
produk yang bersangkutan. Produk yang mungkin Indonesia memiliki keunggulan
bersaing adalah produk-produk agribisnis, seperti barangbarang dari karet, produk
turunan CPO (detergen, sabun, palmoil, dll). Biarlah Jepang menghasilkan mobil,
tetapi Indonesia menghasilkan ban-nya, bahan bakar (palmoil diesel), palmoil-
lubricant

1.2 Rumusan Masalah


Dalam makalah ini akan dibahas permasalahan mengenai kelembagaan
pendukung bagi pengembangan agribisnis tanaman pangan dan hortikultura, yang
diantaranya :

1.2.1 Apakah sistem agribisnis itu dan subsistem apa sajakah yang tercangkup
dalam sistem agribisnis?

1.2.3 Bagaimanakah keragaan dan peranan Kelembagaan agribisnis ?

1.2.4 Permasalahan apa sajakah yang terdapat dalam kelembagaan agribisnis ?

1.2.5 Bagaimana cara memperkuat kelembagaan yang ada dalam agribisnis ?

1.3 Tujuan

Setelah mempelajari materi mengenai kelembagaan pendukung bagi


pengembangan agribisnis tanaman pangan dan hortikultura, diharapkan
mahasiswa dapat :

1.3.1 Memahami apa yang dimaksud dengan sistem agribisnis dan mengetahui
macam macam subsistem yang tercangkup dalam sistem agribisnis

1.3.2 Menjelaskan keragaan dan peranan kelembagaan agribisnis

1.3.3 Menganalisis berbagai permasalahan dalam kelembagaan agribisnis ?

1.3.4 Menunjukkan cara memperkuat kelembagaan yang ada dalam agribisnis ?


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Lembaga

Apa yang dimaksud dengan lembaga ?Konsep sosiologis berbeda dengan konsep
yang umum digunakan.Sebuah lembaga bukanlah sebuah bangunan , bukan
sekelompok orang dan juga bukan sebuah organisasi.Lembaga ( institution )
adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh
masyarakat dianggap penting, atau secara formal sekumpulan kebiasaan dan tata
kelakuan yang berkisar pada suatu kegiatan pokok manusia.Lembaga adalah
proses-proses terstruktur ( tersusun ) untuk melaksanakan berbagai kegiatan
tertentu.

Lembaga tidak mempunyai anggota tetapi mempunyai pengikut.Pembedaan


antara anggota dan pengikut sangat halus namun penting. Yang perlu kita ingat
hanyalah bahwa lembaga selalu merupakan sistem gagasan dan perilaku yang
terorganisasi yang ikut serta dalam perilaku itu .Setiap lembaga itu mempunyai
kumpulan Asosiasinya dan melalui asosiasi itulah norma-norma lembaga itu
dilaksanakan.

Lembaga adalah sistem hubungan social yang terorganisasi yang


mengejawantahkan nilai-nilai serta prosedur umum tertentu dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat. Dalam definisi ini nilai-nilai umum
mengacu pada cita-cita dan tujuan bersama , prosedur umum adalahpola-pola
perilaku yang dibakukan dan di ikuti dan sistem hubungan adalah jaringan peran
serta status yang menjadi wahana untuk melaksanakan perilaku tersebut .

Lembaga muncul sebagai produk kehidupan social yang sungguh tidak


direncanakan. Orang mencari-cari cara yang praktis untuk memenuhi
kebutuhannya,mereka menemukan beberapa pola yang dapat dilaksanakan yang
menjadi kebiasaan yang baku karena terus menerus diulangi. Dari waktu kewaktu
orang mungkin bergabung untuk mengkodifikasikan dan melegalisasikan praktek-
praktek tersebut karena terus berkembang dan berubah .Dengan cara itulah
lembaga tumbuh.

Kelembagaan terdiri dari penetapan norma-norma yang pasti yang menentukan


posisi status dan fungsi peranan untuk perilaku. Kelembagaan mencakup
penggantian perilaku spontan atau eksperimental dengan perilaku yang
diharapkan,dipolakan,teratur dan dapat diramalkan . Seperangkat hubungan social
akan melembaga apabila sudah dikembangkan suatu sistem yang teratur tentang
status dan peran serta sistem harapan status dan peran sudah umum diterima oleh
masyarakat.

Di dalam kelembagaan terjadi suatu hubungan timbal balik seperti halnya pada
kelembagaan pendukung dalam pengembangan agribisnis dan hortikultura.

(sumber:Hill,1999)

2.2 Kelembagaan Pendukung Pengembangan Agribisnis

Agribisnis adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang suatu sistem pertanian
yang bertujuan untuk memperoleh pendapatan yang paling tinggi baik berbentuk
natura maupun uang melalui usaha dibidang pertanian.

Keberdaan kelembagaan pendukung pengembangan agribisnis nasional sangat


penting untuk menciptakan agribisnis Indonesia yang tangguh dan kompetitif.
Lembaga-lembaga pendukung tersebut sangat menentukan dalam upaya
menjamin terciptanya integrasi agribisnis dalam mewujudkan tujuan
pengembangan agribisnis. Beberapa lembaga pendukung pengembangan
agribisnis adalah:
(1)pemerintah
(2)lembaga pembiyatan
(3)lembaga pemasaran dan disitribusi
(4)koperasi
(5)lembaga pendidikan formal dan informal
(6)lembaga penyuluhan
(7)lembaga Riset Agribisnis
(8) lembaga penjamin dan penanggungan resiko

Peranan lembaga-lembaga pendukung pengembangan agribisnis

(1)Pemerintah
Lembaga pemerintah mulai tingkat pusat sampai tingkat daerah, memiliki
wewenang, regulasi dalam menciptakan lingkungan agribinis yang kompetitif dan
adil.
(2)Lembaga pembiayaan
Lembaga pembiayaan memegang peranan yang sangat penting dalam penyediaan
modal investasi dan modal kerja, mulai dari sektor hulu sampai hilir. Penataan
lembaga ini segera dilakukan, terutama dalam membuka akses yang seluas-
luasnya bagi pelaku agribisnis kecil dan menengah yang tidak memilki aset yang
cukup untuk digunkan guna memperoleh pembiayaan usaha.

(3) Lembaga pemasaran dan disitribusi


Peranan lembaga ini sebagai ujung tombak keberhasilan pengembangan agribinis,
karena fungsinya sebagai fasilitator yang menghubungkan antara deficit unit
(konsumen pengguna yang membutuhkan produk) dan surplus unit ( produsen
yang menghasilkan produk).

(4) Koperasi
Peranan lembaga ini dapat dilihat dari fungsinya sebagai penyalur input-input dan
hasil pertanian. Namun di Indonesia perkembangan KUD terhambat karena KUD
dibentuk hanya untuk memenuhi keinginan pemerintah, modal terbatas, pengurus
dan pegawai KUD kurang profesional.

(5) Lembaga pendidikan formal dan informal


Tertinggalnya Indonesia dibandingkan dengan negara lain, misalnya Malaysia,
lemabaga ini sangat berperan sangat besar dalam pengembagan agribisnis
dampaknya Malaysia sebagai raja komoditas sawit. Demikian juga Universitas
Kasetsart di Thailand telah berhasil melahirkan tenaga-tenaga terdidik di bidang
agribisnis, hal ini dibuktikan dengan berkembangnya agribisnis buah-buhan dan
hortikultura yang sangat pesat. Oleh karena itu, ke depan pemerintah hanyalah
sebagai fasilitator bukan sebagai pengatur dan penentu meknisme sistem
pendidikan. Dengan demikian diharapkan lembaga pendidikan tinggi akan mampu
menata diri dan memiliki ruang gerak yang luas tanpa terbelenggu oleh aturan
main yang berbelit-belit.

(6) Lembaga penyuluhan


Keberhasilan Indonesia berswasembada beras selama kurun waktu 10 tahun
(1983-1992) merupakan hasil dari kerja keras lembaga ini yang konsisiten
memperkenalkan berbagai program, seperti Bimas, Inmas, Insus, dan Supra Insus.
Peranan lembaga ini akhir-akhir ini menurun sehingga perlu penataan dan upaya
pemberdayaan kembali dengan deskripsi yang terbaik. P peranannanya bukan lagi
sebagai penyuluh penuh, melainkan lebih kepada fasilitator dan konsultan
pertanian rakyat.

(7) Lembaga Riset Agribinis


Lembaga ini jauh ketinggalan jika dibandingkan dengan negara lain yang
dahulunya berkiblat ke Indonesia. Semua lembaga riset yang terkait dengan
agribinis harus diperdayakan dan menjadikan ujung tombak untuk mengahasilkan
komoditas yang unggul dan daya saing tinggi. Misalnya Meksiko dapat
memproduksi buah avokad yang warna daging buahnya kuning kehijau-hijauan,
kulit buah bersih dan halus, dan bentuk buah yang besar dengan biji yang kecil.

(8) Lembaga penjamin dan penanggungan resiko.


Resiko dalam agribisnis tergolong besar, namun hampir semuanya dapat diatasi
dengan teknologi dan manajemen yang handal. Instrumen heading dalam bursa
komoditas juga perlu dikembangkan guna memberikan sarana penjaminan
bebagai resiko dalam agribisnis dan industri pengolahannya.

(sumber:anonimous a,2012)

BAB III

PEMBAHASAN
3.1 Definisi Sistem Agribisnis Dan Subsistem Yang Tercangkup Di Dalamnya

Agribisnis sebagai suatu sistem atau sistem agribisnis merupakan seperangkat


unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas.
Dalam memproduksi terdapat beberapa subsistem yaitu :

1. Subsistem Penyediaan Sarana Produksi

Sub sistem penyediaan sarana produksi menyangkut kegiatan pengadaan dan


penyaluran. Kegiatan ini mencakup Perencanaan, pengelolaan dari sarana
produksi, teknologi dan sumberdaya agar penyediaan sarana produksi atau input
usahatani memenuhi kriteria tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat mutu dan
tepat produk.Sedangkan dalam penyediaan peralatan dan bahan pertanian didapat
dari koperasi desa maupun toko pertanian berupa cangkul, sabit, pupuk, benih,
dan bibit serta peralatan lain yang mendukung.

1. Subsistem Usahatani atau proses produksi

Sub sistem ini mencakup kegiatan pembinaan dan pengembangan usahatani dalam
rangka meningkatkan produksi primer pertanian. Termasuk kedalam kegiatan ini
adalah perencanaan pemilihan lokasi, komoditas, teknologi, dan pola usahatani
dalam rangka meningkatkan produksi primer.

1. Subsistem Agroindustri/pengolahan hasil

Lingkup kegiatan ini tidak hanya aktivitas pengolahan sederhana di tingkat petani,
tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan mulai dari penanganan pasca panen
produk pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan dengan maksud untuk
menambah value added (nilai tambah) dari produksi primer tersebut. Dengan
demikian proses pengupasan, pembersihan, pengekstraksian, penggilingan,
pembekuan, pengeringan, dan peningkatan mutu.

1. Subsistem Pemasaran

Sub sistem pemasaran mencakup pemasaran hasil-hasil usahatani dan agroindustri


baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Kegiatan utama subsistem ini adalah
pemantauan dan pengembangan informasi pasar dan market intelligence pada
pasar domestik dan pasar luar negeri.

1. Subsistem Penunjang

Subsistem ini merupakan penunjang kegiatan pra panen dan pasca panen yang
meliputi :
* Sarana Tataniaga = berkaitan dengan rantai pemasaran

* Perbankan/perkreditan = berkaitan dengan asal permodalan usaha

* Penyuluhan Agribisnis = penyampaian informasi pada kelompok tani

* Kelompok tani = himpunan para petani

* Infrastruktur agribisnis = meliputi jalan atau prasarana yang lainnya

* Koperasi Agribisnis = badan yang memberikan bantuan bagi kelompok tani

* BUMN = badan usaha milik negara yang turut membantu kelompok tani

* Swasta = dimiliki oleh perorangan

* Penelitian dan Pengembangan = untuk pencapaian hasil yang maksimal

* Pendidikan dan Pelatihan = mengasah ketrampilan pelaku usaha

* Transportasi = melancarkan rangkaian tata niaga

* Kebijakan Pemerintah = mengatur seluruh kegiatan yang dinaunginya

( Sumber : Anonymousb,2012)

3.2 Keragaan dan Peranan Kelembagaan Agribisnis

Keberhasilan pembangunan sektor agribisnis tidak terlepas dari faktor manusia


sebagai pelaku dalam pelaksanaan pengembangan agribisnis.Kelembagaan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan agribisnis. Yang
dimaksud dengan kelembagaan adalah organisasi yang mampu menghasilkan
ragam produk yang dapat memanfaatkan dan mengembangkan keunggulan
komparatif atau keunggulan kompetitif. Untuk lebih mengenal kelembagaan yang
terkait dalam sistem agribisnis, berikut ini akan disajikan berbagai bentuk
kelembagaan yang terkait dalam sistem agribisnis.

Kelembagaan sarana produksi

Kelembagaan sarana produksi merupakan kelembagaan ekonomi yang bergerak di


bidang produksi, penyediaan dan penyaluran sarana produksi seperti : BUMN,
Koperasi Unit Desa (KUD) dan usaha perdagangan swasta. Kelembagaan ini pada
umumnya melakukan usaha dalam produksi, perdagangan/ pemasaran saran
produksi seperti pupuk, pestisida, dan benih/ bibit tanaman yang diperlukan
petani.

1) Produsen Saprodi

Kelembagaan sarana produksi ini ada yang berfungsi sebagai produsen atau
perusahaan yang bergerak di bidang industri pupuk seperti PT Pusri, PT Pupuk
Kujang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kaltim, PT Pupuk Iskandar Muda dan
PT ASEAN Aceh Fertilizer. Produsen pupuk tersebut menghasilkan pupuk Urea,
SP-36, dan ZA. Selain dari produsen pupuk, ada pula perushaan yang
memproduksi pestisida (sebagai formulator) dan produsen penghasil pupuk
alternatif seperti pupuk Pelengkap Cair (PPC), Zat Pengatur Tumbuh (ZPT), dan
sebagainya. Selain itu terdapat pula kelembagan yang bergerak di bidang produksi
benih, baik BUMN seperti PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani, maupun
perusahaan swasta penghasil benih seperti PT BISI, PT CArgil, PT Pionir dan
sebagainya.

2) Distributor / penyalur saprodi

Kelembagaan ekonomi yang bergerak di bidang distribusi/ penyaluran sarana


produksi ini cukup banyak jumlahnya, baik yang berstatus sebagai perusahaan
BUMN maupun swasta dan koperasi / KUD.Kelembagaan ini tersebar di sentra-
sentra produksi tanaman pangan dan holtikultura di daerah.Di tingkat pedesaan
kelembagaan ini berwujud sebagai kios-kios sarana produksi dan tempat
pelayanan koperasi (TPK) yang berfungsi sebagai pengecer sarana produksi
langsung kepada petani selaku konsumen.

3) Asosiasi

Untuk mengkoordinasikan kegiatan baik di bidang produksi maupun distribusi


sarana produksi,biasanya beberapa kelembagaan usaha membentuk asosiasi. Di
bidang produksi ada asosiasi produsen pupuk Indonesia (APPI) yang meliputi
produsen pupuk perusahaan BUMN, sedang di bidang ekspor/impor ada asosiasi
niaga pupuk Indonesia (ANPI) yang merupakan wadah bagi eksportir/importer
pupuk.

Kelembagaan Usaha Tani/ Produksi

Kelembagaan agribisnis yang bergerak di bidang usaha tani/produksi meliputi :

1) Rumah Tangga petani sebagai unit usaha terkecil di bidang tanaman pangan
dan hortikultura;

2) kelembagaan tani dalam bentuk kelompok tani, dan


3) kelembagaan usaha dalam bentuk perusahaan budidaya tanaman pangandan
holtikultura.

Jumlah rumah tangga petani sebagai unit usaha tani yang bergerak di bidang
tanaman pangan dan holtikultura berjumlah + 18, 1 juta unit, sedang kelembagaan
petani dalam bentuk kelompok tani berjumlah 354.894 kelompok 7. Dari jumlah
kelompok tani tersebut sebanyak 127.339 kelompok (37,1%) kelas pemula,
sebanyak 119.971 kelompok (33,8%) kelas lanjut, sebanyak 73.814 kelompok
(20.8%) kelas madya dan 23.016 kelompok (6.5%) kelas utama. Sisanya sebanyak
10.754 kelompok (3.0%) belum dikukuhkan.Baik unit-unit usaha tani dalam
bentuk rumah tangga petani maupun kelompok tani, merupakan kelembagaan
non-formal yang melaksanakan fungsi agribisnis di pedesaan. Kelompok tani
sebagai bentuk kelembagaan yang lebih maju dan terorganisasi, berfungsi sebagai
:

1) wadah berproduksi,

2) wahana kerjasama antar anggota kelompok tani, dan

3) kelas belajar di antara petani/ anggota kelompok tani.

Selain dari kelembagaan non-formal tersebut di atas, di bidang produksi tanaman


pangan dan holtikultura terdapat pula kelembagaan yang relatif lebih maju
(kelembagaan usaha) dan lebih modern.Kelembagaan tersebut berupa
kelembagaan usaha budidaya tanaman pangan dan holtikultura.Kelembagaan ini
dapat berwujud perusahaan budidaya murni atau perusahaan budidaya terpadu
dengan pengolahan (agroindustri).Pengelolaan perusahaan budidaya ini dilakukan
dengan manajemen yang lebih maju, dan status legalnya adalah sebagai
perusahaan berbadan hokum yang memang dirancang dengan baik melalui
investasi di bidang usaha budidaya tanaman. Bentuk investasinya dapat berupa
penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing
(PMA), dua-duanya mendapat fasilitas dari pemerintah sesuai dengan Undang-
undang No. 1 Tahun 1967 jo. Undang-Undang No 11 tahun 1970 untuk PMA dan
Undang-undang no. 6 tahun 1968 jo. Undang-undang no 12 tahun 1972 untuk
PMDN. Selain dari PMA dan PMDN ada pula investasi di luar ketentuan tersebut
(non fasilitas) yang dilakukan oleh pengusaha dalam negeri (swasta nasional).

Jumlah perusahaan yang melakukan investasi di bidang tanaman pangan dan


holtikultura terdiri dari PMA sebanyak 53 perusahaan, PMDN sebanyak 209
perusahaan, dan swasta nasional non-fasilitas sebanyak 45 perusahaan.8 Iklim
usaha yang belum kondusif, tampaknya mengakibatkan perkembangan investasi
di bidang

usaha budidaya tanaman pangan dan holtikultura ini berjalan sangat lambat,
meskipun pemerintah telah berupaya menerapkan kebijaksanaan deregulasi dan
debirokratisasi.
Kelembagaan Pasca Panen Dan Pengolahan Hasil

Kelembagaan yang terkait dengan pasca panen dan pengolahan hasil ini dapat
dibedakan antara lain :

1) kelembagaan yang melakukan usaha di bidang pasca panen meliputi : usaha


perontokan, seperti usaha pelayanan jasa alsintan (UPJA) power thresher dan corn
sheller, usaha pelayanan jasa alsintan pengeringan dengan alsin dryer, usaha
pelayanan jasa alsintan panen dengan reaper, usaha pengemasan sortasi grading
yang dilakukan oleh pedagang dan sebagainya;

2) kelembagaan usaha di bidang pengolahan (agroindustri) seperti perusahaan


penggilingan padi yang beroperasi sampai dengan tahun 1997 sebanyak 74.000
unit, industri tepung tapioca, industri pembuatan tahu/ tempe, industri
kecap,industri kripik emping, industri pembuatan selai, industri pembuatan juice
buah-buahan, industry pengalengan buah-buahan dan sebagainya,

3) kelembagaan lumbung desa yang berperan untuk mengatasi masalah pangan


yaitu untuk memenuhi kebutuhan pangan yang sangat mendesak, di mana
ketersediaan pangan tidak mencukupi sementara untuk memperolehnya
masyarakat relative tidak memiliki daya beli. Lumbung desa ini dikelola oleh
LKMD. Dilihat dari skala usaha, unit usaha di bidang pasca panen dan
pengolahan hasil ini meliputu usahadalam skala kecil (skala rumah tangga), skala
menengah dan skala besar yang dikelola dalam bentuk perusahaan industri
pengolahan hasil pertanian, yang tersebar baik di pedesaan maupun di kota.

Kelembagaan Pemasaran Hasil

Kelembagaan sangat penting dalam pemasaran hasil .karena melalui kelembagaan


ini arus komoditi atau barang berupa hasil pertanian dari produsen disampaikan
kepada konsumen akan lebih terjangkau. Kelembagaan pemasaran meliputi
kelembagaan yang terkait dalam sistem tata niaga hasil pertanian sejak lepas dari
produsen ke konsumen. Kelembagaan tersebut dapat berupa pedagang pengumpul
yang ada di daerah produsen (kabupaten/kecamatan), pedagang antar daerah yang
berada di kabupaten dan provinsi, dan pedagang grosir yang ada di kabupaten dan
provinsi, dan pedagang pengecer ke konsumen.Kelembagaan pemasaran ini dapat
pula dikelompokkan kedalam perusahaan BUMN seperti Dolog yang ada di 27
provinsi dengan kegiatan pengadaan dan distribusi pangan (beras), swasta dan
koperasi/ KUD yang melakukan kegiatan pemasaran hasil. Jumlah KUD yang
menangani komoditi tanaman pangan dan holtikultura sebanyak 6.148 KUD
(1997).9 Selain dari kelembagaan pemasaran tersebut di atas terdapat pula
asosiasi pemasaran hasil tanaman pangan dan holtikultura yang terdiri dari :

1) asosiasi bunga Indonesia yang meliputi 23 perusahaan,


2) asosiasi pemasaran holtikultura yang merupakan gabungan dari 13 pengusaha
yang melakukan pemasaran baik dalam negeri maupun luar negeri,

3) asosiasi eksportir holtikultura yang terdiri dari 17 perusahaan eksportir,

4) gabungan perusahaan makanan ternak (GPMT) merupakan gabungan beberapa


perusahaan makanan ternak yang melakukan kegiatan pemasaran dalam negeri
dan impor,

5) asosiasitepung tapioca Indonesia (ATTI) yang melakukan kegiatan produksi


tepung tapioca dan pemasaran baik di dalam maupun luar negeri.

Semakin efisien sistem tataniaga hasil pertanian, semakin sederhana pula jumlah
mata rantai tataniaga yang diperlukan. Pada umumnya kelembagaan pemasaran
ini merupakan unit-unit usaha di bidang

jasa perdagangan, termasuk juga usaha jasa transportasi hasil pertanian.

Kelembagaan Jasa Layanan Pendukung

Di dalam sistem agribisnis terdapat pula subsistem jasa layanan pendukung


dengan berbagai kelembagaan yang sangat berbeda fungsinya. Kelembagaan ini
sangat menentukan keberhasilan kelembagaan agribisnis dalam mencapai
tujuannya.Di antara banyak kelembagaan jasa layanan pendukung ada beberapa
yang dianggap penting, antara lain :

1) Kelembagaan di Bidang Permodalan

Kelembagaan ini juga sangat bervariasi mulai dari perbankan (Bank Umum dan
Bank Perkreditan Rakyat/ BPR), Dana Ventura (sebagai lembaga keuangan non
bank), maupun dana dari penyisihan keuntungan BUMN. Kelembagaan
permodalan ini menyediakan modal bagi sektor agribisnis baik berbasis komersial
murni maupun menyalurkan kredit program yang di skemakan oleh pemerintah.

2) Kelembagaan di Bidang Penyediaan Alsintan

Wujud kelembagaan ini berupa perusahaan/ industri pembuatan dan perakitan


alsintan baik skala besar maupun skala menengah dan kecil, termasuk usaha
perbengkelan yang melakukan perakitan dan pembuat alsintan sederhana yang
tersebar di daerah-daerah.Usaha perbengkelan dan produsen alsintan mempunyai
peranan yang sangat penting dalam mendukung keberhasilan pendayagunaan dan
pengembangan alsintan melalui usaha pelayanan jasa. Dari 335 usaha
perbengkelan yang telah dibina sampai saat ini, ada yang masih belum berfungsi
sebagaimana yang diharapkan. Dari 335 usaha perbengkelan binaan tersebut,
diantaranya terdapat sebanyak 136 usaha perbengkelan sudah dievaluasi dengan
hasil 96 usaha perbengkelan (70,58%) masih berfungsi sebagai usaha
perbengkelan alsintan, sisanya beralih fungsi pada usaha perbengkelan non
alsintan.

3) Kelembagaan Aparatur

a) Kelembagaan aparatur yang melaksanakan fungsi pelayanan / penyuluhan


adalah Balai Penyuluhan Pertanian (BPP). Jumlah BPP yang ada saat ini sebanyak
3.083 unit. Di samping BPP, ada pula Balai Informasi dan Penyuluhan Pertanian
(BIPP), merupakan kelembagaan baru dari peningkatan status BPP yang ada.
Jumlah BIPP telah mencapai 250 unit, di mana direncanakan setiap Pemda
Tingkat II Kabupaten/ Kotamadya memiliki kelembagaan BIPP masing-masing
sebanyak 1 unit.

b) Selain dari kelembagaan penyuluhan, ada pula kelembagaan aparatur yang


memiliki fungsi pengaturan dan pembinaan yaitu organisasi pemerintah baik di
pusat (Deptan dan instansi lintas sektor terkait dalam pengembangan agribisnis)
dan tingkat provinsi (Kanwil Pertanian dan instansi terkait serta dinas pertanian
dan instansi terkait di tingkat kabupaten. Dalam kelembagaan aparatur ini
termasuk juga kelembagaan penelitian sebagai sumber teknologi dalam
pengembangan agribisnis.

( Sumber : Kolff,1937 )

3.3 Permasalahan dalam Kelembagaan Agribisnis

1. Kebijaksanaan pemerintah yang kurang mendukung

Berbagai kebijaksanaan pemerintah yang menumbuhkan kelembagaan yang


melalui top-down policy sepertinya masih belum dapat menghasilkan
kelembagaan agribisnis yang kuat dan mandiri. Dalam hal ini,kadang dadapatkan
penyuluhan yang kurang detail karena dukungan dari pemerintah yang kurang
seperi halnya bantuan atas fasilitas yang sangat diperlukan kelompok tani miskin
dalam merealisasikan apa yang telah didapatkannya dari penyuluhan yang telah
didapatkannya.

1. Masalah intern kelembagaan

Apabila ditelusuri lebih jauh ke dalam setiap subsistem agribisnis akan ditemukan
titik-titik rawan dalam produksi petani berupa kelembagaan yang kinerjanya
kurang maksimal, sebagai berikut :

1. Kelembagaan sarana produksi, biaanya petani pada umumnya masih


menggunakan peralatan tradisional yang masih dalam takaran rendah.
Sehingga tidak tersedianya peralatan modern yang mendukung dari
lembaga agribisnis tersebut.
2. Kelembagaan pasca panen dan pengolahan hasil, seperti yang dijelaskan
bahwa para petani langsung menjual hasil panen dan tidak mengolah lebih
lanjut. Hal itu karena tidak ada penyuluhan bagaimana hasil produksi
tersebut diolah lebih lanjut dan menjadi apa.
3. Kelembagaan masalah pemasaran

Efisiensi pemasaran yang rendah karena panjangnya rantai pemasaran


serta biaya transportasi yang tinggi
Fluktuasi harga yang besar, dalam berusaha sering terjadi juga petani
mengalami kerugian karena harga hasil produksi yang tidak menetap.
Sehingga anjloknya harga membuat keuntungan yang didapatkan sangat
minimum.

1. Permodalan usaha, modal yang didapat adalah modal sendiri, sehingga


tidak ada bantuan modal lain sebagai modal tambahan.
2. Kelembagaan jasa layanan pendukung yaitu berupa bank perkreditan
rakyat yang berperan sebagai sarana untuk meminjam uang yang
digunakan sebagai dana proses produksi dan koperasi yang menyediakan
peralatan dan pupuk serta benih, bibit yang jumlahnya terbatas.

( Sumber : Anonymousc,2012 )

3.4 Memperkuat Kelembagaan Agribisnis

1. Pembangunan Agribisnis merupakan pembangunan industri dan


pertanian serta jasa yang dilakukan sekaligus, dilakukan secara simultan dan
harmonis.Hal ini dapat diartikan bahwa perkembangan pertanian, industri dan jasa
harus saling berkesinambungan dan tidak berjalan sendiri-sendiri. Yang sering
kita dapatkan selama ini adalah industri pengolahan (Agroindustri) berkembang di
Indonesia, tapi bahan bakunya dari impor dan tidak (kurang) menggunakan bahan
baku yang dihasilkan pertanian dalam negeri. Dipihak lain, peningkatan produksi
pertanian tidak diikuti oleh perkembangan industri pengolahan ( Membangun
industri berbasis sumberdaya domestik/lokal).

2. Membangun Agribisnis adalah membangun keunggulan bersaing diatas


keunggulan komparatif yaitu melalui transformasi pembangunan kepada
pembangunan yang digerakkan oleh modal dan selanjutnya digerakkan oleh
inovasi. Sehingga dengan adanya pembangunan agribisnis dapat membantu
mentransformasikan perekonomian Indonesia dari berbasis pertanian dengan
produk utama (Natural resources and unskill labor intensive) kepada
perekonomian berbasis industri dengan produk utama bersifat Capital and skill
Labor Intesif dan kepada perekonomian berbasis inovasi dengan produk utama
bersifat Innovation and skill labor intensive. Dalam arti bahwa membangun daya
saing produk agribisnis melalui transformasi keunggulan komparatif menjadi
keunggulan bersaing, yaitu dengan cara:

a.) Mengembangkan subsistem hulu (pembibitan, agro-otomotif, agro-kimia) dan


pengembangan subsistem hilir yaitu pendalaman industri pengolahan ke lebih hilir
dan membangun jaringan pemasaran secara internasional, sehingga pada tahap ini
produk akhir yang dihasilkan sistem agribisnis didominasi oleh produk-produk
lanjutan atau bersifat capital and skill labor intensive.

b.) Pembangunan sistem agribisnis yang digerakkan oleh kekuatan inovasi. Pada
tahap ini peranan Litbang menjadi sangat penting dan menjadi penggerak utama
sistem agribisnis secara keseluruhan. Dengan demikian produk utama dari sistem
agribisnis pada tahap ini merupakan produk bersifat Technology intensive and
knowledge based.

c.) Perlu orientasi baru dalam pengelolaan sistem agribisnis yang selama ini hanya
pada peningkatan produksi harus diubah pada peningkatan nilai tambah sesuai
dengan permintaan pasar serta harus selalu mampu merespon perubahan selera
konsumen secara efisien..

3. Menggerakkan kelima subsistem agribisnis secara simultan, serentak dan


harmonis. Oleh karena itu untuk menggerakkan Sistem agribisnis perlu dukungan
semua pihak yang berkaitan dengan agribisnis/ pelaku-pelaku agribisnis mulai
dari Petani, Koperasi, BUMN dan swasta serta perlu seorang Dirigent yang
mengkoordinasi keharmonisan Sistem Agribisnis.

4. Menjadikan Agroindustri sebagai A Leading Sector.Agroindustri adalah


industri yang memiliki keterkaitan ekonomi (baik langsung maupun tidak
langsung) yang kuat dengan komoditas pertanian. Keterkaitan langsung mencakup
hubungan komoditas pertanian sebagai bahan baku (input) bagi kegiatan
agroindustri maupun kegiatan pemasaran dan perdagangan yang memasarkan
produk akhir agroindustri. Sedangkan keterkaitan tidak langsung berupa kegiatan
ekonomi lain yang menyediakan bahan baku (input) lain diluar komoditas
pertanian, seperti bahan kimia, bahan kemasan, dll. Dalam mengembangkan
agroindustri, tidak akan berhasil tanpa didukung oleh agroindustri penunjang lain
seperti industri pupuk, industri pestisida, industri bibit/benih, industri pengadaan
alat-alat produksi pertanian dan pengolahan agroindustri seperti industri mesin
perontok dan industri mesin pengolah lain. Dikatakan Agroindustri sebagai A
Leading Sector apabila memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Memiliki pangsa yang besar dalam perekonomian secara keseluruhan sehingga


kemajuan yang dicapai dapat menarik pertumbuhan perekonomian secara total.

b. Memiliki pertumbuhan dan nilai tambah yang relatif tinggi


c. Memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang cukup besar sehingga
mampu menarik pertumbuhan banyak sektor lain.

d. Keragaan dan Performanya berbasis sumberdaya domestik sehingga efektif


dalam membangun daerah serta kuat dan fleksibel terhadap guncangan eksternal.

e. Tingginya elastisitas harga untuk permintaan dan penawaran.

f. Elastisitas Pendapatan untuk permintaan yang relatif besar

g. Angka pengganda pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif besar

h. Kemampuan menyerap bahan baku domestic

i. Kemampuan memberikan sumbangan input yang besar.

5. Membangun Sistem agribisnis melalui pengembangan Industri Perbenihan

Industri Perbenihan merupakan mata rantai terpenting dalam pembentukan atribut


produk agribisnis secara keseluruhan. Untuk membangun industri perbenihan
diperlukan suatu rencana strategis pengembangan industri perbenihan
nasional.Oleh karena itu pemda perlu mengembangkan usaha perbenihan (benih
komersial) berdasar komoditas unggulan masing-masing daerah, yang selanjutnya
dapat dikembangkan menjadi industri perbenihan modern. Pada tahap berikutnya
daerah-daerah yang memiliki kesamaan agroklimat dapat mengembangkan
jenjang benih yang lebih tinggi seperti jenjang benih induk,

6. Dukungan Industri Agro-otomotif dalam pengembangan sistem agribisnis.

Dalam rangka memodernisasi agribisnis daerah, perlu pengembangan banyak


jenis dan ragam produk industri agro-otomotif untuk kepentingan setiap sub
sistem agribisnis.Untuk kondisi di Indonesia yang permasalahannya adalah skala
pengusahaan yang relatif kecil, tidak ekonomis bila seorang petani memiliki
produk agro-otomotif karena harganya terlalu mahal.Oleh karena itu perlu adanya
rental Agro-otomotif yang dilakukan oleh Koperasi Petani atau perusahaan agro-
otomotif itu sendiri.

Dukungan Industri Pupuk dalam pengembangan sistem agribisnis.

Pada waktu yang akan datang industri pupuk perlu mengembangkan sistem
Networking baik vertikal(dari hulu ke hilir) maupun Horisontal (sesama
perusahaan pupuk), yaitu dengan cara penghapusan penggabungan perusahaan
pupuk menjadi satu dimana yang sekarang terjadi adalah perusahaan terpusat pada
satu perusahaan pupuk pemerintah.
7. Pengembangan Sistem Agribisnis melalui pengembangan sistem informasi
agribisnis.

Dalam membangun sistem informasi agribisnis, ada beberapa aspek yang perlu
diperhatikan adalah informasi produksi, informasi proses, distribusi, dan
informasi pengolahan serta informasi pasar.

8. Tahapan pembangunan cluster Industri Agribisnis.

Tahapan pembangunan sistem agribisnis di Indonesia:

a. Tahap kelimpahan faktor produksi yaitu Sumberdaya Alam dan Tenaga Kerja
tidak terdidik. Serta dari sisi produk akhir, sebagian besar masih menghasilkan
produk primer.Perekonomian berbasis pada pertanian.

b. Akan digerakkan oleh kekuatan Investasi melalui percepatan pembangunan dan


pendalaman industri pengolahan serta industri hulu pada setiap kelompok
agribisnis. Tahap ini akan menghasilkan produk akhir yang didominasi padat
modal dan tenaga kerja terdidik, sehingga selain menambah nilai tambah juga
pangsa pasar internasional. Perekonomian berbasis industri pada agribisnis.

c. Tahap pembangunan sistem agribisnis yang didorong inovasi melalui kemajuan


teknologi serta peningkatan Sumberdaya manusia.Tahap ini dicirikan kemajuan
Litbang pada setiap sub sistem agribisnis sehingga teknologi mengikuti pasar.
Perekonomian akan beralih dari berbasis Modal ke perekonomian berbasis
Teknologi.

9. Membumikan pembangunan sistem Agribisnis dalam otonomi daerah

Pembangunan Ekonomi Desentralistis-Bottom-up, yang mengandalkan industri


berbasis Sumberdaya lokal. Pembangunan ekonomi nasional akan terjadi di setiap
daerah.

10. Dukungan perbankan dalam pengembangan sistem agribisnis di daerah.

Ketersediaan skim pembiayaan dari perbankan akan sangat menentukan maju


mundurnya agribisnis daerah. Selama ini yang terjadi adalah sangat kecilnya
alokasi kredit perbankan pada agribisnis daerah, khususnya pada on farm
agribisnis.Selama 30 tahun terakhir, keluaran kredit pada on farm agribisnis di
daerah hanya kurang dari 20 % dari total kredit perbankan.Padahal sekitar 60 %
dari penduduk Indonesia menggantungkan kehidupan ekonominya pada on farm
agribisnis.Kecilnya alokasi kredit juga disebabkan dan diperparah oleh sistem
perbankan yang bersifat Branch Banking System. Sistem Perbankan yang
demikian selama ini, perencanaan skim perkreditan (jenis, besaran, syarat-syarat)
ditentukan oleh Pusat bank yang bersangkutan/sifatnya sentralistis, yang biasanya
menggunakan standart sektor non agribisnis, sehingga tabungan yang berhasil
dihimpun didaerah, akan disetorkan ke pusat, yang nantinya tidak akan kembali
ke daerah lagi. Oleh karena itu perlunya reorientasi Perbankan, yaitu dengan
merubah sistem perbankan menjadi sistem Unit Banking system (UBS), yakni
perencanaan skim perkreditan didasarkan pada karakteristik ekonomi lokal.

11. Pengembangan strategi pemasaran

Pengembangan strategi pemasaran menjadi sangat penting peranannya terutama


menghadapi masa depan, dimana preferensi konsumen terus mengalami
perubahan, keadaan pasar heterogen. Dari hal tersebut, sekarang sudah mulai
mengubah paradigma pemasaran menjadi menjual apa yang diinginkan oleh pasar
(konsumen). Sehingga dengan berubahnya paradigma tersebut, maka pengetahuan
yang lengkap dan rinci tentang preferensi konsumen pada setiap wilayah, negara,
bahkan etnis dalam suatu negara, menjadi sangat penting untuk segmentasi pasar
dalam upaya memperluas pasar produk-produk agribisnis yang dihasilkan. Selain
itu diperlukan juga pemetaan pasar (market mapping) yang didasarkan preferensi
konsumen, yang selanjutnya digunakan untuk pemetaan produk (product
mapping)..Selain itu juga bisa dikembangkan strategi pemasaran modern seperti
strategi aliansi antar produsen, aliansi produsen-konsumen, yang didasarkan pada
kajian mendalam dari segi kekuatan dan kelemahan.

12. Pengembangan sumberdaya agribisnis.

Pengembangan sektor agribisnis dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan


pasar, sehingga diperlukan pengembangan sumberdaya agribisnis, khususnya
pemanfaatan dan pengembangan teknologi serta pembangunan kemampuan
Sumberdaya Manusia (SDM) . Dalam pengembangan teknologi, yang perlu
dikembangkan adalah pengembangan teknologi aspek: Bioteknologi, teknologi
Ekofarming, teknologi proses, teknologi produk dan teknologi Informasi.
Sehingga peran Litbang sangatlah penting karena jaringan litbang diperlukan
dalam pengembangan sistem teknologi informasi yang berperan
mengkomunikasikan informasi pasar, mengefektifkan arus informasi antar
komponen jaringan, mengkomunikasikan hasil-hasil litbang kepada pengguna
langsung dan mengkomunikasikan konsep dan atribut produk agribisnis kepada
konsumen. Dalam pengembangan SDM Agribisnis perlu menuntut kerjasama tim
(team work) SDM Agribisnis yang harmonis mulai dari SDM Agribisnis pelaku
langsung dan SDM Agribisnis pendukung sektor agribisnis.

13. Penataan dan pengembangan struktur Agribisnis.


Struktur agribisnis telah menciptakan masalah transisi dan margin ganda. Oleh
karena itu penataan dan pengembangan struktur agribisnis nasional diarahkan
pada dua sasaran pokok yaitu:

a. Mengembangkan struktur agribisnis yang terintegrasi secara vertikal mengikuti


suatu aliran produk (Product Line) sehingga subsektor agribisnis hulu, subsektor
agribisnis pertanian primer dan subsektor agribisnis hilir berada dalam suatu
keputusan manajemen.

b. Mengembangkan organisasi bisnis (ekonomi) petani/koperasi agribisnis yang


menangangani seluruh kegiatan mulai dari subsistem agribisnis hulu sampai
dengan subsistem agribisnis hilir, agar dapat merebut nilai tambah yang ada pada
subsistem agribisnis hulu dan subsistem agribisnis hilir.

