PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
a. Untuk mengetahui cara pembuatan salep yang baik dan benar
b. Untuk mengetahui komposisi dan fungsi bahan dalam suatu formula
salep
c. Untuk mengetahui evaluasi sediaan salep
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Ansel (1989), salep dibuat dengan dua metode umum, yaitu:
metode pencampuran dan metode peleburan. Metode untuk pembuatan tertentu
terutama tergantung pada sifat-sifat bahannya.
1. Pencampuran
Dalam metode pencampuran, komponen dari salep dicampur dengan segala cara
sampai sediaan yang rata tercapai.
2. Peleburan
Pada metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep dicampurkan
dengan melebur bersama-sama dan didinginkan dengan pengadukan yang konstan
sampai mengental. Komponen-komponen yang tidak dicairkan ditambahkan pada
cairan yang sedang mengental setelah didinginkan.
Meliputi uji sifat fisik dan kecepatan pelepasan obat dari salep.
a. Viskositas
Viskositas menyatakan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, makin tinggi
akan semakin besar tegangan. (Martin dkk, 1993).
b. Daya melekat
c. Daya menyebar
Untuk mengetahui kelunakan massa salep pada waktu dioleskan pada kulit yang
diobati.
d. Daya proteksi
Untuk mengetahui kekuatan salep melindungi kulit dari pengaruh luar pada waktu
pengobatan.
Untuk mengetahui pelepasan obat pada kulit dengan membran selofan (Voigt,
1984). Metode pelepasan obat dari basis dapat dilakukan dengan Metode in-vitro
- Ukuran dan bentuk wadah yang mempengaruhi laju dan tingkat pelarutan.
- Jumlah pengadukan dan sifat pengadukan. Kenaikan pengadukan dari media
pelarut akan menurunkan tebal stagnant layer mengakibatkan kelarutan obat
lebih cepat (Shargel dan Yu, 2005). Pengadukan terlalu lemah ada resiko
cuplikan dalam medium tidak homogen dan pengadukan terlalu kuat
menyebabkan turbulensi (Aiache,1982).
- Suhu
Dalam medium percobaan suhu harus dikendalikan pada keadaan yang
konstan yaitu dilakukan pada suhu 37 oC sesuai dengan suhu tubuh manusia.
Adanya kenaikan suhu selain dapat meningkatkan gradien konsentrasi juga
akan meningkatkan energi kinetik molekul dan meningkatkan tetapan difusi
sehingga akan menaikkan kecepatan disolusi (Shargel dan Yu, 2005).
- Medium pelarutan
Sifat medium pelarutan akan mempengaruhi uji pelarutan obat. Medium
disolusi hendaknya tidak jenuh dengan obat. Medium yang baik merupakan
persoalan tersendiri dalam penelitian. Dalam uji, biasanya digunakan suatu
media yang lebih besar daripada jumlah pelarut yang diperlukan untuk
melarutkan obat secara sempurna (Shargel dan Yu, 2005).
3.1. Formula
Salep Benzokaina
3.2. Rancangan Formula
Tiap gram mengandung :
Benzocaine 6% Zat aktif
propil paraben 0,02 % pengawet
alpha tokoferol 0,05 % antioksidan
propilenglikol Q.S basis
adeps lanae Add 100% basis
3.6. Evaluasi
In Process Control
A. Organoleptik;
Pada saat hari pembuatan, warna kuning pucat. Hal ini disebabkan karena
salep ini mengandung cera alba yang berwarna kuning pucat. Rasa pada jari halus
yang artinya semua bahan sudah homogeny. Uji organoleptic yang kedua yaitu uji
ketengikan. Setelah mengalami penyimpanan selama 1 minggu, formula salep ini
ternyata menghasilkan bau yang tengik. Kemungkinan hal ini disebabkan karena
adanya zat pengotor dri basis salep yang tidak seluruhnya tersaring di atas kain
kassa, sehingga formula salep menjadi tengik selama penyimpanan.
B. Uji homogenitas;
Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui distribusi partikel atau granul dari
suatu pasta dan hasil dari uji salep yang dilakukan hasilnya homogen. Hal ini
mengartikan bahwa partikel dari salep tersebut telah terdistribusi dengan baik atau
merata. Dapat dilihat saat sampel salep di oleskan secara merata pada obyek glass,
persebaran butiran-butiran merata.
B. Kandungan air
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk menentukan kandungan air dalam
salap.
- Penentuan kehilangan akibat pengeringan. Sebagai kandungan air digunakan
ukuran kehilangan massa maksimum (%) yang dihitung pada saat pengeringan
disuhu tertentu (umumnya 100-110oC).