14. Pengembangan Pusat Pertumbuhan Sektor Agribisnis.

Perlu perubahan orientasi lokasi agroindustri dari orientasi pusat-pusat konsumen


ke orientasi sentra produksi bahan baku, dalam hal ini untuk mengurangi biaya
transportasi dan resiko kerusakan selama pengangkutan. Oleh karena itu perlu
pengembangan pusat-pusat pertumbuhan sektor agribisnis komoditas unggulan
yang didasarkan pada peta perkembangan komoditas agribisnis, potensi
perkembangan dan kawasan kerjasama ekonomi.Serta berdasar Keunggulan
komparatif wilayah. Perencanaan dan penataan perlu dilakukan secara nasional
sehingga akan terlihat dan terpantau keunggulan setiap propinsi dalam
menerapkan komoditas agribisnis unggulan yang dilihat secara nasional/kantong-
kantong komoditas agribisnis unggulan, yang titik akhirnya terbentuk suatu
pengembangan kawasan agribisnis komoditas tertentu.

15. Pengembangan Infrastruktur Agribisnis.

Dalam pengembangan pusat pertumbuhan Agribisnis, perlu dukungan


pengembangan Infrastruktur seperti jaringan jalan dan transportasi (laut, darat,
sungai dan udara), jaringan listrik, air, pelabuhan domestik dan pelabuhan ekspor
dan lain-lain.

16. Kebijaksanaan terpadu pengembangan agribisnis.

Ada beberapa bentuk kebijaksanaan terpadu dalam pengembangan agribisnis.


Diantaranya , yaitu :

a. Kebijaksanaan pengembangan produksi dan produktivitas ditingkat perusahaan.

b. Kebijaksanaan tingkat sektoral untuk mengembangkan seluruh kegiatan usaha


sejenis.
c. Kebijaksanaan pada tingkat sistem agribisnisyang mengatur keterkaitan antara
beberapa sektor.

d. Kebijaksanaan ekonomi makro yang mengatur seluruh kegiatan perekonomian


yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap agribisnis.

Beberapa kebijaksanaan operasional untuk mengatasi masalah dan


mengembangkan potensi, antara lain:

1.Mengembangkan forum komunikasi yang dapat mengkoordinasikan pelaku-


pelaku kegiatan agribisnis .

2.Mengembangkan dan menguatkan asosiasi pengusaha agribisnis.

3.Mengembangkan kegiatan masing-masing subsistem agribisnis untuk


meningkatkan produktivitas melalui litbang teknologi untuk mendorong pasar
domestik dan internasional.

17. Pembinaan Sumberdaya Manusia untuk mendukung pengembangan agribisnis


dan ekonomi pedesaan.

Dalam era Agribisnis, aktor utama pembangunan agribisnis dan aktor pendukung
pembangunan agribisnis perlu ada pembinaan kemampuan aspek bisnis,
manajerial dan berorganisasi bisnis petani serta peningkatan wawasan agribisnis.
Oleh karena itu perlu peningkatan pendidikan penyuluh baik melalui pendidikan
formal, kursus singkat, studi banding. Serta perlu perubahan fungsi BPP yang
selama ini sebagai lembaga penyuluhan agro-teknis, menjadi KLINIK
KONSULTASI AGRIBISNIS

18. Pemberdayaan sektor agribisnis sebagai upaya penaggulangan krisis pangan


dan Devisa.

Perlu langkah-langkah reformasi dalam memberdayakan sektor agribisnis


nasional, yaitu:

a. Reformasi strategi dan kebijakan industrialisasi dari industri canggih kepada


industri agribisnis domestik.

b. Kebijakan penganekaragaman pola konsumsi berdasar nilai kelangkaan bahan


pangan.

c. Reformasi pengelolaan agribisnis yang integratif, yaitu melalui satu


Departemen yaitu DEPARTEMEN AGRIBISNIS

d. Pengembangan agribisnis yang integrasi vertikal dari hulu sampai hilir melalui
koperasi agribisnis.
(Astrid, 1983)

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Agribisnis merupakan sebuah sistem yang terdiri dari unsur-unsur kegiatan pra-
panen, panen, pasca-panen dan pemasaran. Sebagai sebuah sistem, kegiatan
agribisnis tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, saling menyatu dan saling
terkait. Terputusnya salah satu bagian akan menyebabkan timpangnya sistem
tersebut. Sedangkan kegiatan agribisnis melingkupi sektor pertanian, termasuk
perikanan dan kehutanan, serta bagian dari sektor industri. Sektor pertanian dan
perpaduan antara kedua sektor inilah yang akan menciptakan pertumbuhan
ekonomi yang baik secara nasional.

Kelembagaan adalah organisasi yang mampu menghasilkan ragam produk yang


dapat memanfaatkan dan mengembangkan keunggulan komparatif atau
keunggulan kompetitif.Kelembagaan Agribisnis memiliki berbagai macam
keragaman dan peranan.Namun,didalam kelembagaan agribisnis ini juga terdapat
berbagai macam masalah sehingg harus diperhatikan berbagai macam upaya yang
dilakukan untuk menyelesaikan berbagai masalah yang ada .

4.2 Saran

Diharapkan untuk pembaca dapat memahami isi dari makalah ini serta dapat
menerapkannya dalam kehidupannya . Penulis juga sangat berharap untuk
mendapatkan saran dari pembaca untuk memperbaiki kesalahan dalam menulis
makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymousa,2012 (http://agribisnis.umm.ac.id/id/umm-news-2490-prospek-
pengembangan-sistem-agribisnis-di-indonesia.html ) , diakses 23 April 2012
Anonymousb, 2012 (http://agribisnis.blogspot.com/2010/06/subsistem-
agribisnis.html ) , diakses 23 April 2012

Anonymous c, 2012 (http://mencholeo.wordpress.com/2008/01/05/membangun-


sistem-agribisnis/\ ) , diakses 23 April 2012

Hill,Mc Graw.1999.Sosiologi Jilid 1 Edisi Keenam.Jakarta : Penerbit Erlangga

Kolff, G.H. van der 1937De Historische Ontwikkeling van de


Arbeidsverhoudingen bij de Rijstcultuur in een Afgelegen Streek op Java:
Voorlopige Resultaten van Plaatselijk Onderzoek, Volkskredietwezen: hlm. 3-70.

Anda mungkin juga menyukai