- Cara penyulingan. Prinsip metode ini terletak pada penyulingan menggunakan
bahan pelarut menguap yang tidak dapat bercampur dengan air. Dalam hal ini
digunakan trikloretan, toluen, atau silen yang disuling sebagai campuran azeotrop
dengan air.
- Cara titrasi menurut Karl Fischer. Penentuannya berdasarkan atas perubahan
Belerang Oksida dan Iod serta air dengan adanya piridin dan metanol menurut
persamaan reaksi berikut:
C. Konsistensi
Konsistensi merupakan suatu cara menentukan sifat berulang, seperti sifat
lunak dari setiap sejenis salap atau mentega, melalui sebuah angka ukur. Untuk
memperoleh konsistensi dapat digunakan metode sebagai berikut:
- Metode penetrometer.
- Penentuan batas mengalir praktis
D. Penyebaran
Penyebaran salap diartikan sebagai kemampuan penyebarannya pada kulit.
Penentuannya dilakukan dengan menggunakan entensometer.
E. Termoresistensi
Dihasilkan melalui tes berayun. Dipergunakan untuk mempertimbangkan
daya simpan salep di daerah dengan perubahan iklim (tropen) terjadi secara nyata
dan terus-menerus.
F. Ukuran Partikel
Untuk melakukan penelitian orientasi, digunakan grindometer yang banyak
dipakai dalam industri bahan pewarna.Metode tersebut hanya menghasilkan harga
pendekatan, yang tidak sesuai dengan harga yang diperoleh dari cara mikroskopik,
akan tetapi setelah dilakukan peneraan yang tepat, metode tersebut daat menjadi
metode rutin yang baik dan cepat pelaksanaannya.
BAB IV
PEMBAHASAN
Metode pembuatan salep terdiri dari dua metode yaitu metode pencampuran
dan metode peleburan. Metode pencampuran dilakukan dengan cara komponen
salep dicampur dengan segala cara sampai sediaan yang rata tercapai. Sedangkan
metode peleburan dilakukan dengan cara semua atau beberapa komponen dari
salep dicampurkan dengan melebur bersama-sama dan didinginkan dengan
pengadukan yang konstan sampai mengental.
Metode pembuatan salep yang digunakan yaitu metode pencampuran. Metode
tersebut dipilih berdasarkan karakteristik komponen yang digunakan, dimana
komponen yang digunakan berbentuk serbuk (benzocaine, propil paraben dan alfa
tocoferol) yang tidak perlu dilebur terlebih dahulu malainkan dilarutkan didalam
media cair (propilenglikol) kemudian dicampurkan dengan basis sampai
homogen.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
a. Pembuatan salep yang baik dan benar yaitu dengan mengetahui terlebih
dahulu karakteristik dari masing-masing bahan dan zat yang digunakan, hal
ini dimaksudkan untuk memberikan perlakuan khusus pada sediaaan yang
tentunya memiliki kelarutan dan konsistensi, serta, sifat kimia fisika yang
berbedaa-beda. Selain itu interaksi yang kemungkinan terjadi antara bahan
yang satu dengan bahan lain, serta bahan dengan alaat dan waadaah yang
digunakan juga perlu diperhatikan.
b. Komposisi bahan dalam suatu formula salep terdiri dari bahan aktif dan bahan
tambahan. Komposisi dalam formulasi : Benzocaine (bahan aktif), propil
paraben (bahan tambahan pengawet), alpha tokoferol (bahan tambahan
antioksidan), propilenglikol (bahan tambahan pelarut), dan adeps lanae
(basis).
c. Evaluasi sediaan salep terdiri dari in process control (uji organoleptis dan uji
homogenitas) dan end process control (uji daya menyerap air, uji kandungan
air, uji konsistensi, uji penyebaran, uji termoresistensi, dan uji ukuran
partikel)
5.2. Saran
Hendaknya dalam memformulasikan suatu sediaan seorang praktikan harus
benar-banar memperhatikan karakteristik bahan, konsentrasi bahan, sifat dari
masing-masing bahan serta interaksi antar bahan yang besar
kemungkinannnya sangat bias terjadi. Sehingga dengan demikian sediaan yang
diformulasikan akan menghasilkan suatu sediaan yang benar-benar layak pakai
dan seminimal mungkin dapat mengurangi kekurangan dari sediaan krim
tersebut.Selain itu factor lain yang yang perlu diperhatikan adalah pada proses
pembuatannya. Dengan mempertimbangkan karakteristik, konsentrasi dan
interaksi dari masig-masing bahan tadi, seorang praktikan harus mampu
merancang dan membuat prosedur kerja yang sebaik mungkin sesuai ketentuan,
agar sediaan yang dibuat dapat memenuhi standar evaluasi yang ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA